Rabu, 30 Januari 2008

HEMOFILI A

HEMOFILI A

BAB I
PENDAHULUAN

Hemofilia adalah penyakit gangguan pembekuan darah yang bersifat herediter dan telah dikenal sejak lama . Penyakit ini umumnya hanya bermanifestasi pada laki-laki, sedangkan wanita hanya menjadi carier atau pembawa sifat penyakit ini. Dikenal dua tipe hemofilia yaitu hemofilia A dan B yang secara klinis keduanya tidak dapat dibedakan.1,2,3. Hemofilia A terjadi akibat kekurangan faktor VIII yang dikenal sebagai faktor antihemofilik globulin sedangkan hemofilia B akibat kekurangan faktor IX. 4 Penyakit ini diturunkan X-linked recessive sehingga hanya bermanifestasi pada laki-laki, sedangkan wanita akan menjadi pembawa sifat penyakit ini.2,4
Hemofilia dapat ditemukan di seluruh dunia, walaupun jarang ditemukan pada ras Cina . Prevalens hemofilia A diperkirakan berkisar 1:5.000-10.000 kelahiran laki-laki sedangkan prevalens hemofilia B diperkirakan 1:50.000 kelahiran laki-laki, sekitar 80-85 % kasus hemofilia adalah hemofilia A5,6
Penyakit hemofilia menyebabkan terjadinya perdarahan yang sukar berhenti, manifestasi perdarahan bisa ringan sampai berat yang dapat mengancam jiwa dan umumnya mulai tampak ketika anak mulai belajar berjalan. Perdarahan yang timbul bisa berupa perdarahan kulit, mulut, otot, saluran cerna, intrakranial, serta yang tersering adalah perdarahan sendi ( hemartrosis )2,5,7,8
Diagnosis hemofilia ditegakkan secara laboratorium, mulai dari pendeteksian sifat pembawa dan pemeriksaan labor, pemeriksaan laboratorium dapat dilakukan mulai dari pemeriksaan waktu perdarahan, waktu protrombin ( Protrombin Time = PT ), waktu tromboplastin parsial ( Partial Tromboplastin Time ), hitung trombosit, penghitungan faktor pembeku dan analisa DNA2,7.
Pengobatan utama pada penderita adalah pemberian faktor pembekuan yang kurang untuk mengatasi perdarahan yang timbul, karena penderita secara rutin mendapatkan penggantian faktor pembeku, ini meningkatkan resiko untuk terkena penyakit yang ditularkan melalui produk darah seperti hepatitis dan HIV2,5,7,8.
Sari pustaka ini hanya akan mengupas Hemofilia A yang secara insidens lebih sering dari hemofilia B

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

II.1. Hemofilia
Hemofilia merupakan penyakit gangguan pembekuan darah yang bersifat herediter. Hemofilia A terjadi akibat kekurangan faktor VIII yang dikenal sebagai faktor antihemofilik globulin. Penyakit ini diturunkan X-linked recessive sehingga hanya bermanifestasi pada laki-laki, sedangkan wanita akan menjadi pembawa sifat penyakit ini, sepertiga kasus hemofilia diakibatkan mutasi gen1.4 .

II.2. Insidens
Hemofilia A ditemukan diseluruh dunia, kelainan ini jarang ditemukan pada ras Cina5 Prevalens hemofilia A diperkirakan berkisar 1:5.000-10.000 kelahiran laki-laki dan sekitar 80-85 % kasus adalah hemofilia A.1,4,9,10 Di AS, insidens hemofilia A sekitar 20,6 kasus per 100.000 kelahiran bayi laki-laki, di Eropa sekitar 1 kasus per 5000 kelahiran bayi laki-laki 5 Di Indonesia baru berhasil didata sebanyak 895 penderita pada awal tahun 2005 dari sekitar 20.000 penderita yang diperkirakan, sedangkan di Jakarta tercatat 258 penderita hemofilia.11
II.3. Klasifikasi
Hemofilia A terbagi atas 3 kelompok berdasarkan aktivitas faktor VIII dan umumnya mempunyai korelasi dengan manifestasi klinis, yaitu 5,12,13,14.
a. Berat/klasik (aktivitas faktor VIII < 1 %)
b. Sedang (aktivitas faktor VIII 1-5 %)
c. Ringan (aktivitas VIII 5-25 %)
Nilai normal aktivitas faktor VIII adalah 50-150 U/dL (50-150 %). Sebagian besar hemofilia A (40-70 %) merupakan hemofilia berat/klasik, 25 % hemofilia sedang dan 20 % hemofilia ringan5,10,14
II.4. Genetika Penyakit Hemofilia
Manusia diketahui mempunyai 46 kromosom yang terdiri dari 22 pasang autosom dan 2 kromosom seks (pada wanita XX dan pada laki-laki XY).Kromosom terbentuk atau disusun oleh rangkaian-rangkaian gen yang terdiri dari untaian rantai DNA7,13,15












Gambar 1. Struktur Kromosom X, disertai lokasi kelainan yang bisa timbul karena
Mutasidikutip dari 12

Hemofilia A atau B merupakan penyakit yang diturunkan secara “X-linked recessive” dan menyerang laki-laki sedang wanita bersifat sebagai karier. Golongan penyakit X-linked recessive ini mudah dikenali pada pola pewarisannya sangat khas. Berbeda dengan autosomal resesif (ke 2 gen harus mengalami kelainan), maka pada kelainan ini, terutama pada pria, adanya kelainan atau mutasi gen pada satu kromosom sudah dapat menimbulkan gejala klinik. Hal ini disebabkan pada pria memang hanya didapatkan satu kromosom X, sehingga pria lebih banyak menderita penyakit X-linked resesif ini. Wanita dapat mengalami kelainan ini bila terjadi kelainan gen pada kedua kromosom X nya, sedang bila kelainan hanya terjadi pada salah satu kromosom X maka wanita tersebut berperan sebagai karier1,2,4,5,16, 17

Gambar 2. Pola penurunan penyakit Hemofilia.dikutip dari 15.
Karena hemofilia merupakan penyakit yang diturunkan secara X linked recessive, wanita karier akan menurunkan sifat ini kepada anak laki-lakinya, 50 % anak perempuan wanita karier akan menjadi karier, dan 50 % anak laki-laki akan menderita hemofilia.15

II.5. Gangguan Molekuler pada Hemofilia A
Gen yang mengontrol produksi F VIII terletak pada ujung lengan panjang kromosom X seluruh gen mempunyai rentang 18 kb dan menempati 0,1 % dari kromosom X, yang terdiri dari 26 exons dan 25 introns.7,8,18 Defek genetik hemofilia A meliputi delesi, insersi dan transposisi pada rangkaian asam amino penyusun gen, sebagian besar mutasi genetik terjadi pada saat meiosis sel .5,7,8 Sekitar 40 % hemofilia berat disebabkan karena insersi utama pada bagian ujung lengan panjang kromosom X dan 5 % dari penderita hemofilia mengalami delesi pada struktur gen pembentuk F VIII.5,7,8
Mutasi gen F VIII ditemukan pada 50 % penderita dengan hemofilia berat dan 6 % pada hemofilia ringan. Mutasi pada intron 22 gen F VIII menyebabkan hemofilia berat, bagian proksimal gen F VIII berisi area yang homolog dengan intron 22, sehingga terjadi rekombinasi homologus antara intron 22 dan bagian proksimal yang berakibat tidak diproduksinya F VIII 11,13,14,19


Normal * * * * * * * * * * * * *
C A T T C A C C T G T A C

G T A A G T G G A C A T G
* * * * * * * * * * * * *

Substitusi * * * * * * * * * * * * *
C A T G C A C C T G T A C

G T A C G T G G A C A T G
* * * * * * * * * * * * *

Delesi * * * * * * * * * * * * * *
C A T T C A C C T G T A C

G T A A G T G G A C A T G
* * * * * * * * * * * * * *

Insersi * * * * * * * * * * * * * *
C A T G T C A C C T G T A C

G T A C A G T G G A C A T G
* * * * * * * * * * * * * *

II.6. Struktur dan Fungsi F VIII
F VIII yang diproduksi berada dalam plasma merupakan faktor yang tak stabil sehingga berikatan secara non kovalen dengan faktor von Willebrand (vWf) untuk menjaga kestabilannya.15

Faktor Von Willebrands merupakan suatu glikoprotein yang disintesa oleh megakariosit dan sel endotel, hanya 1-2 % kompleks ini berfungsi sebagai prokoagulan ( f VIII:C ) F VIII bersirkulasi dalam plasma dalam konsentrasi yang sangat rendah yang merupakan kofaktor bagi F IX menjadi bentuk F IX aktif.19,20







Gambar 5. Kompleks Faktor von Willebrand – Faktor VIII dalam plasmadikutip 21

Faktor VIII disintesa sebagai suatu rantai tunggal polipeptida yang terdiri dari 186 kilobase asam amino, dimana asam amino ke 19 memberikan kode untuk membelah. F VIII terdiri dari domain A,B,C dan mempunyai susunan domain A1-A2-B-A3-C1-C2. F VIII terdiri dari beberapa area internal homolog, terdiri dari rantai berat dengan domain A1-A2, dihubungkan oleh domain B dengan rantai ringan dengan domain A3-C1-C2. Domain A homolog dengan domain A ceruloplasmin, domain C homolog dengan ikatan protein fosfolipid yang diduga berperan pada interaksi fosfolipid sewaktu terjadi proses pembekuan darah, sedangkan domain B belum diketahui fungsinya.8
Sewaktu terjadi proses pembekuan , F VIII akan diaktifkan oleh trombin dengan cara membelah rantai berat ( A1-A2 ) menjadi fragmen 54 kd (A1)dan 44 kd (A2), sedangkan rantai ringan dipecah menjadi fragmen 72 kd ( A3-C1-C2 ), bentuk aktif F VIII merupakan suatu ikatan ion logam dengan rantai A1-A2 dan A3-C1-C2 .7,8,19,22
Masing- masing domain dari rantai F VIII akan berikatan dengan protein spesifik, domain C2 akan berikatan dengan procoagulant phospholipid phosphatidylserine dan F X a yang diaktifkan oleh platelet dan sel endotel yang memicu aktivitas pembekuan.7 Domain A2 merupakan tempat berikatan dengan IX a.7 Faktor VIII yang aktif , meningkatkan perubahan F X menjadi F X aktif dengan bantuan F IX-a, ion Ca dan fosfolipid, merupakan molekul yang tidak stabil yang cepat kehilangan fungsi kofaktornya, sekitar 8-12 jam.5,7,9,20
Sumber utama pembentukan F VIII masih belum jelas, diperkirakan produksi F VIII dihasilkan melalui proses hemolitik yang disekresikan dari sel endotel.10,11. Walaupun kepustakaan lain menyatakan produksi F VIII di hati, ini berdasarkan pada kejadian hemofilia yang cenderung membaik setelah transplantasi hati.15,20,22

II.7. Patofisiologi

Teori yang banyak dianut untuk menerangkan mekanisme hemostasis normal adalah teori cascade. Pada saat ada rangsangan karena terjadinya trauma jaringan, maka akan terlepaslah aktivator terhadap sistem koagulasi dan terjadi suatu proses yang berupa rangkaian reaksi berantai dimana faktor yang satu saling mengaktifkan faktor yang lain dan bila digambarkan seperti gambaran air terjun (“cascade’).10,20,21,22,23,24 Menurut teori cascade ini setiap faktor pembekuan diubah menjadi bentuk aktif oleh faktor sebelumnya dalam suatu rangkaian reaksi enzimatik. Faktor-faktor yang berperan dalam proses pembekuan tercantum dalam tabel berikut.22,25
Angka Sinonim
I
II
III
IV
V
VI
VII
VIII
IX
X
XI
XII
XIII Fibrinogen
Protrombin
Tromboplastin
Kalsium
Faktor labil, proakselerin
Faktor labil aktif, akselerin
Faktor stabil, prokonvertin
Faktor anti hemofili (AHF) atau Globulin (AHG)
Faktor Christmas ( Plasma tromboplastin component) (PTC)
Faktor Struart-Prower
Plasma tromboplastin yg mendului (PTA )
Faktor Hageman
Faktor penstabil fibrin
Tabel 1. Faktor-faktor yang berperan dalam proses pembekuan normal.Dikutip dari 25
Proses pembekuan darah dapat terjadi melalui dua jalur yang dipicu oleh kerusakan dinding pembuluh darah, jalur pertama dimulai dengan pelepasan faktor III (faktor jaringan). Faktor III akan mengaktifkan faktor VII dan selanjutnya terjadi reaksi berantai dengan hasil akhir terbentuknya fibrin. Proses ini disebut jalur ekstrinsik karena dimulai oleh faktor III yang berasal dari luar pembuluh darah. 10,20,23,26
Jalur kedua dimulai dengan reaksi langsung dalam aliran darah itu sendiri. Jalur ini disebut jalur intrinsik. Jalur ini dimulai saat darah berkontak dengan kolagen (suatu bahan yang keluar dari dinding pembuluh darah bagian dalam yang rusak) dan akan bereaksi dengan faktor XII dan XI, dengan hasil akhir terbentuknya fibrin.10,22,23
Dalam proses pembekuan darah, faktor VIII dibutuhkan untuk aktivitas faktor X dan bersama dengan fosfolipid dan kalsium akan membentuk kompleks faktor X aktif. Pada penderita hemofilia, terdapat kelainan genetik yang menyebabkan gangguan pembentukan faktor VIII sehingga tidak terbentuk trombin melalui jalur intrinsik. 21









II.8. Gejala Klinis
Gejala utama dari hemofilia adalah perdarahan. Perdarahan dapat terjadi hanya karena trauma yang ringan ataupun terjadi spontan.2,4,7 Berat dan frekuensi perdarahan berhubungan erat dengan aktivitas faktor VIII.2 Pada hemofilia A berat, perdarahan dapat terjadi spontan atau akibat trauma ringan, sedangkan pada hemofilia A ringan, perdarahan umumnya terjadi setelah trauma yang lebih berat.4,7,14,24
Hubungan antara derajat keparahan perdarahan hemofilia dengan kadar F VIII bisa dilihat pada tabel berikut ini.2
Derajat hemofilia Kadar
F VIII Manifestasi perdarahan
Berat


Sedang


Ringan < 1 %


1 – 5 %


5 – 20 % Penyakit berat, perdarahan spontan berulang, yang dimulai pd awal kehidupan , hemartrosis dengan perdarahan otot bagian dalam. Deformitas sendi
Penyakit sedang, perdarahan setelah trauma, bisa disertai episode perdarahan spontan, perdarahan berat setelah tindakan atau trauma berat
Penyakit ringan, perdarahan setelah trauma, perdarahan berat hanya terjadi jika terjadi trauma berat atau tindakan operasi
Tabel 2. Derajat keparahan perdarahan hemofilia dengan kadar F VIII. Dikutip dari 2
Berbagai manifestasi perdarahan pada hemofilia A :
1. Perdarahan Sendi
Perdarahan sendi merupakan manifestasi perdarahan yang khas pada hemofilia berat dan sedang, terutama pada penderita yang tidak mendapatkan rumatan/ profilaksis faktor VIII.7,8 Perdarahan berasal dari vena sinovial dan terjadi didalam rongga sendi. Distensi rongga sendi dan spasme otot akan meningkatkan tekanan dalam rongga sendi. 7,8 Manifestasi klinik bervariasi sesuai usia, perdarahan sendi biasanya mulai terjadi saat berusia 3-4 tahun, walaupun dapat dijumpai lebih dini (usia 1-2 tahun) saat anak mulai belajar berjalan.5,7,8 Pada bayi timbul rasa nyeri dan berkurangnya pergerakan pada sendi yang terkena, pada anak yang lebih tua, diawali dengan rasa kaku, sensasi hangat yang diikuti dengan nyeri bila digerakan , permukaan kulit kemerahan dan pembengkakan.4,7 Perdarahan sendi pada hemofilia berat biasanya lebih berat dan sering berulang dibanding perdarahan sendi pada hemofilia sedang. Perdarahan sendi dapat terjadi secara spontan atau didahului trauma.7 Perdarahan sendi yang berulang pada sendi yang sama dapat mengakibatkan kerusakan sendi (artropatik kronik). Perdarahan sendi dapat terjadi pada sendi lutut, siku, pinggang, pergelangan tangan, bahu sampai sendi ruas tulang punggung, walaupun demikian biasanya perdarahan terjadi pada satu sendi, jarang pada beberapa sendi.7,8
2. Perdarahan Otot
Perdarahan ini merupakan jenis perdarahan yang sering dijumpai pada penderita hemofilia. Perdarahan pada otot diikuti pembentukan hematom sering terjadi pada otot kuadriseps, iliopsoas dan otot lengan. Perdarahan pada otot iliopsoas bisa menyebabkan penekanan saraf dan menimbulkan sindrom kompartemen.7,8 Otot yang sering terkena adalah otot betis, paha dan lengan.4,5,7,13 Perdarahan otot yang memerlukan perhatian khusus adalah perdarahan pada otot iliopsoas, karena dapat menyebabkan kehilangan darah dalam jumlah besar.1.3 Perdarahan otot yang tidak diterapi akan menimbulkan kesan seperti tumor, karena perdarahan lama akan diselubungi oleh jaringan ikat.7,9

3. Perdarahan Gastro intestinal.
Berbagai variasi lesi dalam saluran cerna bisa menimbulkan perdarahan seperti esofagitis, gastritis, polip dan diverticulitis.7 Perdarahan ke rongga peritoneum akan menimbulkan gejala nyeri yang sering dianggap sebagai akut abdomen . Pada penderita hemofili bisa timbul hematom pada dinding usus, yang sering menimbulkan gejala mirip apendisitis akut.7 Perdarahan ini sering berlebihan sehingga membutuhkan terapi sel darah merah.4,5 Perdarahan hebat dapat terjadi akibat pencabutan gigi, perdarahan tersebut dapat terjadi selama atau setelah tindakan dan berlangsung beberapa hari.4,5,7

4. Perdarahan Intrakranial
Perdarahan ini merupakan salah satu penyebab terbanyak kematian pada hemofilia A dan dapat terjadi pada semua kelompok usia, baik usia anak atau neonatus, pada suatu studi pada anak-anak, kejadian perdarahan intra kranial 12 %.7 Seringkali beratnya trauma tidak sesuai dengan beratnya perdarahan dan riwayat trauma hanya didapatkan pada 50 % kasus.4,5,7 Gejala klinik perdarahan intrakranial yang timbul adalah sakit kepala, muntah atau kesadaran yang turun, walaupun kadang-kadang tidak menunjukan gejala, dan baru terdeteksi melalui pemeriksaan CT scan atau MRI.7,9 Karena resiko tinggi terjadinya perdarahan intra kranial, setiap penderita hemofilia dengan riwayat trauma pada kepala, atau terdapat laserasi, abrasi, atau hematom pada kulit kepala, harus diberikan terapi pengganti secepat mungkin.5,7

5. Perdarahan Traktus Urinarius
Hematuri sering merupakan salah satu gejala hemofilia berat hematuri ini bersifat ringan dan tidak mempengaruhi fungsi ginjal.5,7 Perdarahan bisa berasal dari ginjal atau kandung kencing dan bisa terjadi beberapa hari. Obstruksi ureter bisa timbul bila terdapat bekuan darah. 7 Perdarahan ini lebih sering ditemukan pada hemofilia berat dibanding hemofilia ringan dan sedang.4 Perdarahan dapat berasal dari kandung kemih maupun ginjal. Etiologi hamaturia spontan belum jelas diketahui, diduga akibat dari kompleks imun yang beredar dalam darah.4,5,7 Perdarahan traktus urinarius bisa dipikirkan jika hematuri tidak membaik dengan pengobatan .7

II.9. Komplikasi
Terdapat 3 komplikasi yang penting pada penderita hemofilia A :
1. Hemartrosis
Masalah yang sering ditemukan pada penderita hemofilia adalah perdarahan dalam rongga sendi ( hemartrosis ), perdarahan ronga sendi yang berlanjut akan mengakibatkan kerusakan sendi. 5,7,27 Kerusakan sendi yang disebabkan hemartrosis bisa sedemikian beratnya sehingga terjadi beberapa kelainan ortopedi.7,27 Banyak faktor yang menimbulkan sinovitis dan kerusakan sendi pada penderita hemofilia, antaralain disebabkan penimbunan besi pada jaringan sendi dan terdapatnya fibrosis pada sendi yang menimbulkan kontraktur yang berlanjut dengan nyeri dan keterbatasan gerak. Pencegahan primer hemartrosis adalah dengan pemberian konsentrat F VIII pada usia dini sehingga mengurangi resiko artropati.7,28,29 Sendi yang sering dikenai hemartrosis adalah sendi lutut, siku, pergelangan kaki, bahu, pergelangan tangan dan pinggul.26,27,28 Pada pasien yang tidak mendapat terapi pencegahan awal dini ataupun terapi pengganti yang adekuat, hemartrosis akan menjadi komplikasi yang serius.7
Pada suatu studi ortopedi dan pemeriksaan rontgen foto sendi , didapatkan bahwa kerusakan sendi lutut, siku dan pergelangan kaki semakin buruk sesuai dengan peningkatan usia.7,27 Persendian lutut mengalami kerusakan yang lebih parah dibandingkan sendi siku dan pergelangan kaki.7
2. Penularan infeksi
Penularan infeksi melalui transfusi konsentrat F VIII yang terkontaminasi. Insidens pemberian konsentrat F VIII yang bisa mentransmisikan infeksi sudah berkurang setelah dilakukan skrining donor dan berkembangnya produk rekombinan.7,8,27 Penderita yang diterapi dengan konsentrat F VIII beresiko tinggi untuk terinfeksi hepatitis virus A,B,C dan D serta HIV.7,8,9 Suatu studi di AS menyatakan bahwa hampir 50 % penderita hemofilia terinfeksi oleh hepatitis virus A,B,C dan D serta HIV.7,27 Di Indonesia sendiri saat ini diperoleh data dari penderita hemofilia di Jakarta angka kontaminasi Hepatitis B sebanyak 3 %, hepatitis C 50,7 % sedangkan pengidap HIV-AIDS belum ditemukan.11 Gabungan antara infeksi HCV dan HIV bisa terjadi pada penderita hemofili dan sulit ditangani karena tidak responsif dengan pengobatan, dan penderita hemofili dengan sirosis hepatis akan beresiko tinggi untuk berkembang kearah keganasan .7,28
Skrining donor, teknik penyaringan virus dan penggunaan produk rekombinan yang semakin canggih mengurangi resiko penularan penyakit.7,27 Pada suatu studi, prevalensi antibodi HCV ditemukan pada 83 % penderita hemofilia sebelum tahun 1985, dibandingkan 6 % penderita hemofilia sesudah tahun 1985. Disamping itu, tidak terdapat laporan mengenai transmisi HIV sejak tahun 1981 setelah dilakukan prosedur inaktivasi virus. 7,27

3. Timbulnya Antibodi Inhibitor.
Komplikasi yang penting pada pasien dengan hemofilia A adalah timbulnya antibodi ( terutama IgG ) yang menghambat F VIII.7,14,27 Pemberian faktor VIII berulang pada penderita hemofilia A dapat menyebabkan timbulnya antiodi terhadap faktor VIII yang disebut inhibitor faktor VIII. 4,7,27 Antibodi ini dapat timbul pada pemberian produk kriopresipitat, konsentrat maupun rekombinan faktor VIII.4,7,13,14 Antibodi inhibitor ini terjadi 25-40 % penderita hemofilia A berat, jarang terjadi pada penderita hemofilia ringan dan sedang.9,14,30 Suatu penelitian di AS menyatakan bahwa inhibitor sering timbul pada terapi pengganti yang diberikan pada usia dini.7 Inhibitor akan mengurangi kerja konsentrat F VIII sehingga konsentrat yang ditransfusikan tidak berfungsi.7,8,9,14
Berdasarkan kadar inhibitor, penderita yang mempunyai kadar inhibitor > 5 Bethesda Unit disebut high responders sedangkan bila < 5 Bethesda Unit disebut low responders. Kadar inhibitor pada low responders bisa menghilang dengan terapi pengganti biasa.7,14,30 Satu Bethesda Unit ( BU ) adalah jumlah yang menghambat 50 % aktifitas F VIII dalam plasma normal .7,16
Terdapat predisposisi timbulnya inhibitor yaitu faktor penderita dan produk pengganti yang diberikan. Riwayat kejadian timbulnya inhibitor pada keluarga penderita hemofilia juga akan meningkatkan prevalensi timbulnya inhibitor demikian juga pada penderita hemofilia yang mendapat terapi pengganti secara rutin.7,27 Usia pasien saat pertama kali mendapat faktor pengganti mempengaruhi timbulnya inhibitor. Suatu studi menunjukan inhibitor timbul pada 41%, 29 % dan 12 % jika terapi pengganti diberikan pada usia < 6 bln, antara 6-12 bln dan > 12 bln.7
Manifestasi klinik dari penderita dengan inhibitor tergantung beratnya penyakit, secara umum, timbulnya inhibitor ditandai dengan semakin seringnya penderita mendapatkan terapi pengganti, semakin sering mengalami episode perdarahan dan mengalami komplikasi .7,30,31,32 Inhibitor menyebabkan terapi hemofilia semakin sulit, sehingga inhibitor bisa dipikirkan bila timbul perdarahan yang sulit ditangani dengan terapi biasa, terutama pada penderita hemofilia berat.7,27
II.10. Pemeriksaan Laboratorium
Dalam sistem pembekuan darah, faktor VIII termasuk dalam daftar faktor instrinsik. Terdapat 4 tes pendahuluan yaitu : hitung trombosit, waktu perdarahan, protrombin time (PT) dan activated partial protrombin time (aPTT). Untuk evaluasi lintas instrinsik digunakan uji “Partial Tromboplastin Time (PTT)”, dan untuk lintas ekstrinsik digunakan uji “Protombin Time (PT)”.2,9,12,13
Jumlah hitung trombosit yang normal, PT normal, waktu perdarahan normal dan pemanjangan aPTT merupakan hasil laboratorium dari hemofilia A. Tes yang abnormal terjadi pada individu yang mempunyai nilai F VIII < 30 %.9,12
Pada hemofilia A jalur ekstrinsik tidak terganggu sehingga nilai PT normal, pemeriksaan PT menguji pembekuan darah melalui jalur ekstrinsik dan jalur bersama yaitu faktor pembekuan VII,X,V, protrombin dan fibrinogen, juga waktu perdarahan pada hemofilia normal, karena faktor hemostasis ekstravaskular tidak terganggu..18,21
Pemeriksaan Hasil
Hitung trombosit
Waktu perdarahan
Protrombin Time
Partial Tromboplastin Time
Faktor VIII:C Normal
Normal
Normal
Memanjang
Rendah
Tabel 3. Gambaran laboratorium pada hemofilia A.Dikutip dari 2

II. 11. Diagnosis
Diagnosis dimulai dengan anamnesis, manifestasi perdarahan, riwayat hemofilia dalam keluarga (saudara laki-laki penderita atau pihak ibu) dan pemeriksaan laboratorium.2.4,7 Pemeriksaan penunjang memperhatikan nilai aPTT ( Activated Partial Thromboplastin Time) yang memanjang 2-3 kali batas nilai normal sedangkan waktu perdarahan, PT (Prothrombin Time) dan hitung trombosit umumnya normal.2,9,12,13
Pemeriksaan untuk menunjang diagnosis hemofilia A adalah pemeriksaan aPTT (Activated Partial Thromboplastin Time). Nilai aPPT akan menunjang bila aktivitas faktor VII < 30 %.2.7 Pemeriksaan aPTT dapat mendeteksi 99-100 % penderita hemofilia A berat dan sedang.2.,13 Diagnosis pasti hemofilia A ditegakkan melalui pemeriksaan aktivitas faktor VIII secara kuantitatif.2,13
Tabel berikut membandingkan gejala klinis dan laboratorium pada hemofilia A, B dan Von Willebrand diseases.2
Gejala klinik dan Laboratorium Hemofilia A Hemofilia B Von Willebrand
Penurunan penyakit
Tempat utama perdarahan

Hitung trombosit
Waktu perdarahan
Protrombin time
Partial tromboplastin time
Faktor VIII : C
Sex Linked
Otot, sendi post trauma atau operasi
Normal
Normal
Normal
Memanjang
Rendah

Hemofili A

Normal
Normal
Normal
Memanjang
Normal
Mukosa, kulit, post trauma atau operasi
Normal
Memanjang
Normal
Memanjang
Rendah

Tabel 4. Perbandingan Gejala Klinik dan laboratorium hemofilia A, B dan von
Willebrand.dikutip dari 2

II.12. Tata Laksana
Penanganan penderita hemofilia memerlukan pendekatan multidisiplin, terdiri dari ahli hematologi, dokter gigi, ortoped, bedah, perawat, fisioterapis, pekerja sosial dan tenaga kesehatan lainnya.4,7,26, 30,33,34
Tugas dari masing-masing ahli dalam menangani penderita hemofilia bisa dijabarkan sbb 34 :
1. Hematologis :
* Menentukan pemeriksaan laboratorium untuk menentukan masalah perdarahan yang
timbul.
* Memberikan obat-obatan yang bisa diberikan untuk mengontrol maupun mencegah
perdarahan yang timbul
* Memeriksa kesehatan penderita hemofilia
2. Perawat :
* Mengajari keluarga melakukan terapi di rumah.
* Mengatur pemakaian produk darah untuk terapi rumah.
3. Fisioterapis :
* Melakukan pemeriksaan terhadap persendian otot penderita untuk menjamin
pergerakan sendi yang normal dan menjaga otot tetap kuat .
* Menolong penderita melakukan olah raga pada penderita yang mengalami
gangguan fungsi sendi dan otot.
* Membantu penderita dalam menentukan jenis olah raga yang bisa dilakukan secara
aman.
4. Dokter gigi :
* Memberikan perawatan gigi secara rutin.
* Bekerjasama dengan hematologis sewaktu melakukan ekstraksi gigi atau tindakan
yang beresiko tinggi timbul perdarahan.
5. Pekerja sosial :
* Membantu penderita dan keluarganya mengatasi masalah sosial yang timbul.
6. Konsulen Genetik :
* Memberikan informasi mengenai penyakit genetik dan sifat pembawa / carier.
7. Ortopedis :
* Mengatasi masalah persendian dan tulang pada penderita hemofilia.

Pasien harus dihindarkan menggunakan obat-obat yang mengganggu pembekuan darah, dan sebisa mungkin menghindari trauma.7,30,34,35
Obat yang harus dihindari penderita hemofilia 4,7,30,35 :
1. Aspirin, maupun obat-obat yang mengandung aspirin.
2. Non steroid anti inflammatory, seperti indometasin.
3. Preparat heparin atau warfarin.
Parasetamol cukup aman untuk digunakan sebagai analgetik-antipiretik.4,7,30

Prinsip dasar terapi Hemofilia A.7,8,34
1. Tangani perdarahan sesegera mungkin dengan F VIII, lebih baik dalam 2 jam sejak onset gejala, jangan tunggu timbulnya tanda klinis. Pengobatan yang diberikan segera lebih berarti karena pemberian VIII akan menghentikan perdarahan sebelum timbul kerusakan jaringan. Jika ragu-ragu, lakukan pengobatan , jika penderita mengalami trauma atau penderita merasa timbul perdarahan, maka lakukan terapi.
2. Hindari obat-obatan yang menyebabkan gangguan trombosit, terutama yang mengandung aspirin, dianjurkan menggunakan asetaminofen .
3. Terapi rumah dengan F VIII pada umumnya dimulai pada usia 3-5 tahun yang akan memberikan keuntungan yaitu murahnya biaya pengobatan dan kurangnya komplikasi berupa deformitas sendi yang timbul.
4. Perlakukan vena dengan hati-hati, dianjurkan menggunakan jarum halus dan melakukan penekanan selama 3-5 menit setelah penusukan vena.

II.12.1. Preventif dan Perawatan Terpadu
Penderita hemofilia harus mendapatkan perawatan yang terpadu begitu diagnosis hemofilia ditegakkan , sebagian besar anak dengan hemofilia A berat terjadi perdarahan dalam 1-2 tahun pertama kehidupannya. Pada pasien ini bisa diberikan terapi profilaksis. Terapi profilaksis merupakan terapi terbaik dan bertujuan mencegah atau mengurangi kemungkinan perdarahan spontan,. direkomendasikan pemberian profilaksis pada usia sedini mungkin (1-2 tahun), diharapkan dengan terapi profilaks penderita hemofilia anak bisa berkembang tanpa gangguan atau kerusakan sendi.16,23,26 Profilaksis dapat diberikan dengan kriopresipitat 25-40 IU/KgBB, 3 kali/minggu atau pemberian konsentrat faktor VIII dengan dosis 1.500-3.000 IU 3-4 kali/minggu.16,23,24,25
Sirkumsisi - sekitar 50 % penderita hemofilia terdiagnosa melalui perdarahan sirkumsisi yang sulit berhenti, karena itu anak laki-laki dari ibu pembawa sifat hemofili perlu menunda sirkumsisi sampai diagnosa hemofilia bisa disingkirkan , pemeriksaan bisa dilakukan dengan menghitung kadar F VIII darah.7 Penderita hemofili bisa dilakukan sirkumsisi setelah sebelumnya mendapatkan terapi profilaksis dan penanganan perdarahan yang timbul secara cepat dan tepat dengan pemberian faktor pengganti. 7,8
Di RS Sardjito Yogyakarta telah dilaksanakan protokol untuk sirkumsisi pada penderita hemofilia A, dengan pemberian F VIII 25 U/kgbb diberikan 1 hari sebelum dan dilanjutkan sampai 4 hari setelah sirkumsisi yang dikombinasikan dengan penggunaan elektrokauter sewaktu sirkumsisi , protokol ini telah dilaksanakan pada 4 penderita hemofilia dengan hasil memuaskan.11

Imunisasi rutin – imunisasi rutin dianjurkan dengan cara subkutan dalam bukan melalui intramuskular untuk menghindari perdarahan otot. Sebaiknya menggunakan jarum yang halus dan menekan dengan es pada lokasi penyuntikan selama 3 – 5 menit setelah penyuntikan.7,8,34 Vaksinasi Hepatitis B segera diberikan pada penderita hemofilia begitu diagnosis ditegakkan , sementara vaksinasi hepatitis A, diberikan setelah usia 2 tahun . Vaksinasi polio oral dikontraindikasikan pada bayi hemofilia yang mendapat terapi imunosupresi, pada kasus tersebut dianjurkan vaksinasi Salk.7,8,34

Perawatan gigi - perawatan gigi penting pada penderita hemofilia. Intervensi dini pada anak hemofilia diperlukan seperti mengajari cara menyikat gigi dan menjamin pasokan fluor yang cukup untuk pertumbuhan gigi.7 Pemeriksaan rutin dan pembersihan gigi bisa dilakukan tanpa meningkatkan F VIII. Terapi rumahan atau anti fibrinolitik diberikan sewaktu melakukan pembersihan kalkulus, karena tindakan scaling bisa menimbulkan perdarahan. F VIII harus diberikan jika melakukan tindakan gigi yang memerlukan anestesi blok, jika hanya anestesi infiltratif, penambahan VIII tidak diperlukan.7,8,34
Tingkatkan level F VIII sekitar 50 % jika melakukan tindakan dengan blok mandibular, anestesi lokal bukan merupakan kontraindikasi bagi penderita hemofilia. Sebelum tindakan ekstraksi gigi, perlu diberikan F VIII, pertahankan pada level 50 %, EACA dan tranexamic acid bisa diberikan sebelum dan sesudah pemberian F VIII . EACA mulai diberikan 1 hari sebelum tindakan , 50-100 mg/kgbb setiap 4-6 jam selama 7-10 hari (maksimun 24 gram/ hari ), dosis tranexamic acid 25 mg/kgbb setiap 8 jam selama 10 hari, larutan EACA juga bisa digunakan sebagai obat kumur.7,8,33
Perdarahan yang timbul karena lepasnya gigi susu bisa ditangani dengan penekanan dan pemberian es sebagai tindakan awal, jika tidak efektif, berikan EACA, jarang dibutuhkan pemberian F VIII, jika ada riwayat perdarahan memanjang, sebaiknya dilakukan pencabutan oleh dokter gigi disertai penambahan F VIII.7,8

Olahraga dan hemofilia - Olah raga dianjurkan pada penderita hemofilia untuk meningkatkan kekuatan otot dan sendi serta untuk menjaga kesehatan, olah raga yang dipilih disesuaikan dengan kemampuan penderita. Olah raga dengan benturan ringan seperti renang, sepeda dan golf dianjurkan dan hindari olah raga dengan benturan keras, seperti sepakbola, olahraga bela diri, tinju dsb.7,27,33

Konseling dan edukasi - Konseling genetik dan psikososial penting bagi keluarga dengan bayi hemofili, terutama bagi keluarga yang tidak ada riwayat hemofili sebelumnya. Pengetahuan mengenai penyakit harus diberikan pada penderita dan keluarganya , penderita bisa hidup normal dengan memperhatikan beberapa hal, seperti menghindari kegiatan yang bisa menimbulkan perdarahan antara lain olahraga kontak .7,30,33

Penanganan terpadu - dibeberapa negara telah ada center hemophili yang terdiri dari beberapa disiplin ilmu untuk menangani masalah hemofili atau gangguan yang ditimbulkannya. Pada center tersebut disediakan skrining untuk penyakit infeksi, konseling bagi pasien yang tertular penyakit dan akses untuk mendapatkan penanganan.7,11,33

II.12.2. Terapi pengganti pada kasus perdarahan
Pada dasarnya pengobatan hemofilia adalah dengan mengganti atau menambah faktor F VIII , namun demikian langkah pertama yang dilakukan bila menghadapi perdarahan akut adalah melakukan tindakan RICE ( Rest, Ice, Compression, Elevation ) pada lokasi perdarahan untuk menghentikan atau mengurangi perdarahan. 17
Fresh Frozen Plasma ( FFP )
Fresh Frozen Plasma ( plasma segar beku ) diperoleh melalui pemisahan plasma dari darah lengkap, atau melalui plasma feresis dan segera dibekukan untuk menjaga kestabilan faktor koagulan.29 FFP merupakan terapi untuk gangguan koagulasi herediter, namun untuk terapi hemofilia A tentunya akan diperlukan plasma dalam jumlah besar karena tiap ml plasma hanya mengandung 1 unit faktor VIII.6,12,13,20,29 Selain faktor VIII, plasma juga mengandung faktor pembekuan lain, namun demikian penggunaan FFP sudah mulai dikurangi karena tingginya angka penularan infeksi karena FFP ini.2,7
Kriopresipitat
Kriopresipitat dibuat dari FFP yang dicairkan secara lambat pada suhu 4-6° C . Presipitat yang timbul ( krio ) dipisahkan dari supernatan dan dibekukan lagi.20,29 Kriopresipitat merupakan produk olahan dari darah donor dan dikategorikan sebagai komponen darah yang dalam penyimpanannya perlu suhu beku ( -30 s/d -40 0 C ), sewaktu akan digunakan dicairkan terlebih dahulu dan harus segera diberikan secara intravena. karena kandungan F VIII dalam kriopresipitat bersifat termolabil. 11
Tiap kantong kriopresipitat mengandung F VIII 50-70 IU sedangkan pemakaiannya berkisar antara 20-40 IU /kgbb/kali, sehingga setiap kali pengobatan akan memerlukan 5-20 kantong .Kriopresipitat lebih banyak mengandung faktor VIII sehingga diperlukan volume
yang jauh lebih kecil dibandingkan dengan plasma. Kriopresipitat sering dipakai sebagai terapi hemofilia disamping konsentrat faktor VIII.11,14,20,29
Konsentrat F VIII
Konsentrat F VIII merupakan produk pilihan untuk penderita hemofili yang jauh lebih baik dibanding FFP dan kriopresipitat karena kurangnya kemungkinan infeksi dan memerlukan jumlah yang lebih sedikit, sehingga mengurangi kemungkinan overload .5,9,20 Konsentrat F VIII mengandung sekitar 2-5 U F VIII per mg protein, tersedia dalam bentuk bubuk kering beku yang dilarutkan kembali sebelum penyuntikan intravena. F VIII mempunyai waktu paruh yang pendek ( 8-12 jam ) sehingga suntikan ulangan diperlukan untuk mempertahankan kadar yang optimal.2,8,20
Rekombinan F VIII
Rekombinan F VIII bisa diberikan, pemberian rekombinan ini bisa mengurangi resiko penularan infeksi..7,20,34,35 Rekombinan F VIII berasal dari pemurnian kultur sel dari hamster yang telah diklon gen F VIII, ditambahkan albumin manusia untuk menjaga stabilitas, penambahan albumin ini masih memberikan kemungkinan penularan infeksi. 7 ,8,9 Generasi kedua rekombinan F VIII dibuat tanpa penambahan albumin, tetapi distabilkan dengan menambahkan sukrosa, sehingga kemungkinan penularan infeksi tidak ada.5,7,9
Secara prinsip kebutuhan F VIII dapat diperkirakan dengan mengetahui bahwa 1 U/ kgbb F VIII akan meningkatkan F VIII plasma sebanyak 2 %, dengan waktu paruh 8-12 jam.5

Sumber Kadar (U/ml)
Faktor VIII Volume/unit
(ml)
Plasma beku segar(FFP)
Kriopresipitat
Konsentrat F VIII 0,5 – 1,5
4 – 8
20-40 200
20
10





Tabel 5. Komponen Darah untuk terapi pengganti ( Replacement therapy).Dikutip dari 17
Kebutuhan faktor anti hemofili dapat dihitung dengan berbagai cara, yaitu secara empiris atau berdasarkan presentase kadar faktor yang dibutuhkan pada berbagai jenis perdarahan atau tindakan.17 Untuk memudahkan , biasanya dipakai rumus empiris, yaitu : kebutuhan F VIII 20-25 U/kg setiap 12 jam dengan terlebih dulu memberikan dosis muatan awal 2 kali lipat, atau dengan mengalikan level F VIII yang diharapkan dengan berat badan yaitu : BB x (level diharapkan ) x 0,5 = unit FVIII 6,7,12,13,17 Pada perdarahan berat/mengancam jiwa, aktivitas faktor VIII harus dinaikkan sampai 100 %.12,13

II.12.3. Terapi selain terapi pengganti
Terapi lain yang dapat diberikan selain terapi pengganti adalah pemberian obat-obatan seperti
1. 1-Deamino-8-D-Arginin Vasopressin (DDAVP)/ Desmopressin
DDAVP merupakan analog sintetik dari vasopresin yang tidak berasal dari produk darah sehingga tidak ada resiko penularan infeksi, bekerja dengan merangsang pelepasan faktor VIII endogen dari sel endotel vaskuler, sehingga F VIII meningkat 2-4 kali 26,30,33,36
Mekanisme kerja DDAVP masih belum jelas, peningkatan F VIII plasma tidak saja terjadi pada penderita hemofilia, tapi juga pada individu normal , DDAVP juga meningkatkan adhesi trombosit pada dinding pembuluh darah.37,38,39,40,41 Keungulan produk ini adalah menghindari eksposure terhadap produk darah sehingga meniadakan resiko infeksi. 37,38,39,40
Menurut suatu studi di AS, pemberian obat ini efektif untuk menjaga hemostasis normal pada 82 % penderita hemofilia A ringan, sehingga dianjurkan bagi penderita hemofilia A ringan.37,38,41 DDAVP bisa diberikan secara intravena ( 0,3ug/kgbb maks. 20 ug dilarutkan dengan NaCl 0,9 %, pemberian per infus dalam waktu 20-30 menit) , sub cutan ( 0,3ug/kgbb ) atau melalui semprotan intra nasal ( 150 ug). Pemberian obat ini bisa diulang dengan interval 12-14 jam . Efek obat akan bertahan selama 6-12 jam . Efek samping DDAVP adalah vasodilatasi yang menyebabkan muka kemerahan dan sakit kepala. yang biasanya timbul setelah pemberian ke 3 atau ke 4. 16,37,38,39,40

2. Antifibrinolytic: Tranexamic acid dan epsilon aminocaproic acid ( EACA )
Dua turunan sintetis dari Amino acid; amino caproic acid dan tranexamic acid, mempunyai sifat antifibrinolitik pada manusia.33,37,38 . Kedua obat ini berikatan secara reversibel dengan plasminogen .Obat ini bekerja menghalangi fibrinolisis dengan menghambat aktivitas plasminogen dalam bekuan fibrin, yang akhirnya membuat bekuan menjadi lebih stabil, terapi ini biasanya digunakan untuk menstabilkan bekuan darah pada daerah dengan aktivitas fibrinolisis yang tinggi seperti rongga mulut dan pasien yang mengalami epistaksis 39,40,41 . Aminocaproic acid dan tranexamic acid ( 10 x lebih poten dan mempunyai waktu paruh yang lebih lama ) efektif untuk menurunkan perdarahan.terutama perdarahan yang timbul di mulut, saluran cerna dan hidung .36 Dosis tranexamic acid yang digunakan 25 mg/kgbb per dosis setiap 6-8 jam , untuk EACA 75 – 100 mg/kgbb per dosis setiap 6 jam, kedua obat dapat digunakan secara intarvena ataupun oral.7,33 Berkumur dengan larutan tranexamic acid (1 gr) setiap 6 jam juga efektif untuk mencegah perdarahan sewaktu melakukan ekstraksi gigi.7 Efek samping tranexamic acid tergantung pada dosis dan biasanya timbul keluhan dari saluran cerna seperti muntah, mual, nyeri abdomen dan diare, efek samping terpenting dari obat ini adalah terbentuknya trombus sebagai hasil inhibisi aktivitas fibrinolisis.30,36,37,38,40

Terapi perdarahan pada kasus tertentu 7,14,33,39
1. Perdarahan sendi
a. Beri penderita F VIII sesuai kebutuhan kemudian evaluasi, Rontgen foto bisa
dilakukan.
b. Tingkatkan F VIII sampai 40 %, untuk perdarahan sendi yang berat,tingkatkan
sampai 60-80 %.
c. Pemberian kedua bisa diberikan setelah 12 jam jika gejala masih ada ( bengkak
atau nyeri yang tidak membaik ).
d. Gerakkan sendi sesegera mungkin jika nyeri sudah berkurang .
e. Penanganan tambahan : kompres es, imobilisasi dan elevasi.
f. Jika gejala tetap berlangsung dan diduga terjadi fraktur, segera hubungi ortopedis
g. Untuk mengurangi nyeri, berikan obat asetaminofen.
2. Perdarahan Otot
a. Beri penderita F VIII sesuai kebutuhan , kemudian evaluasi.
b. Tingkatkan F VIII sampai 40 % , pemberian kedua diberikan setelah 24 jam , penderita
harus diawasi jika timbul masalah gangguan penekanan syaraf.
3. Perdarahan Iliopsoas
a. Merupakan perdarahan otot dengan manifestasi yang unik karena sering timbul sebagai
akut abdomen yang meliputi nyeri pada bagian bawah abdomen , nyeri pada bagian
bawah punggung, nyeri saat ekstensi, tapi tidak saat rotasi, bisa timbul parestesia pada
tungkai karena penekanan syaraf oleh hematom.
b. Segera tingkatkan F VIII menjadi 80 – 100 %, pertahankan tingkat F VIII sekitar 30-
60 %, sebaiknya penderita dirawat untuk observasi.
c. CT Scan akan membantu untuk membedakan perdarahan iliopsoas dengan apendisitis
akut yang sering meragukan.
d. Batasi aktivitas sampai nyeri berkurang, fisioterapi akan membantu memulihkan
penderita.

4. Perdarahan Otak atau Perdarahan Kepala
a. Terapi semua trauma kepala dan nyeri kepala berat, yang merupakan gejala perdarah
an kepala.Tingkatkan F VIII segera, jangan tunggu sampai timbul gejala lain atau hasil
pemeriksaan laboratorium atau Rontgen foto.
b. Perdarahan otak atau perdarahan kepala merupakan suatu kedaruratan , terapi sesegera
mungkin, tingkatkan F VIII 80- 100 %, pertahankan sampai 50 % sampai perdarahan
berhenti ( biasanya 2-3 minggu setelah trauma ) .
c. Penderita harus dirawat dan lakukan pemeriksaan CT scan atau MRI bila diperlukan.
d. Pada kasus dengan diduga trauma kepala, pertama terapi penderita, lalu lakukan evaluasi.
5. Perdarahan Leher .
a. Perdarahan leher merupakan suatu kegawatan, segera tingkatkan F VIII hingga
mencapai level 80 – 100 %, pertahankan sekurangnya 50 % sampai gejala membaik.
b. Penderita harus dirawat untuk observasi dan evaluasi, CT scan bisa diindikasikan.
c. Untuk mencegah perdarahan pada tonsilitis berat, perlu dilakukan penambahan F VIII
disamping pemberian antibiotika.
6. Perdarahan Saluran Cerna.
a. Beri penderita F VIII sesuai kebutuhan, lalu lakukan evaluasi.
b. Segera tingkatkan F VIII 80- 100 %, pertahankan pada level 50 % sampai penyebab
diketahui.
c. Penderita perlu dirawat, tangani sumber perdarahan serta anemia atau syok yang
terjadi.
d. Pada penderita hemofilia ringan , bisa diberikan EACA atau tranexamic acid sebagai
terapi tambahan.
7. Perdarahan Mulut
a. Perdarahan bisa dikontrol dengan menggunakan EACA atau tranexamic acid atau
sebagai terapi tambahan dengan F VIII. Bisa dilakukan kumur-kumur dengan larutan
EACA.
b. Beritahu penderita untuk tidak menelan darah dan tangani anemia yang timbul.
c. Pemberian es bisa membantu serta berikan makanan lunak.

8. Perdarahan Ginjal ( Hematuri )
a. Hindari pengunaan anti fibrinolitik
b. Terapi dengan F VIII sampai level 50 % jika terdapat nyeri atau hematuri.
c. Penderita diistirahatkan dan lakukan vigorous hydration ( 1,5 x kebutuhan
maintenance ).

Tipe perdarahan Terapi
Hemartrosis

Hematom pada otot atau subkutaneus
Ekstraksi gigi
Epistaksis
Bedah mayor

Hematuri 20 U/kg konsentrat F VIII, bisa diulang hari berikutnya jika hemartrosis berat
20 U/kg konsentrat F VIII setiap hari sampai hematom terkontrol
20 U/kg konsentrat F VIII
20 U/kg konsentrat F VIII
50 U/kg konsentrat F VIII lalu 25 U/kg setiap 12 jam untuk menjaga F VIII > 50 U/dl, 5-7 hari
20 U/kg konsentrat F VIII
Tabel 6. Terapi pengganti pada kasus-kasus tertentu .Dikutip dari 14

II.12.4. Terapi Hemofilia dengan Inhibitor.
Sampai tahun 1980, resiko kematian yang disebabkan karena perdarahan tak terkontrol pada penderita hemofilia dengan inhibitor masih cukup tinggi, terutama ketika diperlukan tindakan bedah, tapi dengan pemberian terapi yang benar, kasus kematian bisa ditekan. 27,33,35
Terdapat 2 komponen dalam penganganan hemofilia dengan inhibitor, yaitu penanganan perdarahan yang timbul dan Immune Tolerance Induction. Menurut suatu studi, angka kematian pada penderita hemofilia dengan inhibitor menurun dari 42 % menjadi 5,8 % dengan penanganan yang benar.7,27,35
Penanganan jangka panjang penderita hemofilia dengan inhibitor bertujuan untuk menghilangkan inhibitor, yaitu dengan memberikan terapi pengganti pada saat terjadi perdarahan dan melakukan metode immune tolerance induction, dimana penderita diberikan F VIII dosis tinggi secara berulang dengan atau tanpa obat sitostatika.7,14,31,35
Terapi pengganti yang bisa diberikan pada perdarahan yang sedang berlangsung :
1. High purity factor VIII concentrates . Biasanya diberikan pada penderita dengan kadar inhibitor rendah.5,7,9 Kelemahan terapi ini adalah biaya yang mahal.7,27,35
2. Porcine factor VIII concentrates. Diberikan untuk penderita dengan kadar inhibitor tinggi.7,14,27,35
3. Prothrombin complex concentrates (PCCs) and activated prothrombin complex concentrates (APCCs). Menurut suatu studi, hasil yang didapat pada pemberian APCCs adalah baik pada 81 %, rendah pada 17 % dan tidak ada pengaruh pada 2 % responden.7,9 Kelemahan terapi ini adalah biaya yang mahal dan komplikasi sistemik yang ditimbulkannya, walaupun sangat jarang, seperti trombosis, infark miokardial dan DIC.7,14,33,35
4. Recombinant human factor VIIa. Menurut suatu studi, pemberian Recombinant human factor VIIa memberikan hasil yang baik pada 90 % pasien .33

Terapi Immune Tolerance Induction
Terapi jangka panjang penderita hemofilia dengan inhibitor bertujuan untuk mengurangi atau menghilangkan inhibitor .7,9,33,35 Pada metode ini, penderita diberikan terapi pengganti dosis tinggi secara terus menerus dalam jangka waktu yang cukup lama.33,35 Cara ini memberikan hasil yang memuaskan pada penderita dengan kadar inhibitor rendah.7,33,35 Bagaimana mekanisme desensitisasi tubuh untuk menghilangkan inhibitor belum diketahui secara jelas, namun diduga dengan terbentuknya antiidiotypic antibodies yang akan menetralkan aktivitas inhibitor sehingga tidak mempengaruhi kerja F VIII .7 Kelemahan metode ini adalah mahal dan perlu waktu yang cukup lama.7,9
Protokol terapi lain dengan pemberian F VIII bersamaan dengan sitostatika dan Imunoglobulin G, sitostatika yang bisa digunakan seperti cyclophosphamide.7,11,13 Suatu penelitian di AS menyatakan, pemberian ketiga komponen tersebut memberikan hasil yang memuaskan, dimana 9 dari 11 penderita hemofilia dengan kadar inhibitor tinggi menjadi hilang setelah 2 – 3 minggu terapi.7,33

II.12.5.Terapi gen
Terapi bagi penderita hemofilia A adalah terapi pengganti bagi faktor yang kurang yang berasal dari manusia atau produk rekombinan yang dihasilkan dari kultur jaringan, selain terapi pengganti , saat ini sedang dikembangkan terapi gen yang membawa kode produksi F VIII sehingga tubuh bisa menghasilkan F VIII pada kadar yang cukup untuk menghentikan perdarahan yang timbul. 43
Sejumlah penelitian sedang dikembangkan untuk menilai kemungkinan terapi gen pada hemofilia. Terapi gen secara klinis telah dimulai 10 tahun yang lalu, walaupun demikian kemajuan yang dicapai masih jauh dari yang diharapkan. Terdapat 2 jenis terapi gen yang sedang dilaksanakan .43,44,45,48,47,49 :
1. Terapi yang menggunakan virus sebagai vektor pembawa kode genetik.
2. Terapi yang mengunakan jaringan tubuh manusia sebagai pembawa kode genetik..

Ad. 1. Terapi gen yang menggunakan virus sebagai vektor pembawa kode genetik.
Gen yang membawa kode produksi F VIII disisipkan pada virus yang lalu diinjeksikan ketubuh manusia. Jika tubuh tak menghancurkan virus pembawa gen F VIII maka F VIII akan mulai diproduksi oleh sel yang di invasi oleh virus.44,45,49
Virus dipergunakan sebagai pembawa kode genetik yang akan memproduksi F VIII, karena virus lebih efektif menginvasi sel dan masuk kedalam nukleus sel.41 Virus yang banyak digunakan pada terapi gen hemofilia adalah adenovirus, adenoassociated- virus (AAV) dan Lentivirus 43,44,45 Namun demikian, terapi ini baru bisa dilaksanakan dengan hasil memuaskan pada hewan coba .42,43,45
Adeno virus merupakan virus penyebab common cold yang kadangkala tidak menunjukan gejala pada manusia, suatu penelitian pada hewan coba menunjukan hasil yang memuaskan dengan menggunakan adenovirus sebagai vektor, tapi produksi F VIII akan terhenti karena terbentuknya respon imunitas yang akan melawan virus. Para ahli berusaha menghilangkan bagian virus yang merangsang respon imun sehingga vektor tak dihancurkan oleh respon imunitas tubuh resipien. 43,45 Adeno-associated virus bisa menginvasi sel dan masuk kedalam kromosom bahkan disaat sel membelah , AAV telah digunakan pada manusia untuk mengatasi cystic fibrosis, namun untuk hemofilia baru pada hewan coba. 42,46,47
Terdapat beberapa kelemahan pada terapi gen yang menggunakan virus sebagai vektor yaitu 48,49:
1. Tubuh akan memproduksi antibodi yang akan menghancurkan virus sehingga tidak berfungsi sebagai vektor.
2. Belum diketahui beberapa kali pemberian virus sebagai vektor untuk memproduksi F VIII dalam jumlah yang cukup.
3. Virus tidak bisa memperbaiki mutasi genetik yang terjadi, sehingga penderita hemofilia tetap akan menurunkan sifat hemofilia kepada keturunannya.

Ad.2. Terapi gen yang mengunakan jaringan tubuh manusia sebagai pembawa kode genetik
Terapi gen dimana sel dari seorang calon penerima diambil, dilakukan modifikasi genetik untuk memproduksi f VIII dan ditanam kembali pada tubuhnya.48,49 Sel yang banyak digunakan adalah sel fibroblast yang diambil dari biopsi kulit penderita, dibiakan pada media kultur jaringan, disisipkan plasmid yang membawa kode produksi F VIII, lalu diinjeksikan kembali ke penderita.48
Suatu penelitian di Amerika telah mencoba cara ini walaupun dengan sampel yang sedikit, didapatkan hasil yang cukup memuaskan dimana penderita membentuk F VIII walaupun tidak berlangsung lama.48

Gambar 7. Prosedur terapi gen dengan sel fibroblast.Dikutip dari 48
Tujuan utama terapi gen adalah untuk meningkatkan konsentrasi F VIII dari kadar < 1 % menjadi > 5 %, yaitu dari hemofili berat menjadi hemofili ringan sehingga penderita tidak mengalami perdarahan yang berat. 47,48,49
Kelemahan terapi gen ini adalah 47,48,49 :
1. Penderita hemofilia tidak bisa memproduksi F VIII dalam jumlah yang cukup, penderita tetap membutuhkan terapi pengganti pada kasus-kasus tertentu.
2. Pengulangan terapi gen sulit diperkirakan , bisa 1 x setahun atau 1 x dalam beberapa tahun.
3. Mutasi genetik tidak bisa dikoreksi, sehingga ayah yang hemofilia tetap menurunkan sifat ini kepada anak perempuannya.

II. 13. Pemeriksaan prenatal .

Hemofili merupakan penyakit yang diturunkan, karena itu perlu dilakukan pemeriksaan pada bayi yang diduga akan menderita kelainan pada ibu carier hemofili yang sedang hamil. Pemeriksaan yang dilakukan pada janin akan memberikan informasi pada keluarga ataupun dokter mengenai kesehatan janin, dan bila menderita penyakit hemofili, keluarga dan dokter bisa melakukan tindakan yang perlu setelah kelahirannya.7,50,51
Terdapat 2 teknik telah dilakukan untuk melakukan pemeriksaan prenatal :
1. Pemeriksaan molekul genetik
Analisa DNA janin yang dilakukan pada mg 16 kehamilan, bisa memberikan hasil yang akurat apakah janin akan menderita hemofili atau tidak.Sampel bisa diambil melalui amniosintesis atau vili khorionik janin. 7,50,51,52
a. Amniosintesis : biasanya dilakukan pada usia kehamilan 16 minggu, dilakukan pengambilan cairan amnion, sel yang terdapat lalu biakkan sebelum dilakukan pemeriksaan DNA.
b. Vili korionik janin : dilakukan pada usia kehamilan 9-10 minggu, sebagian kecil sampel vili korionik plasenta diambil lalu dilakukan analisa DNA untuk mengetahui jenis kelamin dan kemungkinan janin membawa gen hemofili.
2. Pengukuran kadar F VIII darah janin.
Pengukuran kadar F VIII darah janin yang diambil melalui tali pusat yang dilakukan pada usia 18-20 minggu kehamilan, memberikan hasil yang akurat namun tidak dianjurkan karena beresiko tinggi terhadap keselamatan janin. 50,51,52
BAB III
KESIMPULAN

Hemofilia adalah penyakit gangguan pembekuan darah yang bersifat herediter dan bersifat X-linked recessive. Penyakit ini umumnya hanya bermanifestasi pada laki-laki, sedangkan wanita hanya menjadi carier .

Terdapat dua tipe hemofilia yaitu hemofilia A dan B. Hemofilia A terjadi akibat kekurangan faktor VIII yang dikenal sebagai faktor antihemofilik globulin sedangkan hemofilia B akibat kekurangan faktor IX.

Hemofilia dapat ditemukan di seluruh dunia. Prevalens hemofilia A diperkirakan berkisar 1:5.000-10.000 kelahiran laki-laki sedangkan prevalens hemofilia B diperkirakan 1:50.000 kelahiran laki-laki dan sekitar 80-85 % kasus hemofilia adalah hemofilia A.

Penyakit hemofilia menyebabkan terjadinya perdarahan yang sukar berhenti, manifestasi perdarahan bisa ringan sampai berat. Perdarahan yang timbul bisa berupa perdarahan kulit, mulut, otot, saluran cerna, intrakranial, serta perdarahan sendi ( hemartrosis)

Diagnosis hemofilia ditegakkan mulai dari pendeteksian sifat pembawa, gejala klinis yang timbul dan pemeriksaan labor. Pemeriksaan laboratorium yang dapat dilakukan mulai dari pemeriksaan waktu perdarahan, waktu protrombin ( Protrombin Time = PT ), waktu tromboplastin parsial ( Partial Tromboplastin Time ), hitung trombosit, penghitungan faktor pembekuan dan analisa DNA..
Pengobatan utama pada penderita adalah pemberian faktor pembekuan yang kurang, karena penderita secara rutin mendapatkan penggantian faktor pembeku, ini meningkatkan resiko untuk terkena penyakit yang ditularkan melalui produk darah seperti hepatitis dan HIV.

Saat ini sedang dikembangkan terapi gen untuk penderita hemofilia, walaupun belum memberikan hasil yang diinginkan , diharapkan dimasa datang terapi gen bisa diterapkan pada penderita hemofilia dengan hasil yang memuaskan.

KERACUNAN

KERACUNAN

BATASAN
Masuknya racun kedalam tubuh melalui saluran cerna, pernafasan, kulit, mata, suntikan, gigitan ular atau serangga, dan menimbulkan tanda atau gejala klinis

ETIOLOGI
Obat-obatan : Salisilat, asetaminofen, digitalis, aminofilin
Gas toksin : Karbon monoksida, gas toksin iritan
Zat kimia industri : Metil alkohol, asam sianida, kaustik, hidrokarbon
Zat kimia pertanian : Insektisida
Makanan : Singkong, Jengkol, Bongkrek
Bisa ular atau serangga

ERITERA DIAGNOSIS
Onset yang mendadak
Usia biasanya 1-5 th
Riwayat adanya pica atau keracunan sebelumnya
Stres lingkungan yang kuat
Melibatkan sistem organ
Perubahan tingkat kesadaran
Gejala klinis tidak khas untuk penyakit tertentu
Tanda Vital
Takikardia : alkohol, teofilin, amfetamin, kokain, antikolinergik
Bradikardia : Digitalis, barbiturat, kolinergik, narkotik
Takipnea : Amfetamin, karbon monoksida, salisilat
Bradipnea : Etanol, barbiturat, narkotik
Apnea : Botulismus, fosfat organik
Wheezing : Fosfat organik, hidro karrbon
Hipertermia : Salisilat, hidrokarbon, amfetamin, teofilin, antikolinergik
Hipotermia : Barbiturat, fenotiazid, narkotik, etanol
Neuromuskular
Koma : Narkotik, hipnotik sedatif, alkohol, barbiturat, karbon monoksida
Ataksia : Dilantin, benzodiazepin, etanol, barbiturat
Kejang : Teofilin, kamper, amonia, isoniazid, kokain
Reaksi distonik : Fenotiazid, haloperidol
Paralisis : Botulismus, logam berat
Mata
Miosis : Opiat, barbiturat, fenotiazid, fosfat organik
Midriasis : Amfetamin, kokain, antikolinergik
Nistagmus : Dilantin
Kulit
Kering dan hangat : Antikolinergik
Berkeringat banyak : Fosfat organik, amfetamin, jamur, salisilat, kokain
Sianosis : Methemoglobinemia, hipoksia, karbon monoksida
Kemerahan : Antikolonergik, borat, amfetamin
Saluran cerna
Ileus : Antikolonergik, narkotik
Muntah : Teofilin, kaustik, salisilat, besi, keracunan makanan
Retensi urin : Antikolinergik
Bau nafas
Aseton : Aseton, metil alkohol, salisilat
Alkohol : Etanol
Bitter Almond : Sianida
Bawang Putih : Arsen, fosfor, fosfat organik
Buah-buahan : Amil nitrit, metanol
Hidrokarbon : Hidrokarbon ( minyak tanah, terpentin, bensin)
Jengkol : Jengkol

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Berdasarkan kasus pertama
Darah lengkap, analisis gas, osmolalitas serum, elektrolit, urea N, kreatinin, glukosa, transaminase hati
EKG
Foto toraks/ abdomen
Skrining toksikologi untuk kelebihan dosis obat
Tes toksikologi kuantitatif




TERAPI
Prinsip terdiri dari 4 tahap
Suportif
Setelah penilaian kondisi penderita, langkah ABC resusitas harus segera dilaksanakan untuk mempertahankan pernafasan dan sirkulasi yang adekuat, sebelum dilakukan penanganan lain
Jika sumber racun tidak diketahui, atasi gejala yang timbul
1. Depresi pernafasan
Bebaskan jalan nafas
Bantuan nafas dan berikan O2
Beri nalokson (Narcan*) jika diduga overdosis narkotika: flumazenil (Anexate*) jika diduga benzodiazepin
2. Syok
Posisi kaki lebih tinggi dari tempat tidur
Beri cairan untuk menambah volume intravaskular: monitor CVP (bila ada) dan output urin. Obat-obat yang dapat meningkatkan tekanan darah hanya digunakan pada keadaan khusus.
3. Kejang
Diazepam atau klonazepam (Rifotril*)i.v.
Fenitoin i.v. aman jika diberikan perlahan-lahan
Untuk status konvulsivus diatasi dengan anestesia umum
4. Nyeri
Nyeri hebat  gunakan analgetik narkotik
5. Aritmia jantung
Anti-aritmia sesuai dengan kelainan klinis dan EKG
6. Keseimbangan air dan elektrolit
Monitor dan koreksi secara hati-hati
Periksa AGD
Diuresis paksa menggunakan furosemid
7. Hipotermia
Selimut penderita dengan selimut unutk mencegah kehilangan panas. Selimut plastik mungkin lebih efektif tetapi ini dapat membahayakan anak menjadi sulit bernafas

Dekontaminasi (mencegah absorbsi racun lebih lanjut)
Mata/kulit
Basuh dengan air mengalir
Jangan menggunakan antidotum kimia
Terinhalasi
Jauhkan segera dari sumber racun, O2, dan bila perlu pernafasan buatan
Suntikan/gigitan ular
Pasang tourniquet dibagian proksimal, kompres dingin, dan penderita diimobilisasi
Tertelan
Perangsangan muntah
Indikasi
Racun sangat toksik dalam jumlah membahayakan
Menelan racun < 4 jam
Anak sadar dan kooperatif
Kontraindikasi
Keracunan zat korosif, hidrokarbon
Penderita tidak sadar, kejang
Tidak ada refleks muntah
Cara
Rangsang mekanik
Sirup ipekak : dosis 15 mL (anak< 1 th: 10 mL) (onset 20 mnt, kurang disukai karena bau)
Bilas lambung
Tidak sebaik rangsang muntah  pemasangan NGT menimbulkan truma

Tabel . Dosis Arang Aktif
Usia (th) Dosis (g) Pelarut air (mL)
Dewasa
12
10
7
3
1 50 - 100
35 - 75
30 - 65
25 - 50
15 - 30
12,5 - 25 210
150
120
100
65
50

Bubuk arang aktif dikocok dengan air sampai larut
Dosis : 1-2 g/kgbb/dosis, p.o./pipa nasogastrik diberikan setelah pengosongan lambung, paling baik dalam jam pertama keracunan
Dosis dialisis usus : ¼ dosis diatas, tiap 2 jam sampai feses berwarna hitam

Katartik
Indikasi
Bila perangsangan muntah/bilas bilas lambung merupakan kontraindikasi
Menelan preparat lepas lambat atau tabel salut selaput
Kontraindikasi
Menelan zat korosif
Bising usus (-)
Disfungsi ginjal atau gangguan elektrolit
Anak kecil/neonatus
Dosis
Mg/Na sulfat : 250 mg/kgbb/dosis, p.o.atau
Mg sitrat : 4 mL/kgbb/dosis, p.o., diikuti dengan arang aktif

Tabel Dosis Laktulosa
Usia (th) Dosis (mL)
Dewasa
7 – 14
1 – 6
< 1 15 – 45
15
5 – 10
5

Meningkatkan ekskresi racun
Perangsangan diuresis
Dialisis peritoneal/hemodialisis
Hemoperfusi

Antidotum spesifik
Hanya sedikit anti dotum spesifik yang ada (5-10%), tetapi sebaiknya tersedia pada setiap bagian GAWAT DARURAT
1. Asetilsistein (Parvolex*)
Overdosis parasetamol berat, i.v. tidak dilakukan jika kadar parasetamol serum dibawah kadar toksik
Selalu lakukan lambung dan pemberian arang aktif
Jika asetilsistein tidak tersedia  antidotum oral, karbositein
Jangan memberi arang aktif jika menggunakan obat p.o.
2. Adrenalin
Untuk anafilaktik akut digunakan larutan 1:1.000
Untuk edema glotis, encerkan 1:10 dalam larutan NaCl fisiologis i.v. perlahan-lahan


3. Amonium klorida
Asidifikasi urin unutk mempercepat ekskresi amfetamin dan fensiklidin
4. Atropin sulfat
2 mg untuk mengatasi gejala kolinergik karena overdosis insektisida organofosfat dan karbamat, dan beberapa kasus keracunan jamur dimana gejala kolinergik merupakan gejala predominan
Dosis 0,025-0,05 mg/kgbb i.v. setiap 5 mnt sampai penderita mengalami antropinisasi. Selanjutnya setiap 3 jam
5. Kalsium glukonat 10%
Untuk overdosis fluor dan menetralkan spasme otot karena gigitan laba-laba black widow
Untuk hipokalsemia berat. Dosis 0,2 ml/kgbb i.v. perlahan-lahan.
Diulang jika perlu
6. Minyak jarak/kastroli
Untuk keracunan fenol, untuk menghilangkan fenol dari kulit dan mengurangi absorpsi setelah menelan
Dosis 1 mL/kgbb p.o., diikuti dengan Na sulfat
7. Antidotum Sianida
Tri-Pac-Cyano* (Covan Pharmaceutical 012 541-2033) mengandung:
Amil-nitrit 0,3 mL untuk inhalasi
100 ml larutan Na tiosulfat 50% unutk injeksi
Na nitrit 3% untuk injeksi
Cara penggunaan:
Pecahkan tabung amil nitrit diatas kasa/sapu tangan, berikan kepada penderita unutk diinhalasi dengan nafas dalam
Selanjutnya beri 10 mL larutan Na nitrit i.v. dalam 3 mnt, diikuti 5 mnt kemudian dengan 50 mL larutan Na Tiosulfat i.v. (dosis dewasa)
Jika perlu dapat diulang setelah 2 jam
Kelocyanor* (Restan Labs 789-3978) hanya digunakan jika penderita sudah pasti kena racun sianida.
8. Dantrolen
Merupakan pelemas otot yang digunakan untuk hipertermia maligna yang diinduksi oleh anesthesi
9. Desferoksamin (Desferal*)
Vial 500 + 5 mL air steril untuk membuat larutan 10%
Untuk keracunan dan overload zat besi setelah transfusi darah yang berulang
10. Diazepam
Untuk kejang (10 mg/2 mL)
Dosis anak 0,2 mg/kgbb i.v perlahan-lahan
Klonazepam ( Rivotril*) 0,02 mg/kgbb iv pelan
11. Dimerkaprol (BAL )
50 mg dalam 5 mL minyak untuk i.m. pada keracunan air raksa, timah dan arsen.
Harus diberikan dalam 4 jam setelah keracunan.
12. Susu kental (Evaporated milk)
Susu kental atau susu sapi yang tidak diencerkan digunakan sebagai bufer untuk zat korosif yang tertelan
13. Flumazenil ( Anexate * )
Antagonis benzodiazepin : menggantikan benzodiazepin dari reseptornya
Waktu paruh pendek (53mnt)  sering diulang
14. Furosemid
Diuretik untuk edema paru atau overload intravaskular
15. Glukagon
1 mg ampul i.v. untuk meningkatkan gula darah pada koma hipoglikemia (dosis sama dengan dewasa)
16. Lignokain
Untuk henti jantung dan aritmia tertentu
17. Arang aktif (activated chorcoal)
Digunakan sesegera mungkin setelah penderita menelan racun
Biasanya 100 g + 400 mL air untuk dewasa, 50 g + 200 mL air untuk anak
Pada beberapa kasus dosis ulangan dapat diberikan (charcoal gutdyalisis).
18. Methylene blue 1%
Dosis 1 – 4 mg/kgbb i.v.
Untuk methemoglobinemia, jangan diberikan secara s.k., i.m., atau intratekal
19. Susu Magnesia
Sebagai bufer untuk keracunan zat korosif yang tertelan. Merupakan laksatif ringan
20. Nalokson HCL (Narcan-Boots*) (0,4 mg/1 mL/ampul)
Antagonis spesifik untuk narkotik (morfin, heroin, kodein, pentazosin, difenoksilat dan propoksifen)
Ingat banyak obat batuk anak mengandung kodein


Dosis:
0,01 mg/kg i.v., i.m. atau s.k. setiap 2-3 mnt sampai sensorium dan respirasi membaik
Setelah itu setiap 3 jam selama 12-24 jam
Penggunaan pada pencandu narkotik dapat menyebabkan gejala ketagihan berat yang mengancam nyawa
21. Nalokson HCL Neonatal (Narcan Neonatal-Boots) (0,04 mg/2 mL amps)
Dosis : 0,01 mg/kg i.v., i.m. atau s.k. setiap 2-3 mnt sampai terdapat perbaikan respirasi, selanjutnya diberikan setiap 3 jam.
22. Penisilamin (kapsul 250 mg)
Untuk keracunan timah dan tembaga
23. Na Fenitoin (250 mg/5 mL ampul) (Epanutin*)
Untuk kejang dan aritmia tertentu
Dosis anak : 3-5 mg/kgbb i.v. dalam 5 mnt
Dapat diulang hanya 1 kali, setelah 30 mnt, setelah itu dosis rumatan.
24. Na bikarbonat (ampul 1 mmol/mL)
Untuk alkalinasasi urin pada keracunan salisilat, menetralkan asidosis metabolik berat
Dosis tergantung derajat asidosis, biasanya 0,5 – 1 mmol/kgbbi.v. perlahan-lahan

RENJATAN

RENJATAN

BATASAN
Suatu sindrom akut yang timbul karena disfungsi kardiovaskular dan ketidak mampuan sistem sirkulasi memberi O2 dan nutrien untuk memenuhi kebutuhan metabolisme organ vital
Renjatan menyebabkan perfusi jaringan tidak adekuat  hipoksia selular, metabolisme selular abnormal, dan kerusakan homeostatis mikrosirkulasi

ETIOLOGI
Pada anak renjatan sering berhubungan dengan trauma, kecelakaan, dehidrasi berat, keracunan dan sepsis
Renjatan hipovolemik
Paling sering terjadi pada anak, karena kehilangan langsung cairan sirkulasi (pendarahan, sekuestrasi, atau dehidrasi).
Syok disebabkan oleh berbagai hal dengan akibat berkurangnya volume intravaskuler hingga menyebabkan penurunan preload jantung, isi sekuncup dan akhirnya penurunan curah jantung.
Renjatan distributif
Syok distributif ditandai oleh maldistribusi volume intravaskuler yang normal. Maldistribusi dapat menyebabkan hipoksia jaringan disertai kerusakan & disfungsi sel.
Terjadi tahanan vaskular perifer  yang bisa dikompensasi penuh oleh curah jantung . Renjatan spesifik dapat timbul pada setiap proses infeksi karena dilepaskannya lipopolisakarida atau molekul toksik lainnya kedalam sirkulasi. Keadaan ini ditandai dengan keadaan aliran kapiler/permeabilitas , oksigenasi jaringan  dan KID  dapat terjadi paralisis vasomotor, kapasitas vena (pengumpulan darah), dan pirau fisiologis pasca kapiler
Renjatan kardiogenik
Jarang ditemukan diruang gawat darurat anak. Terjadi bila curah jantung gagal untuk memenuhi kebutuhan metabolisme tubuh walaupun tekanan pengisian jantung adekuat. Kebanyakan disebabkan oleh penyakit jantung bawaan terutama pada neonatus.
Syok Obstruktif
Syok obstruktif terjadi akibat aliran darah dari ventrikel mengalami hambatan secara mekanik. Biasanya didapati pada penyakit jantung kongenital, tamponade jantung, emboli paru masif, dan tension pneumothorax.


KRITERIA DIAGNOSIS
Takikardia, takipnea ringan, pengisian kembali kapiler lambat (2-3 detik), perubahan ortostatik pada tekanan darah atau nadi dan iritabilitas ringan  renjatan awal atau renjatan terkompensasi
Tanda gangguan otak, ginjal dan kardiovaskular; takikardia dan takipnea berlanjut; takip nea menjadi lebih berat dengan asidosis ; kulit mungkin berbercak (mottled) atau pucat; ekstremitas dingin karena vasokontriksi dan aliran darah kekulit ; pengisian kembali kapiler makin lambat (>4 detik); hipotensi, curah jantung , dan vasokonstriksi mempengaruhi perfusi ginjal dan timbul oliguria; saluran cerna mengalami hipoperfusi  iskemik  motilitas , distensi, pengeluaran mediator vasoaktif, dan akumulasi cairan di rongga ke-3 (third space). Pada penderita renjatan septik dapat timbul hipertermia ( 38,30C rektal) atau hipotermia ( 35,6 oC rektal). Karena gangguan perfusi otak iritabel melanjut menjadi agitasi, konfusi, halusinasi, agitasi dan stupor yang bergantian dan akhirnya koma  renjatan kasip, renjatan tidak terkompensasi
Akibat iskemia selular yang berhubungan dengan dikeluarkannya mediator vasoaktif dan inflamasi mulai berefek terhadap mikrosirkulasi
Umum
Penilaian kecukupan curah jantung berdasarkan gejala klinis saja sering sulit dan salah. Anak yang mengalami ranjatan sering menunjukkan gejala yang tidak jelas, tidak ditemukannya hipotensi belum dapat menyingkirkan adanya renjatan pada anak; bila timbul hipotensi, renjatan yang terjadi biasanya berat. Hipotensi merupakan manifestasi renjatan yang sangat kasip. Bila renjatan tidak segera ditangani akan terjadi disfungsi organ multipel, meliputi gagal ginjal (nekrosis tubuler akut), gagal jantung, perdarahan saluran cerna, dan sindrom distres pernafasan akut (SDPA)




Khusus
Renjatan hipovolemik
Ada 3 stadium:
• Stadium kompensasi: takikardia, gaduh gelisah, kulit pucat, dingin, pengisian kapiler lambat (>2detik).
• Stadium dekompensasi: takikardia semakin nyata, takipne, asidosis, kesadaran semakin menurun, terdapat sianosis dan pernafasan kussmaul, tekanan darah berkurang/ hipotensi, perfusi perifer berkurang, dan oliguria.
• Stadium ireversibel: tekanan darah tak terukur, nadi tidak teraba, kesadaran sangat menurun, gagal multi-organ dan anuria.

Renjatan distributif
Manifestasi awal berupa renjatan hangat (warm shock) vasodilatasi hebat/kemerahan dan perfusi tampak baik
Didapatkan nadi yang baik, tekanan nadi yang lebar , dan pengisian kapiler melambat. Perubahan awal status mental sangat karaktristik, meliputi gelisah, iritable, kesadaran
Bila terjadi renjatan dingin (cold shock) didapatkan denyut jantung cepat, hipotensi dan tekanan nadi yang sempit. Pada stadium ini prognosisnya buruk

Dapat terjadi pada:
a. Syok anafilaktik. Ditandai dengan hipotensi sekunder akibat vasodilatasi dan peningkatan permeabilitas vaskular disertai dengan angioedema akut saluran napas bagian atas, bronkokonstriksi edema paru, atau urtikaria.
b. Syok neurogenik. Ditandai dengan hipotensi sekunder akibat hilangnya tonus simpatis kardiovaskular sehingga terjadi pengumpulan darah di vaskular bed.

c. Syok septik.
Ditandai dengan 2 stadium klinis, yaitu:
• Stadium hiperdinamik, tekanan darah normal, denyut nadi teraba kuat dan penuh, ekstermitas hangat dan kemerahan, takipne, dan ada gangguan kesadaran
• Stadium hipodinamik (dekompensasi): sianosis, kulit dingin dan lembab, nadi lemah dan kecil, takikardia oliguria, penurunan kesadaran, dan hipotensi.

Renjatan septik sering terjadi pada anak yang mempunyai predisposisi infeksi, sepeti kekebalan , kelainan kongenital saluran kemih (pielonefritis), atau saluran cerna( kolitis, Hirschprung). Mungkin ada riwayat panas badan, ISPA, kemerahan kulit, atau gejala penyakit infeksi lainnya. KID sering ditemukan pada penderita renjatan septik dan mengalami perdarahan dan purpura


d. Renjatan kardiogenik
Ditandai dengan gangguan fungsi jantung berupa disritmia seperti takikardia supraventrikular, perubahan kesadaran (iritabilitas, gelisah), kulit kering, dingin, dan pucat,nadi teraba lemah dan kecil, bunyi jantung terdengar jauh, takipne, gangguan pola napas, dan oliguria.
Biasanya pada bayi dengan tanda/gejala gagal pompa jantung. Hepar sering sangat membesar dan foto toraks menunjukkan lapangan paru yang pletorik serta kardiomegali. Pada auskultasi biasanya terdengar irama gallop, mungkin tidak terdengan murmur. Secara umum yang menyebabkan renjatan adalah kelainan jantung kongenital non sianotik. Sebaliknya, anak tampak abu-abu dengan nadi lemah/tidak sama sekali. Pada koarktasio aorta, terdapat nadi yang berbeda antara kaki dan lengan.

PEMERIKSAAN PENUNJANG
AGD
Penilaian hemodinamik
Tekanan baji kapiler pulmonal (pulmonal capillary wedge pressure/PCWP) yang dipertahankan 10-12 mmHg (bila ada)
Tekanan vena sentral (central venous pressure/CVP) kurang akurat pada anak disfungsi miokardium. CVP normal 5-12 mmHg
Lain-lain
• Pada syok hipovolemik hematokrit dan hemoglobin biasanya menurun atau normal
• Jumlah leukosit meningkat pada syok septik
• Trombositopenia menunjukkan kemungkinan koagulasi intravaskular diseminata
• Ureum dan kreatinin meningkat
• Elektrolit serum dan anion gap menunjukkan asidosis dan penimbunan produk metabolik anerob yaitu laktat
• Hipoglikemia dan hipokalsemia sering terdapat pada syok
• Alkalosis respiratorik sering didapat pada awal syok dan asidosis metabolik bila berlanjut.
• Kultur darah untuk curiga faktor infeksi


PENYULIT
Disfungsi sistem organ multipel (DSOM)

TERAPI
Diagnosis dini renjatan merupakan kunci keberhasilan resusitasi
Pemeriksaan darah arteri dan bikarbonat plasma diperlukan untuk menilai oksigenasi dan keseimbangan asam basa
Hipoksemia (PaO2 < 60 mmHg) sering disebabkan gangguan ventilasi perfusi karena edema atau infeksi paru, SDPA, faktor selular atau perfusi yang buruk, dan toksin yang beredar
Anak dalam renjatan mengalami asidosis metabolik harus diperbaiki perfusi, bukan dengan pemberian bikarbonat. Pemberian bikarbonat yang tidak tepat dapat menyebabkan alkalosis metabolik dengan konsekuensi yang berat. Bikarbonat diberikan bila terdapat asidosis berat (pH < 7,20) yang menyebabkan disfusi organ (hipotensi, disritmia, atau gagal jantung)

A. Resusitasi
Berikan O2 dengan masker
Intubasi endotrakeal segera dan ventialsi O2 100%. Perhatikan bila sebelumnya ada riwayat mendapat obat anastesia. Hindari High peak inspiratory and end-inspiratory pressure, dan gunakan ventilasi yang cepat untuk mengubah gangguan pengisian jantung.



Cairan
• Letakkan anak dalam posisi trendelenburg. Pada korban kecelakaan, perdarahan harus diatasi dengan menekan titik perdarahan dan mengikat pembuluhnya sementara mencari akses vaskular. Pasanglah dua jalur intravena dengan jarum besar.
• Resusitasi cairan dimulai dengan cairan kristaloid (RL atau garam fisiologis) sebanyak 20 mL/kg secepatnya. Bila tidak terlihat perbaikan (frekuensi jantung masih tinggi, perfusi perifer jelek, kesadaran belum membaik) dan dicurigai masih terjadi hipovolemia diberikan cairan yang sama sebanyak 20 mL/kg dan pasien dievaluasi kembali. Syok kardiogenik dan obstruktif harus dipertimbangkan bila tidak perbaikan setelah resusitasi cairan. Sebagian besar pasien dengan syok hipovolemik akan menunjukkan perbaikan terhadap pemberian cairan 40 mL/kg
Pemberian cairan berikutnya harus berdasarkan pola kehilangan cairan : Kristaloid seperti, Ringer laktat atau NaCl fisiologis untuk dehidrasi; albumin 5% untuk luka atau kehilangan cairan kerongga ke-3 (third space losses): dan darah pada kecelakaan (trauma). Sediaan sel darah merah segar (packed red cell) diberikan 10mL/kgbb dalam 1-2 jam. Albumin 5% diberikan kombinasi dengan cairan kristaloid atau kristaloid masih kontroversi, tetapi ada kecenderungan cairan koloid lebih dulu untuk mengganti volume plasma tanpa menambah cairan interstitial.
• Pada syok septik, resusitasi cairan berguna untuk mengembalikan volume intravaskular tetapi juga mempertahankannya diruang intravaskular. Jenis cairan masih kontroversial, cairan kristaloid dapat menyebabkan edema paru akibat penurunan tekanan onkotik intravaskular dan memperberat kebocoran kapiler. Sedangkan cairan koloid, walaupun dapat mempertahankan tekanan onkotik pada akhirnya dapat merembes ke ruang interstisial akibat hilangnya integritas vaskular. Resusitasi pada syok septik memerlukan kombinasi cairan kristaloid dan koloid untuk mengembalikan perfusi yang adekuat
• Pada syok distributif, pemberian cairan kristaloid yang cepat telah terbukti menyelamatkan jiwa pasien.


B. Stabilitas dan pemantauan
Pantau tanda vital, pengisian kapiler, dan produksi urin untuk menilai respons pengobatan. Usahakan untuk mencapai produksi urin minimum 1 mL/kgbb/jam (normal 2-4 mL/kgbb/jam)

Mulailah pemasangan jalur arteri dan vena sentral. Infus cairan yang cepat harus dilanjutkan sampai tekanan vena sentral mencapai rentang 5-12 mmHg. Selanjutnya beri terapi rumatan dengan cairan dekstrosa 5% atau 10% ditambah 20-40 mEq NaCl/L. Pertahankan Ht 30-35% dengan pemberian packed red cell untuk mencapai kapasitas pengangkutan O2 optimal dan viskositas darah normal. Bila ada tanda KID atasi sesuai terapi KID.
Pasang pipa nasogastrik (pipa orogatrik bila dicurigai ada fraktur basis kranii) dan kateter folley (hati-hati pada trauma uretra). Teruskan pemantauan hasil pemeriksaan darah. Bila anak sudah stabil, periksa foto toraks, EKG, dan ekokardiogram bila ada indikasi.

C. Obat-obatan
Ada beberapa obat yang dapat digunakan sebagai penunjang dalam penanganan syok bila resusitasi cairan belum cukup untuk menstabilkan sistem kardiovaskular. Obat inotropik meningkatkan kontraktilitas miokard dan obat kronotropik meningkatkan frekuensi jantung. Obat vasoaktif yang paling banyak digunakan adalah golongan amin simpatomimetik yaitu golongan katekolamin, epinefrin, norepinefrin, dopamin endogen, dobutamin, dan isoproterenol sintetis. Obat ini bekerja merangsang adenil siklase yang menyebabkan terjadinya sintesis AMP siklik, aktifasi kinase protein, fosforilasi protein intrasel, dan peningkatan kalsium intrasel. Obat tersebut bekerja memperbaiki tekanan darah dengan konsekuensi peningkatan resistensi vskular dan penurunan aliran darah. Obat vasoaktif ini diberikan bila pemberian cairan dan oksigenisasi alveolar telah maksimal. Beberapa obat vasoaktif yang dapat diberikan berikut dosisnya dilihat dalam tabel berikut.

Tabel . Dosis dan efek klinis beberapa obat vasoaktif

Obat Dosis Efek Klinis
Dobutamin 2-20 g/kg/menit Memperbaiki kontraktilitas miokard
Berguna pada gagal jantung dengan syok
Dopamin 2-20 g/kg/menit Dosis rendah (4-5 g/kg/menit): memperbaiki aliran darah ginjal
Dosis tinggi: efek 
Memperbaiki kontraktilitas miokard bila dosis ditingkatkan
Epinefrin 0,05-1,0 g/kg/menit Dosis rendah : efek 
Dosis tinggi: efek 
Berguna bila dikombinasikan dengan dopamin dosis rendah
Norepinefrin 0,05-1,0 g/kg/menit Efek  sangat kuat
Hipotensi refrakter
Ararinon 0,75-40 mg/kg/kali
5-20 g/kg/menit Kombinasi dengan katekolamin
Memperbaiki fungsi miokard
Milrinon 50-75 g/kg/kali
0,5-1,0 g/kg/kali Kombinasi dengan katekolamin
Memperbaiki fungsi miokard


Antibiotik
Bila dicurigai sepsis/ penyebab tidak diketahui  antibiotik begitu akses intravena terpasang. Bila mungkin, antisipasi mikroorganisme yang mungkin penyebebnya
< 4 mmg : Ampisilin 200 mg/kgbb/hr i.v. tiap 6 jam + gentamisin 7,5 mg/kgbb/hr tiap 8 jam
4 mgg.-3 bl : Ampisilin 200-400 mg/kgbb/hr i.v. tiap 6 jam + sefotaksim 150 mg/kgbb/hr tiap 8 jam
3 bl-6 th : Ampisilin 200-400 mg/kgbb/hr i.v. tiap 6 jam + kloramfenikol 100 mg/kgbb/hr tiap 6 jam atau sefotaksim seperti diatas
> 6 th : Sefotaksim 150 mg/kgbb/hr i.v. tiap 8 jam

Prostaglandin E1 (bila ada)
Pada neonatus dengan jantung struktural yang mengalami renjatan kardiogenik (mungkin mempunyai lesi obstruktif jantung sebelah kiri yang berat, seperti koarktasio aorta atau stenosis aorta kritis)
Bekerja untuk mempertahankan keutuhan duktus arteriosus
Diberikan dengan kecepatan 0,05-0,10 g/kgbb/menit
Efek samping yang penting adalah apnea sementara.
Efek samping lainnya : demam, jitteriness, dan kemerahan pada kulit sepanjang vena tempat pemberian obat



Steroid
Selain pada kasus insufisiensi adrenal tidak ada bukti nyata bahwa steroid menguntungkan dalam pengobatan renjatan.

Kapasitas angkut oksigen
• Sebagian besar anak dengan syok tidak memerlukan transfusi
darah, tetapi kapasitas angkut oksigen di ruang intravaskular
harus cukup untuk memenuhi kebutuhan oksigen jaringan
• Tranfusi darah dipertimbangkan bila tidak ada perbaikan
setelah pemberian cairan isotonik sebanyak 60mL/kg
• Transfusi darah harus diberikan berdasarkan penilaian klinis
dan tidak berdasarkan kadar hemoglobin
• Pada anak syok dengan anemia kronis (anemia defisiensi
darah) harus diberikan dengan hati-hati. Pemberian tidak boleh
melebihi 5-10 mL/kg dalam 4 jam untuk mencegah gagal
jantung, kongestif, kecuali bila proses kehilangan darah masih
berlangsung..


PROGNOSIS
Bergantung dari etiologi, diagnosis dini, dan kecepatan serta penanganan renjatan

TERAPI OKSIGEN

TERAPI OKSIGEN

BATASAN
Terapi oksigen adalah suatu tindakan medis dengan cara memberikan oksigen lembab pada pasien dengan tujuan
Memberi oksigenasi ke dalam jaringan tubuh pada FiO2 yang terendah
Mengatasi hiposekmia
Menurunkan kerja pernafasan
Mengurangi kerja miokardium

INDIKASI
Hiposekmia
Bayi dan anak : PaO2 < 60 mmHg atau SaO2 < 90% (udara ruangan)
Neonatus : PaO2 < 50 mmHg atau SaO2 < 88%

Pada keadaan akut dicurigai terjadi hiposekmia
Syok
Trauma berat
Terapi jangka pendek (selama prosedur medis tertentu)

KONTRAINDIKASI
Tidak ada kontra indikasi absolut
Kanul nasal: jika ada obstruksi nasal
Kateter nasofaringeal: jika ada fraktur dasar tengkorak kepala, trauma maksilofasial, dan obstruksi nasal
PENYULIT
Fisiologis
Retinopathy of prematurity (ROP)  bayi prematur
Atelektasis absorpsi, bronchopulmonary displacia (BPD), radikal bebas  FiO2 tinggi
Berhubungan dengan alat
Hipoksemia
Hiperoksemia

FISIOLOGI
O2 ditranspor dari paru ke dalam jaringan tubuh
O2 bergerak menuju ke daerah yang memiliki perbedaan tekanan
Dari alveolar ke dalam darah
Dari darah arteri ke dalam jaringan tubuh
Kedalam sel dan mitokondria
Faktor-faktor yang berperan dalam oksigenasi yang adekuat
FiO2
Pertukaran udara pada alveoli
Kandungan O2 dalam vena
Distribusi ventilasi-perfusi
Kandungan O2 dalam darah terdiri dari
O2 terlarut dalam plasma
PaO2 (mmHg) x 0,003 mL
Terikat dengan Hb
Hb x 1,34 x saturasi O2
Kandungan O2 = O2 terlarut + O2 terikat Hb
Solubilitas oksigen dalam plasma 0,003 ml/dL darah/mmHg
Kapasitas pembawa yang efektif dari Hb 1,34 mL O2/g Hb

PEMBERIAN OKSIGEN
Peralatan dengan ukuran yang lebih kecil dibandingkan untuk dewasa
Low flow (variabel performance oxygen deluvery sistem)
High flow (fixed performance oxygen delivery system)
Reservoir
Enclosur

Tabel . Peralatan Terapi Oksigen

Low flow Reservoir High flow enclosure
Kanula nasal



Kateter nasal Simple mask



Partial rebreathing
mask
Non rebreathing mask Air entraintment mask (venturi mask) Oxyhood incubator


O2 tent

1. Kanula Nasal
Keuntungan
Mudah digunakan
Disposable
Berguna unutk kebutuhan O2 moderate
Kerugian
Iritasi hidung dan tenggorokan (>6 L/mnt)
FiO2 yang rendah
FiO2 yang bermacam-macam
FiO2 ditentukan oleh
Kapasitas O2 yang terdapat pada reservoir : 2/3 mL/kgbb
Aliran O2: x L/mnt = x1.000 mL 60 detik = 16,7 mL/detik
Pola nafas pasien : cycle time
I:E ratio
The filling time anatomic reservoir
2. Oxygen hood
Keuntungan
Memberi jalan untuk tindakan lebih lanjut ke daerah dada, perut, dan ekstremitas
Toleransi oleh bayi baik
Memberi oksigen sampai 100% (flow 10-15 L/mnt)
Kerugian
Bunyi berisik
Tidak dapat untuk anak usia > 1 th
3. Sungkup terbuka/face tent/O2 tent
Keuntungan
Lebih nyaman untuk anak
Konsentrasi 40% dengan aliran 10-15 L/mnt
4. High flow system
Air entrainment system
Venturi system
Enclosure system
Fixed FiO2

EVALUASI TERAPI OKSIGEN
Penilaian klinis : sistem kardiovaskular
Sistem respirasi
Monitoring O2 (FiO2)
SaO2
Analisis gas darah
P (A-a) O2
PaO2/FiO2








VENTILASI MEKANIK

BATASAN
Ventilator merupakan mesin yang mengalirkan gas secara terkontrol ke jalan nafas pasien. Tekanan oksigen dan udara berasal dari tabung atau outlet didinding diturunkan dan dicampur sesuai dengan kebutuhan tekanan oksigen inspirasi (FiO2) kemudian diakumulasikan di reservoir mesin dan kemudian dialirkan ke pasien.

INDIKASI PEMASANGAN VENTILASI MEKANIK
1. Gangguan ventilasi
Disfungsi otot pernafasan
Kelelahan otot pernafasan
Gangguan dinding dada
Kelainan neuromuskular
Penurunan rangsangan nafas
Peningkatan resistensi jalan nafas atau obstruksi


2. Gangguan oksigenasi
Hipoksemia refrakter
Membutuhkan tekanan positif di akhir inspirasi
Kerja pernafasan yang berlebihan
Selain itu, pemasangan ventilasi mekanik juga memberikan keuntungan sebagai berikut
Memungkinkan sedasi dan blokade neuromuskular
Menurunkan konsumsi oksigen miokardium dan sistemik
Memungkinkan hiperventilasi sebagai terapi sementara untuk kasus tekanan tinggi intrakranial
Mencegah atelektasis


MODUS VENTILASI MEKANIK
Faktor yang harus dipertimbangkan dalam memilih modus ventilasi mekanik antara lain
Ventilasi dan oksigenasi yang adekuat
Mengurangi kerja pernafasan
Memastikan kenyamanan dan sinkronisasi ventilator dengan pasien
Assist-control ventilation (AC) atau volume control (VC)
Pernafasan mekanik diberikan sesuai frekwensi atau volume tidal (kadang-kadang PIP) yang telah diset, baik atas usaha pasien atau menurut interval yang telah diset.
Modus ini dipergunakan pada pasien dengan usaha nafas yang lemah. Bantuan nafas maksimal yang disesuaikan dengan nafas spontan pasien. Bukan merupakan modus untuk penyapihan, karena pada setiap nafas akan mendapat bantuan mekanik secara penuh. Keuntungan modus ini adalah memberikan kenyamanan dan banyak memberi bantuan. Kerugiannya dapat menyebabkan hiperventilasi bila tidak dimonitor dengan ketat dan tidak dapat dipakai untuk penyapihan.
Pressure Control (PC)
Pernafasan dikontrol oleh Pmaks, bukan oleh volume tidal.Dipergunakan pada neonatus atau pasien dengan tekanan jalan nafas yang tinggi (ARDS) untuk mencegah barotrauma. Modus ini tidak menyenangkan untuk pasien yang sadar. Keuntungannya adalah karena tekanan dibatasi maka dapat mengurangi resiko barotrauma. Kerugiannya adalah volume tidal yang diberikan tidak dapat dijamin.
Pressure Regulated Volume Control (PRVC)
Mengatur kecepatan aliran udara yang diberikan untuk dapat memberikan volume tidal yang telah diset pada atau dibawah tekanan maksimum yang diset. Dipakai pada pasien dengan tekanan jalan nafas yang tinggi, tetapi dapat juga dipakai pada pasien yang lain. Keuntungannya yaitu memberikan jaminan volume tidal yang diberikan tetapi meminimalkan barotraumas.
Synchronized Intermittent Mandatory Ventilation (SIMV)
Dengan mode ini, ventilasi mekanik diberikan dalam interval berdasarkan frekuensi pernafasan yang telah diset. Ventilator menyediakan bagian interval untuk nafas spontan pasien yang dipakai sebagai pemicu diberikannya bantuan nafas. Tetapi apabila tidak ada, maka secara otomatis ventilator akan memberikan bantuan nafas pada akhir periode. Pernafaan lain selama siklus, tidak akan mendapat bantuan. Modus ini sering dipergunakan pada berbagai keadaan dan dapat dipakai unutk modus penyapihan. Keuntungannya yaitu memungkinkan kerjasama dengan pasien. Tetapi kerugiannya pernafasan lain selama selama siklus tidak mendapat bantuan. Modus SIMV sering digabungkan dengan pressure support (PS) untuk meningkatkan volume tidal nafas spontan penderita.

Pressure Support (PS)
Modus membantu setiap nafas spontan dengan aliran tambahan untuk mencapai tekanan yang telah diset. Pada pasien dengan nafas spontan, modus ini akan membantu mengatasi resistensi jalan nafas karena pipa endotrakeal. Biasanya diberikan 5 untuk pasien yang lebih besar dan 10 untuk yang lebih kecil. Modus ini sangat membantu dalam penyapihan, tetapi tidak boleh dipergunakan pada pasien tanpa nafas spontan. Keuntungannya adalah membantu mengatasi resistensi jalan nafas karena pipa, dan membuat nafas menjadi lebih mudah. Kerugiannya yaitu apabila kecepatan aliran terlalu tinggi (Servo 900C), menimbulkan ketidaknyamanan pada pasien kecil.

SETTING AWAL VENTILATOR
Pilih modus ventilator yang paling familiar, modus ventilasi yang paling sering dipergunakan adalah time-cycle pressur-limited ventilation
FiO2 awal 100%, kemudian diturunkan bertahap untuk mempertahankan SpO2 92-94%. Pada sindrom distres pernafasan akut yang berat, SpO2 dipertahankan  88% untuk meminimalkan komplikasi ventilasi mekanik.
Volume tidal (VT) 8-10 mL/kg dengan waktu inspirasi 0,5-0,6 detik untuk bayi, 0,6-0,8 detik untuk balita, 0,8-1,0 detik untuk anak usia sekolah dan remaja
Pilih frekwensi ventilasi dan ventilasi semenit yang sesuai dengan keadaan klinis. Parameter yang dipergunakan adalah pH, bukan PaCO2. Frekwensi ventilasi pada anak lebih tinggi dibanding orang dewasa untuk mempertahankan PaCO2 normal, tetapi biasanya tidak melebihi 18-20 x/mnt. PEEP (positive end-expiratory pressure) berfungsi untuk membantu oksigenasi dan menurunkan FiO2. PEEP fisiologis, antara 2-4 cm H2O, biasanya dipergunakan untuk mencegah kolaps alveolus saat ekspirasi. PEEP ditingkatkan bila diperlukan alveolar recruitment pada acute lung injury
Tentukan sensitifitas trigger untuk membantu usaha nafas spontan pasien yang minimal sekalipun.
Bila oksigenasi buruk, ventilasi tidak adekuat atau tekanan inspirasi yang tinggi berhubungan dengan intoleransi ventilasi mekanik, pertimbangkan pemberian sedasi, analgesia, dan/atau blok neuromuskular
Minta bantuan konsultan bila perlu

PERAWATAN SELAMA VENTILASI MEKANIK
Setelah ventilasi mekanik dimulai, bebrapa parameter harus dievaluasi kembali dan disesuaikan sehingga tercapai setting yang optimal.
Tekanan inspirasi
Terdiri dari 2 komponen, yaitu tekanan yang diperlukan untuk mengatasi resistensi jalan nafas dan elastisitas jaringan paru-paru dan dinding dada. Selama ventilasi tekanan positif, tekanan jalan nafas meningkat secara progresif dan mencapai puncaknya diakhir inspirasi (PIP= peak inspiratory pressure). PIP yang terlalu tinggi dapat menyebabkan barotrauma (pneumotoraks, pneumomediastinum), volutrauma (kerusakan parenkim paru akibat inflasi yang berlebihan) dan menurunkan curah jantung.
Rasio I:E dan PEEP
Selama respirasi spontan, rasio I:E yang normal adalah 1:2 Pada beberapa keadaan, misalnya penyakit paru kronik, ekspirasi memanjang dan rasio I:E berubah. Waktu ekspirasi yang terlalu pendek akan meningkatkan PEEP diatas setting, dikenal sebagai auto-PEEP. Efek samping PEEP yang terlalu tinggi antara lain barotrauma, hipotensi, cardiac output , PaO2  (peningkatan ruang rugi, dan oksigenasi buruk). Penurunan PEEP dicapai dengan memperpendek waktu inspirasi, misalnya deengan menurunkan frekuensi ventilasi atau menurunkan volume tidal.
FiO2
Paparan oksigen konsentrasi tinggi dalam jangka lama dapat menimbulkan kerusakan parenkim baru. Walau batas konsentrasi yang merugikan tidak diketahui, sebaiknya FiO2 diturunkan hingga < 50% secepatnya (dalam 24 jam pertama), kecuali dengan pasien hiposekmia.

Tabel . Penyesuaian Setting Ventilator Berdasarkan Perubahan AGD
PaO2 rendah

PaO2 rendah



PaO2 rendah
PaO2 normal


PaO2 normal

PaO2 tinggi


PaO2 tinggi


PaO2 rendah
PaCO2 tinggi

PaCO2 normal


PaCO2 rendah
PaCO2 tinggi


PaCO2 rendah

PaCO2 normal

PaCO2 rendah


PaCO2 normal PIP ditingkatkan
Bila ada nafas spontan, frekuensi dinaikkan
FiO2 dinaikkan
Mean airway pressure ditingkatkan
PEEP dinaikkan
Waktu inspirasi diperpanjang
Pertimbangkan diagnosis kelainan lain
PEEP diturunkan
Frekuensi ventilasi ditingkatkan
Mean airway pressure dipertahankan
Frekuensi ventilasi diturunkan
Mean airway pressure dipertahankan
Mean airway pressure diturunkan
PIP diturunkan
FiO2 diturunkan
Tekanan Diturunkan
Frekuensi ventilasi diturunkan
FiO2 diturunkan
-

SEDASI, ANALGESIA, DAN BLOK NEUROMUSKULAR
Untuk meningkatkan kenyamanan dan mengurangi kerja pernafasan pasien, obat sedatif, analgetik, dan agen blok neuromuskular sering dipergunakan.

PEMANTAUANS SELAMA VENTILASI MEKANIK
Pasien yang mendapat bantuan nafas dengan ventilasi mekanik harus dipantau terus menerus untuk evaluasi efek menguntungkan dan merugikan terapi yang diberikan.
Rekomendasi pemeriksaan untuk pemantauan ventilasi mekanik
Foto toraks setelah intubasi dan bila keadaan memburuk
Pemeriksaan gas darah pada awal pemberian ventilasi mekanik dan kemudian berkala sesuai keadaan klinis
Pengukuran berkala tanda vital dan pemantauan pasien secara langsung, termasuk interaksi pasien-ventilator
Pengukuran inspiratory plataeu pressure bila diperlukan
Pulse oximetry
Ventilator alarm

PENYAPIHAN
Periode penyapihan dapat mencapai 40% waktu total pemakaian ventilasi mekanik
Penyapihan terdiri dari 2 komponen
Menghentikan ventilasi mekanik dan mencabut pipa endotrakeal. Metode penyapihan yang dipilih tergantung indikasi pemasangan ventilasi mekanik, lama pemasangan dan jumlah sedatif yang diberikan
Indikasi penyapihan dan ekstubasi
Ventilasi adekuat
Oksigenasi adekuat
Dapat mempertahankan patensi jalan nafas


Tabel Indikasi Penyapihan
Kriteria Deskripsi
Objektif









Subjektif 1. Oksigenasi Adekuat PO2 > 60mmmhg Dengan Fio2 > 0,4
PEEP < 5-10 CmH2O, pPO/FiO > 150-300
2. Hemodinamik Stabil, Tidak Takikardia
Tekanan Darah Stabil tanpa atau dengan Vasopresor minimal
3. Afebris
4. Tidak ada asidosis respiratorik
5. Tidak anemia (Hb > 8 g/dL)
6. Kesadaran cukup baik GCS > 13. Sedatif minimal
7. Keadaan metabolik stabil (kadar elektrolit dalam batas normal)

1. Resolusi proses akut penyakit
2. Rafleks batuk baik
3. Penilaian dokter

GAGAL NAFAS PADA ANAK

GAGAL NAFAS PADA ANAK

BATASAN
Distres pernafasan adalah suatu keadaan sistem respirasi melakukan kompensasi untuk memperbaikai pertukaran gas yang menurun dalam paru serta mempertahankan oksigenasi dan ventilasi.
Gagal nafas merupakan suatu keadaan sistem respirasi gagal memenuhi kebutuhan metabolik tubuh untuk mengabsorbsi O2, membuang CO2 dan berhubungan dengan hipoksemia, hiperkapnia, atau kedua-duanya bergantung kepada proses penyakitnya.

ETIOLOGI
Kegagal paru yang dapat terjadi karena penyakit yang menyerang saluran nafas, alveoli, membran kapiler alveoli, atau sirkulasi pulmonal yang menyebabkan hipoksemia dan hiperkapnia.
Kegagalan pompa respirasi, terjadi karena berbagai penyakit mulai dari pusat pernafasan diotak sampai medula spinalis bagian atas, nervus frenikus, dan otot dinding dada, terutama menyebabkan hiperkapnia.

Tabel 13.2 Penyebab Utama Gagal Nafas pada Anak
Kegagalan paru
Asma
Bronkiolitis
Displasia bronkopulmonal
Sindrom distres pernafasan akut
Obstruksi saluran nafas
Kegagalan pompa respirasi
Overdosis obat
Penyakit susunan saraf pusat
Penyakit neuromuskular
a
sumber: Nichols dkk, 1996

TIPE GAGAL NAFAS
1. Gagal nafas tipe I adalah kegagalan paru untuk mengoksigenasi darah dan terjadi dalam 3 keadaan
Gangguan ventilasi/perfusi (V/Q mismatch), terjadi bila darah mengalir kebagian paru untuk ventilasinya buruk atau rendah. Keadaan ini paling sering.
Gangguan difusi yang disebabkan oleh penebalan membran alveolara atau pembentukan cairan interstitial pada sambungan alvolar-kapiler
Pirau intrapulmonal yang terjadi bila aliran darah melalui area paru-paru yang tidak pernah mengalami ventilasi.
2. Gagal nafas tipe II terjadi karena hipoventilasi alveolar dan biasanya sekunder karena berbagai keadaan seperti disfungsi susunan saraf pusat, sedasi atau gangguan neuromuskular.

Tabel 13.3 Tipe Gagal Nafas
Temuan Klinis Penyebab Contoh

Tipe I
Hipoksia, PaCO2 
PaO2 normal









Tipe II
Hipoksia
Hiperkapnia
PaO2 
PaCO2 
Gangguan ventilasi/perfusi





Gangguan difusi pirau





hipoventilasi
Posisi (terlentang ditempat tidur), sindrom distres pernafasan akut (SDPA), atelektasis, pneumonia, emboli paru, displasia bronkopulmonal
Edema paru, SDPA, pneumonia interstitial
Malformasi artrio-vena paru, malformasi adenomatoid kongenital

Penyakit neuromuskular (polio, sindrom Guillan Barre, trauma kepala, sedasi, disfungsi dinding dada (luka bakar), kifosis, hiperreaktivitas saluran nafas berat
Sumber : Carpenter dkk, 2001

KRITERIA DIAGNOSIS
Gagal nafas diawali oleh stadium kompensasi. Pada keadaan ini ditemukan peningkatan upaya nafas (work of breathing) yang ditandai dengan adanya distres pernafasan (pemakaian otot pernafasan tambahan, retraksi, takipnea, dan takikardia). Stadium dekompensasi muncul belakangan ditandai dengan menurunnya upaya nafas.
Anamnesis.
Penurunan aktivitas dan perubahan status mental, keluhan nafas pendek, sesak, atau sakit kepala. Riwayat menelan benda asing dan infeksi saluran nafas atas sebelumnya.
Pemeriksaan fisis.
Peningkatan upaya nafas dan perubahan pola serta frekuensi nafas
Takikardia.
Retraksi dinding dada.
Suara nafs melemah
Sianosis
Letargi, kesadaran 
Pulsus paradoksus > 30 mmHg
PaO2< 60 mmHg (F1O2 0,6)
PaCO2 > 45 mmHg
PH < 7,3

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Henti kardiovaskular

PENATALAKSANAAN
Resusitas segera
Stabilisasi dan cegah perburukan. Berikan oksigenasi, kontrol saluran nafas, tata laksana ventilasi, stabilisasi sirkulasi dan terapi farmakologis.
Gagal nafas diruang gawat darurat
Survei primer : lakukan pemeriksaan observasional dengan Segitiga Penilaian Pediatri (tampilan, kinerja nafas, dan sirkulasi kekulit)
Prioritas pengobatan : lakukan langkah resusitasi ABC dan penilaian derajat kesadaran.
Survei sekunder : anamnesis dan pemerikasaan fisis singkat dikerjakan simultan dan konprehensif bersamaan pada saat melakukan prioritas pengobatan.
Bila pasien sadar
Penanganan minimal, bayi dipangkuan orangtua, dalam posisi yang nyaman, jangan memaksakan pasien dalam posisi tidur, berikan suplemen oksigen (aliran rendah atau tinggi), pasang pemantau kardiorespirasi dan pulse oxymeter, akses intravena bila perlu, anamnesis, dan pemerikasaan klinis singkat.
Bila pasien tidak sadar
Buka jalan nafas (manuver tengadah kepala angkat dagu, mengedapkan rahang), posisi pemulihan. Hisap lendir (10 detik), ventilasi tekanan positif dengan O2 100%. Intubasi endotrakeal dan pijat jantung luar bila diperlukan.

Inflamasi bronkus, edema mukosa, kontraksi otot polos jalan napas dan peningkatan produksi dan viskositas mukus dapat mengakibatkan obstruksi, peningkatan resistensi jalan napas, V / Q mismacth dan peningkatan ruang rugi (VD). Pada keadaan ini beberapa preparat farmakologis dapat digunakan:
• 2-agonis
• antikolinergik
• kortikosteroid
• teofilin

Obat-obatan yang bisa diberikan pada gagal nafas

Obat Preparat pemberian Cara pemberian Dosis
Terbutalin Larutan 0,5% Inhalasi 0,05-0,15 mg/kg
Epinefrin MDI 0,2 mg/puff
Larutan 0,1% Inhalasi
Subkutan 1-2 puff
0,2 mg/kg (maks 6 mg)
Aminofilin 1 mg/mL (1:1000) Intravena 4-6 mg/kg dalam 30” dilanjutkan 0,8-0,9 mg/kg/jam
Metilprednisolon Larutan 24 mg/mL Intravena 1 mg/kg tiap 6 jam
Kombinasi budesonid dan terbutalin



Tabel 13.4 Tindakan Awal Gagal Nafas
Penilaian
Status mental
Tonus otot/posisi tubuh
Gerakan dada
Upaya nafas
Warna kulit
Tindakan




Penilaian
Status mental
Tonus otot/posisi tubuh
Gerakan dada
Upaya nafas melemah
Warna kulit
Tindakan




Penilaian
Status mental
Tonus otot/posisi tubuh
Gerakan dada
Upaya nafas
Warna kulit
Tindakan Distres pernafasan
Sadar, agitasi, melawan
Normal, posisi tripod
Ada
Meningkat
Kemerahan atau pucat
Pendekatan segera, bekerja dengan tingkat sedang, bantu anak dalam posisi nyaman, beri O2 tanpa menyebabkan agitasi, pengobatan berdasarkan evaluasi selanjutnya.

Gagal nafas
Agitasi hebat atau kurang responsif
Normal atau hipotonia
Ada
Sangat meningkat diselingi periode apnea
Pucat, berbercak (mottled) atau sianosis
Gerak cepat, buka saluran nafas, hisap lendir, berikan O2, segera berikan bantuan ventilasi tekanan positif bila pasien tidak membaik, pengobatan berdasarkan evaluasi selanjutnya

Henti nafas
Tidak responsif
Atonia
Tidak ada
Tidak ada
Sianosis
Segera buka saluran nafas, hisap lendir, berikan O2, segera berikan bantuan ventilasi tekanan positif, nilai ulang ada/kembalinya nafas spontan, pengobatan berdasarkan evaluasi selanjutnya


PROGNOSIS
Bergantung dari etiologi, diagnosis dini, kecepatan serta penanganan gagal nafas.