tag:blogger.com,1999:blog-7161291913706573732024-03-08T02:35:34.595-08:00Buah HatikuBuah Hatikuhttp://www.blogger.com/profile/06641198823129527590noreply@blogger.comBlogger51125tag:blogger.com,1999:blog-716129191370657373.post-81161689790024862352010-04-03T22:43:00.000-07:002010-04-03T22:49:58.205-07:00akondroplasiaAKONDROPLASIA <br /><br />PENDAHULUAN <br />Akondroplasia termasuk kelompok penyakit gangguan displasia murni ( gangguan pertumbuhan tulang) yang diturunkan secara autosomal dominan. 1,2 Penyakit ini merupakan bentuk kondrodisplasi yang paling banyak ditemukan.1,2 Insiden berkisar antara 1/15.000 sampai dengan 1/40.000 kelahiran, 75-80 % dari seluruh kejadian merupakan mutasi baru .1,2<br /> Gambaran klinik utama kelainan ini adalah batang tubuh dan tungkai yang pendek, tungkai bengkok dan segmen proksismal tungkai lebih pendek (rhizomelia), pada akondroplasia perawakan pendek disproporsional, sehingga mudah dikenal, karena adanya kelainan struktur anatomi, dapat terjadi komplikasi dari yang ringan sampai berat bahkan kematian, oleh karena itu perlu pengenalan dan pemahaman penyakit ini secara keseluruhan .1-3 <br />Berikut ini akan disajikan sebuah kasus akondroplasia, untuk mengingatkan kembali kelainan radiologis akondroplasia secara umum. <br /><br />KASUS <br />Nr. Anak perempuan, usia 13 bulan berobat ke poliklinik RS. M. Djamil tanggal 15 Agustus 2008, kiriman RSUD Swl dengan keterangan suspek hipotiroid<br />Riwayat penyakit <br />Melalui alloanamnesis dari ibunya, diketahui bahwa pertumbuhan badan lambat sejak 10 bulan yang lalu. Sejak usia 4 bulan tangan dan kaki tampak pendek dan kepala terlihat lebih besar. Sampai saat ini anak duduk masih dibantu. Tidak ada batuk dan pilek , demam dan kejang. Nafas tidak sesak, buang air besar dan buang air kecil normal. <br />Anak ini lahir tanggal 21-7-2007 secara spontan, ditolong bidan, dengan berat badan 2600 gram, panjang badan 48 cm, langsung menangis, cukup bulan. Anak pulang dalam keadaan sehat. Tidak ada riwayat kuning, demam atau gangguan lain setelah pulang perawatan. ASI diberikan sampai sekarang semaunya, bubur susu diberikan mulai usia 6 bulan, diselingi dengan buah dan biskuit, nasi tim saring mulai usia 9 bulan. Saat ini anak diberi nasi tim saring 2 kali, bubur susu 3 kali, atau biskuit 4 kali dan ASI semaunya. Tiap porsi rata-rata habis. <br />Sejak usia 1 bulan anak telah dibawa ke Posyandu untuk mendapat imunisasi dan penimbangan berat badan secara teratur. Imunisasi dasar lengkap sesuai umur, sehingga sekarang anak telah mendapat BCG (Skar +), hepatitis B 3 kali. Polio 4 kali dan DPT 3 kali. <br />Saat ini anak hanya pandai bicara konsonan (mama, papa, tata), sudah pandai memegang pegang benda dengan ibu jari dan telunjuk, meraih benda disekitar, berespon apabila dipanggil, namun duduk masih dibantu. Tengkurap mulai usia 3 bulan dan sampai saat ini anak belum bisa merangkak.<br />Anak ini merupakan anak ke 2 dari ibu (usia 25 tahun, tinggi badan 150 cm dan pekerjaan rumah tangga) dan bapak (usia 32 tahun, tinggi 158 cm, pekerjaan buruh bangunan). Tidak ada riwayat keluarga kerdil atau pendek baik dipihak ibu maupun di pihak bapak . <br /><br />Pemeriksaan fisik <br />Keadaan umum anak tampak sakit sedang, sadar, nadi 110 kali / menit, nafas 38 kali / menit, suhu 37,2 0C, tidak sesak nafas dan tidak sianosis. Bentuk tubuh terlihat tidak normal dengan tangan dan kaki pendek, kepala terlihat lebih besar, wajah dismorfik (midfacial hipoplasia), dahi menonjol. Tidak ditemukan kelainan di kulit. Ubun-ubun besar datar 4 x 4 cm, ubun-ubun kecil 2 x 2 cm, rambut sedikit pirang tak mudah dicabut, telinga tak ada kelainan, konjungtiva tak anemi, sklera tak ikterik. Tonsil T1-T1 tak hipermis dan faring tak hiperemis. Tidak teraba pembesaran kelenjar getah bening di leher atau tempat lain. <br />Dada terlihat simetris, tidak terlihat retraksi, fremitus paru kiri sama dengan kanan, sonor, suara nafas vesikuler, tidak ditemukan ronki. Iktus cordis teraba di linea medioclavicula, irama teratur dan tidak ditemukan bising. Abdomen tidak membuncit, hepar dan lien tak teraba, perkusi abdomen timpani, bising usus normal. Punggung lordosis. Ditemukan gibbus di vertebrae torakolumbal. Alat kelamin tak ada kelainan, status pubertas A1M1P1. <br />Lengan dan tungkai terlihat abnormal, segmen atas lebih pendek dari segmen bawah. (40 cm : 25 cm) Jari-jari lengkap, tampak sindaktili pada jari ke2 kedua tangan,. Tidak ditemukan genu varus atau valgus, tidak ditemukan angulasi pada tibia. Reflek fisiologis normal dan tidak ditemukan refleks patologis. <br /><br />Antropometri <br />Hasil pengukuran antropometri adalah sebagai berikut : berat badan 4,8 kg, panjang badan 65 cm, lingkar kepala 46 cm, tinggi duduk 37 cm. rentang panjang lengan (arm span) 48 cm, panjang lengan 16 cm ( segmen atas 9 cm) , panjang tungkai 24 cm (segmen atas 13 cm). Dari antropometri tinggi dan berat badan anak masih dalam batas normal (-2 SD – 2 SD) (BB/TB 137 %, TB/U 100 %), Lingkar kepala berada antara -2 SD dan 2 SD grafik pertumbuhan kepala penderita akondroplasia. <br />Perbandingan segmen atas (U) badan (40 cm) terhadap segmen bawah (L) badan (65-40=25 cm) adalah 1,6, nilai ini merupakan nilai maksimal (1,6). Sehingga dapat disimpulkan bahwa perbandingan U/L adalah disproportional dan sesuai dengan short limb. <br />Berdasarkan klinis dan pemeriksaan fisik serta antropometri ditegakkan diagnosis kerja : akondroplasia dan keterlambatan psikomotor. Direncanakan pemeriksaan USG kepala dan bone survey. Anak diberikan terapi simptomatik dan dianjurkan pemeriksaan lanjutan diatas dan kontrol teratur ke poliklinik pediatrik sosial, konsul ke THT, ortopedik dan fisioterapi ( karena gangguan psikomotor) . <br /><br />Pemeriksaan penunjang<br />Hasil pemeriksaan radiologi yaitu USG kepala dan bone survey sebagi berikut:<br />USG kepala: tak tampak pelebaran ventrikel lateral kanan dan kiri dan dianjurkan CT scan <br />kepala. <br />Bone survey <br />Kranium membesar dengan dasar mengecil. Thorax : strenum melebar, iga pendek dengan konkavitas yang dalam ke ujung anterior. Rangka : jarak interpedikel kaudal I – V lumbal berkurang, pedikel kecil dengan diameter sagital yang sempit. Pelvis : sayap os ilium bujursangkar. Rongga pervis seperti champagne glass. Tulang gerak : gambar mikromelia dengan tulang panjang melengkung dan metafisis melebar. Sambungan epifisis / metafisis seperti bola. Jari-jari melebar dan pendek. Kesan : susp achondroplasia. <br />CT scan tidak dilakukan karena alasan biaya<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />Silsilah keluarga<br /><br /> <br /><br /><br /><br /><br />TINJAUAN PUSTAKA <br /><br />AKONDROPLASIA <br />Akondroplasia merupakan kelainan pertumbuhan tulang yang diturunkan yang memberikan gambaran kerdil, kelainan ini merupakan bagian dari gangguan pertumbuhan tulang yang disebut kondrodistrofi. Akondroplasia ditandai dengan pertumbuhan tulang yang tidak normal sehingga menimbulkan perawakan pendek dengan perbandingan yang disproporsional antara lengan dan tungkai, kepala yang lebih besar dengan penonjolan bagian frontal, thorak yang tipis serta gambaran wajah yang khas. Intelektual dan masa hidup penderita biasanya normal, walaupun resiko tinggi mengalami kematian akibat penekanan saraf servikal dan atau obstruksi saluran nafas atas.1,2<br />Akondroplasia merupakan kelainan yang diturunkan secara autosom dominan, namun demikian, sekitar 80 % kasus terjadi karena proses mutasi. Jika hanya 1 orang tua yang menderita akondroplasia, terdapat 50 % kemungkinan anaknya menderita akondroplasia, jika kedua orang tua, kemungkinan tersebut menjadi 75 %.1,2<br />Diagnosis akondroplasia ditegakkan berdasarkan karakteristik klinis dan gambaran radiologis. Untuk kasus yang sulit, tes genetik diperlukan untuk menentukan apakah terjadi mutasi pada gen FGFR3 (lokus 4p16).3<br /><br />Etiologi <br />Usia orang tua yang lanjut merupakan faktor resiko pada kasus akhondroplasia sporadik. Bisa disebabkan replikasi DNA atau gangguan perbaikan selama spermatogenesis sehingga terjadi mutasi G1138 FGFR3 .2,3 <br /><br />Epidemiologi<br />Kejadian akondroplasia dilaporkan bervariasi, mulai dari 1 dalam 3000 sampai 9500 kelahiran. Kejadian akondroplasia di AS sekitar 1 dari 15.000-40.000 kelahiran, tidak ada predileksi ras pada kasus ini.1<br /><br />Mortalitas dan morbiditas <br />Kematian mendadak dapat terjadi akibat kelainan craniocervical junction yang mengakibatkan kompresi medula spinalis. Kejadian sekitar < 3 %. Gambaran klinik yang sering dijumpai adalah angular deformitas ekstremitas, premature degenerative joint diseases, kelainan spinal, cervical instability . Gangguan pernafasan berupa : apnea sentral, obstructive apne, sumbatan jalan nafas berat (< 5 %). Pada CT scan dapat ditemukan kinking medula dan kelainan neuroanatomi yang sesuai dengan arrested hydrocephalus, termasuk pelebaran ventrikel dan hipoplasia korpus kolosum. Hidrosefalus dapat disebabkan peningkatan tekanan vena intrakranial akibat stenosis sinus sigmoid dipenyempitan foramen jugular. Kecerdasan adalah rata-rata, kadang-kadang terjadi keterlambatan pada penderita hidrosefalus. Perkembangan motorik terlambat, tetapi fungsi bahasa normal. 2,4,5 <br /><br />PATOFISIOLOGI<br /> Kelainan skeletal pada akondroplasia timbul karena adanya hambatan pembentukan tulang endokondral, kelainan ini terjadi di epiphyseal osteochondral junction, tempat dimana terjadi proses kalsifikasi dan osifikasi, pada akondroplasia, terjadi proses penulangan yang lebih cepat sehingga tulang menjadi lebih pendek, namun karena pertumbuhan kearah samping tidak terpengaruh, tulang menjadi lebih lebar. Tulang tengkorak yang tidak tergantung pada pembentukan tulang endokondral, menjadi lebih besar. Panjang tulang vertebra umumnya normal, namun terdapat pendataran corpus vertebra, karena ada kelainan pada pertumbuhan tulang vertebra, lazim tampak kifoskoliosis atau kelainan bentuk tulang pungung yang lain.6,7<br /> Komplikasi yang penting pada penderita akondroplasia adalah gangguan neurologis yang berhubungan dengan penyempitan tulang belakang seperti stenosis kanalis spinalis, prolaps discus intervertebra, osteofit dan kifosis.<br /> Hidrosefalus bisa timbul pada akondroplasia karena terdapat penurunan aliran vena di sinus sagitalis superior karena penyempitan foramen magnum sehingga aliran cairan menjadi tidak lancar.<br /><br />Pemeriksaan fisik <br />Gambaran klinis akondroplasia relatif tetap, sejak masa bayi sampai dengan masa dewasa. Bentuk badan yang tidak proporsional memudahkan kita untuk mengenal kelainan ini dan membedakannya dengan dwarfism (kerdil) yang baru muncul setelah usia 2 tahun. Pada pemeriksaan fisik secara umum ditemukan batang tubuh dan tungkai penderita akondroplasia lebih pendek, tungkai bengkok dan segmen tungkai proksismal lebih pendek Jika penderita berdiri, maka ujung jari tangan biasanya tidak akan mencapai trokanter.<br /><br />Kepala <br />Untuk kepala tampak ukuran tulang kranium lebih besar dari ukuran normal disertai dengan penonjolan frontal (frontal bossing) dan jembatan hidung yang rata. Tulang calvaria besar sedangkan basis kranial dan tulang wajah kecil karena midfacial hypoplasia contracted skull base. Tulang maksila lebih datar karena mengalami hipoplasia sehingga muka tampak lebih datar, tulang maksilaris yang kecil ini menyebabkan gigi tumbuh lebih padat. Foramen magnum tampak menyempit sehingga mempermudah terjadinya hidrosefalus. <br /><br />Ekstremitas<br />Segmen badan biasanya normal dan relatif lebih panjang, ukuran ekstremitas yang pendek merupakan gambaran utama kelainan ini. Terdapat rhizomelia, trident hands dan brakidaktili. Siku bisa berada pada posisi ekstensi dan pronasi, serta jari tangan kedua, tiga dan empat sama panjang. Extensi siku terbatas, genu varum displastik dan terdapat penyempitan sakroiliaka .<br /><br />Badan <br />Pada tulang punggung bisa terdapat skoliosis, gibbus lumbal biasanya ditemukan pada masa bayi, gibbus torakolumbal yang bisa menghilang saat bisa berjalan. Penyempitan ruang interpedikuler pada lumbal, ilium displastik dengan penyempitan sacroiliaca groove, asetabulum mendatar. Tinggi rata-rata lelaki adalah 131 cm dan perempuan 124 cm. <br /><br />Riwayat penyakit <br />Jika diagnosis telah ditegakkan perlu untuk menanyakan beberapa hal sehubungan dengan komplikasi yang akan terjadi seperti : nyeri, ataksia, inkontinensia, apnea, gangguan nafas dan kuadriparesis. Perlu ditanyakan tentang otitis media untuk mencegah ketulian dan gangguan perkembangan bahasa. Gangguan tidur dan peningkatan ukuran kepala perlu diwaspadai. Walaupun akondroplasia sering akibat mutasi baru, perlu untuk mendeteksi keluarga berisiko, yaitu orang tua heterozigot terhadap gen G1138A atau G1138C.<br /> <br />Pencitraan <br />Radiologi :<br />Pemeriksaan radiologi menunjukan disproporsional tubuh dan memberikan gambaran khas. <br /><br />Ekstremitas<br />Tulang panjang tampak lebih pendek dan relatif tebal, kelainan pada tulang segmen proksismal lebih nyata dibandingkan dengan segmen distal, square-shaped long bones, Tulang jari lebih lebar dengan ukuran yang sama (trident hands), normal trunk length, proksimal femoral lebih radiolusens, chevron-shaped distal femoral epiphyseal, lempeng pertumbuhan lebih pendek.<br /> Tulang femur tampak lebih pendek dibanding tulang tibia, fibula relatif lebih panjang dibanding tibia. Semua ujung tulang panjang tampak mencekung, dan pusat penulangan akan mengisi cekungan tersebut membentuk bayangan menyerupai “ball-and-socket pattern”. Pusat osifikasi tampak lebih kecil. Gambaran yang sama tampak pada ekstremitas atas, tulang humerus tampak lebih pendek<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />Gambar 7<br />Khas pada akondroplasia. A, terdapat pemendekan tulang panjang, pemendekan tulang femur lebih tampak dibanding tulang tibia. Pada bagian ujung tulang panjang tampak mencekung dan pusat penulangan epifise akan mengisi cekungan tersebut sehingga membentuk gambaran “Shallow ball-and-epiphyseal” B, tampak pemendekan humerus seperti juga dialami oleh tulang panjang lainnya.6<br /><br />Vertebra<br /> Dari proyeksi vertikal dan sagital, corpus vertebra lebih pendek dibanding vertebra normal. Dari proyeksi anteroposterior, tulang vertebra akan melebar dari atas ke bawah , dan segmen lumbal 5 merupakan segmen yang terlebar, namun pada penderita akondroplasia, tulang vertebra akan menyempit dari atas kebawah, dan lumbal ke 5 merupakan vertebra yang terkecil. Pada proyeksi lateral, shaded pedikel lebih pendek dan kanalis spinalis lebih mendatar dibanding normal. Sudut bagian dorsal tampak lebih konkaf. Pada bagian ventral tulang vertebra bisa ditemukan gambaran ujung yang membulat (bullet nose) karena vertebra torakolumbal mengalami hipoplasi. Ruang intervertebra lebih dalam dengan korpus vertebra yang lebih kecil.<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />Gambar 8<br />Perbandingan vertebra lumbal pada orang normal dan penderita akondroplasia dari proyeksi frontal (A) dan lateral (B), vertebra lumbal semakin melebar dari atas ke bawah dari proyeksi frontal, corpus L5 merupakan corpus paling sempit, hal ini berlawanan dengan gambaran vertebra penderita akondroplasia. Pada proyeksi lateral, tampak bayangan pedikel memendek dan kanalis spinalis memipih kurang dari setengah nilai normal, bagian dorsal dari tulang vertebra akondroplasia menjadi sedikit konkaf. Ruang intervertebra lebih dalam dan corpus vertebra lebih kecil dibanding vertebra normal. Gambar C menunjukan gambaran khas vertebra torakolumbar penderita akondroplasia. 6<br /><br />Pelvis.<br /> Terbatasnya pertumbuhan tulang iliaka akan menyebabkan berkurangnya ukuran pelvis, sehingga wanita yang menderita akondroplasia sulit untuk melahirkan pervaginam. Dari proyeksi vertikal, pelvis tampak lebih pendek dan relatif lebih lebar. Pada bayi, dengan bertambahnya ruang kartilago, mineralisasi tulang, iregularitas dan mangkok asetabulum, pelvis tampak lebih datar.<br /> Sayap iliaka melebar, sementara sacroiliaka menyempit, sehingga menyerupai gelas sampanye ( champagne glass )<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />Tulang tengkorak <br /> Tulang tengkorak tampak lebih besar dengan dasar yang pendek. Dasar tengkorak tampak lebih pendek, hal ini disebabkan karena dasar tengkorak berasal dari kartilago. Hal ini menyebabkan foramen magnum menyempit dan menimbulkan stenosis spinal.<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />Gambar 10<br />Pandangan lateral (A) dan anteroposterior Towne (B) tengkorak akondroplasia, pada proyeksi lateral, tampak pemendekan kartilago yang kontras dengan pembesaran tulang calvaria. Proyeksi B menunjukan ukuran foramen magnum yang kecil, sehingga mempermudah timbulnya hidrosefalus. 6<br /><br /><br />UltraSonography (USG)<br /> Pemeriksaan USG merupakan pemeriksaan non invasif untuk menilai keadaan ventrikel sebelum ubun-ubun besar menutup. Pada akondroplasia bisa ditemukan hidrosefalus. Pemeriksaan USG dilakukan pada usia 2,4 dan 6 bulan untuk memonitor ukuran ventrikel atau adanya hidrosefalus. <br /><br />Computed Tomography (CT) <br /> Pada pemeriksaan CT, tampak berkurangnya diameter transversal dan sagital foramen magnum jika dibanding dengan ukuran normal . Penekanan di foramen magnum atau di kanalis spinalis yang lebih sempit ini menyebabkan kelainan neurologis seperti sleep apnea dan defisit neurologis, yang akan membaik jika dilakukan dekompresi melalui laminektomi.<br /> Melalui pemeriksaan CT juga tampak kelainan morfologi pada tulang temporal berupa ; tidak berkembangnya sel udara mastoid, pemendekan kanalis karotis, penipisan dasar tengkorak, peninggian tulang petrosus, terputarnya koklea yang semuanya bisa menimbulkan gangguan pendengaran dan mempermudah timbulnya otitis media.<br /><br />Magnetic Resonance (MR)<br /> Pemeriksaan MR menunjukan penyempitan ruang subarachnoid setinggi foramen magnum, dan bisa ditemukan kelainan yang disebabkan karena penekanan pada cervicomedullary junction”. Pemeriksaan MR merupakan pemeriksaan pilihan pada kasus akondroplasia dengan dugaan stenosis spinal<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />Gambar 11<br />Pemeriksaan MRI pada bayi dengan akondroplasia menunjukkan penyempitan foramen magnum sehingga menekan spinal cord.6<br /><br /><br />Tata laksana <br />Perlu dilakukan pemantauan pertumbuhan, berat badan dan lingkar pada tiap bulan selama tahun pertama, U/L ratio, pemeriksaan neurologik berkala, infeksi telinga tengah dan pertumbuhan gigi yang crowded, kontrol obesitas. Kadang-kadang perlu tindakan bedah, leg lengthening procedures, release compresion, lumbar laminectomy pada spinal stenosis. Perlu konsultasid pada neurolog, bedah saraf, THT dan konsultasi genetik.3,7-10 <br />Pemberian growth hormon masih kontroversi. GH tidak bermanfaat untuk terapi akondroplasia karena kartrilago epifisis abnormal dan zone proliferasi tipis. Tetapi sebagian masih memberikannya sebagai terapi standar. Pemberian dosis standar dapat meningkatkan pertumbuhan. Empat belas pasien yang diobati di National Cooperative Growth Study (0,317 mg/kg/minggu) selama 2,6 tahun meningkatkan pertumbuhan 0,7 SD. Pada penelitian berikutnya kecepatan pertumbuhan bertambah dari 3,8 ke 6 cm pertahun pada tahun pertama dan 4,4 cm pertahun pada tahun ke dua. Ada pendapat bahwa dosis tinggi (0,6 cm / kg per minggu) merangsang kecepatan pertumbuhan pasien akondroplasia. Pemberian jangka pendek tidak merubah disproporsi. Begitu juga terhadap lingkaran foramen magnum,meskipun demikian respon terhadap tinggi akhir belum dapat diprediksi . 8-10<br /><br />Pemantauan rawat jalan <br />Pertumbuhan dan lingkar kepala diplot pada grafik khusus perlu pemantauan : neurologi, CT scan, MRI, dan lain-lain. Deteksi adanya infesi telinga tengah dan periksa pertumbuhan gigi.1,2,4 <br /><br />Prognosis <br />Intelegensi dan harapan hidup normal.1,2,4<br /><br />DISKUSI <br />Telah dilaporkan sebuah kasus akondroplasia pada seorang anak berumur 13 bulan dengan keluhan pertumbuhan yang terlambat. Keadaan ini ditemukan beberapa bulan setelah lahir sehingga sesuai dengan akondroplasia. Berbeda dengan bentuk lain seperti thanatropik displasia yang sudah terjadi prenatal, dan hipokondroplasia yang biasanya terjadi pada tahun pertama. Klinis dan pemeriksaan fisik lain yang menyokong adalah : perbandingan segmen atas dan segmen bawah, perawakan pendek dengan perbandingan yang disproporsional antara lengan dan tungkai, kepala yang lebih besar dengan penonjolan bagian frontal, thorak yang tipis serta gambaran wajah yang khas , punggung sedikit lordosis. Bone survey sesuai dengan ankondroplasia. Pada pasien ini tidak terdapat hidrosefalus yang bisa saja terjadi pada seorang anak dengan akondroplasia, namun ini perlu dikontrol untuk mengetahui secara dini kelainan hidrosefalus. <br />Akondroplasia pada pasien ini mungkin disebabkan mutasi baru yang terjadi pada salah satu orang tua. Hal ini berdasarkan tidak adanya riwayat keluarga pendek atau kerdil pada kedua keluarga dan usia kedua orang tua yang sudah lanjut. Anak ini cukup mendapat kebutuhan ASAH, ASIH, dan ASUH, namun keterlambatan motorik dan bicara mungkin disebabkan kelainan anatomis. <br />Prognosis pasien ini secara teoritis adalah baik. Dukungan moril pada keluarga perlu sekali agar anak tumbuh dan kembang optimal. <br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />Daftar Pustaka<br /><br />1. Khan AN. Achondroplasia. Didapat dari http://www.emedicine.com. Last update Juli 2008.<br />2. Trotter TL, Hall JG and Committee of Genetics. Health supervision for children with achondroplasia. Pediatrics 2005;116:771-82.<br />3. Committee of genetics. Health supervision for children with achondroplasia.American academy of pediatric 1995;90:443-51.<br />4. Clark RN. Congenital dysplasias and dwarfism. Pediatr Rev 1990;12:149-59.<br />5. ------. Pediatric musculoskeletal radiology. Dalam : Petterson H, Ed. A global textbook of radiology.<br />6. ------ Skeletal dysplasias. Dalam: Silverman F, Kuhn J, Ed. Caffey’s pediatric x-ray diagnosis: an integrated imaging approach; Edisi ke-9 St.Louis: Mosby,1993; 1574-87. <br />7. Cocburn SB, Hilt NE. Manual of orthopaedics. Saint Louis: CV Mosby Co, 1980; <br /> 369-70. <br />8. Gordon IRS, Ross FGM. Diagnostic radiology in paediatrics. Boston: Butterworth Co <br /> (Publ) Ltd, 1977; 2-3. <br />9. Lovel WW, Winter RB. Pediatric orthopaedics. Edisi ke-2; Philadelphia: JB <br /> Lippincott Co, 1989; 45-8. <br />10. Sillerve DO. Genetic skeletal dysplasia. Kliegman RM, Nelson WE, Vaughan VC, <br /> Eds. Nelson text book of pediatrics. Edisi ke-18; Philadelphia: WB Saunders Co, <br /> 1996; 638-9. <br />11. Brashear HR, Reney RB. Shands' handbook of orthopaedic surgery. Edisi ke-6: Saint <br /> Louis: CV Mosby Co, 1978; 56-96.<br />12. Warkany J. Congenital malformation. Edisi 1; Chicago: Year Book Medical Publ Inc, <br /> 1971; 767-81.Buah Hatikuhttp://www.blogger.com/profile/06641198823129527590noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-716129191370657373.post-50887352122961164632010-04-03T22:40:00.000-07:002010-04-03T22:43:01.011-07:00pemantauan bayi prematurPEMANTAUAN JANGKA PANJANG BAYI DENGAN PREMATURITAS <br /><br /><br />Pendahuluan <br />Angka kejadian bayi prematur di Indonesia, masih cukup tinggi dan merupakan bagian terbesar dari kelompok bayi dengan berat lahir rendah (BBLR).Angka kejadian BBLR di Indonesia adalah 14-20 % .1 Bayi prematur termasuk dalam kelompok bayi risiko tinggi yang memerlukan pemantauan tumbuh kembang secara berkala dan terus menerus. Banyak masalah yang akan timbul pada bayi prematur, antaralain gangguan pertumbuhan, gangguan perkembangan seperti palsi serebral, retardasi mental, gangguan pendengaran, gangguan penglihatan seperti retinopati prematuritas, gangguan perilaku serta gangguan belajar, semakin kecil masa gestasi, makin besar risiko terjadinya gangguan tumbuh kembang.1,2 <br />Untuk mencapai perkembangan yang optimal, disamping asupan nutrisi yang tepat perlu dilaksanakan intervensi berupa stimulasi dini. Berbagai program intervensi telah dijalankan pada bayi prematur, untuk memperbaiki interaksi orang tua dan anak serta memperbaiki perkembangan neurologis. American Academy of Pediatric menyarankan untuk memantau pertumbuhan dan perkembangan bayi prematur sampai berusia 7-10 tahun sehingga bisa mengidentifikasi dini gangguan pertumbuhan, gangguan perkembangan, mengadakan konseling orangtua, identifikasi dan penanganan masalah medis anak.1-4<br />Penyajian kasus panjang ini bertujuan untuk mengetahui tentang tumbuh kembang seorang bayi prematur dan aspek lingkungan yang mempengaruhinya. <br /><br />Kasus <br />Seorang neonatus laki-laki, usia 3 jam, dikirim dari RS Bersalin ke Bagian Perinatologi RS. Dr. M. Djamil pada tanggal 5 Juli 2008, dengan keterangan lahir prematur dan BBL 1100 gram. Nilai Apgar 5 pada menit pertama dan 6 pada menit kelima. Bayi belum diberi minum . <br /> <br />Riwayat Kehamilan / Persalinan <br />Ibu berusia 34 tahun, ini merupakan kehamilan kedua, anak pertama meninggal dalam kandungan karena ibu menderita hipertensi yang terjadi sebelum kehamilan, pada kehamilan kedua ini ibu masih menderita hipertensi. Hari pertama haid terakhir ibu (HPHT) tidak ingat. Selama hamil ibu kontrol teratur ke SpOG dan dinyatakan tekanan darah ibu tinggi, setiap kontrol tekanan darah berkisar 200/100 mmHg. Kualitas dan kuantitas makanan selama hamil cukup baik. Ibu hanya minum obat-obatan yang diresepkan dokter. <br /><br />Riwayat Sosial / Ekonomi <br />Ibu pasien berpendidikan D3 (ekonomi), sebagai ibu rumah tangga dan ayah berusia 34 tahun, pendidikan S1, bekerja sebagai pedagang buku sekolah dengan penghasilan lebih kurang Rp. 2.000.000,- per bulan. <br /><br /><br /><br /><br /><br />Pemeriksaan Fisik <br />Keadaan umum : sakit berat, letargis dan menangis lemah, frekuensi nadi : 140 x/menit, nafas 50 x/menit, suhu 36,7 0C . Berat badan : 1100 gram, panjang badan : 44 cm. <br />Bentuk kepala normal, ubun-ubun besar 1,5 x 1,5 cm, ubun-ubun kecil 0,5 x 0,5 cm. Kulit : tipis dan licin. Mata : tidak ada kelainan. Telinga : terdapat pelipatan pada sebagian tepi pinna. Pinna lembek, mudah dilipat, rekoil pelan. Hidung : tidak ditemukan nafas cuping hidung. Mulut : tidak ditemukan sianosis sirkum oral. Leher : tidak ada kelainan. Toraks : tidak ditemukan retraksi, normochest, simetris, puting terlihat samar-samar, belum terlihat areola, teraba jaringan mammae, diameter < 0,5 cm. Jantung : irama teratur, tidak ditemukan bising. Paru : suara nafas bronkovesikuler, lendir / ronki tidak ada. Abdomen : datar, terlihat vena dan cabang-cabangnya di dinding abdomen. Perabaan supel, hepar teraba ¼ - ¼, lien tidak teraba. Tali pusat segar, warna putih, mengkilap, umbilikus normal. Genitalia : undensensus testis dekstra. Ekstremitas : garis telapak kaki terlihat pada ½ anterior, tidak ada edema. Anus : ada.Tulang-tulang: tidak ditemukan kelainan <br /> Refleks neonatal (Moro, rooting, isap dan pegang) belum ditemukan. <br />Ukuran : Lingkaran kepala : 30 cm, lingkaran dada : 28 cm, lingkaran perut : 26 cm, simpisis kaki : 21 cm, panjang lengan : 16 cm, panjang kaki : 19 cm, kepala simpisis : 23 cm. Kriteria ballard : 12, Dubowitz : 7. Taksiran maturitas : 29-30 minggu, sesuai dengan masa kehamilan menurut kurva Battaglia dan Lubchenco <br /> <br /> Pemeriksaan laboratorium : Hb : 15,2 g % , leukosit : 12.600 / mm3, hitung jenis : 0/1/1/53/28/17, gula darah random : 90 mg % <br /><br />Diagnosis kerja: Neonatus BBLSR 1100 g, lahir Seksio sesaria ai hipertensi <br />Ibu hipertensi, ketuban jernih <br />Taksiran maturitas 29-30 minggu (SMK)<br />Nilai Apgar 5/6 (asfiksia sedang – partus luar) <br />Jejas persalinan tidak ada <br />Kelainan kongenital : undensensus testis dekstra<br />Keadaan sekarang : BBLSR 1100 gram<br /><br /> Bayi dirawat dalam inkubator dengan suhu 36ºC di ruang Peristi level II karena tidak bersedia dirawat di ruangan NICU dengan alasan keterbatasan biaya. Selama 15 hari perawatan bayi tidak mengalami distres pernafasan, demam,kejang dan ikterik. Tanda vital stabil dan tidak ditemukan kelainan pada pemeriksaan fisik. Pemberian cairan intravena mulai dikurangi seiring dengan meningkatnya pemberian ASI, ASI mulai diberikan hari ke-3 pada saat kondisi bayi stabil. Pada awalnya ASI diberikan melalui sonde, pada hari ke-6 telah mendapat ASI sesuai kebutuhan harian dan pemberian cairan intravena dihentikan pada saat ini, pada hari ke-8 perawatan refleks isap muncul dan bayi dicobakan menyusu langsung pada ibunya, buang air besar dan buang air kecil tidak ada masalah. Antibiotik ampisilin 2x 50 mg dan gentamisin 1 x 5 mg diberikan secara intravena, dan dihentikan hari ke-5 karena kultur darah steril.<br /> Selama 15 hari perawatan terdapat peningkatan berat badan dari 1100 menjadi 1400 gram, bayi telah bisa menyusu langsung, tidak ada distress pernafasan. Pada ibu telah diajarkan merawat bayi dengan metode kangguru, sehingga saat perawatan di rumah ibu bisa melakukannya, juga diajarkan pijat bayi dengan demikian ibu juga memberikan rangsangan taktil pada bayi, serta memanggil anaknya dan memberi suara musik untuk rangsangan pendengaran. <br /> Pada saat pulang, bayi tidak mengalami gangguan pernafasan, demam, kejang atau ikterik,menyusu kuat dengan toleransi minum baik, aktif, tidak ditemukan kelainan pada pemeriksaan fisik. Berat badan pulang 1400 gram dan ibu telah bisa melakukan perawatan pada bayinya. Pemeriksaan USG kepala tidak menunjukkan adanya kelainan.<br /><br />Faktor genetik / heredokonstitusional <br />Pasien merupakan bayi prematur, lahir melalui sectio cesaria karena ibu mengalami hipertensi, mengalami asfiksia sedang (partus luar), dengan berat badan 1100 gram. Selama perawatan pasien tidak pernah tampak kebiruan,kuning atau kejang. Pada saat kehamilan pertama ibu juga mengalami hipertensi dan bayi meninggal dalam kandungan saat usia 8 bulan. <br />Ibu tidak mengkonsumsi jamu ataupun obat-obatan selain yang diresepkan oleh dokter spesialis kebidanan. Selama kehamilan ibu tidak mempunyai masalah dengan makanan, gizi ibu cukup baik dan rajin minum susu ibu hamil. Selama kehamilan ibu menderita hipertensi dan selalu kontrol pada dokter spesialis kebidanan.<br /><br />Faktor lingkungan <br />a. Ekosistem mikro <br />Ibu berusia 34 tahun, Suku Minangkabau, pendidikan D3, sebagai ibu rumah tangga. Ibu sangat perhatian pada perkembangan bayi dan mau mengikuti nasehat dokter. Pendidikan ibu cukup tinggi, sehingga komunikasi antara dokter dan ibu cukup baik. <br /><br />b. Ekosistem mini<br />Ayah berusia 34 tahun, pendidikan S1, bekerja sebagai pedagang buku sekolah. <br />Hubungan dalam keluarga terlihat cukup harmonis. Ayah dan ibu menjalankan fungsi masing-masing dengan cukup baik, keduanya saling menghormati serta mempunyai keinginan dan perhatian cukup besar untuk pemenuhan kebutuhan dasar anaknya. Ayah bertanggung jawab dalam mencari nafkah bagi keluarga.<br /><br />c. Ekosistem Meso<br />Pasien sekeluarga tinggal di rumah permanen berstatus kontrak di sebuah kompleks perumahan. Rumah cukup besar, berukuran 10x8 meter, terdiri dari ruang tamu, ruang tidur, dapur dan kamar mandi, berlantai keramik, ada halaman dan garase. Rumah terlihat cukup bersih, ventilasi cukup, sumber listrik dari PLN dan sumber air berasal dari PAM. Tingkat ekonomi keluarga pasien cukup baik, dengan penghasilan ayah + Rp. 2.000.000./ bulan.<br />Sarana kesehatan mudah dicapai, Puskesmas terdekat berjarak + 1 km, terdapat dokter praktek swasta dan bidan sekitar 500 m. Keluarga mempunyai sepeda motor sebagai sarana transportasi. Untuk telekomunikasi ayah dan ibu mempunyai telepon seluler. <br /><br />Pemenuhan kebutuhan dasar <br />Kebutuhan fisik-biomedis (ASUH) <br /> Pasien mendapat ASI sejak perawatan, ibu telah diajarkan cara memberikan ASI yang benar, sebagai bayi yang lahir prematur dengan berat badan lahir sangat rendah, terdapat penyulit yang berhubungan dengan pencernaan, seperti mudah terjadi gastroesofageal refluks. Kepada ibu diterangkan hal ini dan dianjurkan untuk berhati-hati sewaktu memberikan anak minum. <br /> Rumah permanen dan layak huni, sumber air dan penerangan baik, sampah diambil petugas keliling. Higiene dan sanitasi lingkungan baik. Kebutuhan sandang juga terpenuhi dengan baik. <br /><br /><br />Kebutuhan emosi / kasih sayang (ASIH) <br />Hubungan kedua orang tua dan anak tampak cukup erat. Di rumah sakit, telah diusahakan terjadinya komunikasi sedini mungkin. Ibu datang ke rumah sakit pada hari keempat perawatan dan terlibat langsung dalam perawatan bayinya. <br /><br />Kebutuhan akan stimulasi mental (ASAH) <br />Stimulasi terhadap pasien telah dimulai sedini mungkin, sejak pasien masih di rumah sakit. Saat pasien masih dirawat dalam inkubator, ibu telah dilibatkan dalam perawatannya. Kepada ibu dianjurkan untuk mengajak bicara bayinya dengan lembut, walaupun bayi belum bisa digendong. <br /> Setelah bayi cukup stabil, dimulai perawatan bayi lekat (kanggaroo baby care) dengan meletakkan bayi diantara kedua payudara ibu dan kemudian ditutupi dengan pakaian, sehingga terjadi kontak kulit dengan kulit antara bayi dan ibu yang berupa rangsangan taktil dan bayi mendengar detak jantung ibu yang merupakan rangsangan auditori terhadap bayi. Rangsangan taktil juga diberikan dengan cara memijat bayi, selain diajarkan secara langsung, kepada ibu juga diberikan satu buku tentang cara memijat bayi. <br />Selama di rumah sakit ibu diajarkan keterampilan membersihkan, memandikan, mengganti pakaian, memberi minum dan menenangkan bayi. Ibu dianjurkan sedekat mungkin dengan bayi, sehingga menghilangkan ketakutan dan kecemasan serta mendorong ibu untuk menikmati kebersamaan dengan bayinya. <br /><br />Masalah yang dihadapi<br />Sebagai bayi yang lahir prematur dengan berat badan lahir sangat rendah, terdapat kemungkinan beberapa penyulit, seperti gangguan nutrisi, gangguan neurologis, pendengaran, penglihatan, dan tumbuh kembang. Kepada ibu diterangkan hal ini dan dianjurkan untuk membawa bayi untuk kontrol teratur ke RS. Dr. M. Djamil dan kedokter spesialis, juga akan dilakukan kunjungan kerumah untuk memantau pertumbuhan dan perkembangan. Pemeriksaan yang akan dilakukan antara lain pengukuran berat badan, panjang badan, lingkar kepala, pemeriksaan mata untuk melihat adanya retinopati prematuritas dan telinga untuk mengetahui adanya gangguan pendengaran serta pemberian vaksinasi. Skrining perkembangan juga akan dilakukan dengan Denver Development Screening Test II (DDST II) dan Early Language Milestone (ELM) scale 2 serta Bayley Infant Neurodevelopmental Screener (BINS). Setelah memperhatikan keadaan tersebut diatas, maka masalah yang akan dihadapi oleh pasien dan keluarga adalah sebagai berikut :<br /><br />Masalah pasien ini :<br /> 1. Bayi berisiko tinggi akan mengalami gangguan pertumbuhan, <br /> perkembangan, gangguan fungsi pendengaran, penglihatan dan kognitif.<br /> 2. Bayi berisiko mengalami gangguan dalam hal nutrisi (menerima asupan <br /> makanan, refluks gastroesofageal), berisiko mengalami defisiensi vitamin dan mineral <br /> ( vitamin D,E,K, asam folat, besi dan zinc).<br /> 3. Bayi berisiko untuk mengalami tindakan bedah karena adanya undensensus testis.<br /> 4. Bayi berisiko tinggi mengalami komplikasi selama 1 tahun pertama berupa <br /> komplikasi pada sistem respirasi (Sudden Infant Death Syndrome/SIDS, <br /> mengi rekuren), mata (Retinopathy of Prematurity/ROP, strabismus,miopia), telinga <br /> (tuli saraf, konduktif), gastrointestinal (muntah, konstipasi), neurologi (retardasi <br /> mental, hipotoni, hemiplegi, hidrosefalus) dll.<br /><br /><br /><br />Masalah keluarga :<br /> 1. Kedua orang tua belum memahami tentang risiko yang akan dihadapi oleh <br /> anaknya yang prematur.<br /> 2. Kedua orang tua belum memahami kebutuhan nutrisi pada bayi prematur.<br /> 3. Kedua orang tua belum memahami pentingnya stimulasi dini pada bayi <br /><br />Rencana pemecahan masalah.<br />Pasien :1. Melakukan pemantauan pertumbuhan pasien secara berkala dan merencanakan <br /> pengukuran berat badan sampai usia 2 tahun, panjang badan sampai usia 40 <br /> bulan dan pengukuran lingkar kepala sampai usia 18 bulan, sesuai dengan usia <br /> koreksi pematuritas dan memberikan tatalaksana jika ditemukan kelainan.<br /> 2. Memberikan nutrisi yang optimal bagi kebutuhan pertumbuhan dan perkem<br /> bangan bayi berupa ASI eksklusif sampai usia 6 bulan, bubur susu, buah <br /> biskuit, nasi tim saring, nasi tim dan makanan keluarga sesuai dengan usia <br /> pasien.<br />3. Melakukan konsultasi ke Bagian THT untuk pemeriksaan fungsi pendengaran dan merencanakan penatalaksanaan jika ditemukan kelainan.<br />4. Melakukan konsultasi ke Bagian Mata untuk pemeriksaan fungsi penglihatan <br /> dan merencanakan penatalaksanaan jika ditemukan kelainan.<br />5. Melakukan pemantauan perkembangan meliputi fungsi bahasa dan kemampuan motorik, perkembangan neurologi, perkembangan kognitif dengan tes DDST II, ELM scale 2 dan BINS secara berkala dan merencanakan penatalaksanaan jika ditemukan kelainan.<br />6. Memberikan vaksinasi bagi bayi sesuai anjuran IDAI.<br /><br />Keluarga :<br />1. Menjelaskan kepada keluarga tentang risiko yang akan dihadapi oleh bayinya.<br />2. Mengajarkan ibu tentang pemberian asupan nutrisi yang lengkap bagi bayi.<br />3. Menjelaskan kepada keluarga tentang pentingnya stimulasi dini dan pemantauan terhadap bayi.<br />4. Mengajarkan ibu untuk memberikan stimulasi dini pada bayinya, seperti stimulasi taktil (pijat), penglihatan dan pendengaran (audio visual), dan kinestetik.<br /> <br />Rencana pemantauan selanjutnya :<br />1. Pemantauan pertumbuhan.<br />2. Pemantauan perkembangan berupa perkembangan bahasa dan kemampuan motorik perkembangan neurologi serta perkembangan kognitif.<br />3. Konsultasi dengan Bagian THT untuk penilaian fungsi pendengaran<br />4. Konsultasi dengan Bagian Mata untuk penilaian fungsi penglihatan (ROP)<br />5. Pemberian vaksinasi <br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />Hasil pengamatan 1. Juli 2008 – Desember 2008.<br /> Pada periode ini dilakukan 3 kali kunjungan rumah, yaitu 2 minggu setelah pasien dipulangkan, saat bayi berusia 4 bulan dan usia 6 bulan (usia kronologis)<br /><br />Kunjungan pertama (2 minggu setelah pulang)<br /> Pada pengamatan pertama, bayi mendapat ASI dan tampak menyusu kuat, tidak ada gangguan pernafasan dan gangguan pencernaan, tidak demam, buang air besar dan buang air kecil tidak ada keluhan. Berat badan saat kunjungan ini 1,5 kg.<br />Dari pemeriksaan fisik tidak ditemukan kelainan pada kepala, ukuran kepala 33 cm, normal menurut standar Nellhaus pada usia koreksi, tidak ditemukan kelainan pada mata, telinga, pada pemeriksaan jantung tidak ditemukan bising, abdomen dalam batas normal, tidak ditemukan hernia umbilikalis, kedua ekstremitas dalam batas normal, gerakan aktif, masih ditemukan undensensus testis dekstra. <br /> Orangtua masih memberikan stimulasi pada anaknya, meliputi semua aspek yaitu stimulasi taktil, vestibular kinestetik, pendengaran dan visual. Saat pengamatan bayi telah bisa menatap muka orang tuanya, bereaksi terhadap bunyi bel dan bersuara walaupun belum jelas.<br /><br />Kunjungan kedua (usia 4 bulan)<br /> Pada pengamatan kedua, bayi masih mendapat ASI, menyusu kuat, tidak mengalami gangguan pencernaan dan pernafasan, bayi minum + 8 kali perhari dan tidak mengalami keluhan seperti berak encer atau muntah, bayi berganti pampers sekitar 6-8 kali perhari menunjukan bahwa kebutuhan nutrisi tercukupi, tidak pernah mengalami demam, kejang atau sesak nafas.Berat badan pada kunjungan ini 5,5 kg dan panjang badan 55 cm, dengan BB/U 119%, TB/U 100% dan BB/TB 119% dengan kesan overweight (pengukuran dengan usia koreksi), lingkar kepala 34,5 cm, normal sesuai standar Nellhaus. <br /> Imunisasi diberikan sejak umur 1 bulan sesuai jadwal yang dianjurkan IDAI, imunisasi yang telah didapatkan pada usia 1 bulan adalah hepatitis B 1, usia 2 bulan ; hepatitis B 2, BCG, DPT 1 dan polio 1 serta pada usia 4 bulan; DPT 2 dan polio 2, imunisasi dilakukan oleh dokter spesialis anak .<br />Hubungan kedua orang tua dan anak sangat erat. Pasien tinggal bersama ayah dan ibu, namun karena ayah sering bertugas keluar kota, pasien tampak lebih dekat dengan ibu dibanding ayah. <br /> Pada usia ini DDST II memberikan kesan normal, semua tugas dari 4 kelompok tes (motorik kasar, motorik halus, bahasa dan personal sosial) bisa dilakukan dengan baik.<br />Dari tes motorik kasar, bayi mulai mengangkat kepala walaupun tidak lama, untuk motorik halus bayi telah bisa mengikuti benda kegaris tengah, tes personal sosial bayi telah bisa menatap muka bahkan tersenyum pada ibunya, untuk tes bahasa, bayi telah bereaksi terhadap bunyi bel dan telah mengeluarkan suara ’ooo aaahh’<br />Tes Early Language Milestone Scale 2 (ELM scale 2) telah dilakukan dengan baik, dan memberikan hasil normal di ketiga tes (Auditori ekspresif, auditori reseptif,dan visual).<br />Orangtua masih memberikan stimulasi pada anaknya, meliputi semua aspek yaitu stimulasi taktil, vestibular kinestetik, pendengaran dan visual. Pada saat ini bayi bisa menatap muka orangtuanya, mengikuti bel yang digerakan didepannya, bersuara walaupun belum keras, dan menggerakan kepala.<br /><br />Kunjungan ketiga (usia 6 bulan) <br />Pada kunjungan ketiga pasien sudah tidak mendapat ASI, hanya mendapat ASI sampai usia 5 bulan karena ibu merasa ASI kurang, sehingga ibu memberi susu formula. Ibu memberikan susu formula sesuai dengan takaran yang dianjurkan. Bayi minum + 8 kali perhari dan tidak mengalami keluhan seperti berak encer atau muntah, bayi berganti pampers sekitar 6-8 kali perhari, hal ini menunjukan kebutuhan nutrisi terpenuhi, tidak pernah mengalami demam, kejang atau sesak nafas.<br />Pada pemeriksaan fisik masih terdapat undensensus testis, sedangkan pemeriksaan lainnya dalam batas normal. <br /> Stimulasi terhadap pasien masih diberikan, mencakup stimulasi taktil, vestibular kinestetik, pendengaran dan visual. Kepada ibu dianjurkan untuk mengajar bicara bayinya, ibu dianjurkan sering menatap mata bayi dan mengajak tersenyum. Rangsangan taktil juga diberikan dengan cara memijat bayi. Ibu dianjurkan untuk mengajak bayinya bercakap-cakap, kontak mata dan memberikan mainan sesuai umur yang bisa merangsang perkembangan bayi, seperti mainan berwarna terang, kerincingan dan lain-lain. <br />Pada ibu diajarkan usaha relaktasi untuk merangsang produksi ASI, diharapkan dengan relaktasi ibu bisa kembali memberikan ASI pada bayinya. <br />Pada usia ini pemeriksaan mata untuk mencari adanya ROP memberikan hasil normal, tidak ditemukan kelainan.<br /><br />Masalah yang ditemukan :<br />Bayi hanya mendapatkan ASI sampai usia 5 bulan.<br />Pemecahan masalah :<br />Mengajarkan ibu untuk relaktasi<br /><br />Analisis :<br /> Pada periode ini dilakukan 3 kali kunjungan rumah, 2 minggu setelah pasien pulang, pada usia 4 dan 6 bulan (usia kronologis). Pada periode ini tidak ditemukan masalah klinis, bayi tidak mengalami gangguan pernafasan, gangguan menyusu dan cukup aktif. Berat badan meningkat sesuai dengan usia koreksi bahkan cenderung mengalami overweight, kemungkinan bayi dalam proses tumbuh kejar untuk mencapai berat badan sesuai dengan usia kronologisnya, terdapat penambahan panjang badan dan peningkatan ukuran lingkar kepala yang sesuai dengan usia koreksi, masih ditemukan undensensus testis, sedangkan pada pemeriksaan lain tidak ditemukan kelainan. Pada bayi ini juga tidak ditemukan tanda-tanda defisiensi nutrisi sehingga bisa tumbuh dengan optimal. <br /><br />Kebutuhan fisik-biomedis (Asuh)<br /> Kebutuhan asuh bagi bayi ini telah cukup terpenuhi, walaupun bayi tidak mendapatkan ASI eksklusif, tapi ibu tetap berusaha melakukan relaktasi sesuai dengan anjuran, namun hasilnya belum memuaskan, sehingga ibu memberikan susu formula agar kebutuhan nutrisi tetap terpenuhi. Selama masa ini, bayi mendapatkan imunisasi dasar sesuai dengan usianya, dan tidak mengalami masalah setiap setelah imunisasi, seperti demam atau bengkak di lokasi penyuntikan.<br /><br />Kebutuhan emosi/ kasih sayang (Asih)<br />Kedua orangtua sangat menyayangi bayinya, demikian juga dengan keluarga besar pihak ayah ataupun ibu.<br /><br />Kebutuhan akan stimulasi mental (Asah)<br /> Sejak awal kedua orangtua telah diberitahukan tentang pentingnya stimulasi dini pada bayinya, meliputi stimulasi taktil, vestibular, pendengaran dan visual sehingga dalam perawatan sehari-hari di rumah, mereka bisa melaksanakan stimulasi. Bayi berkembang dengan baik, dapat dilihat dari DDST II dan ELM 2 yang dilakukan memberikan hasil yang baik, bayi dapat melakukan semua tes sesuai usia koreksinya.<br />Hasil pengamatan 2 : Januari 2009 – Juni 2009.<br /> Kunjungan rumah keempat saat bayi berusia 7 bulan dan kunjungan kelima pada usia 10 bulan (usia kronologis).<br /><br /><br /><br />Kunjungan keempat (usia 7 bulan) <br />Pada periode ini, bayi pernah mengalami satu periode diare tanpa dehidrasi, dan dilakukan usaha rehidrasi oral berupa pemberian oralit di pojok usaha rehidrasi oral (URO) Bangsal Anak RSUP dr M Jamil, setelah pemberian cairan selama 3 jam, terjadi perbaikan, sehingga bayi tidak perlu dirawat.<br /> Usaha relaktasi telah dilakukan namun hasil belum memuaskan, sehingga ibu tetap memberikan susu. Bayi telah diberi bubur sereal, buah dan jus buah serta biskuit, bayi bisa menerima makanan yang diberikan, menghabiskan makanan dengan baik dan tidak mengalami muntah atau sesak nafas.<br />Pemeriksaan fisik pada saat ini tidak menunjukan kelainan, tekanan darah 100/60 mmHg, kepala dalam batas normal, tidak ditemukan kelainan pada mata, jantung dan paru dalam batas normal, abdomen tidak distensi, ekstremitas normal, tidak ditemukan kelemahan atau spastik, tidak ditemukan lagi undensensus testis. Berat badan bayi 7 kg terletak pada presentil 75 dan panjang badan 62 cm terletak pada presentil 25 dengan BB/U : 107 %, TB/U : 98 % dan BB/TB : 109 %, lingkar kepala 39 cm, ukuran ini normal sesuai standar Nellhaus.<br />Imunisasi yang telah diberikan pada saat ini adalah Hepatitis B 3, DPT3 dan polio3. Bayi tidak mengalami masalah setiap setelah imunisasi.<br /> Bayi telah bisa menolehkan kepala kearah suara, bisa memegang kerincingan, mengamati manik-manik ditangan, telah bisa tengkurap dan mengangkat kepala, memasukkan sesuatu benda kedalam mulut, tertawa dan berteriak saat diajak bercanda oleh orangtua.<br /> Pada saat ini DDST II memberikan kesan normal, semua tugas dari 4 kelompok tes (motorik kasar, motorik halus, bahasa dan personal sosial) bisa dilakukan dengan baik.<br />Tes ELM scale 2 telah dilakukan, dan memberikan hasil normal di ketiga tes (Auditori ekspresif, auditori reseptif,dan visual).<br /> Orangtua tetap dianjurkan untuk memberikan stimulasi bagi anaknya, seperti bermain ciluk ba, melihatkan bayangan dirinya dicermin, memberikan musik, mainan, memanggil namanya, memanggil mama-papa, mengulang beberapa kata, membantu bayi untuk tengkurap, berguling, telentang dan posisi duduk, berdiri, melangkah dengan berpegangan, pada bayi diberikan biskuit untuk dipegang dan dimasukan kedalam mulut. Untuk rangsangan gerak halus, koordinasi visual, kognitif dan kemandirian, diajarkan bersalaman, bertepuk tangan, melambaikan tangan dan menunjuk kebenda-benda yang agak jauh.<br /><br /><br />Kunjungan kelima (usia 10 bulan) <br />Tidak ada keluhan, bayi tampak aktif, buang air besar dan buang air kecil normal. Saat ini bayi masih mendapat susu bantu dan telah diberi nasi tim saring 3 kali sehari, bayi bisa menerima makanan yang diberikan, menghabiskan makanan dengan baik dan tidak mengalami muntah ataupun sesak nafas.<br />Pemeriksaan fisik pada saat ini tidak menunjukan kelainan, tekanan darah 100/60 mmHg, kepala dalam batas normal, tidak ditemukan kelainan pada mata, jantung dan paru dalam batas normal, abdomen tidak distensi, ekstremitas normal, tidak ditemukan kelemahan atau spastik. Berat badan 9,5 kg dan panjang badan 68 cm dan BB/U : 110% TB/U : 100% dan BB/TB : 110% . Berdasarkan kenaikan berat badan dan panjang badan tampak pertumbuhan linear pasien cukup baik. Lingkar kepala 41 cm, normal sesuai standar Nellhaus. Tidak ditemukan tanda-tanda defisiensi nutrisi seperti pucat, depigmentasi kulit dan rambut, lesi menyerupai seborhoik, akrodermatitis, alopesia ataupun tungkai melengkung, dan rachitic rosasy.<br />Anak belum mendapat imunisasi campak karena dibawa ke Jakarta untuk menemui keluarga besar ibu. Pada saat ini DDST II memberikan kesan normal, semua tugas dari 4 kelompok tes (motorik kasar, motorik halus, bahasa dan personal sosial) bisa dilakukan dengan baik. Tes ELM scale 2 telah dilakukan dengan baik, dan memberikan hasil normal diketiga tes (Auditori ekspresif, auditori reseptif,dan visual).<br />Saat ini dianjurkan pada ibu untuk melakukan pemeriksaan hemoglobin pada anaknya, namun ibu menolak karena merasa anaknya sehat dan tidak menunjukkan gejala anemia. Pemeriksaan pendengaran yaitu tes Auditory Brainstem Response telah dilakukan dengan hasil normal, tidak ditemukan kelainan pendengaran.<br /><br />Masalah : <br /> Pasien menderita 1 kali periode diare tanpa dehidrasi<br /> Belum mendapatkan imunisasi campak<br /> Usaha relaktasi belum memuaskan<br /><br />Pemecahan masalah :<br /> Mengajarkan pada ibu untuk tetap memberikan oralit dan makanan pada saat diare.<br /> Memberikan edukasi tentang pencegahan diare.<br /> Memberikan imunisasi campak .<br /> Meneruskan usaha relaktasi<br /><br />Analisis :<br /> Pada periode ini telah dilakukan 2 kali kunjungan rumah, saat pasien berusia 7 dan 10 bulan (usia kronologis). Pada periode ini bayi mengalami satu kali diare tanpa dehidrasi, kemungkinan disebabkan karena proses penyediaan makanan yang kurang bersih. Sampai usia ini, anak masih diberikan susu formula dengan botol, diduga botol yang kurang bersih menyebabkan diare pada anak. <br /> Pada pemeriksaan fisik, tidak ditemukan kelainan, berat dan panjang badan meningkat sesuai dengan usia koreksi, diimbangi dengan peningkatan lingkaran kepala, tidak ditemukan kelainan pada sistem tubuh. Sampai pada saat ini tidak ditemukan tanda-tanda defisiensi nutrisi ini tampak dari pertumbuhan anak yang baik. Tes pendengaran telah dilakukan dengan hasil baik, tidak ditemukan kelainan pada pendengaran anak.<br /><br />Kebutuhan fisik-biomedis (Asuh)<br /> Kebutuhan asuh bagi bayi ini telah cukup terpenuhi, ibu telah memberikan bubur sereal, buah dan biskuit, nasi tim dan anak bisa menerimanya dengan baik, tidak ada gangguan pencernaan lain yang terjadi pada anak. Anak juga mendapatkan imunisasi dasar sesuai dengan usianya, kecuali imunisasi campak, dan tidak mengalami masalah setiap setelah imunisasi.<br /><br />Kebutuhan emosi/ kasih sayang (Asih)<br />Kebutuhan akan kasih sayang telah terpenuhi dengan baik.<br /><br /><br />Kebutuhan akan stimulasi mental (Asah)<br />Kedua orangtua tetap memberikan stimulasi sehingga anaknya dapat melewati semua point dalam DDST II dan ELM 2 dengan baik, bayi dapat melakukan semua tes sesuai usia koreksinya. Bayi telah bisa berdiri dengan pegangan, mengucapkan papa dan mama walaupun belum jelas, mengambil dan memindahkan kubus, bertepuk tangan serta melambaikan tangannya. Tes DDST II telah sesuai untuk anak dengan usia kronologis 10 bulan, berarti bayi ini sedang mengalami tumbuh kejarnya.<br /><br /><br />Hasil pengamatan 3. Juli 2009 – Desember 2009.<br /> Kunjungan keenam bayi berusia 13 bulan dan kunjungan ketujuh pada usia 17 bulan (usia kronologis).<br /><br />Kunjungan keenam (usia 13 bulan).<br />Pada saat ini, tidak ada keluhan, anak tidak pernah menderita diare, tidak ada keluhan pernafasan, kejang, muntah dan lain-lain. Buang air besar dan buang air kecil tidak ada kelainan.<br />Pada saat ini anak masih tetap diberikan susu formula, ibu juga telah memberi makanan keluarga, tidak ada keluhan, tidak ada muntah atau konstipasi dan anak makan tanpa ada kesulitan. Anak bisa menghabiskan semua porsi yang diberikan. Imunisasi yang diberikan adalah campak, anak tidak demam setelah pemberian imunisasi. <br /> Dari pemeriksaan fisik tidak ditemukan kelainan, berat badan bayi 11,5 kg terletak pada presentil 90 dan panjang badan 78 cm terletak pada presentil 50 dengan BB/U : 131 %, TB/U: 101 % dan BB/TB : 122 %, dengan kesan obesitas, lingkar kepala 43 cm, normal sesuai standar Nellhaus. <br />Pada saat ini anak telah bisa berjalan dengan baik, menyebutkan beberapa kata, mencoret-coret kertas, memegang dan menyusun 2-3 kubus dan bisa meletakkan kubus dalam gelas, menyepak bola dan menirukan kegiatan yang ditunjukkan padanya, menirukan suara, mengerti perintah sederhana, dan aktif bermain. Pada saat ini DDST II memberikan kesan normal, semua tugas dari 4 kelompok tes (motorik kasar, motorik halus, bahasa dan personal sosial) bisa dilakukan dengan baik. Tes ELM scale 2 telah dilakukan dengan baik, dan memberikan hasil normal di ketiga tes (Auditori ekspresif, auditori reseptif,dan visual).<br />Ibu tetap dianjurkan untuk memberikan stimulasi bagi anaknya, seperti bermain bersama, menyusun kubus, balok-balok, memasukkan dan mengeluarkan benda kecil dari wadahnya, memperdengarkan musik, mainan, memanggil namanya, memanggil mama-papa, mengulang beberapa kata, untuk gerakan motorik kasarnya, anak diajar berjalan mundur, memanjat kursi, menendang bola, serta diajarkan perintah sederhana.<br /><br />Kunjungan ketujuh (usia 17 bulan).<br />Pada saat ini, tidak ada keluhan, anak tidak pernah menderita diare, tidak ada keluhan pernafasan, pencernaan, kejang, muntah dan lain-lain. Buang air besar dan buang air kecil tidak ada kelainan.<br />Pada saat ini anak masih tetap diberikan susu formula, ibu juga telah memberi makanan keluarga, tidak ada keluhan, tidak ada muntah atau konstipasi dan anak makan tanpa ada kesulitan. Anak bisa menghabiskan semua porsi yang diberikan. <br /> Dari pemeriksaan fisik tidak ditemukan kelainan, dengan tekanan darah 100/60 mmHg, berat badan 13,5 kg terletak pada persentil 90, dan PB 78 cm terletak pada persentil 50. BB/U : 122 %, TB/U : 100% dan BB/TB : 100 % dengan kesan gizi baik, lingkar kepala 45 cm, normal sesuai standar Nellhaus. Tidak ditemukan tanda-tanda defisiensi nutrisi seperti Tembaga (pucat, depigmentasi kulit dan rambut, lesi menyerupai seborhoik), Seng/Zn (akrodermatitis, alopesia) ataupun defisiensi vitamin D (tungkai melengkung, rachitic rosasy).<br /><br />Analisis :<br /> Pada periode ini dilakukan 2 kali kunjungan rumah, saat pasien berusia 13 dan 17 bulan (usia kronologis). Pada periode ini anak tidak mengalami suatu penyakit, pada usia ini anak semakin aktif karena telah bisa berjalan sendiri dan adanya rasa ingin tahu yang tinggi. Secara fisik, tidak ditemukan kelainan, berat badan meningkat sesuai dengan usia koreksi, demikian juga dengan lingkaran kepala, tidak ditemukan kelainan pada sistem tubuh. Sampai pada saat ini tidak ditemukan tanda-tanda defisiensi nutrisi, ini tampak dari pertumbuhan anak yang baik. <br /><br />Kebutuhan fisik-biomedis (Asuh)<br /> Kebutuhan asuh bagi bayi ini telah cukup terpenuhi, sampai saat ini ibu telah memberikan nasi tim saring sampai pada makanan keluarga, dan anak bisa menerimanya dengan baik, tidak ada gangguan pencernaan lain yang terjadi pada anak. Anak juga men-<br />dapatkan imunisasi dasar sesuai dengan usianya, walaupun imunisasi campak terlambat karena anak dibawa ke Jakarta dan tidak mengalami masalah setelah imunisasi.<br /><br />Kebutuhan emosi/ kasih sayang (Asih)<br />Kebutuhan kasih sayang telah terpenuhi dengan baik.<br /><br />Kebutuhan akan stimulasi mental (Asah)<br />Sampai saat ini kedua orangtua masih tetap memberikan stimulasi sehingga anaknya dapat melewati semua point dalam DDST II dan ELM 2 dengan baik, bayi dapat melakukan semua tes sesuai usia koreksinya.<br /><br /><br />Diskusi<br /><br />Prematuritas <br />Kelahiran prematur sampai saat ini masih merupakan masalah penting karena menjadi penyebab 75-90 % kematian neonatal yang bukan disebabkan oleh kelainan letal. Kelainan yang sering dijumpai pada kelahiran prematur berhubungan dengan belum matangnya organ-organ, termasuk diantaranya sindrom gagal nafas, displasia bronkopulmoner, duktus arteriosus paten, enterokolitis nekrotikans, hiperbilirubinemia, apnea permaturitas, perdarahan intraventrikuler, retinopati prematuritas dan sepsis neonatal. Jika seorang bayi prematur dapat bertahan hidup, ia dihadapkan pada beberapa risiko seperti kebutaan, ketulian, kelumpuhan otak atau keterbelakangan mental.5-7 <br /><br />Definisi<br />Organisasi kesehatan dunia (WHO), mendefinisikan bayi prematur sebagai bayi lahir hidup sebelum 37 minggu kehamilan (dihitung dari hari pertama haid terakhir), sedangkan The American Academy of Pediatrics mengambil batasan 38 minggu.8<br /><br />Berdasarkan umur kehamilan, Usher (1975) menggolongkan bayi prematur menjadi: 8-10 <br />1. Bayi yang sangat prematur (extremely premature), masa gestasi 24-30 minggu .<br />2. Bayi prematur sedang (moderately prematur), masa gestasi 31-36 minggu <br />3. Borderline premature, masa gestasi 37-38 minggu <br /><br /><br />Berdasarkan berat badannya bayi prematur digolongkan menjadi : 8 <br />1. BBLR (Bayi berat lahir rendah), 1500-2500 gram <br />2. BBLSR (Bayi berat lahir sangat rendah), 1000-1499 gram <br />3. BBLASR (Bayi berat lahir amat sangat rendah), < 1000 gram <br /><br />Menurut kurva pertumbuhan janin, terdapat 3 golongan BKB / prematur, yaitu : 9,10<br />1. BKB SMK (Sesuai dengan masa kehamilan) <br />2. BKB KMK (Kecil untuk masa kehamilan) <br />3. BKB BMK (Besar untuk masa kehamilan) <br /><br /> Berdasarkan ciri kematangan fisis menurut Ballard dan kurva Battaglia dan Lubchenko, bayi ini tergolong pada prematur BBLSR sesuai masa kehamilan.<br /><br />Etiologi<br /> Pada umumnya bayi prematur (SMK) disebabkan oleh tidak sanggupnya uterus menahan janin, gangguan selama hamil, lepasnya plasenta lebih cepat dari waktunya, atau rangsangan yang menimbulkan kontraksi uterus sebelum cukup bulan.8 Beberapa kemungkinan etiologi kelahiran prematur bisa dilihat pada tabel 1 berikut.<br /><br />Tabel 1. Kemungkinan etiologi kelahiran prematur. 8 <br /><br />Abrupsio plasenta<br />Amnionitis<br />Cacat bawaan<br />Eritroblastosis fetalis<br />Iatrogen<br />Inkompetensi serviks<br />Plasenta previa Polihidramnion<br />Preeklampsi<br />Ketuban pecah dini<br />Penyakit ibu yang berat<br />Kehamilan ganda<br />Infeksi saluran kemih<br />Tidak diketahui<br /><br /><br />Masalah Pada Prematuritas <br />Berbagai masalah klinis yang sering dijumpai pada prematuritas muncul sebagai akibat imaturitas sistem organ. Risiko terjadinya masalah akibat imaturitas ini berbanding terbalik dengan lamanya masa gestasi, semakin muda umur gestasi, semakin sering ditemukan masalah klinis. Masalah yang sering dihadapi oleh bayi-bayi prematur adalah: 8,11-13<br />1. Asfiksia perinatal <br />2. Masalah pada susunan saraf pusat <br />• Perdarahan periventrikuler – intraventrikuler (PPV – IV) <br />• Leukomalasia periventrikuler <br />3. Masalah pada sistem pernafasan <br />• Sindrom gawat nafas karena penyakit membran hialin (PMH) <br />• Apnea pada bayi prematur <br />• Sindrom kebocoran udara (air leak syndrome) <br />• Displasia bronkopulmoner <br />• Pneumotoraks<br />4. Hipotermia <br />5. Hipoglikemia <br />6. Komplikasi kardiovaskuler <br />• Duktus arteriosus persisten (DAP) <br />• Hipotensi sistemik <br />7. Imaturitas regulasi cairan <br />8. Hiperbilirubinemia<br />9. Hipokalsemia <br />10. Retinopati prematuritas (ROP) <br />11. Sepsis, karena ketahanan yang rendah terhadap infeksi <br />12. Enterokolitis Nekrotikans (EKN) <br />13. Perdarahan<br /><br /> Selama pengamatan sejak awal dirawat, tidak ditemukan masalah seperti yang tertera diatas, bayi tidak mengalami asfiksia berat, tidak mengalami apnu prematuritas, penyakit membran hialin, hipotermi, ROP ataupun EKN.<br /><br />Pemberian nutrisi <br />Bayi prematur mungkin akan membutuhkan beberapa hari sebelum stabil dan bisa diberi makan enteral, sementara itu, cairan dekstrose intravena harus segera dimulai, diikuti dengan pemberian nutrisi parenteral jika makanan belum diberikan dalam waktu 3 hari. 1,12 <br /> Nutrisi parenteral bertujuan untuk menyediakan kalori yang cukup, sehingga protein yang ada bisa digunakan semaksimal mungkin untuk pertumbuhan. Tiga komponen penting pada nutrisi parenteral adalah glukosa, asam amino dan lipid. Cairan infus harus mengandung asam amino sintesis 2,5-3 gram/dl dan glukosa 10-25 gram/dl serta ditambah dengan elektrolit, mineral dan vitamin. Emulsi lemak intravena seperti intralipid 20 % (2,2 kkal/ml) bisa digunakan untuk menyediakan kalori. Glukosa bisa lebih awal diberikan, sedangkan asam amino dan intralipid menyusul kemudian ketika bayi belum bisa minum penuh dalam waktu dekat. Pemberian intralipid bisa dimulai dengan 0, 5 gram/kg BB/hari dan bisa dinaikkan sampai 3-4 gram/kgBB/hari. 1,12 <br /> Pemberian makanan enteral bersifat individual. Beberapa hal yang harus diperhatikan adalah perkembangan refleks isap dan menelan, bayi perlu mengkoordinasi gerakan ini dengan pernafasan. Sangat penting untuk mencegah kelelahan, regurgitasi dan aspirasi. Beberapa kondisi yang dapat dijadikan pegangan untuk memulai nutrisi enteral antara lain: 1,12 <br />1. Tanda vital stabil <br />2. Terdengar bising usus <br />3. Abdomen tidak membuncit <br />4. Tidak ditemukan faktor risiko (asfiksia, SGN, apnea, bradikardia dll)<br /> Bila ASI tersedia dan tidak ada indikasi kontra pemberian, maka untuk mencapai kecepatan pertumbuhan pada bayi prematur harus diberikan ASI sebanyak 180 -200 cc/kgBB /hari. 1,2,12 <br /> Bayi prematur bisa dipulangkan jika sudah mampu minum sendiri, dengan kenaikan berat badan 10-30 gram perhari dan suhu tubuh tetap normal di ruangan biasa. Tidak menderita apnea atau bradikardia dan tidak memerlukan oksigen atau obat-obat intravena. Selanjutnya bayi harus dipantau secara teratur untuk melihat pertumbuhan dan perkembangannya, serta menemukan kelainan yang mungkin baru timbul kemudian dan kalau mungkin mengobati / mencegah berlanjutnya proses penyakit yang dideritanya. 1,2,12 <br /> Pada pasien ini selama perawatan mendapatkan cairan glukosa parenteral, tidak mendapatkan protein dan lemak parenteral, karena telah bisa mendapatkan ASI pada hari ke-3 rawatan, dan berangsur-angsur mendapatkan ASI OD karena toleransi minum yang baik pada hari ke-8. Kebutuhan kalori telah terpenuhi dengan pemberian ASI, terlihat dengan penambahan berat badan selama perawatan. <br /> Selama pemantauan, pasien mendapatkan ASI, walaupun hanya 5 bulan, mendapatkan susu formula, dan dilanjutkan dengan pemberian makanan tambahan, berupa bubur susu, nasi tim saring, nasi tim, nasi lunak dan akhirnya makanan keluarga sesuai dengan usianya. Tidak ada masalah toleransi makanan pada pasien, semua makanan yang diberikan bisa dihabiskan, ibu memberikan menu yang bervariasi sehingga anak tetap mau makan.<br /><br />Pemantauan jangka panjang<br /> Bayi prematur termasuk bayi risiko tinggi, yaitu bayi yang secara klinis belum menunjukkan hambatan perkembangan tapi berpotensi untuk mengalami gangguan perkembangan. Untuk itu bayi prematur harus dipantau secara teratur untuk melihat pertumbuhan dan perkembangannya, menemukan secara dini kelainan yang mungkin timbul, serta melakukan tindakan pencegahan dan penatalaksanaan terhadap kelainan yang timbul. 4<br /><br />Jadwal pemantauan bayi.<br /> Secara umum pemantauan bayi risiko tinggi adalah 4-5 kali dalam satu tahun pertama, kemudian bisa lebih jarang setelah lewat umur 1 tahun. Sebaiknya setelah umur 12 bulan, kunjungan berikutnya pada umur 18 bulan, karena ada beberapa masalah yang baru tampak pada awal kegiatan sekolah, seperti gangguan kognitif, kemudian dua setengah tahun dan umur empat setengah tahun. 4,13<br /><br />Parameter yang dibutuhkan dalam pemeriksaan tindak lanjut. 4<br />1. Pertumbuhan. 5. Penglihatan<br />2. Tekanan darah 6. Bahasa dan kemampuan motorik<br />3. Kelainan pernafasan 7. Perkembangan neurologik <br />4. Pendengaran 8. Perkembangan kognitif.<br /><br /><br />Koreksi prematuritas<br /><br />Koreksi prematuritas dalam menilai pertumbuhan fisis maupun perkembangan, merupakan hal yang kontroversial. Berdasarkan konvensi tahun 2001, digunakan umur koreksi yaitu umur kronologis dikurangi jumlah minggu prematuritas sampai bayi tersebut mencapai umur 2 tahun. Berdasarkan antropometri, yaitu berat badan dikoreksi sampai umur 2 tahun, panjang badan sampai 1 ½ tahun dan lingkar kepala sampai 18 bulan. Berdasarkan masa gestasi, yaitu bila masa gestasi kurang atau sama dengan 28 minggu,koreksi dilakukan sampai umur 4 tahun, masa gestasi 29-31 minggu, koreksi sampai umur 2 tahun; untuk 32 – 34 minggu sampai 1 tahun dan untuk 35 minggu atau lebih tidak perlu koreksi umur, dianjurkan untuk mengoreksi masa gestasi pada bayi prematur sampai minimal umur 3 tahun. 1<br /><br />1. Pemantauan pertumbuhan dan perkembangan<br /> Parameter pertumbuhan harus dimonitor pada setiap kunjungan, meliputi panjang badan, berat badan dan lingkar kepala. Perkembangan kepala yang jelek merupakan indikator awal keterlambatan perkembangan dan kecacatan. 1,2,4<br />Untuk bayi ini, selama pengamatan, tidak terdapat gangguan pertumbuhan, tampak dari pengukuran berat dan panjang badan berdasarkan grafik CDC 2000 yang telah disesuaikan dengan usia koreksi, demikian juga dengan pengukuran lingkar kepala, sesuai dengan standar Nellhaus. Peningkatan berat badan sangat pesat, bahkan pada usia koreksi 1 bulan telah mencapai berat ideal untuk bayi dengan usia kronologis 2,5 bulan. <br />Perkembangan bayi prematur dalam 2 tahun pertama dinilai berdasarkan umur koreksi. Kemajuan perkembangan dipengaruhi oleh banyak faktor antara lain umur kehamilan, nutrisi, penyakit, stimulasi oleh lingkungan dan pemberian kasih sayang. Untuk pemantauan perkembangan dapat digunakan kuesioner untuk orang tua, di Indonesia tersedia Kuerioner Pra Skrining Perkembangan, DDST II yang merupakan revisi Denver Developmental Sreening Test (DDST) ataupun Bayley Scales of Infant Development. Perlu diingat, penggunaan uji yang telah distandardisasi lebih penting daripada pemilihan uji itu sendiri. Bila hasil skrinning menunjukkan hasil yang tidak normal, perlu dilanjutkan dengan pemeriksaan neurologis. <br /> Agar perkembangan bayi menjadi optimal, perlu diberikan intervensi berupa stimulasi dini. Berbagai program intervensi telah dijalankan untuk bayi prematur ataupun berat lahir rendah. Intervensi ini memperbaiki interaksi orang tua anak dan dapat memperbaiki kelainan neurologis. Untuk kasus pasien ini, pada orangtua telah diterangkan cara memberikan stimulasi dini, dan telah melakukannya sejak kepulangan bayi, meliputi semua aspek; taktil, penglihatan, vestibular dan pendengaran, dan bayi menunjukkan perkembangan yang baik sesuai usianya. Berdasarkan tes DDST II dan ELM 2, pasien tidak menunjukkan adanya suatu keterlambatan, semua point bisa dilewati dengan baik sesuai dengan usia koreksi, bahkan bayi telah bisa melewati sebagian tes untuk usia 1 bulan berikutnya, ini menunjukkan bahwa stimulasi yang diberikan oleh orangtua cukup baik.<br /><br />2. Tekanan darah 4.<br />Hipertensi jarang terjadi, namun merupakan masalah serius pada bayi, terutama bayi prematur. Insidens hipertensi pada bayi sekitar 0,2–3%. Hipertensi pada bayi bisa disebabkan sekunder karena kateterisasi umbilikal, obat-obatan, atau adanya penyakit ginjal atau jantung. Pengukuran tekanan darah hendaknya dilakukan terhadap semua BBL secara periodik. Selama pengamatan pengukuran tekanan darah memberikan hasil normal. <br /><br />3. Gangguan pernafasan<br />BBLSR yang karena suatu sebab terpaksa pulang dengan umur kehamilan belum genap 34 bulan, kemungkinan terjadi apnea sangat mungkin dan sering. Bayi baru lahir membutuh-kan monitor ketat di rumah untuk memantau apnea. 4<br />Sejak awal perawatan, bayi tidak mengalami apnea ataupun kegawatan nafas lain, dan selama pengamatan di rumah, tidak ada periode apnea. Selama perawatan di rumah, bayi tidak mengalami masalah dengan sistem pernafasan sehingga dapat tumbuh dan berkembang dengan baik.<br /><br />4. Pendengaran<br />Tuli kongenital terdapat pada 0,1 % populasi umum dan lebih sering pada bayi risiko tinggi (1-2%). Intervensi sebelum usia 6 bulan setelah terdeteksi memberikan perubahan bermakna pada perkembangan bicara. 14,15<br /> Faktor risiko yang berhubungan dengan tuli konduktif dan / atau kelainan neurosensoris pada bayi baru lahir adalah: 1,4,14 <br />• Riwayat keluarga dengan tuli kongenital<br />• Infeksi kongenital<br />• Anomali kraniofasial<br />• Berat lahir < 1500 g<br />• Hiperbilirubinemia yang mendapatkan transfusi tukar<br />• Pernah mendapatkan obat yang bersifat ototoksik seperti gentamisin<br />• Meningitis bakterialis<br />• Nilai apgar 0-4 pada menit pertama atau 0-6 pada 5 menit pertama<br />• Mendapatkan ventilasi mekanik lebih dari 4 hari<br />• Mempunyai sindrom yang diketahui meliputi tuli<br /> <br /> Berdasarkan tingginya angka kejadian tuli persisten pada neonatus yang mendapatkan perawatan NICU, maka The National Institutes of Health menyarankan skrining pendengaran pada semua neonatus yang telah mendapatkan perawatan NICU. Skrining dengan Automated Auditory Brainstem Response Hearing (AABR) direkomendasikan sejak usia gestasi 34 minggu. Intervensi dini sebelum usia 3 bulan berhubungan dengan perbaikan perkembangan kognitif pada usia 3 tahun. Fungsi pendengaran perlu dievaluasi ulang pada umur 12 – 24 bulan. 4,14-18<br /> Tes BERA telah dilakukan pada pasien ini, dengan hasil baik, yang berarti tidak ada gangguan pendengaran pada pasien, selama pengamatan pasien menunjukan perhatian terhadap bunyi, seperti suara musik di televisi atau tape, suara binatang, telah mengerti instruksi sederhana yang diberikan oleh orangtuanya, hal ini menggambarkan bahwa pendengaran pasien cukup baik.<br /> <br />5. Penglihatan<br />Kelainan mata yang sering dijumpai pada bayi prematur kurang dari 32 minggu adalah retinopathy of prematurity (ROP). Pada bayi dengan berat lahir 1700 g atau kurang, 50 % bayi menderita ROP dan 5 % diantaranya menderita ROP berat, insiden ROP meningkat hampir 90% pada bayi dengan berat badan < 1000 g. Diagnosis dibuat berdasarkan pemeriksaan oftalmologi. Pada semua bayi dengan risiko tinggi harus dilakukan pemeriksaan mata pada usia 4-6 minggu atau sebelum bayi dipulangkan. 2,4,13<br /> American Academic of Pediatrics (AAP), The American Assocation for Pediatric Ophthalmology and Strabismus, dan The American Academy of Ophthalmology merekomendasikan pemeriksaan oftalmologi terhadap semua bayi dengan berat lahir < 1500 g atau dengan masa gestasi < 28 minggu atau punya risiko lain seperti mendapatkan terapi oksigen. Skrining dianjurkan pada umur pasca menstruasi 31-33 minggu atau usia kronologis 4-6 minggu.19<br /> Bila tidak ditemukan kelainan, pemeriksaan mata diulangi pada umur 12 – 24 bulan. Bila ditemukan kelainan, diperlukan pemeriksaan berkala setiap 2 minggu sehingga progresifitas penyakit dapat segera diketahui. Bila penyakit sangat progresif, pemeriksaan harus lebih sering dilakukan sehingga bila perlu terapi ablasi retina dengan cryo atau laser dapat segera dilaksanakan.1,2<br /> Pada pasien ini telah dilakukan pemeriksaan mata dengan hasil normal, tidak ditemukan kelainan, tidak ditemukan ROP, ini bisa disebabkan karena selama perawatan, bayi tidak lama terpapar oleh oksigen, namun demikian, setiap bayi dengan berat lahir <1700 gram tetap berisiko tinggi menderita ROP.<br /><br /><br /><br />6. Bahasa dan kemampuan motorik. 3,5<br />Setiap BBL harus dicatat riwayat perkembangan berbahasa dan kemampuan motoriknya dan dibandingkan dengan kemampuan normal sesuai usia. Selama pengamatan bayi menunjukan perkembangan bahasa dan kemampuan motorik yang cukup baik, ini dapat dilihat pada DDST II yang diberikan sesuai dengan usia koreksi, bayi bisa melewati semua komponen tes, demikian juga pada tes Early Language Milestone Scale 2, untuk tes visual, auditori reseptif dan auditori ekspresif, memberikan hasil yang baik. Ibu telah terangkan tentang pemberian stimulasi dini dan melakukannya sesering mungkin.<br /><br />7. Perkembangan neurologi<br />Beberapa pengamatan menunjukan bahwa bayi prematur berisiko tinggi mengalami gangguan neurosensori, dari derajat ringan sampai berat. Bayi tersebut dapat mengalami gangguan tuli, penglihatan, gangguan bicara, yang bisa ditemukan bersamaan. Bayi prematur bisa menunjukan kelainan neurologi selama satu tahun pertama, seperti gangguan keseimbangan, kurang konsentrasi dan masalah prilaku, namun kelainan ini akan menghilang setelah usia 1 tahun. 1,4,5<br /> Pada bayi ini tidak ditemukan kelainan neurologis selama pengamatan, tidak ditemukan gangguan tonus otot, hipotoni atau hipertoni, gangguan postur, tidak ada gerakan involunter, dan tidak ditemukan masalah pemberian makan. Bayi menunjukan perkembangan yang baik sesuai dengan usianya, mulai dari duduk, tengkurap, merangkak, berjalan tertatih dan berjalan lancar, tidak ditemukan masalah selama pengamatan. <br /><br />8. Perkembangan kognitif.<br />Perkembangan kognitif, bahasa dan perhatian mata adalah prediktor yang bagus untuk kecerdasan dan dapat membantu mengidentifikasi anak dengan gangguan kognitif. Anak dengan risiko tinggi harus menjalani evaluasi psikologi sebelum bersekolah karena adanya risiko gangguan belajar. 3-6<br />Bayi ini berisiko tinggi mengalami gangguan belajar diusia sekolah, hal ini lebih dipengaruhi oleh faktor keluarga, sehingga proses pembelajaran telah dimulai sejak dini. Usia koreksi 2 tahun merupakan usia yang tepat untuk mengetahui adanya gangguan fungsi kognitif, namun demikian terdapat panduan penapisan untuk bayi risiko tinggi, seperti pemeriksaan USG kepala, mata, pendengaran, dan selama pengamatan tidak ditemukan masalah atau kelainan pada bayi ini. <br /><br /><br />Pemberian imunisasi 2,13,20<br />American Academy of Pediatric tahun 2003 telah merekomendasikan semua bayi prematur harus mendapatkan dosis lengkap semua vaksinasi rutin yang direkomendasikan pada usia kronologis sesuai dengan jadwal yang digunakan pada bayi aterm, kecuali vaksin hepatitis B yang jadwal pemberiannya sedikit dibedakan. <br /> Vaksin Hepatitis B<br />Bayi prematur yang stabil atau yang berat lahirnya lebih dari 2000 gram diperlakukan seperti bayi aterm. Dosis pertama vaksin hepatitis B monovalen diberikan tidak lama setelah lahir, atau sebelum bayi dipulangkan dari rumah sakit. Dosis terakhir vaksin hepatitis B sebaiknya diberikan setelah 6 bulan usia kronologis. <br /> Untuk bayi prematur atau BBLR, vaksin hepatitis B pertama diberikan pada 1 bulan usia kronologis jika stabil, atau pada saat dipulangkan dari rumah sakit (pilih yang lebih cepat), imunisasi dengan 3 dosis, diberikan pada 1-2, 2-4 dan 6-18 bulan usia kronologis.<br /><br /> Vaksin DTPa, Hib, dan VPI<br />Semua bayi prematur dan bayi berat lahir rendah yang stabil harus mulai mendapatkan imunisasi DTPa atau DTPw, Hib, VPI, dan VPO pada 2 bulan usia kronologis tanpa mempertimbangkan usia gestasi ataupun berat lahir. <br /> Pasien ini telah mendapatkan imunisasi dasar, walaupun terdapat keterlambatan imunisasi campak pada usia > 9 bulan karena orangtua membawa bayi keluar kota dan bayi tidak mengalami masalah setiap selesai imunisasi.<br /><br />Permasalahan medis dan bedah yang umum dijumpai pada bayi prematur<br /><br />Anemia pada bayi prematur, bisa terjadi pada usia 1-3 bulan, sehingga diperlukan suplementasi zat besi. Selama pengamatan ibu menolak untuk dilakukan pemeriksaan hemoglobin, namun demikian tidak ditemukan adanya tanda anemia pada bayi, disamping itu ibu memberi susu formula, sehingga kebutuhan zat besi tercukupi dan tidak memerlukan suplementasi zat besi. 2<br /> Hampir 10-20 % bayi prematur akan mengalami gangguan perkembangan (retardasi mental, palsi serebral dan gangguan belajar) yang disebabkan oleh perdarahan intraventrikular dan leukomalasia periventrikular. Pada bayi ini telah dilakukan pemeriksaan USG kepala dengan hasil normal, tidak ditemukan kelainan, dan dari pengamatan, pemeriksaan dan tes yang telah dilakukan selama 1,5 tahun, tidak ditemukan keterlambatan perkembangan, sehingga diharapkan kemungkinan mengalami retardasi mental, palsi serebral dan gangguan belajar relatif rendah. 2,20<br />Refluks gastroesofageal (RGE) banyak terjadi pada bayi prematur, terjadi dengan frekuensi rata-rata 3-5 kali perjam, RGE timbul karena sfingter bawah esofagus berelaksasi, bisa dipicu oleh pemberian minum dalam jumlah banyak. Masalah yang bisa timbul karena RGE seperti apnea, gagal tumbuh dan gangguan saluran nafas, seperti mengi dan aspirasi berulang. 2,22 <br /> Pada bayi ini tidak ditemukan adanya RGE, ibu awalnya memberikan ASI OD dan bayi bisa mentolerir pemberian minum, dilanjutkan dengan pemberian susu formula tanpa adanya kesulitan, diikuti dengan pemberian bubur susu dan nasi tim sampai akhirnya makanan keluarga, dan selama pemberian minum atau makan tidak terjadi RGE, sehingga bayi dapat bertumbuh dan berkembang dengan baik.<br /> Kasus bedah yang mungkin dijumpai pada bayi ini adalah penanganan kriptokismus, 23 pada awal kelahiran, terdapat undensensus testis dekstra, namun pada pengamatan periode kedua, kedua testis telah berada dalam skrotum, sehingga tidak diperlukan tindakan bedah.<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />Daftar pustaka <br /><br />1. Gunardi H. Pemantauan bayi prematur. Dalam: Trihono PP, Pudjarto PS, Syarif DR, et al, penyunting. Hot topics in pediatrics II. Pendidikan Kedokteran Berkelanjutan Ilmu Kesehatan Anak FKUI XLV.Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2002.h.17-26<br />2. Kaban RK, Efar P. Pemantauan bayi prematur di poliklinik. Dalam Prawitasari T, Kaswandani N, penyunting. Manajemen penyakit pediatri di poliklinik. Pendidikan Kedokteran Berkelanjutan Ilmu Kesehatan Anak FKUI V.Jakarta : Balai Penerbit FKUI; 2008. h.13-35.<br />3. Casey PH, Mansell LW, Barrett K, Bradley RH, Garyus R. Impact of prenatal and/or postnatal growth problems in low birth weight preterm infants on scholl age outcomes: an 8 year longitudinal evaluation. Pediatric 2006;118:h.107-84.<br />4. Indarso F. Pemantauan jangka panjang pada bayi berat lahir sangat rendah. Dalam: Korin MS, Yunarto A, Dewi R, Sarosa GI, Usman A, penyunting. Buku ajar neonatologi. Jakarta: Balai Penerbit IDAI;2008.h.268-83.<br />5. Chundrayenti E. Kesakitan dan kematian neonatal dini pada bayi dengan berat badan lahir rendah dan beberapa faktor yang mempengaruhi di RSUP Dr. M. Djamil Padang. Tesis, Padang : Bagian Ilmu Kesehatan Anak FK-UNAND, 1998. <br />6. --------- Follow up care of high risk infants. Pediatric 2004;114:1377-94.<br />7. Mutch L, Newdick M, Lodmick A, Chalmers I. Secular changes in rehospitalization of very low birth weight infants. Pediatric 1986;78:h.164-70.<br />8. Janin dan neonatus. Dalam : Markum AH, Ismael S, Alatas H, et al, penyunting. Buku ajar ilmu kesehatan anak jilid I. Jakarta : Balai Penerbit FKUI; 1991.h.218-21.<br />9. Wibowo N. Risiko dan pencegahan kelahiran prematur. Dalam :L Suradi R, Monintja HE, Amalia P, Kusumowardhani D, penyunting. Penanganan mutakhir bayi perematur : memenuhi kebutuhan bayi prematur untuk menunjang berkelanjutan. Ilmu Kesehatan Anak FKUI XXXVIII. FKUI; 1997. <br />10. Budjang FR. Bayi berat badan lahir rendah. Dalam: Wiknjosastro H, Saifuddin B, Rachimhadhi T, penyunting. Ilmu kebidanan. Edisi ke-3. Jakarta : Pustaka Sarwono; 1999. h. 77-184.<br />11. Lee KG, Cloherty JP. Identifying the high-risk newborn and evaluating gestational age, prematurity infants. Dalam: Cloherty JP, Eichenwald EC, Stark AR, penyunting. Manual of neonatal care. Edisi ke-5.Philadelphia. Lippincott Williams & Wilkins,2003.h.42-51<br />12. Hay WW, Lucas A, Heird WC, Ziegler E, Levin E, Grave GD dkk. Workshop summary: Nutrition of the extremely low birth weight infant. Pediatric 1999;104:h.1360-7.<br />13. Gomela TL, Cunningham MD, Eyal FG, Zenk KE. Follow up of high-risk infant. Dalam:Neonatology, management, procedure, on call problems, disease and drugs. Edisi ke-5. New York:Mc Graw Hill,2004;139-42,278-82.<br />14. Joint Committee on infant hearing 1994 position statement. Pediatric 1995;95:h.152-5.<br />15. Billing KR, Kenna MA. Causes of pediatric sensorineural hearing loss. Archotolaryngol head neck surg 1999;125:h.517-21.<br />16. Committee on environmental health. Noise: a hazard for the fetus and newborn. Pediatric 1997;100:h.724-6.<br />17. Meyer C, Witte J, Hildmann A, Hanneeke KH, Schunck KU, Maul. Neonatal screening for hearing disorders in infant at risk: incidence, risk factors and follow up. Pediatric 1999;104:h.900-3.<br />18. Nelson H, Bougatsus C, Nygren P. Universal newborn hearing screening: Systematic review to update the 2001 US preventive series task force recommendation. Pediatric 2008;122:e266-74. <br />19. Phelps DL. Retinopathy of prematurity. Pedsinreview 1995;16:h.50-6.<br /><br />20. Canadian Pediatric Society. Routine screening cranial ultrasound examinations for the prediction of longterm neurodevelopmental outcomes in preterm infant. Canadian paediatric society 2001.6(1):39-43.<br />21. Saari TN. Committee on infectious diseases. Imunization of preterm and low birth weight infants. Pediatric 2003;112:h.193-7. <br />22. Poets CF. Gastroesophageal reflux : a critical review of its role in preterm infants. Pediatric 2004;113:e128-31.<br />23. Trachtenberg DE, Golemon TB. Office care of the premature infant: Part II. Common meical and surgical problems. Am Fam Physician. 1998;57(10):2383-404.Buah Hatikuhttp://www.blogger.com/profile/06641198823129527590noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-716129191370657373.post-90980558718965357252008-11-23T00:17:00.000-08:002008-11-23T00:19:13.091-08:00komentar/konsultasi ke scahyohadi@yahoo.co.idjika anda menjumpai masalah tentang artikel dalam blog saya ini, silahkan mengirim email ke scahyohadi@yahoo.co.id saya akan berusaha untuk menjawabnyaBuah Hatikuhttp://www.blogger.com/profile/06641198823129527590noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-716129191370657373.post-8357758877101615232008-10-30T05:15:00.001-07:002008-10-30T05:15:57.050-07:00PATOGENESIS DHFPATOGENESIS DHF<br /> <br /> Infeksi virus Dengue merupakan penyakit yang ditularkan oleh nyamuk yang paling penting di dunia. Infeksi ini mengenai lebih dari 100 negara tropis, 2,5 milyar penduduk mempunyai risiko untuk terinfeksi virus ini dan diperkirakan 50 juta infeksi terjadi setiap tahunnya. Virus ini ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes yaitu A. aegypti, A albopictus, A polynesiensis , namun A. aegypti merupakan vektor terpenting, penyakit ini dapat mengenai semua orang dan dapat mengakibatkan kematian terutama pada anak dan penyakit ini sering menimbulkan wabah. <br /><br /><br /><br />Gambar 1. Distribusi Aedes aegypti dan area epidemik dunia. <br />Dikutip dari : Malavige GN, Fernando S, Fernando DJ, Seneviratne SL<br /><br /><br /><br />Manifestasi klinis <br /><br /> Infeksi ini memberikan gambaran klinis yang beragam, mulai dari tanpa gejala (asimptomatik) , demam ringan yang tidak khas (undifferensiated febrile illness) , demam dengue (DD), demam berdarah dengue (DBD) sampai munculan yang berat dan mengancam kehidupan yaitu sindroma syok dengue (SSD) akibat kegagalan sirkulasi. <br /><br /><br /><br /><br /><br /> Infeksi virus Dengue<br /><br /><br />Asimptomatik Simptomatik<br /><br /><br /> <br /> Demam tidak spesifik Demam dengue<br /><br /><br /> Perdarahan (-) Perdarahan (+) Syok (-) Syok (+)<br /> (SSD)<br /> DD DBD<br /><br />Gambar 2. Spektrum Klinis Infeksi virus dengue<br /> Dikutip dari : Sumarmo PS<br /> <br /><br />Karakteristik virus dengue<br />Virus dengue merupakan rantai tunggal RNA yang termasuk dalam famili flaviviridae. Berdasarkan kriteria biologi dan imunologi terdapat 4 serotipe yaitu DEN 1, DEN 2, DEN3, dan DEN 4. Virus dengue terdiri dari 3 struktur protein yaitu Core (C),Membrane(M) dan Envelope (E) dan protein Non-Structural ( NS1, NS2a, NS2b, NS3, NS4a, NS4b dan NS5). Protein envelope berperan penting dalam fungsi biologis virus ini. Protein tersebut akan berikatan dengan reseptor pada sel, sehingga virus bisa masuk kedalam sel, menimbulkan hemaglutinasi eritrosit serta merangsang neutralizing antibody dan respons imun protektif. <br /><br />Patofisiologi <br />Patofisiologi primer DBD dan SSD adalah peningkatan akut permeabilitas vaskuler sehingga terjadi kebocoran plasma ke dalam ruang ekstravaskuler yang menimbulkan hemokonsentrasi dan penurunan tekanan darah. Volume plasma menurun lebih dari 20% pada kasus-kasus berat(6). Pada vaskuler tidak ditemukan lesi destruktif yang menunjukkan bahwa peningkatan permeabilitas vaskuler ini merupakan perubahan sementara fungsi vaskuler akibat adanya mediator kerja singkat. Jika penderita sudah stabil dan mulai sembuh, cairan ekstravasasi diabsorbsi dengan cepat kembali ke dalam vaskuler, menimbulkan penurunan hematokrit. <br />Perubahan hemostasis pada DBD dan SSD melibatkan 3 faktor: perubahan vaskuler, trombositopeni dan kelainan koagulasi. Hampir semua penderita DBD mengalami peningkatan fragilitas vaskuler dan trombositopeni, dan banyak diantaranya penderita menunjukkan koagulogram yang abnormal.<br />Walaupun DD dan DBD disebabkan oleh virus yang sama, tapi mekanisme patofisiologisnya berbeda sehingga menyebabkan perbedaan klinis. Perbedaan yang utama adalah pada DBD terjadi peningkatan permeabilitas vaskuler yang mengakibatkan kebocoran plasma yang apabila berat dapat menyebabkan renjatan (SSD). Kebocoran plasma ini diduga karena proses imunologi, sedangkan pada DD hal ini tidak terjadi.(6)<br /><br />Patogenesis<br /><br />Infeksi dengue bisa disebabkan oleh beberapa jenis serotipe virus DEN, setelah terinfeksi oleh salah satu serotipe virus, tubuh akan membentuk kekebalan terhadap serotipe tersebut, namun tidak terhadap jenis serotipe lain, sehingga jika tubuh terinfeksi lagi oleh jenis serotipe lain (secondary infection), bisa menimbulkan infeksi yang lebih berat. Hal ini disebabkan adanya antibody dependent enhancement, dimana tubuh akan menghancurkan serotipe pertama disamping membentuk antibodi non netralisasi yang justru akan mempermudah sel terinfeksi oleh virus, sehingga melepaskan sitokin yang bersifat vasoaktif atau prokoagulasi, seperti IL-1 IL-6, TNF α dan Platelet Activating Factor (PAF). Bahan- bahan mediator tersebut akan mempengaruhi sel-sel endotel dinding pembuluh darah dan sistem hemostatik yang akan mengakibatkan kebocoran plasma dan perdarahan. Namun demikian, hanya 2-4% penderita secondary infection akan mengalami infeksi yang berat, belum diketahui kenapa hal ini bisa terjadi.<br />Setelah virus masuk kedalam tubuh, virus akan berkembang biak dalam sel makrofag, monosit dan sel B, virus juga bisa menginfeksi sel mast, sel dendritik dan sel endotel. Manifestasi klinis DD timbul akibat reaksi tubuh terhadap masuknya virus. Viremia terjadi selama 2 hari sebelum timbul gejala dan berakhir setelah lima hari gejala demam mulai. Makrofag akan segera bereaksi dengan menangkap virus dan memprosesnya sehingga makrofag menjadi Antigen Presenting Cell (APC) .<br /><br />Sistim respon imun<br /><br />Setelah virus dengue masuk dalam tubuh manusia, virus berkembang biak dalam sel retikuloendotelial yang selanjutnya diikuti dengan viremia yang berlangsung 5-7 hari. Akibat infeksi virus ini muncul respon imun baik humoral maupun selular, antara lain neutralizing antibody, hemaglutination dan complement fixation antibody.(5). Antibodi yang muncul pada umumnya adalah IgG dan IgM, pada infeksi dengue primer antibodi mulai terbentuk, dan pada infeksi sekunder kadar antibodi yang telah ada meningkat (booster effect).<br /><br /><br />Gambar 3.. Respon Imun Infeksi Virus dengue.<br /> Dikutip dari: Suroso, Torry C. Panbio <br /><br />Antibodi terhadap virus Dengue dapat ditemukan di dalam darah sekitar demam hari ke-5, meningkat pada minggu pertama sampai Dengan ketiga, dan menghilang setelah 60-90 hari. Kinetik kadar IgG berbeda dengan kinetik kadar antibodi IgM, oleh karena itu kinetik antibodi IgG harus dibedakan antara infeksi primer dan sekunder. Pada infeksi primer antibodi IgG meningkat sekitar demam hari ke-14 sedang pada infeksi sekunder antibodi IgG meningkat pada hari kedua. Oleh karena itu diagnosa dini infeksi primer hanya dapat ditegakkan dengan mendeteksi antibodi IgM setelah hari sakit kelima, diagnosis infeksi sekunder dapat ditegakkan lebih dini dengan adanya peningkatan antibodi IgG dan IgM yang cepat.(8)<br />Secara in vitro antibodi terhadap virus DEN mempunyai 4 fungsi biologis: netralisasi virus; sitolisis komplemen; Antibody Dependent Cell-mediated Cytotoxity (ADCC) dan Antibody Dependent Enhancement. (9)<br /> Virion dari virus DEN ekstraseluler terdiri atas protein C (capsid), M (membrane) dan E (envelope), sedang virus intraseluler mempunyai protein pre-membran atau pre-M.<br />Glikoprotein E merupakan epitop penting karena mampu membangkitkan antibodi spesifik untuk proses netralisasi, mempunyai aktifitas hemaglutinin, berperan dalam proses absorbsi pada permukaan sel, (reseptor binding), mempunyai fungsi biologis antara lain untuk fusi membran dan perakitan virion.<br />Antibodi memiliki aktifitas netralisasi dan mengenali protein E yang berperan sebagai epitop yang memiliki serotip spesifik, serotipe-cross reaktif atau flavivirus-cross reaktif. Antibodi netralisasi ini memberikan proteksi terhadap infeksi virus DEN. Antibodi monoklonal terhadap NS1 dari komplemen virus DEN dan antibodi poliklonal yang ditimbulkan dari imunisasi dengan NS1 mengakibatkan lisis sel yang terinfeksi virus DEN.<br />Antibodi terhadap virus DEN secara in vivo dapat berperan pada dua hal yang berbeda : (9)<br />a. Antibodi netralisasi atau “neutralizing antibodies” memiliki serotipe spesifik yang <br /> dapat mencegah infeksi virus.<br />b. Antibodi non netralising serotipe memiliki peran cross-reaktif dan dapat meningkatkan <br /> infeksi .<br /><br /><br />Teori respon imun :<br />Pada infeksi pertama terjadi antibodi yang memiliki aktifitas netralisasi yang mengenali protein E dan monoklonal antibodi terhadap NS1, Pre M dan NS3 dari virus, akibatnya terjadi lisis sel yang telah terinfeksi virus tersebut melalui aktifitas netralisasi atau aktivasi komplemen, sehingga virus dilenyapkan dan penderita mengalami penyembuhan, selanjutnya terjadilah kekebalan seumur hidup terhadap serotipe virus tersebut, jika terjadi infeksi kedua dengan serotipe virus yang berbeda maka antibodi yang telah ada di hospes tidak sesuai dengan epitop virus yang masuk (non- netralisasi). Antibodi non-netralisasi ini memiliki sifat memacu replikasi virus dan keadaan penderita menjadi lebih berat.<br />Pada infeksi kedua yang dipicu oleh virus Dengue dengan serotipe yang berbeda terjadilah proses berikut : Virus Dengue tersebut berperan sebagai super antigen setelah difagosit oleh monosit atau makrofag. Makrofag ini menampilkan APC. Antigen ini membawa muatan polipeptida spesifik yang berasal dari Mayor Histocompatibility Complex (MHC II).<br />Antigen yang bermuatan peptida MHC II akan berikatan dengan CD4+ (TH-1 dan TH-2) dengan perantaraan T Cell Receptor (TCR) sebagai usaha tubuh untuk bereaksi terhadap infeksi tersebut, maka limfosit T akan mengeluarkan substansi dari TH-1 yang berfungsi sebagai imuno modulator yaitu INF γ, IL-2 dan Colony Stimulating Factor (CSF).(9,10) Dimana IFN γ akan merangsang makrofag untuk mengeluarkan IL-1 dan TNF α . IL-1 sebagai mayor imunomodulator yang juga mempunyai efek pada sel endotel, termasuk didalamnya pembentukan prostaglandin dan merangsang ekspresi Intercellular Adhesion Moleculer 1 (ICAM 1).<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />Gambar 4. Patogenesis demam berdarah dengue<br /> Dikutip dari : Clyde K, Kyle JL, Harris E<br /><br />Selanjutnya CSF akan merangsang netrofil, oleh pengaruh ICAM 1 netrofil yang telah terangsang oleh CSF lebih mudah mengadakan adhesi. Netrofil yang beradhesi dengan endotel akan mengeluarkan lisozim yang akan menyebabkan dinding endotel lisis dan akibatnya endotel terbuka. Netrofil juga membawa superoksid, yang termasuk dalam radikal bebas, yang akan mempengaruhi oksigenasi pada mitokondria dan siklus GMPs. Akibatnya endotel menjadi nekrosis, sehingga terjadi gangguan vaskuler dan terjadi syok.<br />Antigen yang bermuatan MHC II akan diekspresikan dipermukaan virus sehingga dikenali oleh limfosit T CD8+, limfosit T akan teraktivasi dan berubah sifat menjadi sitolitik, sehingga semua sel yang mengandung virus dihancurkan, limfosit T juga mensekresi IFN γ dan TNF α..<br /><br /><br />Di dalam tubuh manusia, virus berkembang biak dalam sistim retikuloendotelial tapi sel Kuffer hepar dan sel endotel juga dapat terkena. Virus DEN mampu bertahan hidup dan mengadakan multiplikasi di dalam sel tersebut. Infeksi virus Dengue dimulai dengan menempelnya virus genomnya masuk ke dalam sel dengan bantuan organel-organel sel, genom virus membentuk komponen-komponennya, baik komponen perantara maupun komponen struktural virus. Setelah komponen struktural dirakit, virus dilepaskan dari dalam sel. Proses perkembangan biakan virus DEN terjadi di sitoplasma sel.<br />Semua flavivirus memiliki kelompok epitop pada selubung protein yang menimbulkan reaksi silang pada uji serologis, hal ini menyebabkan diagnosis pasti dengan uji serologi sulit ditegakkan. Kesulitan ini dapat terjadi diantara ke empat serotipe virus DEN. Infeksi oleh satu serotipe virus DEN menimbulkan imunitas protektif terhadap serotip virus tersebut, tetapi tidak ada reaksi silang terhadap serotip virus yang lain. (9,15,16)<br />Virus beredar dalam darah perifer, di dalam sel monosit/makrofag, sel limfosit B dan sel limfosit T. Makrofag dan sel monosit yang telah memfagosit virus ini akan menjadi APC.Antigen yang menempel di makrofag ini akan mengaktivasi sel T-Helper dan menarik makrofag lain untuk memfagosit lebih banyak lagi virus. T-helper akan mengaktifkan sel T-sitotoksik yang akan melisis makrofag yang sudah memfagosit virus, juga menyebabkan terlepasnya mediator-mediator yang merangsang makrofag lain untuk memfagosit lebih banyak virus,Sel B juga akan diaktifkan dan akan melepaskan antibodi. Ada 3 jenis antibodi yang telah dikenali yaitu neutralizing antibody, haemagglutination dan complement fixation antibody.(6)<br />Kemudian terjadi regulasi ekspresi CD8, kostimulator lainnya serta molekul HLADR untuk mempresentasikannya ke sel T sehingga dimulailah aktivasi sistim imun dan dilepaskannya kaskade sitokin yang menimbulkan efek sistemik yaitu kebocoran plasma dan gangguan sirkulasi. Sejumlah sitokin dilepaskan, termasuk TNF-α dan IFN-γ yang mempunyai peranan spesifik dalam patogenesis. TNF-α dan IFN-γ juga mengakibatkan aktivasi sel dentrit yang terinfeksi dan sel dentrit yang tidak terinfeksi. Secara bersamaan juga terjadi pelepasan IL-12P70 dalam kadar rendah, yaitu suatu sitokin kunci dalam perkembangan cell mediated immunity (CMI). Interferon-γ pada tingkat ini menyebabkan peningkatan sistesis IL-12P70. Ini mungkin merupakan mekanisme regulasi untuk mencegah potensi yang membahayakan respon imun dini dari Th1 pada patogenesis infeksi akut virus Dengue tanpa keterlibatan pengenalan sitokin. <br />Pada infeksi kedua virus Dengue, sel T memori akan menghasilkan IFN- γ dan CD 40L sehingga mengaktifkan sel dentrit sehingga terjadi stimulasi sel T dan pelepasan sitokin khususnya IL-12P70. Virus bisa tidak ditemukan lagi dalam darah, tetapi kaskade yang telah dimulai ini serta buruknya kontrol respon sitokin tipe 1 berperan pada patogenesis DHF/SSD. Beberapa studi memperlihatkan kadar TNF-α, reseptor TNF- α soluble dan IFN-γ lebih tinggi pada pasien DBD/SSD dibanding pada pasien DD. <br />. <br /><br />Gambar 5. Respons imun infeksi virus dengue <br /> Dikutip dari CDC<br /><br /><br />Imunopatogenesis DBD dan SSD masih merupakan masalah yang kontroversial. Dua teori yang digunakan untuk menjelaskan perubahan patogenesis pada DBD dan SSD yaitu hipotesis infeksi sekunder (teori secondary heterologous infection) dan hipotesis antibody dependent enhancement ( ADE ). Teori infeksi sekunder menyebutkan bahwa apabila seseorang mendapatkan infeksi pertama kali (primer) dengan satu jenis virus, akan terjadi proses kekebalan terhadap jenis virus tersebut (homolog) untuk jangka waktu yang lama. Perhatikan Gambar 6.a<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /> a b c<br /><br />Gambar 6. Imunopatogenesis berdasarkan teori infeksi sekunder.<br /> Dikutip dari CDC<br /><br />Jika orang tersebut mendapatkan infeksi kedua (sekunder) dengan jenis serotipe virus yang lain, maka terjadi infeksi yang berat, karena pada infeksi berikutnya antibodi heterologous yang telah terbentuk dari infeksi primer akan membentuk kompleks dengan infeksi virus Dengue baru dari serotipe berbeda; namun tidak dapat dinetralisasi virus baru bahkan membentuk kompleks yang infeksius.Gambar 6.b. <br /><br /><br />Akibat adanya infeksi sekunder oleh virus yang heterolog (virus Dengan serotipe lain atau virus lain) karena adanya non neutralising antibody maka partikel virus DEN dan molekul antibodi IgG membentuk kompleks virus-antibodi dan ikatan antara kompleks tersebut dengan reseptor Fc γ pada sel melalui bagian Fc dari IgG menimbulkan peningkatan (enhancement) infeksi virus DEN. Kompleks virus-antibodi ini akan meliputi sel makrofag yang beredar dan antibodi tersebut akan bersifat opsonisasi, internalisasi sehingga makrofag mudah terinfeksi sehingga akan teraktivasi dan akan memproduksi IL-1, IL-6 dan TNF α dan juga “Platelet Activating Faktor” (PAF). Karena antibodi yang terbentuk ini bersifat heterolog, maka virus tidak dapat di netralisasi tetapi sebaliknya bebas bereplikasi di dalam makrofag. Gambar 6.c.<br /><br />TNF α baik yang terangsang IFN γ maupun dari makrofag teraktivasi antigen antibodi kompleks, dan selanjutnya akan menyebabkan kebocoran dinding pembuluh darah, merembesnya cairan plasma ke jaringan tubuh yang disebabkan kerusakan endotel pembuluh darah yang mekanismenya sampai saat ini belum jelas, yang selanjutnya akan mengakibatkan syok.(11)<br />Virus-Ab kompleks (kompleks imun) yang terbentuk akan merangsang komplemen, yang farmakologis cepat dan pendek. Bahan ini bersifat vasoaktif dan prokoagulan sehingga menimbulkan kebocoran plasma (syok hipovolemik) dan perdarahan. (12) <br />Pada anak yang lahir dari ibu dengan riwayat pernah terinfeksi virus DEN, terjadi infeksi virus dari ibu ke anak maka dalam tubuh anak tersebut telah terjadi “Non Neutralizing Antibodies” akibat adanya infeksi yang persisten, sehingga jika anak terinfeksi pertama kali, dalam tubuh anak tersebut sudah terjadi proses “Enhancing” yang akan memacu makrofag sehingga mudah terinfeksi dan teraktivasi dan akan mengeluarkan IL-1, IL-6 dan TNF α juga PAF. Bahan-bahan mediator tersebut akan mempengaruhi sel-sel endotel dinding pembuluh darah dan sistem hemostatik yang akan mengakibatkan kebocoran plasma dan perdarahan.(12,13,14)<br /><br /><br /><br /> Gambar 7. Teori Enhancing Antibody<br /> Dikutip dari : CDC<br /><br /><br /><br />Pada teori kedua, antibody dependent enhancement (ADE), menerangkan tiga hal yaitu antibodies enhance infection, T-cells enhance infection serta limfosit T dan monosit yang akan melepaskan sitokin yang berperan terhadap terjadinya DBD dan SSD. Secara umum ADE dapat dijelaskan, jika terdapat antibodi spesifik terhadap jenis virus tertentu, maka antibodi tersebut dapat mencegah penyakit, tetapi sebaliknya apabila antibodi yang terdapat dalam tubuh merupakan antibodi yang tidak dapat menetralisasi virus, justru dapat menimbulkan penyakit yang berat.<br />Kinetik dari kelas imunoglobulin spesifik terhadap virus Dengue di dalam serum pasien DD, DBD dan SSD ternyata didominasi oleh IgM, IgG1 dan IgG3, sedangkan IgA level tertinggi dijumpai pada fase akut dari SSD. Dikatakan pula bahwa IgA, IgG1 dan IgG4 dapat digunakan sebagai marker dari risiko berkembangnya DBD dan SSD, oleh karenanya pengukuran kadar imunoglobulin tersebut sejak awal pengobatan dapat membantu mengetahui perkembangan penyakit.(17) <br />Selain teori-teori tersebut masih ada teori lain tentang patogenesis DBD, seperti teori virulensi virus yang mendasarkan pada perbedaan serotipe virus Dengue DEN-1, DEN-2, DEN-3 dan DEN-4 yang kesemuanya dapat ditemukan pada kasus-kasus yang fatal, tetapi berbeda antara daerah yang satu dengan yang lain. Teori antigen-antibodi, teori ini berdasarkan kenyataan bahwa pada penderita DBD terjadi penurunan aktivitas sistem komplemen yang ditandai dengan penurunan dari kadar C3, C4 dan C5. Disamping itu 48-72% penderita DBD terbentuk kompleks imun antara IgG dengan virus Dengue, selanjutnya kompleks imun tersebut menempel pada trombosit, sel B, dan sel-sel dalam organ tubuh lain. Terbentuknya kompleks imun tersebut akan mempengaruhi aktivitas komponen sistem imun yang lain. Teori mediator, dimana makrofag yang terinfeksi virus Dengue akan melepas berbagai mediator seperti interferon, IL-1, IL-6, IL-12, TNF dll. Diperkirakan mediator dan endotoksin bertanggung jawab atas terjadinya syok septik, demam dan peningkatan permeabilitas kapiler.(18)<br /><br /><br /><br /><br /><br /> <br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /> Gambar 8. Teori mediator dalam patogenesis DBD.<br /> Dikutip dari : CDC<br /><br />Pada infeksi virus Dengue, viremia terjadi sangat cepat, hanya berselang beberapa hari dapat terjadi infeksi di beberapa tempat, akan tetapi derajat kerusakan jaringan (tissue destruction) yang ditimbulkan tidak cukup untuk menjadikan penyebab kematian dari infeksi virus tersebut melainkan lebih disebabkan oleh gangguan metabolik. <br />Replikasi virus di dalam sel menyebabkan terjadinya stres sel sampai kematian sel apoptotik. Peristiwa apoptosis dan aktivasi sel-sel fagosit dapat menimbulkan jejas jaringan lokal (local tissue injury) atau ketidakseimbangan homeostasis dan selanjutnya memicu efek yang lain.<br /><br /><br /><br /><br /><br /> Gambar 9. Teori Apoptosis sel<br /><br /><br />Sistem HLA/MHC berperan dalam regulasi respons imun, berupa proses pengenalan antigen, yang berlanjut pada proses aktivasi sistem imun dan proses sitotoksisitas antigen berdasarkan ekspresi molekul HLA/MHC kelas I (lokus A,B,C) dan kelas II (lokus D/DR,DQ,DP). Penelitian oleh Azaredo EL dkk, 2001 membuktikan bahwa patogenesis DBD/SSD umumnya disebabkan oleh disregulasi respon imunologik. Monosit/makrofag yang terinfeksi virus Dengue akan mensekresi monokin yang berperan dalam proses patogenesis dan gambaran klinis DBD/SSD.<br />Pada penelitian invitro oleh Ho LJ dkk 2001, ternyata sel dendritik yang terinfeksi virus Dengue dapat mengekspresi antigen HLA B7-1, B7-2, HLA-DR, CD11b dan CD83. DC yang terinfeksi virus Dengue ini sanggup memproduksi TNF- dan IFN-, namun tidak mensekresi IL-6 dan IL-12. Oberholzer dkk, 2002, menjelaskan bahwa IL-10 dapat menekan proliferasi sel T.Jadi IL-10 sebagai sitokin proinflamasi tampaknya berperan dalam respons imun yang diperantarai limfosit Th1.<br /><br /><br />Gambar 10. Teori Dendritik Sel.<br /><br /><br /><br /> Pada infeksi fase akut terjadi penurunan dari populasi limfosit CD2+ dan berbagai subsetnya CD4+ dan CD8+. Juga terjadi penurunan respon proliferatif dari sel-sel mononuklear baik terhadap rangsangan mitogen maupun antigen virus Dengue, sebaliknya pada fase konvalesen respon proliferatif kembali normal. Terjadi peningkatan konsentrasi IFN-, TNF-, IL-10 dan reseptor TNF terlarut di dalam plasma pasien DBD/SSD. Peningkatan TNF- berkorelasi dengan manifestasi hemoragik, sedangkan kenaikan IL-10 berhubungan Dengan platelet decay. Disimpulkan bahwa pada infeksi virus Dengue fase akut terjadi penekanan jumlah maupun fungsi dari limfosit T, sedangkan sitokin proinflamasi TNF- berperan penting dalam severity dan patogenesis DBD/SSD, begitu juga meningkatnya IL-10 akan menurunkan fungsi limfosit T dan fungsi trombosit.<br />Hipotesis tentang patogenesis DBD/SSD seperti antibody-dependent enhancement, virus virulence dan imunopatogenesis yang diprakarsai oleh IFN-/TNF- dianggap belum cukup untuk menjawab terjadinya trombositopenia dan hemokonsentrasi pada DBD/SSD. Menurut Lei HY dkk, 2001, infeksi virus Dengue akan mempengaruhi sistem imun tubuh berupa perubahan dari rasio CD4/CD8, overproduksi dari sitokin dan dapat menginfeksi sel-sel endotel dan hepatosit, dengan akibat terjadinya apoptosis serta disfungsi dari sel-sel tersebut. Begitu juga sistem koagulasi dan fibrinolisis ikut teraktivasi selama infeksi virus Dengue. Gangguan terhadap respon imun tidak hanya berupa gangguan dalam pembersihan virus dari dalam tubuh, akan tetapi over produksi sitokin dapat mempengaruhi sel-sel endotel, monosit dan hepatosit. Kerusakan trombosit akibat dari reaksi silang autoantibodi anti-trombosit, karena overproduksi IL-6 yang berperan besar dalam terbentuknya autoantibodi anti-trombosit dan anti-sel endotel, serta meningkatnya level dari tPA dan defisiensi koagulasi. <br />Disimpulkan bahwa penyebab dari kebocoran plasma yang khas terjadi pada pasien DBD/SSD disebabkan oleh ; aktivasi komplemen, induksi kemokin dan kematian sel apoptotik.(19) . Diduga peningkatan sintesis IL-8 berperan penting dalam terjadinya kebocoran plasma pada pasien DBD dan SSD. Hal ini dapat dilihat dalam serum pasien DBD/SSD berat terjadi peningkatan level IL-8 <br /><br />Rangkuman<br /><br /> Pola penyakit virus dengue bervariasi mulai demam yang tidak spesifik, demam Dengue Dengan/tanpa perdarahan dan demam berdarah Dengue Dengan/tanpa syok. Hal ini bertumpu pada interaksi penyebab, penjamu dan lingkungan dan berbagai faktor yang berperan, selanjutnya beberapa kasus menunjukkan manifestasi klinis sebagai tampilan respon imun primer dan sekunder berdasarkan temuan rasio IgM/IgG yang diperoleh dari tes serologi.<br /> Kejadian syok pada penderita demam berdarah dengue dapat terjadi karena kebocoran plasma dari dalam pembuluh darah keluar ke jaringan ikat disekitarnya . Hal ini dapat dijelaskan dengan teori reaksi antigen antibodi, dimana kompleks antibodi dan antigen virus akan merangsang sistem imun menghasilkan bahan anafilatoksin atau bahan serupa histamin sehingga terjadi peningkatan permeabilitas dinding vaskuler dan kebocoran plasma.<br /> Kasus demam berdarah Dengue dapat juga menunjukkan manifestasi yang berat hal ini dapat dijelaskan sebagai akibat ADE dan mungkin sebagai akibat keganasan virus Dengue yang langsung berpotensi menimbulkan apoptosis. Virus Dengue yang ganas berpotensi besar menyerang sel retikuloendotelial sistem termasuk organ hati dan sel endotel, akibatnya hati meradang, membengkak dan faal hati terganggu dan berlanjut dengan kejadian perdarahan yang hebat disertai kesadaran menurun dan menunjukkan manifestasi ensefalopati.<br /><br /><br /><br />Daftar Pustaka<br /><br />1.Malavige GN, Fernando S, Fernando DJ, Seneviratne SL, (2004). Dengue viral infection.Postgrad Med J 2004;80:588-601.<br />2.Stevanus Lawuyan, (1996). DBD di Kotamadya Surabaya. Diajukan pada seminar sehari DBD di TDRC FK Unair Surabaya 28 Oktober.<br />3.Sumarmo PS, ( 1999 ). Masalah demam berdarah Dengue di Indonesia. Dalam: Sri Rezeki HH, Hindra IS. Demam berdarah Dengue. Naskah lengkap. Pelatihan bagi pelatih dokter spesialis anak & dokter spesialis penyakit dalam dalam tatalaksana kasus DBD. Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Hal. 1-12.<br />4.DarwisD, ( 1999 ). Kegawatan Demam Berdarah Dengue pada anak. Dalam: Sri Rezeki HH, Hindra IS. Demam berdarah Dengue. Naskah lengkap. Pelatihan bagi pelatih dokter spesialis anak & dokter spesialis penyakit dalam dalam tatalaksana kasus DBD. Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Hal. 1-12.<br />5.Emery AEH, ( 1988). Immunogenetics. In : Elements of Medical Genetics.Edited by Emery AEH, Muller R. 7th ed. Churchill-Livingstone. Edinburgh.: 88-106.<br />6.Harikushartono, Hidayah N, Darmowandowo W,Soegijanto S, (2002), Demam Berdarah Dengue: Ilmu Penyakit Anak, Diagnosa dan Penatalaksanaan, Jakarta, Penerbit Salemba Medika.<br />7.Gubler D.J, (1998). The Global pandemic of Dengue/Dengue Haemorrhagic Fever current status and prospects for the future. Dengue in Singapore. Technical Monograph Series no:2 WHO.<br />8.Gubler DJ et al, (1994): Infect Agents Dis. 2: 383.<br />9.Howarth MC, Miyajima A, Coffman R, (1994). Sitokins Paul Fundamental Imunology. Third Edition: 763-790.<br />10.Oppenheim J.J et al, (1995). Sitokins Basic and Clinical Immunology. Seven edition. 78-98.<br />11.Cohen J, (1996). Sepsis Syndrome. In Journal of Medical Int. 355: 10-31.<br />12.Sowandoyo E, (1998). Demam Berdarah Dengue pada Orang Dewasa, Gejala Klinik dan Penatalaksanaannya. Makalah Seminar Demam Berdarah Dengue di Indonesia. RS.Sumber Waras Jakarta.<br />13.Wang S, He R, Patarapotikul, J et al, (1995). Antibody-Enhanced Binding of Dengue Virus to Human Platelets. J.Virology. October 213: page:1254-1257.<br />14.Kurane I, Ennis E Francis, (1992). Immunity and immunopathologi in Dengue virus infections. Seminars in Imunology., vol.4;121-127.<br />15.Khana M, Chaturvedi UC, Sharma MC, Pandey VC, Mathur A, (1990). Increased Capillary permeability Mediated by A Dengue Virus Induced Limphokine. Immunology Mart, 69;33 : 449-53.<br />16.Koraka P, Suharti C, Setiati TE, Mairuhu AT, Van Gorp E, Hack CE, Juffrie M, Sutarjo J, Van Der Meer GM, Groen J, Osterhaus AD, ( 2001 ). Kinetics of Dengue virus-specific immunoglobulin classes and subclasses correlate with clinical outcome of infection. J Clin Microbiol 39: 4332-4338.<br />17.Soegijanto S, ( 2003 ). Prospek Pemanfaatan Vaksin Dengue untuk menurunkan prevalensi di masyarakat. Dipresentasikan di Peringatan 90 tahun Pendidikan Dokter di FK Unair.Surabaya.<br />18.Avirutnan P, Malasit P, Seliger B, Bhakdi S, Husmann M, ( 1998 ). Dengue virus infection of human endothelial cells leads to chemokin production, complemen activation, and apoptosis. J Immunol 161: 6338-6346. <br />19.Klein J, ( 1986 ). The population. In : Natural History of the MHC. Edited by Allan <br /> Mc Gregor. MTP<br />20.Clyde K, Kyle J, Harris E. Recent advances in defiphering viral and host determinants <br /> of dengue virus replication and pathogenesis. Jvi.asm 2006;80:11418-31.Buah Hatikuhttp://www.blogger.com/profile/06641198823129527590noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-716129191370657373.post-5474987219988368242008-10-30T05:13:00.000-07:002008-10-30T05:14:35.279-07:00PEMANTAUAN JANGKA PANJANG BBLR DENGAN PREMATURIESPEMANTAUAN JANGKA PANJANG BBLR DENGAN PREMATURIES <br /><br />Pendahuluan <br />Angka kejadian bayi prematur di Indonesia, masih cukup tinggi dan merupakan bagian terbesar dari kelompok bayi dengan berat lahir rendah (BBLR). Angka kejadian BBLR di Indonesia adalah sekitar 17-20 %. Di RSCM, angka kejadian BBLR pada tahun 1998 adalah 17,8 %, sedangkan di RS. Dr. M. Djamil Padang pada tahun 1997 didapatkan bayi 12,6 %. <br />Bayi prematur termasuk dalam kelompok bayi resiko tinggi yang memerlukan pemantulan tumbuh kembang secara berkala dan terus menerus. Masalah medis yang mungkin timbul adalah gangguan pertumbuhan, gangguan perkembangan seperti palsi serebral, retardasi menta, gangguan pendengaran, gangguan penglihatan seperti retinopati prematuritas, gangguan perilaku serta gangguan belajar. Makin kecil masa gestasi, makin besar resiko terjadinya gangguan tumbuh kembang. <br />Agar perkembangan bayi menjadi optimal, perlu diberikan intervensi berupa stimulasi dini. Berbagai program intervensi telah dijalankan untuk bayi permatur, untuk memperbaiki interaksi orang tua dan anak serta memperbaiki perkembangan neurologis. Penyajian kasus ini bertujuan untuk mengetahui tentang tumbuh kembang seorang bayi BBLR dengan prematuritas dan berbagai aspek yang mempengaruhinya, seperti asuh, asih, asah serta lingkungan ( mikro, mini dan meso). <br /><br />Kasus <br />Seorang neonatus laki-laki, usia 3 jam, dikirim dari RS Bersalin ke bagian perinatologi patologi RS. Dr. M. Djamil pada tanggal 14 Oktober 2003, dengan diagnosis BBLR 1200 gram, lahir spontan. Nilai Apgar 4 pada menit pertama dari 6 pada menit kelima. Bayi tampak sesak nafas sejak usia setengah jam, merintih dan sianosis. Belum pernah diberi minum sebelumnya. <br /> <br /><br /><br />Riwayat Kehamilan / Persalinan <br />Hari pertama haid terakhir ibu (HPHT) tidak diketahui. Selama hamil ibu kontrol teratur ke SpOG. Pada b u lan kehamilan ibu mengeluh keluar bercak-bercak kecoklatan terus menerus selama 2 minggu dan diberi obat oleh SpOG. Perdara han terus berlangsung sampai usia kehamilan 3 bulan. Kualitas dan kuantitas makanan selama hamil cukup baik. Ib u hanya minum obat-obatan yang dianjurkan dokter. <br /><br />Tiga hari sebelum melahirkan, ketuban pecah dan ibu dirawat di rumah sakit. Selama perawatan ibu mendapatkan terapi antibiotik dan kortikosteriod. Hari ke empat perawatan, ibu mendapatkan terapi antibiotik dan kortikosteroid. Hari ke mpat perawatan, ibu melahirkan spontan, air ketuban tinggal sedikit, jernih. <br /><br />Riwayat Sosial / Ekononomi <br />Pasien merupakan anak kedua dari ibu berusia 26 tahun, pendidikan sarjana (hukum), tidak bekerja dan ayah berusia 28 tahun, pendidikan SMA. Polisi. Penghasilan ayah lebih kurang Rp. 1.500.000,- per bulan. Anak pertama juga lahir spontan (tahun 2002), prematur 1200 gram, meninggal pada usia 1 mingu. <br /><br />Pemeriksaan Fisik <br />Keadaan umum : sakit berat, bai yang kurang aktif, merintih dan sianosis <br />Frekuensi jantung : 140 x/menit, nafas 66 x/menit, suhu 35 0C <br />Berat badan : 1200 gram, panjang badan : 41 cm <br />Bentuk kepala normal, ubun-ubun besar 1,5 x 1,5 cm, ubun-ubun kecil 0,5 x 0,5 cm. <br />Mata : tidak ada kelainan <br />Teliga : terdapat pelipatan pada sebagian tepi pinna. Pinna lembek, mudah dilipat, rekoil pelan. <br />Hidung : ditemukan nafas cuping hidung <br />Mulut : sianosis pada sirkum – oral dan mukosa <br />Leher : tidak ada kelainan <br />Toraks : no rmochest, simetris, terdapat retraksi di epigastrium dan interkostal. Puting terlihat samar-samar, tanpa areola. Teraba jaringan mammae di kanan, diameter < 0.5 cm. <br />Jantung : irama teratus, bising tidak ada <br />Paru : suara nafas bronkovesikuler, lendir / ronki tidak ada <br />Abdomen : datar, terlihat vena dan cabang-cabangnya di dinding abdomen. Perabaan supel, hepar teraba ¼ - ¼, lien tidak teraba. Tali pusat segar, warna putih, mengkilap, umbilikus normal. <br />Genitalia : tidak ditemukan kelainan. Pada ½ anterior telapak kaki terlihat garis merah yang samar-samar. Edema tidak ada <br />Kulit : tipis dan licin <br />Anus : positif <br />Tulang-tulang : tidak ditemukan kelainan <br />Refleks neonatal ; <br />Moro : Negatif - Isap : Negatif <br />Rootinng : Negatif - Pegang : Negatif <br />Ukuran : <br />Lingkaran kepala : 28 cm <br />Lingkaran dada : 27 cm <br />Lingkaran perut : 26 cm <br />Simpisis kaki : 13 cm <br />Panjang lengan : 12 cm <br />Panjang kaki : 15 cm <br />Kepala simpisis : 28 cm <br />Kriteria ballard : 11, Dubowitz : 11 (setelah umur 24 jam) <br />Taksiran maturitas : 30-31 minggu, sesuai dengan masa kehamilan pada kurva Battaglia dan Lubchenco <br /> <br />Pemeriksaan laboratorium : <br />Hb : 16,2 g % <br />Leukosit : 13.000 / mm3<br />Hitung jenis : 0/2/2/51/30/15<br />Gula darah random : 92 mg % <br />Diagnosis : <br />Neonatus BBLSR 1200 g, lahir spontan <br />Ibu baik <br />Ketuban pecah dini (> 18 jam), sisa ketuban jernih <br />Taksiran maturitas 30-31 minggu <br />Nilai Apgar 4/6 (asf iksia sedang – partus luar) <br />Jejas persalinan tidak ada <br />Kelainan kongenital : undesensus testis sinistra <br />Sindrom gawat nafas e.c sups HMD DD / - bronkopneumonia <br /> - timus hiperplasia <br /> Hipotermia <br />Hipotermia teratasi setelah 3 jam perawatan (t : 36,8 0C)<br />Foto toraks : kedua paru berkembang cukup baik, infiltrat diperihiler dan para kardial ke 2 paru. Tidak jelas gambaran HMD <br />Kesan : Bronkopneumonia <br /><br />Pemantauan <br />Hari pertama sampai hari ketiga pasien masih dipuaskan dan diberikan nutrisi parenteral (aminofusin 25 cc pada hari ketiga), berat badan turun 50 gr pada hari kedua sampai empat dan kembali menjadi 1200 gr pada hari kelima. Sesak nafas berkurang pada hari ketiga. Cairan intravena dihentikan pada hari kelima, oksigen dan antibiotik pada hari ketujuh. Pemberian ASI dimulai pada hari keempat melalui sonde oral sebanyak 10 x 5 cc, jumlahnya dinaikkan secara bertahap 2-3 cc/kali minum sampai mencapai 200 cc/kg/BB/hari pada hari ke 12. selama pemberian ASI, tidak ditemui dilatih pada intoleransi. ASI mulai disendokkan pada hari ke-20 dan refleks isap mulai dilatih pada hari ke-22. pada hari ke-22 juga mulai diajarkan metode kangguru kepada ibu. Ibu bisa melakukannya selam 3-6 jam/hari. Disamping itu, ibu juga dianjurkan untuk memula i memijat bayinya sebagai upaya untuk memberikan rangsangan taktil dan stimulasi fisik terhadap bayi. Hari ke-24, isapan mulai kuat dan ASI diberikan langsung. <br />Lendir banyak disaluran nafas. Dilakukan pembersihan jalan nafas, pemasangan infus, pemberian antibiotik dan oksigen. Foto toraks (ulangan) memperlihatkan adanya infiltrat di perihiler dan parakardial. Pasien juga tampk anemis Hb, 10, 1 gr %, leukosit 7600/mm3, Ht 29 % dengna hitung jenis 0/3/2/64/29/2. dilakukan tranfsi PRC sebanyak 25 cc. Hb lendir masih ada, tetapi tidak pernah lagi. Hari ke-32, oksigen dihentikan. Antiboitik dihentikan pada hari ke-35. <br />Hari ke-34 dilakukan konsultasi ke bagian mata untuk menilai ROP, tetapi bagian mata belum bisa memeriksa karena bayi masih terlalu kecil. <br />Selama perawatan berat badan meningkat menjadi 1250 gram mulai hari ke-enam dan terus bertambah secara bertahap sampai 1800 gr (hari ke 37), saat pasien dipulangkan. Pasien pulang dalam keadaan baik, refleksi isap baik, menangis kuat, anemis tidak ada, sianosis tidak ada. Tanda vital normal. Panjang badang 43 cm dan lingkaran kepala 30,5 cm. <br /><br />Tanggal 1 Desember 2003 (umur 48 hari) <br />Pasien dibawa untuk kontrol. Keluhan tidak ada menyusu kuat (ASI). Berat badan 2000 gr, panjang badan 45 cm dan lingkaran kepala 32,5 cm. Pemeriksaan fisik normal. Kedua testis telah turun. <br /><br />Tanggal 19 Desember 2003 (umur 2 bulan, koreksi 0 bulan) <br />Pasien dibawa ke poliklinik untuk imunisasi BCG. Keluhan tidak ada, menyusu kuat (ASI). Berat badan 2200 gr, panjang badan 49 cm dan lingkaran kepala 33,5 cm. Pemeriksaan fisik normal. <br /><br />Tanggal 16 Juni 2004 (umur 8 bulan, koreksi 6 bulan) <br />Pasien tampak aktif, sudah bisa bergumam (babling), telungkup, membalik sendiri, serta duduk dengan bantuan. Tertawa sudah bisa sejak umur 3 bulan. Imunisasi yang s udah didapatkan antara lain DPT (tanggal 16/1, 20/2, 19,3), polio (sama dengan DPT, polio IV tanggal 20/4) dan hepatitis (2/1 dan 6/2, hepatitis III belum dilakukan). Pasien masih minum ASI, ditambah dengan susu formula sejak usia 5 bulan karena ASI ibu tidak cukup. Pasien diberikan makanan tambahan sejak umur 6 bulan berupa bubur susu 2-3 kali sehari. <br />Sejak umur 8 bulan ini, pasien sudah dicoba makan nasi tim saring. Tanpa vital normal. Berat badan 8,3 kg, panjang badan 68 cm dan lingkaran kepala 43<br />Ubun-ubun besar masih membuka. Gigi seri sudah tumbuh 2 buah dirahan bawah. <br />Uji pendengaran dilakukan dengan bertepuk dibelakang pasien. Pasien menoleh saat pemeriksaan bertepuk. Pemeriksaan mata untuk menilai ROP memberikan hasil normal. <br />Pemeriksaan fisik lain dalam batas normal. <br />Pada pemeriksaan BINS (Bayley Infant Neurodevelopment Screening) didapatkan bahwa pasien lulus pada 11 dari 13 point (terlampir). Yang tidak lulus yaitu pada point traction response (fungsi neurologis, masih ada head lag), dan meniru (fungsi konitif). Pada DDST II didapatkan hasil normal ( lulus sesuai umur), kecuali pada kemampuan motorik halus ”mencari benang”, didapatkan hasil N.O (Tidak dapat dinilai. <br /><br />Tanggal 24 Agustus 2004 (umur 10 bulan, koreksi 8 bulan). <br />Imunisasi dasar sudah lengkap. Hepatitis III tanggal 9/7 dan Campak pada tanggal 20/ 8. Pasien sudah bisa duduk. Datang dengan keluhan demam ringan dan buang air besar encer 3-4 kali sehari. <br />Pemeriksaan fisik : keadaan umum sakit sedang, sadar, tanda vital dalam batas normal. Berat badan 9,2 kg , panjang badan 71 cm dan lingkaran kepala 45 cm. Tanda-tanda dehidrasi tidak ada, tonsil-faring normal, jantung paru-normal, abdomen normal, turgor baik, bising usus normal. Pasien dianjurkan untuk minum oralit dan diberikan parasetamol (diminum kalau demam). <br />Pada pemeriksaan BINS didapatkan nilai 12 dari 13 point. Pasien belum bisa berdiri berpengang (fungsi ekspresif, motorik kasar). Pemeriksaan DDST II dalam batas normal, walaupun pasien belum dapat berjalan dengan baik (fungsi motorik kasar). <br /><br />Tanggal 4 November 2004 (umur 12 bulan, koreksi 10 bulan). <br />Pasien sudah bisa berjalan di tuntun, makan nasi tim, ASI ditambah dengan susu formula. <br />Berat badan 9,8 kg, panjang badan 75 cm dan lingkaran kepala 46 cm. <br />Tanda vital dalam batas normal. <br /><br />Tanggal 5 Januari 2005 (umur 14 bulan, koreksi 12 bulan) <br />Pasien sehat, aktif, sudah bisa jalan sendiri + 5 langkah, bisa memanggil ”maa” dan ”baa”, serta suka main ”ciluk baa”. Gigi sudah tumbuh 6 buah. <br />Tanda vital dalam batas normal, berat badan 10 ,2 kg, tinggi badan 77 cm dan lingkaran kepala 47 cm. <br />Pada pemeriksaan BINS didapatkan bahwa pasien lolos pada 10 dari 11 point (terlampir). <br />Point yang tidak lolos adalah pada meniru garis krayon (fungsi kognitif). <br />Pasien dibawah konsultasi ke spesialis THT untuk pemeriksaan pendengaran, didapatkan hasil baik dan pemeriksaan fisik telinga dalam batas normal . <br /><br />Pemeriksaan oftalmoskopi dengan midriatik dilakukan untuk menilai adanya retinopati prmaturitas. Didapatkan pemucatan di daerah papil dengan batas yang kurang tegas, dengan kesan retinopati prematuritas (zona dan derajat belum bisa ditentukan karena pasien sangat gelisah saat diperiksa). Retina bagian perifer belum bisa diperksa sehingga dianjurkan pemeriksaan dalam sedasi, tetapi orang tua belum setuju. <br /><br />Tinjauan Pustaka <br />Prematuritas <br />Kelahiran prematur sampai saat ini masih merupakan masalah penting di dalam bidang reproduksi manusia karena secara langsung bertanggung jawab terhadap 75-90 % kematian neonatal yang bukan disebabkan oleh kelainan letal. Kelahi ran prematur juga merupakan penyumbang besar pada kematian perinatal dan kesakitan neonatus jangka pendek maupun panjang. Kelainan yang sering dijumpai pada kelahiran prematur berhubungan dengan belum matangnya organ-organ, termasuk diantaranya sindrom gagal nafas, displasia bronkopulmoner, duktus arterio suspaten, enterokolitis nekrotikans, hiperbilirubinemia, apne permaturitas, perdarahan intraventrikuler, retinopati prematuritas dan sepsis neonatal. Jika seorang bayi prematur dapat bertahan hidup, ia dihadapkan pada beberapa resiko seperti kebutaan, ketulian, kelumpuhan otak atau keterbelakangan mental. <br />Defenisi <br />Bayi kurang bulan (BKB/prematur) adalah bayi yang lahir pada masa kehamilan kurang dari 37 minggu (dihitung dari pertama haid terakhir) tanpa memandang berat lahirnya. The American Academic of Pediatrics mengambil batasan 38 minggu untuk menunjukkan prematuritas. <br />Berdasarkan umur kehamilan Usher (1975) menggolongkan bayi prematur menjadi : <br />1.Bayi yang sangat prematur (extremely premature), masa gestasi 24-30 minggu <br />2.Bayi prematur sedang (moderately prematur), masa gestasi 31-36 minggu <br />3.Borderline premature, masa gestasi 37-38 minggu <br /><br />Menurut kurva pertumbuhan janin, terdapat 3 golongan BKB / prematur, yaitu : <br />1.BKB SMK (Sesuai dengan masa kehamilan) <br />2.BKB KMK (Kecil untuk masa kehamilan) <br />3.BKB BMK (Besar untuk masa kehamilan) <br />Berdasarkan berat badannya bayi prematur digolongkan menjadi : <br />1.BBLR (Bayi berat lahir rendah), 1500-2500 gram <br />2.BBLSR (Bayi berat lahir sangat rendah), 1000-1499 gram <br />3.BBLASR (Bayi berat lahir amat sangat rendah), < 1000 gram <br /><br />Faktor Resi ko <br />Sampai sekarang penyebab terjadinya kelahiran prematur belum diketahui. Beberapa keadaan yang tampaknya mempunyai hubungan erat dengan terjadinya kelahiran prematur ini yaitu : <br /> Introgenik <br />Induksi persalinan <br />Sectio caesarea elektif berulang <br />Maternal <br />Penyakit sistematik berat <br />Adanya patologi nyata di abdomen non obstetrik <br />Penyalahgunaan obat terlarang <br />Trauma <br />Berat badan yang rendah sebelum kehamilan <br />Perawatan pendek <br />Penyakit selama hamil <br />Cairan amnion <br />Olig ohidramnion dengan selaput ketuban utuh<br />Ketuban pecah dini <br />Polihidramnion <br />Infeksi intra amnion subklinis <br />Korioamn ionitis klinis <br />Uterus <br />Malformasi uterus kongenital <br />Overdistensi akut <br />Mioma besar <br />Desiduitis <br />Aktivitas uterus idiopatik <br />Plasenta <br />Solusi plasenta <br />Plasenta previa <br />Sinus marganalis <br />Korioangioma besar <br />Disfungsi plasenta <br />Janin <br />Malformasi janin <br />Kehamilan majemuk <br />Janin hidrops<br />Pertumbuhan janin terhambat <br />Gawat janin <br />Kematian janin <br />Serviks <br />Inkompetensi serviks <br />Servisitis / vaginitas akut <br /><br />Masalah Pada Prematuritas <br />Berbagai masalah pada prematuritas muncul sebagai akibat imaturitas organ dari sistem. <br />Resiko terjadinya masalah akibat imaturitas ini berbanding terbalik dengan lamanya masa gestasi, semakin sering ditemukan. Masalah yang sering dihadapi oleh bayi-bayi prematur adalah : <br />1.Asfiksia perinatal <br />2.Masalah pada susunan saraf pusat <br />Perdarahan periventrikuler – intraventrikuler (PPV – IV) <br />Leukomalasia periventrikuler <br />3.Masalah pada sistem pernafasan <br />Sindroma gawat nafas karena penyakit membran hialin (PMH) <br />Apne pada bayi prematur <br />Sindrom kebocoran udara (air leak syndrome) <br />Displasia bronkopulmoner <br />4.Hipotemia <br />5.Hipoglikemia <br />6.Komplikasi kardiovaskuler <br />Duktus arteriosus persisten (DAP) <br />Hipotensi sistemik <br />7.Imaturitas regulasi cairan <br />8.Hiperbilirubinemia <br />9.Retinopati prematuritas (ROP) <br />10.Ketahanan yang rendah terhadap infeksi <br />11.Enterokolitis Nekrotikans (EKN) <br />12.Perdarahan <br /><br />Pelaksanaan <br />Resusitansi harus dilakukan secara benar pada bayi prematur <br />Perawatan di dalam inkubator, serta memperhatikan ventilasi dan reprirasi <br />1.Meletakkan bayi dalam inkubator dengan suhu lingkungan sesuai NTE (Normal Thermal Environment) <br />2.Memastikan pasokan oksigen bayi cukup baik. Saturasi 92-95 % sudah cukup memadai. Bila tidak tersedia oksimeter, oksigen bisa diberikan sampai tubuh bayi tampak kemerahan <br />3.Analisis gas darah penting dilakukan, karena seringkali bayi tidak dapat mengeliminasi CO2 meskipun oksigenasi berlangsung baik <br />4.Radiografi toraks untuk memastikan seberapa berat kelainan paru <br />5.Pemasangan akses arteri (kalau diperlukan) untuk mempermudah pengambilan sampel darah berkali-kali dan kalau mungkin untuk memonitor tekanan darah <br />6.Pemberian surfaktan tambahan <br />7.Pemakaian ventilator pada kasus-kasus tertentu <br /><br />Nutrisi Parenteral<br />Bayi prematur mungkin akan membutuhkan beberapa hari sebelum stabil dan bisa diberi makan enteral. Sementara itu, cairan dekstrose intravena harus segera dimulai, diikuti dengan pemberian nutrisi parenter al jika makanan belum diberi kan dalam waktu 3 hari. <br />Nutrisi parenteral bertujuan untuk menyediakan kalori non-protein yang cukup, sehingga protein yang ada bisa digunakan semaksimal mungkin untuk pertumbuhan. Tiga komponen penting pada nutrisi parenteral adalah glukosa, asam amino dan lipid. Cairan infus harus mengandung asam amino sintesis 2,5-3 gram / dl dan glukosa hipertonik 10-25 gram/dl serta ditambah dengan elektrolit, trace minerals dan vitamin. Emulsi lemak intravena seperti intralipid 20 % (2,2 kka l/ml) bisa digunakan untu menyediakan kalori tanpa beban osmotik yang berarti. Glukosa sudah lebih awal diberikan, sedangkan asam amino dan intralipid menyusul kemudian ketika bayi tidak diharapkan akan minum penuh dalam waktu dekat. Pemberian intralipid bisa dimulai dengan 0, 5 gram/Kg BB/hari dan bisa dinaikkan sampai 3-4 gram/kgBB/hari. <br /><br />Pemberian Makanan Enteral<br />Pemberian makanan bersifat individual. Beberapa hal yang harus diperhatikan adalah perkembangan refleks hisap, menelan, bayi perlu mengkoordinasi gerakan ini dengan pernafasan. Sangat penting untuk mencegah kelelahan, regurgitasi dan aspirasi. Beberapa kondisi yang dapat dijadikan pegangan untuk memulai nutrisi enteral antara lain : <br />1.Tanda vital stabil <br />2.Terdengar bising usus <br />3.Abdomen tidak membuncit <br />4.Tidak ditemukan faktor-faktor resiko (asfiksia, SGN, apneu, bradikardia dll)<br />Makanan harus di hentikan pada bayi dengan SGN, hipoksia, sirkulasi tidak memuaskan, sekresi yang berlebihan, sepsis, depresi susunan syaraf pusat atau bayi dengan tanda penyakit berat. Bayi-bayi dengan keadaan seperti ini harus diberikan nutrisi parenteral untuk penyediaan kalori, cairan, dan elektrolit. <br />Bila ASI tersedia dan tidak ada indikasi kontra pemberian, maka untuk mencapai kecepatan pertumbuhan pada bayi prematur harus diberikan ASI sebanyak 180 -200 cc/kgBB /hari. <br />Bayi prematur bisa dipulangkan jika sudah mampu minum sendiri, dengan kenaikan berat badan 10-30 gram perhari dan suhu tubuh tetap normal di ruangan biasa. Tidak menderita apne atau bradikardia dan tidak memerlukan oksgien atau obat-obat intravena. <br />Selanjutnya bayi harus dipantau secara teratur untuk melihat pertumbuhan dan perkembangannya, serta menemukan kelalaian yang mungkin baru timbul kemudian dan kalau mungkin mengobati / mencegah berlanjut nya proses penyakit yang dideritanya. <br />Pemantauan pertumbuhan <br />Untuk memantau pertumbuhan bayi prematur dapat digunakan kurva seperti kura Babson and Benda, IHDP (Infant Health and Develompment Program), Gairdner and Pearson serta kurva CDC. <br />Berdasarkan konvensi, untuk memantau pertumbuhan digunakan untuk koreksi, yaitu umur kronologis jumlah minggu prematuritas sampai bayi mencapai 2 tahun. <br /><br />Pengukuran dilakukan terhadap : <br />1.Berat badan. Sejak umur pasca menstruasi 32 minggu sampai 1 bulan setelah aterm, rerat meningkat persentil ke 10 kurve pertumbuhan intra uteri aterm. Rerata berat badan bayi umur 2-18 bulan, berkisar antara 0-1 SD dibawah rerata bayi aterm. <br />2. Panjang badan. Panjang badan bayi prematur rerata umur pasca menstruasi 30-40 minggu, turun di bawah persentil 50 kurve pertumbuhan intera uterin. Tumbuh umur 1,5-7,5 bulan. Dari umur 7,5 bulan sampai 5 tahun, pertumbuhannya sama atau sedikit lebih cepat dari bayi-bayi aterm <br />3.Lingkar kepala. Setelah umur kronologis 3-4 minggu, pertumbuhan kepala bayi prematur sub-optimal yaitu 0,2 cm/minggu, kemudian diikuti dengan pertumbuhan cepat (1 cm/minggu) selama 1-2 bulan. Setelah itu tumbuh dengan laju normal, yaitu 1 cm/bulan dalam 6 bulan pertama dan 0,5 cm/bulan untuk 6 bulan berikutnya. Pertumbuhan kepala yang tidak memadai merupakan indikator awal adanya gangguan perkembangan . <br /><br />Pemantauan Perkembangan <br />Perkembangan bayi prematur dalam 2 tahun pertama dinilai berdasarkan umur koreksi. <br />Kemajuan perkembangan dipengaruhi oleh banyak faktor, antara lain umur kehamilan, nutrisi, penyakit, stimulasi dan pemberian kasih sayang. <br />Untuk pemantauan perkembangan sering digunakan DDST II (Denver Development Screening Test II) atau BINS (Bayley Infant Neurodevelopment Screening). <br />Pada DDST yang dinilai adalah 4 sektor perkembangan, yaitu perilaku sosial, gerakan motorik halus, gerakan motorik kasar dan bahasa. Setiap kemampuan dalam kotak persegi panjang horizontal yang berurutan menurut umur. Penilaian dilakukan dengan memberikan nilai lulus (passed = P), tidak lulus (failed = F) atau tidak melakukan (no opprtunity = N.O). saat ini digunakan DDST II, hasil revisi dari Frakenbrurg y ang merupakan pengembangan dari DDST dan DDST-R. <br />BINS adalah suatu metode untuk menilai perkembangan anak yang berusia 3-24 bulan. Pada BINS yang dinilai adalah fungsi neurologis (N), reseptif (R), ekspresif (E), dan kognitif (K). Resiko untuk terjadi gang guan perkembangan dilihat dari beberapa nilai yang didapatkan, anak digolongkan menjadi resiko rendah, rendah dan tinggi. <br />Bila hasil skrining menunjukkan hasil yang tidak normal, perlu dilanjurkan dengan pemeriksaan neurologis. Agar perkembangan bayi menjadi optimal perlu diberikan intervensi berupa stimulasi dini. <br /><br />Pemeriksaan lain <br />1.Pemeriksaan fungsi penglihatan. Pada bayi dengan berat lahir < 1700 gr, 50 % menderita ROP, 5 % di antaranya ROP berat. Semua bayi dengan resiko tinggi harus dilakukan pemeriksaan mata pada umur 4-6 minggu atau sebelum bayi dipulangkan. <br />Bila ditemukan kelainan, diperlukan pemeriksaan berkala tiap 2 minggu, sehingga progesivitas penyakit dapat sangat diketahui. Bila tidak ditemukan kelainan, pemeriksaan mata diulangi pada umur 12-24 bulan. <br />2.Pemeriksaan fungsi pendengaran. Tuli kongenital lebih sering ditemukan pada bayi beresiko tinggi, termasuk bayi prematru. Intervensi dini akan memberikan perubahan bermakna pada kesempatan bicara. Fungsi pendengaran perlu dievaluasi ulang pada umur 12-24 bulan <br />3.Pemantauan morbiditas. Bayi prematur mempunyai angka kejadian morbiditas yang lebih tinggi dengan bayi aterm. Bayi-bayi ini mempunyai kemungkinan empat kali lebih tinggi untuk dirawat kembali di rumah sakit dalam ben tuk pertama kehidupan. Morbiditas yang mungkin timbul adalah komplikasi prematuritas sendiri, anemia defisiensi besi dan hipert ensi. <br /><br />Stimulasi psikososial <br />Bayi resiko tinggi adalah bayi yang secara klinis belum menunjukkan hambatan perkembangan, t etai berpotensi untuk mengalami gangguan perkembangan akibat faktor-faktor resiko biomedik ataupun lingkungan psikososial atau ekonomi, yang dialami sejak masa konsepsi sampai masa neonatal. <br />Prematuritas termasuk salah satu resiko biomedik yang tersering ditemukan dan berpotensi untuk menghambat tumbuh kembang. Umumnya gangguan perkembangan bersumber pada gangguan perkembangan otak. <br />Plastisitas otak adalah kemampuan susunan syaraf untuk menyesuaikan diri terhadap perubahan atau kerusakan yang disebabkan oleh faktor eksternal dan internal. Pada bayi, kemampuan plastisitas ini tinggi karena jumlah neuron, percabangan akson, dendrit serta jumlah sinaps jauh lebih banyak dibandingkan dengan dewasa. Struktur yang dimanfaatkan akan menetap bahkan berkembang menjadi rangkaian fungsional, tetapi bila tidak dimanfaatkan maka struktur tersebut akan mengalami eliminasi. Untuk itu diperlukan rangsangan yang terus menerus me lalui beragai sistem agar struktur yang masih ada dapat dioptimalkan. <br />Intervensi yang dilakukan sejak dini dan berlangsung lebih lama akan memberikan manfaat lebih besar di bandingkan dengan intervensi yang terlambat atau dilakukan dalam waktu singkat. <br />Umumnya untuk bayi dianjurkan pendekatan rangsangan multimodal yang meliputi rangsangan. <br />1.Taktil (pijat, fleksi, ekstensi, posisi) <br />2.Vestibular kinestetik (mengg yang, mengayun) <br />3.Pendengaran (menanyi, musik, rekaman suara ibu, irama jantung ibu) <br />4. Visual (gerakan, warna, bentuk) <br />Sebelum usia 3 tahun, stimulasi diarahkan untuk mencapai semua aspek perkembangan (pengliha tan, kognitif, sosial-kemandirian, gerak halus, kasar). Sesudah umur 3 tahun stimulasi diarahkan lebih spesifik untuk kesiapan akademik, seperti menggambar, mengenal bentuk, huruf, angka, menulis, membaca dan berhitung, disamping emosi-sosial dan kemandirian. <br /><br />Analisis kasus <br />Data awal <br />Kasus ini mempresentasikan seorang bayi BBLR dengan prematuritas murni, SMK. Pasien Isir secara spontan, asfiksia sedang (partus luar), dengan berat badan 1200 gram. Saat datang (usia 3 jam) pasien tampak sesak nafas. Hasil rontgent toraks memperlihatkan adanya infiltrat dan tidak jelas adanya HMD. Bronkopneumonia bisa disebabkan karena percah ketuban yang telah berlangsung selama 3 hari sebelum kelahiran, sedangkan maturitas paru terpacu karena pemberian kortikosterioid sehingga pasien tidak menderita HMD. Selama perawatan pasien sering sianosis dan mendapatkan oksigen dalam waktu yang cukup lama. Tidak pernah tampak kuning. <br /><br />Faktor genetik / heredokonstitusional <br />Pasien merupakan anak kedua. Anak pertama juga BBLR dengan prematuritas (1200 gr) yang lahir spontan dan meninggal pada umur 1 minggu. Pada riwayat keluarga juga ditemukan adanya riwayat prematuritas. Kakak kandung ibu juga tahu prematur 1800 gr/sekarang baik. <br /><br />Faktor lingkungan (ekosistem) <br />Pranatal <br />Kehamilan ibu merupakan kehamilan yang tidak disangka sebelumnya karena ibu masih belum mendapatkan haid saat mulai hamil (setelah melahirkan anak pertama), tetapi ibu mensyukuri kehamilannya dan telah kontrol sejak awal pada dokter spesialis kandungan. Ibu tidak mengkonsumsi jamu ataupun obat-obatan selain yang diberikan oleh dokter kandungan. Selama kehamilan ibu tidak mempunyai masalah dengan makanan, gizi ibu cukup baik dan rajin meminum susu ibu hamil. <br />Kira-kira bulan kedua kehamilan, terjadi komplikasi berupa perdarahan sampai bulan ketiga. Ketuban pecah dini terjadi pada kehamilan tujuh bulan. Ibu melahirkan setelah dirawat selama tiga hari dan telah mendapatkan terapi antibiotik serta kotikosteroid. Kedua komplikasi ini potensial menimbulkan masalah. Perdarahan pada waktu kehamilan muda bisa menimbulkan gangguan pada organogenesis dan perkembangan janin, hal ini tidak ditemukan pada kasus. Sedangkan ketuban pecah dini (lebih kurang 3 hari) sangat potensial untuk menimbulkan gangguan pada organogenesis dan perkembangan janin, hal ini tidak ditemukan pada kasus. Sedangkan ketubah pecah dini (lebih kurang 3 hari) sangat potensial untuk menimbulkan infeksi karena adanya hubungan antara dunia luar dengan intra uterin. Pada kasus ini, ibu segera dirawat setelah ketubah pecah dan dokter spesialis kebidanan segera memberikan antibiotik profilaks. Walaupun pasien masih menderita bronkopneumonia setelah lahir, tetapi tidak terlalu berat. <br />Pecahnya ketuban juga merupakan salah satu faktor penyebab terjadinya persalinan prematur. Hal ini sudah diantisipasi oleh dokter kebidanan dengan memberikan kontikosterioid antenatal untuk mempercepat pematangan paru janin. Pemberian ini terbukti membantu karena pada kasus ini tidak ditemukan adanya HMD yang disebabkan oleh kurangnya surfaktan pada bayi prematur. <br /><br />Postnatal <br />Ekosistem Mikro <br />Ibu berusia 26 tahun, Suku Minangkabau, pendidikan Sarjana, tidak bekerja. Ibu sama sekali belum berpengalaman dalam membesarkan anak. Anak pertama prematur 1200 gram dan meninggal setelah usia satu minggu. Ini merupakan pengalaman yang cukup traumatis bagi ibu sehingga ibu terus merasa khawatir dengan keadaan anaknya. Hal positif dari keadaan ini adalah bahwa ibu suka ”cerewet” menanyakan segala hal tentang perawatan bayi dan mau mengikuti nasehat dokter. Pendidikan ibu yang tinggi, membuat komunikasi antara dokter dan ibu cukup baik. Seteiap ada masalah dengan anak, ibu selalu membawa anak ke dokter maupun menelepon. <br /><br />Ekosistem mini<br />Ayah berusia 28 tahun, suku Minangkabau, pendidikan SMA, bekerja sebagai Polisi. Ayah juga cukup kooperatif dan pada saat pasien rumah sakit selalu mendapmpingi ibu dalam merawat bayinya setiap ada kesempatn (walaupun di luar lapangan). Pada saat pasien berusia 4 bulan, ayah ditugaskan ke Aceh selama 8 bulan dan dilanjutkan ke Pekanbaru selama 1 bulan. Walaupun demikian, ayah selalau berusaha mendekati pasien, sehingga pasien tidak begitu asing dengan ayahnya. <br />Hubungan dalam keluarga cukup harmonis. Ayah dan ibu menjalankan fungsi masing-masing dengan cukup baik, keduanya saling menghormati serta mempunyai keinginan dan perhatian cukup besar untuk pemenuhan kebutuhan dasar anaknya. <br />Pasien sekeluarga tanggal di rumah permanen milik keluarga ibu. Rumah cukup besar, bertingkat, berlantai keramik, halaman dan garasi ada, dengan beberapa kamar kos yang disewakan. Ventilasi cukup, penerangan dengan listrik PLN, sumber air dari PAM dan pompa listrik, air jenirh, tidak berwarna dan tidak berbau. Sampah dibawa oleh petugas. Keluar yang tinggal serumah adalah nenek dari pihak ibu, kakek (meninggal pada waktu pasien berusia 10 bulan), adik ibu, anak kakak ibu – perempuan berusia 8 bulan, ayah, pasien dan 2 orang anak kos (perempuan, bekerja). Kakek adalah mantan kepala kejaksaan diBengkalis. Tingkat ekonomi keluarga ibu cukup baik (menengah ke atas). <br /><br />Ekosistem Meso<br />Keluarga pasien tinggal di daerah penduduk asli (bukan kompleks), ditepi jalan raya. Tetangga pada umumnya adalah penduduk asli daerah tersebut (Gurun Lawas) dengan tingkat sosial ekonomi menegah. Hubungan dengan tetangga cukup rukun. Sarana kesehatan mudah dicapai, ibu memilih membawa anak ke RS Dr. M. Djamil atau ke praktek Dokter spesialis jika ada masalah. Keluarga mempunyai mobil pribadi sebagai sarana transportasi. Untuk telekomunikasi ibu mempunyai telepon rumah dan telepon genggam. <br /><br />Pemenuhan kebutuhan dasar <br />Kebutuhan fisik-biomedis (ASUH) <br />Pasien mendapat ASI sampai sekarang, walauun pada usia 5 bulan ditambah dengan susu formula karena ASI ibu kurang. Pemberian makanan tambahan dimulai pada usia 6 bulan, berupa bubur susu dan buah-buahan. Nasi tim dimulai diberikan pada usia 8 bulan dan nasi tim biasa mulai usia 10 bulan. Saat ini pasien sudah diberikan nasi lunak dengan lauk, telur, ikan, daging (berganti-ganti) dan sayuran. Kualitas maupun kuantitas akanan cukup. <br />Imunisasi diberikan sejak umur 2,5 bulan dianjurkan sesuai jadwal dan lengkap pada usia 10 bulan. Penimbangan dilakukan dengan teratur setiap bulan, ke rumah sakit atau ke dokter. Kalau sakit, anak segera dibawa berobat ke RS. Dr. M. Djamil atau ke dokter spesialis anak. <br />Rumah tinggal keluarga sangat layak, sumber air dan penerangan baik, sampah dibawa petugas. Higiene dan sanitasi lingkungan baik. Sandang juga terpenuhi dengan baik. Setiap 1-2 minggu sekali, anak dibawa reaksi oleh ibu dan ayah (kalau ada di rumah) ke temat-tempat di kota padang. Pada usia 10 bulan anak bahkan telah dibawa ke Jakarta, untuk menghadiri pesta perkawinan kakak ibu sekaligus berekreaksi. <br />Sebagai bayi yang lahir prematur dengan berat badan lahir sangat rendah, terdapat kemungkinan beberapa komplikasi, seperti gangguan neurologis, pendengaran, penglihatan, dan tumbuh kembang. Kepada ibu diterangkan hal ini dan dianjurkan untuk membawa bayi untuk kontraol teratur ke RS. Dr. M. Djamil dan ke dokter spesialis, juga dilakukan kunjungan krumah untuk memantau perkembangan. <br />Pemeriksaan yang dilakukan antara lain pemeriksaan mata dan teliga, pada umur 6 bulan (koreksi) dan umur 1 tahun (koreksi). Skrining perkembangan juga dilakukan dengan DDST II dan BINS <br /><br />Kebutuhan emosi / kasih sayang (ASIH) <br />Hubungan ibu dan anak sangat erat dan mesra. Sejak di rumah sakit, telah diucahakan terjadinya komunikasi sedini mungkin. Ibu telah datang ke rumah sakit sejak hari ketiga dan telihat langsung dalam perawatan bayinya. <br />Ayah juga cukup dekat dengan bayinya, tetap kedekatan ini terganggu karena tugas ayah sebagai polisi yang mengharuskannya bertugas di luar daerah. <br />Anggota keluarga lain seperti nenek, adik, ibu dan juga sepupu yang berusia 8 tahun juga terlihat dalam mengasuh pasien. Pasien sangat dekat dengan sepupu yang sudah seperti kakak sendiri. <br />Kebutuhan akan stimulasi mental (ASAH) <br />Stimulasi terhadap pasien telah dimulai sedini mungkin, sejak pasien masih di rumah sakit. Saat pasien inkubator, ibu telah dilibatkan dalam perawatannya. Kepala ibu dianjurkan untuk mengajar bicara bayinya dengan lembut, walaupun bayi belum bisa digendong. <br />Setelah bayi cukup stabil, dimulai perawatan bayi lekat (kanggaroo baby care) dengan meletakkan bayi dalam posisi tegak diantara kedua payudara ibu dan kemudian ditutupi dengan pakaian khusus (ada bagian perinatologi), sehingga terjadi kontak kulit dengan kulit antara bayi dan ibu yang berupa rangsangan taktil dan bayi akan mendengar detak jantung ibu yang merupakan rangsangan auditori terhadap bayi. Rangsangan taktil juga diberikan dengan cara meminjat bayi, selain diajarkan secara langsung, kepada ibu juga diberikan satu copy buku tentang memijat bayi. <br />Selama di rumah sakit ibu juga diajarkan keterampilan membersihkan, memandikan. Mengganti pakaian, memberi minum dan menenangkan bayi. Ibu dianjurkan sedekat mungkin dengan bayi, sehingga menghilangkan ketakutan dan kecemasan ibu serta mendorong ibu untuk menikmati kebersamaan dengan bayinya. <br />Di rumah, ibu dianjurkan untuk mengajak bayinya bercakap-cakap, kontak mata dan membelikan mainan sesuai umur yang bisa merangsang perkembangan bayi, seperti mainan berwarna terang, kerincingan dan lain-lain serta meminta ibu untuk bermain dengan bayinya. <br /><br />Hasil penanganan jangka panjang <br />Dari penangan jangka panjang yang dilakukan, sampai saat ini belum terlihat gangguan tumbuh kembang yang berarti. Pertumbuhan pasien sangat baik, terjadi tumbuh kejar pada usia 4-12 bulan (kronologis), sehingga berat badan pada usia 14 bulan telah sesuai dengan bayi aterm (antara P25-50 kurva CDC 2000). Imunisasi dilakukan dengan lengkap, walaupun tidak sesuai jadwal. <br />Pada pemeriksaan BINS yang dilakukan 3 kali jangka waktu, didapatkan bahwa pasien tergolong beresiko rendah untuk kelainan neurodevelopmental. DDST II juga dalam batas perkembangan masih mungkin terjadi pada umur yang lebih tua. <br />Pemeriksaan teliga yang dilakukan 2 kali (umur 6 bulan dan 1 tahun) mendapatkan hasil dalam batas normal. <br />Pemeriksaan mata terhadap kemungkinan ROP sudah dilakukan, tetapi hasil belum maksimal. Pada pemeriksaan pertama (umur kronologis 5-6 minggu), ROP belum dapat dinilai karena pasien masih terlalu kecil, sedangkan umur 6 bulan didapatkan hasil dalam batas normal. Pemeriksan terakhir (umur 14 bulan-kronologis), ditemukan adanya ROP, tetapi derajat belum bisa ditentukan. Seharusnya pemeriksaan ini diulang dalam keadaan anak tertidur, tetapi orang tua mencemaskan prosedur pemeriksaan (pemakaian sedatif terhadap anaknya, sehingga memutuskan untuk menunggu. <br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />Daftar pustaka <br />1.Gunardi H. Pemantulan bayi prematur. Dalam Trihono PP, Pudjarto PS, Syarif DR, et al, penyunting. Hot topics in pediatrics II. Pendidikan Kedokteran Berkelanjutan Ilmu Kesehatan Anak FKUI XLV.FKUI; 2002 18-19 Februari : Balai Penerbit FKUI, 2002. <br />2.Chundrayenti E. Kesakitan dan kematian neonatal dini pada bayi dengan berat badan lahir rendah dan beberapa faktor yang mempengaruhi di RSUP Dr. M. Djamil Padang. Tesis, Padang : Bagian Ilmu Kesehatan Anak FK-UNAND, 1998. <br />3.Wibowo N. Resiko dan pencegahan kelahiran prematur. Dalam :L Suradi R, Monintja HE, Amalia P, Kusumowardhani D, penyunting. Penanganan mutakhir bayi perematur : memenuhi kebutuhan bayi prematur untuk menunjang berkelanjutan Ilmu Kesehatan Anak FKUI XXXVIII. FKUI;l 1997. <br />4.Monintja HE. Beberapa aspek kebutuhan bayi kurang bulan. Dalam : Suradi R, Monintja HE, Amalia P, Kusumowardhani prematur untuk menunjang peningkatan kualitas sumber daya manusia.. Naskah Lengkap Pendidikan, Kedokteran berkelanjutan Ilmu Kesehatan Anak FKUI XXXXVII . FUI; 1997; Jakarta Balai Penerbit, 1997<br />5.Janin dan neonatus. Dalam : Markam Ah, Ismael S, Alatas H, et al, penyunting. Buku ajar ilmu kesehatan anak jilid I. Jakarta : Balai Penerbit FKUI, 1991.h.218-21.<br />6.Budjang FR, Bayi yang berat badan lahir rendah. Dalam Wiknojosastro H, Sifuddin B, Rachimhadi T, penyunting. Ilmu Kebidanan Edisi ke – III. Jakarta : Pustaka Sarwono, 1999. h. 77-184.<br />7.Lumley J. Epidemiology of rematurity. Dalam : Yu VYH, Wood, EC, penyunting. Prematurity. Endibrugh : Churchill livingstone, 1987.h. 1-24.<br />8.Stool BJ, Kliegman RM. The newborn infant. Dalam : Behrman RE, Kliegman RM, Jenson HB, penyunting Nelson Textboox of pediatrics. Edisi Ke 17. Phidelphia : Sauders, 2004. h. 523-35.<br />9.Yu VYH. Neonatal complications in preterm infants. Dalam Yu : VYH, Wood EC, penyunting, Prematurity. Endinburgh. : Churchill livingstone, 1987.h.148-69.Buah Hatikuhttp://www.blogger.com/profile/06641198823129527590noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-716129191370657373.post-70142654886404711172008-10-30T05:11:00.000-07:002008-10-30T05:13:06.125-07:00KARSINOMA HEPATOSELULARKARSINOMA HEPATOSELULAR <br /><br /><br />Pendahuluan<br /><br />Karsinoma hepatoselular (KHS) merupakan salah satu kanker yang paling umum ditemukan diseluruh dunia. Diperkirakan terjadi 500- 600 ribu kematian setiap tahunnya karena KHS. 1,2<br />Karsinoma hepatoselular merupakan tumor ganas yang berasal dari sel hepatosit dan merupakan tumor hati primer dengan angka kematian yang masih tinggi. Umumnya pasien meninggal tidak lama setelah diagnosis ditegakkan, ini disebabkan karena penderita biasanya datang berobat sudah dalam keadaan lanjut dan sampai saat ini belum ada satu pengobatan pun yang memuaskan.1<br />Diagnosis pasti karsinoma hepatoselular ditegakkan dengan pemeriksaan patologi anatomik melalui biopsi hati. Dewasa ini biopsi hati lebih sering dilakukan dengan mempergunakan jarum halus (FNB = fine needle biopsy) atau lebih dikenal sebagai biopsi aspirasi.1<br />Telah banyak diketahui hubungan antara KHS dan beberapa faktor penyebab seperti infeksi virus hepatitis B (VHB), hepatitis C dan alkohol, namun proses molekuler terjadinya KHS karena faktor-faktor tersebut masih belum dimengerti. 1,3<br /><br /><br />Etiologi<br /> Karsinoma hepatoselular disebabkan oleh beberapa faktor, faktor yang berperan penting adalah infeksi virus hepatitis B (VHB), virus hepatitis C (VHC) kronis 2,3 dan aflatoksin sebagai zat karsinogenik. Faktor genetik, imunologi, makanan dan lingkungan turut berperan dalam terjadinya KHS. Beberapa penyebab lain yang dihubungkan dengan KHS antaralain : hemokromatosis, pemaparan oleh vinil klorida, infestasi Schistosoma japonica, defisiensi alfa 1 antitripsin, tirosinosis dan metotreksat yang menginduksi sel hati.2-4<br /><br /><br /><br /><br /> Gambar 1. Penyebab Karsinoma Hepato Seluler<br /> Dikutip dari 2<br /><br /><br />Manifestasi klinis<br /> Pada awalnya penyakit KHS berlangsung pelan, tanpa adanya keluhan atau gejala yang jelas, sehingga pasien tidak mengetahui sampai tumor mencapai ukuran yang besar. Pasien bisa merasa lemah, malaise atau kondisi lain yang menyerupai hepatitis.<br /> Keluhan utama yang muncul biasanya nyeri perut atau terabanya masa di perut bagian atas, tidak nafsu makan dan berat badan menurun. Nyeri dirasakan sebagai rasa sakit tumpul atau rasa penuh di kuadran kanan atas, nyeri mendadak yang disebabkan peregangan kapsul karena pembesaran hati atau adanya perdarahan. Pada pemeriksaan fisik ditemukan pembesaran hati dengan konsistensi padat, berbenjol-benjol dan tidak rata, ditemukan pelebaran vena dan asites . 5<br /><br /> <br /><br />Patogenesis<br /><br /><br />Infeksi virus hepatitis B kronis <br /><br /> Karsinoma hepatoselular merupakan komplikasi yang bisa berasal dari infeksi Virus hepatitis B, namun mekanisma pasti timbulnya KHS karena infeksi VHB kronis masih belum jelas. Diduga respon imun terhadap VHB berperan dalam timbulnya KHS.3 Pasien dengan tanda infeksi VHB aktif beresiko 10,4 kali lebih besar dibanding dengan pasien tanpa infeksi aktif. Pada bayi dan anak, terdapat 2 pola penularan, secara vertikal dan horizontal. Penularan horizontal dari orang tua terjadi melalui jalur parenteral seperti transfusi, suntikan dengan jarum suntik tercemar, tindik kuping, khitan atau melalui luka. Penularan secara vertikal terjadi saat proses persalinan, akibat darah ibu yang mengkontaminasi bayi. Infeksi perinatal ini berperan sebagai penyebab kronisitas dan keganasan karena daya penghancur hepatosist yang mengandng VHB pada bayi belum sempurna, sehingga DNA virus lebih luas berintegrasi dengan DNA hepatosit .3<br /> Antivirus sel T berperan penting dalam mengontrol infeksi VHB, respon sel T yang kuat pada pasien VHB akan membunuh virus sehingga pasien menjadi sembuh, namun hal ini tidak terjadi pada penderita infeksi VHB kronis, dimana respon sel T tidak efektif. Respons sel T yang tidak efektif ini akan menyebabkan infeksi persisten pada penderita infeksi VHB kronis. Infeksi VHB kronis ini merupakan lingkungan mitogenik dan mutagenik yang akan merusak susunan genetik dan kromosom sel, dimana DNA VHB akan masuk dalam susunan DNA sel, terjadi microdeletions pada DNA sel sehingga kontrol pertumbuhan sel terganggu. Pada kasus kronis terjadi siklus penghancuran dan regenerasi sel hati terinfeksi yang akan berakhir pada KHS.3,6<br /><br /><br /> <br /> Gambar 2. Hipotesis Karsinoma Hepastoseluler pada infeksi hepatitis <br /> virus B<br />Dikutip dari 6<br /><br />Mekanisme perubahan dari infeksi VHB kronis menjadi KHS belum jelas, suatu teori menerangkan bahwa KHS timbul setelah beberapa tahun setelah infeksi VHB kronis, yang mempermudah terjadinya kerusakan kromosom sehingga mencetuskan KHS, namun teori lain menyatakan sebagian besar tumor mengandung DNA VHB dan mikrodeletion pada susunan DNA, sehingga pembelahan sel tidak teratur. Secara invitro, terdapat kerusakan pada gen X VHB, suatu bagian dari susunan genom VHB yang akan menyebabkan pembelahan sel tidak terkontrol dan menghambat fungsi gen p53 ( anti onkogen sel). 3,5 Salah satu produk dari gen X adalah asam amino 154 yang diduga berperan penting dalam proses onkogenesis.2,3,6<br /><br /><br />Gambar 3. Gen VHB dan VHC, Genom VHB ditunjukan dengan bentuk <br /> sirkular, garis tebal menunjukan env ( envelop atau surface ), <br /> polimerase, X dan produk inti (core and e antigen ).<br />Dikutip dari 2<br /><br />Kerusakan sel hati oleh reaksi terhadap protein VHB akan mencetuskan regenerasi sel hati, kerusakan DNA karena teroksidasi dan berakhir dengan KHS.3 <br />Peningkatan VHB dalam sel akan meningkatkan kemungkinan terjadinya KHS melalui beberapa cara, polipeptida envelope bersifat hepatotoksik dan memacu timbulnya keganasan, produksi berlebihan envelope ini akan menumpuk dalam Retikulum endoplasma (ER) sel dan menimbulkan stres yang akan mengganggu proses reduksi-oksidasi sel dan menurunkan sintesis glutation, hal ini akan menimbulkan stres oksidatif. Stres oksidatif akan mempengaruhi metabolisme sel, mempercepat proses mutasi, perubahan proliferasi sel dan pada stres oksidatif berat, akan menimbulkan kematian sel, hati akan membelah untuk mengganti sel-sel yang mati ini, namun pembelahan berlangsung tidak terkontrol sehingga timbul KHS. 3<br />Stres oksidatif juga akan mengaktifkan sel stelata yang berfungsi untuk mengatur proses pertumbuhan dan diferesiasi sel. Sel stelata merupakan sel fibrogenik utama dalam hati yang bereaksi terhadap sitokin, faktor pertumbuhan dan kemokin, sebagai reaksi terhadap kerusakan sel hati. Fungsi sel ini adalah memproduksi suatu matriks ekstrasel sebagai tempat untuk pertumbuhan dan diferensiasi sel. Aktivasi sel stelata kronis akan menimbulkan fibrogenesis dan peningkatan proliferasi sel hepatosit yang pada akhirnya akan menjadi KHS.2 Gambar 4. <br />Respon imun yang tidak efektif selama infeksi VHB kronis merupakan faktor onkogenik pada KHS, jika respon imun sel T mampu menghancurkan VHB maka infeksi VHB akan berakhir, tapi jika respon imun tidak efektif untuk menghancurkan VHB, maka timbul proses nekroimflamasi kronis yang diikuti dengan penggantian sel baru yang tidak terkendali sehingga berakhir pada KHS.3<br /><br /> <br /><br />Gambar 4. Infeksi virus kronis dan stres sel yang berakhir ke kerusakan sel hati dan <br /> KHS<br />Dikutip dari : 2<br /><br /><br /><br />Gambar 5: Proses terjadinya keganasan hepatosit karena proses infeksi, kerusakan dan proses pergantian sel.<br />Dikutip dari 2<br /><br /><br />Imunobiologi infeksi VHB dan VHC kronis<br /> <br />Telah banyak di kemukakan peran Sel T dalam perjalanan infeksi VHB dan VHC kronis serta KHS. Sel T killer yang aktif akan menghancurkan virus pada saat infeksi akut, jika respon ini tidak adekuat, maka penderita akan menjadi karier kronis. 2<br /> Sistem imun dalam patogenesis infeksi VHB meliputi sel B, T dan sel Natural Killer (NK). Masing-masing sel tersebut akan mempengaruhi sel mieloid dan sel non hepatosit sebagai akibat adanya infeksi pada sel hepatosit. Suatu zat menyerupai glikolipid, alkil α-aza galactose, α-galactosal-ceramide , akan mengaktifkan gen pertahanan sel dan mengurangi replikasi virus hanya pada sel yang terinfeksi virus. 2<br /><br /><br />Aflatoksin<br /> Aflatoksin merupakan metabolit Aspergillus flavus, suatu substansi karsinogenik hepatotosik. Aflatoksin bisa mencemari bahan makanan yang disimpan dalam keadaan lembab seperti jagung, beras, kacang tanah, kedelai dan gandum. Aflatoksin B1 (AFB1) merupakan metabolit utama yang diproduksi oleh jamur ini dan diketahui merupakan zat karsinogenik hati yang paling poten. AFB1 yang masuk dalam tubuh, oleh hati akan dimetabolisme melalui sistem MPO (microsomal mixed-function-oxydase) yang dapat mendetoksifikasi sifat karsinogen zat kimia menjadi lebih lemah. Hasil metabolit tersebut seperti AFM1, AFQ1 yang mampu berikatan dengan DNA dan RNA. 3,4<br /> <br />Aflatoksin dan mutasi p53 pada KHS<br /><br /> Terdapat hubungan antara mutasi pada kodon 249 p53, paparan AFB1 dan kasus KHS, namun mekanisme terjadinya mutasi kodon pada paparan AFB1 masih belum jelas. Mutasi kodon 249 pada p53 ini merupakan indikator adanya paparan AFB1 dimasa lampau. 4Buah Hatikuhttp://www.blogger.com/profile/06641198823129527590noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-716129191370657373.post-79461716930700239632008-10-30T05:10:00.000-07:002008-10-30T05:11:33.097-07:00peranan endoskopi pada perdarahan saluran cernaPERANAN ENDOSKOPI PADA PERDARAHAN SALURAN CERNA<br /><br />PENDAHULUAN<br /><br />Pemeriksaan saluran cerna dengan menggunakan alat yang menyerupai endoskopi untuk pertama kalinya dilakukan pada abad ke-18. Pada saat itu pemeriksaan dilakukan dengan cara mengintip melalui suatu tabung yang dimasukkan ke dalam rektum penderita dengan penerangan lilin untuk dapat melihat keadaan didalam rektum. Cara ini kemudian berkembang dengan pemakaian alat dari logam yang pemakaiannya masih memberikan penderitaan bagi pasien. 1<br />Baru pada tahun 1932, diperkenalkan suatu gastroskop setengah lentur yang mempunyai lapang pandang yang lebih luas, lebih praktis dan aman. Alat ini kemudian dilengkapi dengan kamera dan forsep untuk biopsi. Endoskopi menjadi lebih baik saat prinsip-prinsip optik serat (fiber optic) diterapkan pada alat endokopi.1 <br />Endoskopi serat optik sudah banyak digunakan pada orang dewasa, namun tidak demikian pada anak. Endoskopi serat optik pada usia anak boleh dikatakan masih relatif baru terutama di Indonesia. Hal tersebut sebagian disebabkan karena bila dibandingkan dengan orang dewasa, kelainan-kelainan seperti tumor gastrointestinal maupun tukak memang lebih jarang pada usia anak. Walaupun demikian, akhir-akhir ini keluhan yang menahun yang sering menimbulkan dampak pada aktivitas sehari-hari serta keadaan kedaruratan pada anak mulai meningkat. Nyeri perut yang berulang, muntah berulang, keluhan pascabedah, disfagia, perdarahan gastrointestinal, dispepsi non ulkus, kembung berulang, penyakit radang usus, makin sering dijumpai dan perlu mendapatkan perhatian dan penganganan khusus. Endoskopi pada usia anak makin diperlukan dalam tata laksana penderita tersebut.1<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /> Gambar 1. Bagian-bagian endoskopi 2.<br /><br /><br />Jenis-jenis endoskopi: 2<br />Secara garis besar endoskopi dibagi atas 2 yaitu :<br />1.Endoskopi saluran cerna atas <br />a.Esofagogastroduodenoskopi<br />b.Endoscopic Retrograde Cholangiopancreatography ( ERCP )<br />2.Endoskopi saluran cerna bawah <br />a.Colonoskopi<br />b.Proktosigmoidoskopi<br />c.Anoskopi<br />Enteroskopi<br />Endoskopi kapsul<br /><br /><br />INDIKASI <br /><br />Indikasi penggunaan endoskopi pada anak perlu dikaji dengan cermat. Hal ini tidak saja karena harga dan pemeliharaan alat endoskopi yang mahal, tetapi juga adanya bahaya yang mungkin timbul pada usia anak.Seperti penggunaan obat yang harus secara rasional, maka untuk memperoleh hasil yang optimal, penggunaan alat endokopi harus pula dilakukan secara rasional. 1-3<br /><br />Indikasi Esofagogastroduodenoskopi.1-3<br />1.Hemetemesis dan melena<br />2.Tertelan zat korosif atau benda asing<br />3.Muntah berulang atau menahun<br />4.Melakukan tindakan biopsi pada mukosa atau neoplasma saluran pencernaan.<br />5.Menilai kembali hasil suatu tindakan pembedahan seperti pada atresia esofagi dan duodenum, pembedahan cara Heller ( untuk akalasia), cara Fredet-Ramstedt ( untuk piloro stenosis hipertropik) gastrektomi dsb.<br />6.Indikasi terapi : Kauterisasi lesi yang berdarah, dilatasi <br />striktura, pengangkatan benda asing<br /><br />Indikasi Kolonoskopi 1-3<br />1.Perdarahan gastrointestinal baik segar ( hematoschezia) atau melena<br />2.Diare kronik yang mengandung lendir dan atau darah<br />3.Dugaan inflammatory bowel disease.<br />4.Nyeri abdomen menahun dan berulang.<br />5.Pengamatan kanker : - inflammatory bowel disease, Polyposis syndrome<br />6.Indikasi terapi : pengangkatan polip, pengangkatan benda asing, <br />dekompresi megakolon toksik, dilatasi striktura, kauterisasi lesi berdarah.<br /><br /><br /><br /><br />KONTRAINDIKASI <br />Kontraindikasi pemakaian endoskopi atas adalah: 1-3 <br />1.Kontraindikasi umum :dekompensasi jantung, paru, renjatan dan koma<br />2.Kontraindikasi khusus : perforasi, lesi korosif akut atau phlegmon esofagitis/ gastritis, aneurisma aorta torakal.<br />3.Kontraindikasi relatif : <br />Gangguan perdarahan atau gangguan fungsi trombosit, hepatitis virus akut HBs antigenemia, kifosis vertebra servikalis, striktura esofagus bagian atas, anemia berat<br /><br />Kontraindikasi kolonoskopi: 1-3<br />1. Kontraindikasi umum : Peritonitis, renjatan dan kejang<br />2. Kontraindikasi khusus : megakolon toksik, aneurisma aorta abdominal, hepatomegali <br /> atau splenomegali hebat, asites masif.<br />3. Kontraindikasi relatif : <br /> Peradangan usus yang akut dan fulminan, gangguan perdarahan atau <br /> gangguan fungsi trombosit, hepatitis virus akut , HBs antigenemia, kifosis <br /> vertebra servikalis, hernia, anemia berat<br /><br />Endoskopi bagian atas merupakan prosedur yang relatif aman. Komplikasi dikatakan kurang dari 2%. Walaupun komplikasi yang timbul mungkin lebih tinggi daripada orang dewasa, tetapi kebanyakan bersifat ringan seperti flebitis karena sedasi intravena. Kadang dijumpai henti napas transien karena sedasi yang berlebih yang dapat dihindarkan dengan sedasi bertahap (titrasi) dan pemantauan yang baik. Pemberian nalokson dapat segera memperbaiki pernapasan. Spasme bronchial dapat pula terjadi karena sedasi berlebihan.<br /><br />KOMPLIKASI <br />Komplikasi yang terjadi karena prosedur endoskopi sendiri sebetulnya sangat jarang. Dilaporkan terjadinya perforasi, perdarahan sementara ditempat dilakukannya hisapan, aspirasi, hematoma, retrofarings dan lepasnya / patahnya gigi. 1,2<br /><br />Komplikasi Endoskopi Atas 1,2<br />Akibat premedikasi (sedasi)<br />Henti napas transien, gejala ekstrapiramidal, kelebihan obat anastesi, hipotensi, gangguan koordinasi, bradikardi, spasme bronkial<br />Akibat prosedur endoskopi<br />Perforasi, laserasi selaput lender, perdarahan di tempat hisapan, aspirasi<br />hematoma retrofaring, gigi lepas/patah<br />Akibat penekanan trakea<br /> Gangguan irama jantung ( refleks vago-vagal) <br />Komplikasi Kolonoskopi. 1,2<br />Akibat premedikasi (sedasi)<br />Gejala ekstrapiramidal, hipotensi, bradikardi, flebitis<br />Akibat prosedur endoskopi<br />Perforasi, laserasi selaput lendir, perdarahan di tempat hisapan, invaginasi setelah kolonoskopi, infeksi<br />Premedikasi, sedasi dan anestesi 1,2<br />Di banyak negara pemeriksaan panendoskopi dan kolonoskopi adalah pemeriksaan tanpa perlu merawat penderita, kecuali untuk polipektomi dan skleroterapi (untuk varises esophagi). Di Eropa dan Amerika Serikat pada umumnya dilakukan sedasi dengan diazepam, meperidin dan atau beberapa obat sedatif yang lain terhadap anak dan bayi. Di Jepang masih dijalankan anestesi umum. Hingga saat ini belum ada keseragaman pendapat masalah premedikasi, sedasi dan anestesi. Demikian pula apakah pemeriksaan dilakukan didalam kamar pemeriksaan endoskopi atau kamar operasi. Pengunaan narkose tergantung pada umur anak, kerjama dengan penderita dan rencana tindakan yang akan dilakukan selama prosedur endoskopi. Untuk anak besar yang kooperatif cukup dengan sedasi ringan dengan diazepam (1 mg/kg berat badan) dan anestesi lokal melalui semprotan pada tenggorokan. Untuk anak dibawah 10 tahun dan bayi diberikan sedasi penuh dengan diazepam 2-4 mg/kg berat badan, meperidin 1-4 mg/kg berat badan dan prometazin ½-1 mg/kg berat badan, semua secara intravena.<br />Anestesi lokal pada tenggorokan tidak dan jangan diberikan karena akan mengurangi daya refleks muntah dan batuk serta mendatangkan bahaya aspirasi. Pada tindakan sedasi tersebut, harus dipersiapkan alat dan obat resusitasi seperti ambubag, O2 alat pengisap lendir dan obat-obat seperti nalokson (antidotum meperidin), adrenalin, kortison, dan sebagainya.<br /><br />Teknik pemeriksaan 2<br />Anak ditidurkan pada posisi miring pada sisi kiri, kemudian ujung alat endoskopi mulai dimasukkan melalui mulut, faring ke dalam esophagus, lambung, bulbus dari duodenum, sambil dengan hati-hati dan teliti mengamati bagian-bagian tersebut. Melalui pylorus memerlukan sedikit keterampilan, yaitu usaha agar pylorus selalu ada ditengah-tengah lapangan penglihatan, dengan menggerakkan kemudi ke kanan atau ke kiri, tarik ke atas atau bawah mengikuti gerakan lambung. Bulbus terbaik diamati pada saat baru saja melewati pylorus, karena pada waktu alat ditarik keluar setelah mencapai bagian duodenum kedua atau ketiga, maka ujung skop akan langsung ke luar dari bulbus ke dalam lambung sehingga tidak sempat mengamatinya lagi.<br /> Pada antrum diamati kelainan mukosa maupun gerakan peristaltik. Kurvatura minor maupun mayor diteliti apakah ada kelainan, bila perlu dengan meniupkan udara agar lambung mengembang supaya lipatan-lipatan merata. Kardia dan fundus dapat diamati dengan cara menekuk ujung skop 1800 yang dapat dimungkinkan dengan memutar pengemudi atas bawah sehingga ujung alat berbentuk huruf U, lalu dengan menarik alat, yang ujungnya tadinya berada di antrum, ke arah ke luar dan dengan demikian akan mendekati kardia dan fundus. <br />Duodenum bagian kedua dan ketiga, kadang-kadang sulit dicapai, tetapi gerakan menarik alat keluar, skop akan meluruskan diri dan dengan demikian ada gerakan paradoksal dari alat untuk maju atau masuk lebih dalam, sehingga duodenum bagian kedua dapat dicapai dan ampula vateri dapat terlihat. <br />Demikian pula dilaksanakan pengamatan sekali lagi sewaktu alat ditarik keluar dengan mengisap cairan yang ada dalam lambung sewaktu masuk untuk menghindari aspirasi bila timbul muntah dan mengisap udara sebanyak mungkin dari lambung sewaktu keluar untuk menghindari rasa penuh dan kembung selesai pemeriksaan. Esofagus yang telah diperiksa sewaktu masuk, sekali lagi diamati sewaktu ke luar, terutama diperhatikan apakah terdapat trauma akibat manuver alat, dapat pula diamati larings dan pita suara sewaktu hampir mencapai rongga mulut.<br /><br /><br />PERANAN ENDOSKOPI PADA PERDARAHAN SALURAN CERNA.<br />Perdarahan saluran cerna merupakan suatu keadaan kegawatan sehingga harus dilakukan tindakan segera. Endoskopi berperan dalam menentukan penyebab dan lokasi perdarahan sehingga bisa dilakukan tindakan yang tepat untuk menghentikan perdarahan. 4. Berdasarkan fungsinya, endoskopi terbagi 2, endoskopi diagnostik dan endoskopi terapeutik, endoskopi diagnostik berperan dalam menentukan penyebab perdarahan dan lokasi lesi tersebut, sedangkan endoskopi terapeutik berperan untuk menghentikan perdarahan yang terjadi. 4 <br />Terdapat berbagai jenis teknik endoskopi terapeutik untuk menghentikan perdarahan , dengan berkembangnya teknologi, tidak hanya perdarahan karena ulkus peptikum dan perdarahan varises yang bisa dihentikan, tapi juga perdarahan didaerah usus halus dan kolon. 4 Dua dekade terakhir, endoskopi terapeutik berkembang dengan pesat sehingga teknik yang dilakukan semakin mudah dan mudah ditoleransi oleh pasien. 4.<br />Perdarahan Saluran Cerna Bagian Atas<br />Endoskopi<br /> Endoskopi merupakan pemeriksaan yang lebih disukai untuk melakukan evaluasi perdarahan pada saluran cerna, umumnya endoskopi diindikasikan untuk perdarahan saluran cerna yang memerlukan transfusi darah atau perdarahan berulang yang tidak diketahui sebabnya. 5-7<br />Endoskopi sangat berperan dalam menentukan penyebab perdarahan saluran cerna yang sulit ditentukan berdasarkan pemeriksaan radiologis. Beberapa lesi yang tak terlihat pada pemeriksaan radiologis bisa tampak pada pemeriksaan endoskopi seperti esofagitis, Mallory Weiss síndrome, gastritis erosif, teleangiektasi dll. 7,8<br />Endoskopi bisa menentukan penyebab perdarahan saluran cerna pada 90 % kasus. Pemeriksaan endoskopi yang dilakukan dalam 12- 24 jam saat perdarahan saluran cerna sangat membantu dalam menentukan lokasi dan terapi yang tepat untuk kelainan tersebut, Namun perlu diketahui bahwa sebagian besar perdarahan saluran cerna pada anak akan berhenti secara spontan, sehingga pemeriksaan endoskopi dilakukan pada kasus-kasus yang memerlukan terapi lanjutan atau tindakan bedah. Endoskopi dikontraindikasikan pada keadaan klinis yang tidak stabil seperti syok hipovolemi, infark miokard atau anemia berat. 5,9-11<br />Endoskopi terapi<br />Banyak jenis endoskopi terapi yang tersedia untuk kasus perdarahan saluran cerna, seprti elektrokoagulasi (heater probe, monopolar probe dan bipolar electrocoagulation (BICAP) probe) koagulasi laser, koagulasi Plasma Argon, penyuntikan epinefrin dan sklerosan, ligasi dan pemasangan slip. Sayangnya Sangat sedikit literatur yang mencatat tentang keberhasilan pelaksanaan endoskopi tersebut pada anak. 1,5,7 Koagulasi argon lebih disukai karena zat ini mudah melewati saluran endoskopi anak yang kecil dan kedalaman penetrasi bisa diatur. Terapi laser lebih banyak dilakukan pada penderita dewasa dan diketahui banyak menimbulkan kerusakan pada dinding saluran cerna.5. Penyuntikan obat sklerosan lebih banyak digunakan karena mudah pelaksanaannya dan tidak mahal . Perdarahan pada kasus varises esofagus dapat dihentikan dengan penyuntikan zat sklerosan atau pengikatan varises, pemasangan slip merupakan tindakan terpilih untuk menghentikan perdarahan karena varises esofagus karena dinding esofagus yang tipis dan bisa ditoleransi oleh penderita anak, sehingga banyak literatur menyatakan bahwa pengikatan varises lebih disukai dibanding penyuntikan sklerosan.1,4,5,7<br /><br />Perdarahan Saluran Cerna Bagian Bawah.<br />Anoskopi <br />Anoskopi merupakan pemeriksaan pertama pada kasus hematochezia pada anak, pemeriksaan ini bisa menentukan penyebab perdarahan seperti fisura anal atau hemoroid, namun adanya lesi di daerah anal, bukan berarti menyingkirkan kelainan lain didaerah saluran cerna bagian bawah yang bisa menimbulkan perdarahan. 3,5<br />Proktosigmoidoskopi<br /> Proktosigmoidoskopi merupakan prosedur pertama pada perdarahan saluran cerna bawah yang diduga berasal dari daerah rektosigmoid, seperti hemoroid, polip, colitis dan inflammatory bowel disease, pemeriksaan ini lebih akurat menentukan sumber perdarahan dibanding pemeriksaan Barium enema disamping itu pada saat pelaksanaan juga bisa dilakukan biopsi. 3,5,8<br />Enteroskopi<br /> Dengan berkembangnya teknologi, pada saat ini telah bisa dilakukan pemeriksaan pada sebagian atau seluruh saluran cerna, sehingga bisa menentukan penyebab perdarahan diantara ligamen Treitz dan katup ileocecal. 1,5<br />Kapsul Endoskopi <br /> Kapsul endoskopi merupakan pemeriksaan yang lebih baik dalam menentukan perdarahan pada usus halus dibanding enteroskopi. Pemriksaan ini aman dan ditoleransi dengan baik. Pemeriksaan ini bisa mencapai daerah yang tidak bisa dicapai oleh pemeriksaan enteroskopi.5,12<br /> Keuntungan pemeriksaan ini adalah tidak membutuhkan anestesi, pasien bisa langsung menelan peralatan yang dirancang kecil ini, kelemahan kapsul endoskopi antaralain kekuatan baterai yang habis sebelum seluruh saluran cerna terekam, tidak bisa melihat seluruh lapangan pandang dan tidak bisa melakukan biopsi, dengan keterbatasan tersebut, endoskopi tradisional masih tetap diperlukan. 5,12<br />Endoskopi berperan pada beberapa kasus perdarahan saluran cerna <br />Esofagitis<br /> Esofagistis refluks biasanya ditegakkan berdasarkan gejala klinis, pada pemeriksaan endoskopi tampak gambaran granuler dan retakan pada dinding mukosa esofagus yang lebih sering tampak dibagian distal dibanding proksismal esofagus, pada beberapa kasus yang berat, bisa tampak erosi atau ulserasi pada dinding esofagus. 1<br /><br /><br /><br /><br /><br /> Gambar 2. Gambaran endoskopi pada esofagitis. 3<br />Varises esofagus <br /> Kelainan ini ditandai dengan muntah darah, penyebab varises adalah hipertensi portal akibat trombosis vena porta sebelum masuk hepar, omfalitis dengan atau tanpa riwayat kanulasi vena Umbilikalis, dehidrasi dll. 2,5,13<br />Penanganan terbaik melalui endoskopi terapi dengan penyuntikan obat sklerosan bila terjadi perdarahan atau pengikatan varises dimana perdarahan bisa dikontrol pada 90 % kasus, varises bisa dihilangkan pada 80 % kasus. Walaupun tampak sederhana , komplikasi setelah penyuntikan skerosan perlu diperhatikan, seperti striktura, berulangnya varises dan perdarahan berulang. Kekambuhan terjadinya varises dapat dilihat dengan endoskopi setelah 1-2 tahun kemudian dan dapat diatasi dengan penyuntikan obat sklerosan lagi. 5,7,8,13<br />Beberapa literatur menyatakan bahwa pengikatan varises merupakan cara yang terbaik dilakukan pada anak, karena kurangnya rasa nyeri retrosternal dan tidak menimbulkan demam. Kelemahan pengikatan varises adalah tidak bisa dilakukan pada bayi dan anak kecil karena peralatan yang besar dan terjadinya perdarahan ulang pada 80 % kasus. 3,5,7<br /> <br /> Gambar 3. Gambaran endoskopi pada varises esofagus. 3 <br /><br />Mallory-Weiss syndrome.<br /> Merupakan kumpulan gejala akibat robeknya esofagus setelah muntah hebat, pada endoskopi tampak robekan pada mukosa dan sub mukosa pada gastroesophageal junction. Endoskopi bisa menentukan kelainan ini sebagai penyebab perdarahan dibanding pemeriksaan radiologis. Pada kasus perdarahan hebat bisa dilakukan penyuntikan epinefrin atau pemanasan .1,7,8<br /><br /><br /><br /><br /> <br /> Gambar 4. Gambaran endoskopi pada Mallory-weiss syndrome. 7<br /><br />Ulkus peptikum<br /> Penyakit ulkus peptikum pada bayi dan anak biasanya ada hubungan dengan penyakit primer lain seperti sepsis, pemakaian obat steroid, penyakit jantung bawaan, penanganan secara medis biasanya berhasil baik sehingga tindakan pembedahan jarang dilakukan, hanya jika akibat perdarahan nya dapat mengancam jiwa .2<br /> Pada pemeriksaan endoskopi biasanya hanya ditemukan perdarahan gastritis difus yang dapat berhenti sendiri. Perdarahan pada ulkus peptikum yang hebat bisa dihentikan dengan melakukan koagulasi laser atau kauterisasi melalui endoskopi 2,8,13,14<br /><br /> <br /><br /><br /> <br /> Gambar 5. Gambaran endoskopi pada ulkus peptikum. 8 <br />Gastritis <br />Gambaran endoskopi pada gastritis berupa mukosa bergranul, retakan, eritematus, udem atau bernodul2, penebalan rugae, erosi atau lesi hemoragik dengan atau tanpa peningkatan vaskularisasi. Perdarahan yang hebat bisa dihentikan dengan melakukan koagulasi laser atau kauterisasi melalui endoskopi,1,13<br />Melalui endoskopi bisa dilakukan biopsi untuk membantu membedakan antara sarkoidosis, Helicobacter pylori dan lain-lain. Dari pemeriksaan endoskopi, gastritis karena Helicobacter pylori memberikan gambaran bernodul pada mukosa antrum. 1,13<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /> Gastritis H pylory<br /><br /> Gambar 6. Gambaran endoskopi pada gastritis. 13 <br /><br />Crohn disease<br /> Pemeriksaan kolonoskopi berguna untuk membedakan kelainan ini dengan kolitis ulserativa melalui biopsi jaringan yang diambil saat pemeriksaan. Kolonoskopi memberikan gambaran ulkus bergaung, eritema, udem, striktura atau gambaran susunan batubata serta erosi mukosa pada lambung dan usus halus.1,3,9<br /><br /><br /><br /><br /><br /> Gambar 7. Gambaran endoskopi pada Crohn disease. 3 <br /><br />Henoch Schonlein purpura.<br /> Dari pemeriksaan endoskopi bisa ditemukan gambaran purpura pada lambung, duodenum dan kolon menyerupai lesi dikulit, disamping itu bisa dilakukan biopsi dinding saluran cerna untuk diagnosis Henoch Schonlein purpura.1,3<br />Intususepsi<br /> Secara klinis ditandai dengan gejala obstruksi usus, teraba massa abdomen, distensi abdomen dan muntah disertai lendir bercampur darah merah segar di feces, melalui kolonoskopi bisa ditentukan adanya intususepsi dan lokasi nya. 2,3<br />Divertikulum<br /> Ditandai dengan darah melalui rektum berwarna merah bata sampai kecoklatan tanpa rasa nyeri, dapat intermiten atau masif. Perdarahan karena divertikulum pada umumnya berhenti spontan, namun untuk. kasus berat kolonoskopi berperan penting. Kolonoskopi berperan sebagai alat diagnostik dan terapi pada kelainan ini, disamping menentukan lokasi divertikulum, juga bisa dilakukan kauterisasi atau penyuntikan epinefrin pada divertikulum yang sedang mengalami perdarahan, disamping itu pemasangan metallic-clip bisa menjadi alternatif pengobatan. 2,3,8,10 <br />Polip Intestinal<br /> Ditandai dengan keluarnya darah segar tanpa nyeri per rektum bersamaan dengan gerakan usus, sering bersamaan juga dengan keluarnya polip lewat anus . Kolonoskopi berperan sebagai alat diagnostik dan terapi. Melalui pemeriksaan kolonoskopi bisa ditemukan polip diseluruh bagian saluran cerna, seperti lambung atau di usus halus, disamping itu bisa dilakukan pengangkatan polip dan dilakukan pemeriksaan patologi anatomi untuk menentukan apakah kelainan ini merupakan suatu keganasan. 1,3,6<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />Gambar 8. Gambaran endoskopi pada polip intestinal 6 <br /><br />Kolitis ulserativa<br /> Penyakit ini bisa timbul dari bagian rektum sampai bagian proksismal kolon, namun jarang melibatkan ileum terminal. Pemeriksaan kolonoskopi menampakan gambaran udem submukosa, gambaran vaskular hilang, granular, retakan, pseudopolip, dan eksudat mukopurulent. Melalui endoskopi bisa dilakukan biopsi sebagai diagnosis pasti kolitis ulserativa.1,5,6<br /><br /> <br /><br /><br /><br /><br />Gambar 9. Gambaran endoskopi pada lesi vaskuler 4 <br /><br /><br /><br /><br /><br />ENDOSKOPI BAWAH<br />Perdarahan <br /> Perdarahan rectal merupakan indikasi utama untuk dilakukan endoskopi. Penyebab tersering perdarahan ini adalah polip usus besar. Kebanyakan polip pada anak adalah polip juvenil yang biasanya mengalami autoamputasi secara spontan dengan akibat suatu perdarahan singkat. Perdarahan dapat pula terjadi bila polip juvenil mengalami luka atau infeksi. <br />Sindrom poliposis familial perlu dicurigai bila dijumpai lebih dari 5 polip dan ditegakkan dengan pemeriksaan histoloogi. Pada anak dan bayi, perdarahan gastrointestinal bagian atas dapat berupa perdarahan rectal. Hal ini penting dipikirkan sebelum dilakukan kolonoskopi. Kegunaan utama kolonoskopi pada usia anak adalah untuk membedakan proses peradangan (misal kolitis) dari kelainan lokal (polip, perdarahan). Atas dasar ini kolonoskopi digunakan sebagai pilihan pertama untuk diagnosis perdarahan akut atau berulang yang sifatnya ringan atau sedang. Sedangkan penderita dengan perdarahan aktif yang sedang sampai berat, dianjurkan pemakaian radionuclide scanning. Bila dengan scanning tidak ditemukan kelainan, barium enema dengan kontras atau kolonoskopi ataupun enterokolonoskopi intrabedah mungkin diperlukan. Perdarahan samar dengan gejala anemia defisiensi besi dapat disebabkan karena merembesnya darah secara pelan tetapi persisten atau intermiten dari berbagai tempat diusus bagian atas maupun bawah, oleh kelainan-kelainan seperti polip, malformasi vaskular, hiperplasi limfoid nodular, penyakit peradangan usus kronik (chronic inflammatory bowel disease), dan sebagainya.<br /><br />Hematemesis dan melena<br />Hematemesis dan melena merupakan salah satu indikasi tersering setelah sakit perut berulang dalam hal dasar penggunaan alat endoskopi. Endoskopi jelas lebih baik dibandingkan dengan foto kontras dalam menentukan penyebab perdarahan, walaupun pada 10-20% dari kasus tetap tidak dapat ditentukan lokasi perdarahannya. Hal ini mungkin karena keluarnya darah terjadi di nasofarings atau karena jumlah darah yang hilang tidak banyak. Dengan demikian sebelum dilakukan endoskopi perlu diperiksa dengan seksama daerah hidung anterior atau orofarings untuk melihat ada tidaknya tanda-tanda epistaksis. Masalah lain dalam penggunaan endoskopi adalah waktu antara episode hematemesis dan waktu dilakukan endoskopi. Keterlambatan lebih dari 24 jam dapat mengurangi keberhasilan dalam menemukan sumber perdarahan. Dengan demikian endoskopi harus cepat dilakukan begitu penderita sudah mencapai stabilitas sirkulasi darahnya. Bila ini tercapai, maka lambung perlu dicuci sampai cairan aspirat kembali menjadi jernih ataupun sampai perdarahan berkurang sekali. Kebanyakan perdarahan akan berhenti dengan cara konservatif ini. Bila perdarahan tidak dapat dikendalikan dan dipertimbangkan tindakan bedah, maka endoskopi merupakan tindakan kedaruratan. Dalam hal ini mungkin saja pandangan melalui endoskopi akan terhalang oleh banyaknya darah, akan tetapi begitu tempat perdarahan dapat diperkirakan, maka ini akan merupakan petunjuk yang berharga bagi ahli bedah dalam melakukan tugasnya.<br /><br />KESIMPULAN<br /> Endoskopi merupakan instrumen yang sangat berperan dalam diagnostik maupun terapetik pada kelainan saluran cerna. Dengan teknik endoskopi yang semakin canggih tindakan bedah pada beberapa kasus dapat dikurangi. Indikasi penggunaan endoskopi bervariasi sesuai dengan usia dan gejala yang timbul. Pemeriksaan endoskopi lebih banyak manfaatnya dalam mendiagnosis kelainan-kelainan saluran cerna yang tak tampak secara radiologis.<br />Endoskopi pada anak merupakan prosedur yang penting pada pelbagai kelainan saluran cerna. Prosedur ini cukup aman, dan bila dipergunakan dengan indikasi dan cara yang tepat akan memberikan banyak informasi diagnostik. Interpretasi yang tepat diperlukan untuk menghubungkan kelainan yang ditemukan dengan diagnosis.. Dengan melihat algoritma diagnostik dan penatalaksanaan sesuatu gejala penyakit, dapat diketahui indikasi pemakaian endoskopi saluran cerna, baik bawah maupun atas.<br />Pemeriksaan endoskopi sangat bermanfaat sebagai alat diagnostik dan terapeutik pada perdarahan saluran cerna, dengan pemeriksaan endoskopi yang baik bisa ditentukan penyebab, lokasi perdarahan, tindakan untuk menghentikan perdarahan serta menentukan prognostik.Buah Hatikuhttp://www.blogger.com/profile/06641198823129527590noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-716129191370657373.post-63047936668004577482008-10-30T04:55:00.000-07:002008-10-30T04:56:28.096-07:00Daya lindung vaksin BCG terhadap meningitis tuberculosis anak di beberpa RS di JakartaResearch Report from JKPKBPPK / 2002-03-21 10:35:00<br />Oleh : Ainur Rofiq, Badan Litbang Kesehatan<br />Dibuat : 2002-03-21, dengan 0 file<br /><br />Keyword : Meningitis Tuberculosis<br />Infeksi Tuberkulosis merupakan masalah kesehatan masyarakat yang besar, angka kesakitan dan kematian akibat Tb dari tahun semakin meningkat. <br />Biasanya penyebab kematian akibat penyakit ini adalah infeksi Tb berat yang salah satunya adalah meningitis Tb. <br />Meningitis Tb merupakan penyakit yang berbahaya, terutama pada bayi dan anak. Risiko kematin pada penderita sangat tinggi, atau bila penderita mengalami kesembuhan biasanya mengalami gejala sisa yang akan mengganggu fisik dan mungkin mental penderita seumur hidup. Karena risikonya yang fatal ini maka perlu vaksin yang dapat melindungi penderita dari meningitis TB. <br />Pemberian vaksin BCG pada bayi, diharapkan dapat memberikan daya lindung terhadap penyakit TBC berat yang diantaranyya adalah penyakit meningitis tuberkulosis. Penelitian yang pernah dilakukan menunjukkan vaksin BCG mempunyai daya lindung sebesar 66,67 % pada anak, tetapi beberpa dokter anak melaporkan secara tidak resmi bahwa bayi/anak yang telah mendapat BCG masih mengalami meningitis Tb berat, bahkan sampai meninggal. Yang menjadi pertanyaan adalah apakah vaksin BCG masih mempunyai daya lindung terhadap penyakit ini. <br />Telah dilakukan penelitian mengenai daya lindung vaksin BCG terhadap meningitis Tb anak di beberapa rumah sakit di Jakarta selama satu tahun. Studi ini dilakukan di RSCM memakai desain kasus kontrol,penderita meningitis Tb diambil sebagai kasus sebanyak 28,17,18,24 dan terakhir 9 penderita, dan kontrol diambil pada penderita non meningitis Tb. Hasil penelitian ini menunjukkan masih terdapat penurunan risiko terjadinya meningitis Tb pada anak sebanyak 0,72 kali bila penderita diberi BCG dibanding dengan penderita yang tidak pernah diberikan BCG. <br />Deskripsi Alternatif :<br /><br />Infeksi Tuberkulosis merupakan masalah kesehatan masyarakat yang besar, angka kesakitan dan kematian akibat Tb dari tahun semakin meningkat. <br />Biasanya penyebab kematian akibat penyakit ini adalah infeksi Tb berat yang salah satunya adalah meningitis Tb. <br />Meningitis Tb merupakan penyakit yang berbahaya, terutama pada bayi dan anak. Risiko kematin pada penderita sangat tinggi, atau bila penderita mengalami kesembuhan biasanya mengalami gejala sisa yang akan mengganggu fisik dan mungkin mental penderita seumur hidup. Karena risikonya yang fatal ini maka perlu vaksin yang dapat melindungi penderita dari meningitis TB. <br />Pemberian vaksin BCG pada bayi, diharapkan dapat memberikan daya lindung terhadap penyakit TBC berat yang diantaranyya adalah penyakit meningitis tuberkulosis. Penelitian yang pernah dilakukan menunjukkan vaksin BCG mempunyai daya lindung sebesar 66,67 % pada anak, tetapi beberpa dokter anak melaporkan secara tidak resmi bahwa bayi/anak yang telah mendapat BCG masih mengalami meningitis Tb berat, bahkan sampai meninggal. Yang menjadi pertanyaan adalah apakah vaksin BCG masih mempunyai daya lindung terhadap penyakit ini. <br />Telah dilakukan penelitian mengenai daya lindung vaksin BCG terhadap meningitis Tb anak di beberapa rumah sakit di Jakarta selama satu tahun. Studi ini dilakukan di RSCM memakai desain kasus kontrol,penderita meningitis Tb diambil sebagai kasus sebanyak 28,17,18,24 dan terakhir 9 penderita, dan kontrol diambil pada penderita non meningitis Tb. Hasil penelitian ini menunjukkan masih terdapat penurunan risiko terjadinya meningitis Tb pada anak sebanyak 0,72 kali bila penderita diberi BCG dibanding dengan penderita yang tidak pernah diberikan BCG. <br />Copyrights : Copyright © 2001 by Badan Litbang Kesehatan. Verbatim copying and distribution of this entire article is permitted by author in any medium, provided this notice is preserved.Buah Hatikuhttp://www.blogger.com/profile/06641198823129527590noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-716129191370657373.post-64579027038383321422008-03-14T04:18:00.001-07:002008-03-14T04:19:48.301-07:00Deteksi Dini Fungsi Pendengaran Bayi dan AnakPenulis: Sri Sofyani<br /><br />Pendengaran yang normal adalah modal yang penting untuk anak agar dapat berbicara dan berkomunikasi dengan lingkungannya.<br /><br />Organ pendengaran memegang dua peranan yang sangat penting dalam proses perkembangan bicara yaitu:<br /><br /> 1. Merupakan jalur input suara <br /> 2. Jalur umpan balik suara yang diucapkan pembicara sendiri sehingga dapat memonitor suara/kata-kata sendiri yang diucapkannya.<br /><br /> Dengan kata lain anak belajar berbicara berdasarkan apa yang dia dengar, sehingga gangguan pendengaran yang dialami anak sejak lahir akan mengakibatkan keterlambatan berbicara dan berbahasa. Pengaruh gangguan pendengaran terhadap perkembangan bicara pada anak tergantung pada waktu terjadinya, jenis, derajat dan proses berlangsungnya: menetap atau sementara; selain itu juga tergantung pada waktu diagnosis ditegakkan dan program rehabilitasi termasuk pemberian amplifikasi dengan alat bantu dengar dimulai. Oleh karena itu sangat penting untuk mengetahui bagaimana fungsi pendengaran seorang anak sejak dini. Bayi yang mempunyai alat pendengaran yang normal akan menjalani suatu "speech-language-auditory milestones" tertentu pada perkembangannya. Neonatus sampai usia 3 bulan biasanya akan terbangun mendengar suara keras, akan berkedip jika seseorang bertepuk di dekat telinganya. Usia 4 bulan dia akan tenang mendengar suara ibunya, mencari arah suara baru dari sumber yang tidak terlihat. Usia 6-9 bulan : menikmati musik dari mainannya dan mulai bisa mengatakan "mama". Usia 12 sampai 15 bulan bereaksi jika namanya dipanggil, mengerti perintah sederhana, dapat meniru beberapa suara, dan mempunyai perbendaharaan 3-5 kata. Usia 18-24 bulan sudah mengerti bagian-bagian tubuh, dan 50% perkataannya dapat dimengerti orang yang mendengar serta sudah mempunyai perbendaharaan 20 -50 kata. Mulai usia 36 bulan sudah bisa menyusun kalimat yang terdiri dari 4-5 kata dan 80 % pembicaraannya sudah dapat dimengerti orang yang mendengar. Jika anak gagal mencapai milestone ini kemungkinan ada gangguan pada fungsi pendengarannya dan diperlukan suatu "audiologic testing". Karena masa perkembangan fungsi pendengaran sedang berlangsung maka teknik pemeriksaan disesuaikan dengan usia anak.<br /> <br /> Untuk neonatus sampai bayi usia 9 bulan dilakukan pemeriksaan "Automated ABR"; untuk bayi usia 9 bulan sampai 2,5 tahun dilakukan pemeriksaan "Conditioned Oriented Responses" (CORs) atau "Visual Reinforced Audiometry" (VRA). Untuk anak usia 2,5 sampai 4 tahun dapat dilakukan pemeriksaan "Play Audiometry", sementara anak usia 4 tahun sampai remaja sudah dapat dilakukan pemeriksaan "Conventional Audiometry". Pemeriksaan "Evoked Oto Acoustic Emissions" (OAE) dan skrining/automated Brainstem Evoked Response Audiometry (BERA) dapat dilakukan pada semua usia.<br /> <br /> Pemeriksaan fungsi pendengaran menurut American Academy of Pediatrics selayaknya dilakukan pada semua anak, terutama pada anak yang termasuk berisiko mengalami gangguan pendengaran yaitu: bayi dari ibu hamil 3 bulan pertama menggunakan obat Kina, salisilat atau antibiotik tertentu ; mempunyai keluarga tuli sejak lahir; lahir kurang bulan (prematur); berat badan lahir rendah (<1500 gr); kadar bilirubin tinggi atau bayi kuning; nilai Apgar rendah atau tidak langsung menangis pada saat lahir; proses kelahiran melalui operasi; lahir dengan bantuan alat (forcep); pada saat hamil ibu mengalami infeksi Toksoplasma, Rubela, Cytomegalovirus, Herpes, Sifilis (TORCHS); terdapat kelainan pada kepala & leher saat lahir; memakai alat bantu nafas lebih dari 5 hari, bayi yang mendapat obat bersifat ototoksik (seperti gentamicin) selama lebih 5 hari atau kombinasi dengan "loop diuretics": bayi/anak demam disertai kejang; mengalami infeksi yang berhubungan dengan "sensoryneural hearing loss" (SNHL) (misalnya meningitis , mumps, measles); kelainan neurodegeneratif (seperti sindrom Hunter) atau penyakit-penyakit demielinisasi (seperti Friedreich ataxia, sindrom Charcot-Marie-Tooth).<br /> <br /> Dengan uji tapis yang objektif pada semua bayi dan anak terutama yang berisiko mengalami gangguan pendengaran maka program rehabilitasi dapat segera dilakukan sehingga efek lanjut dari gangguan pendengaran/tuli seperti keterlambatan / gangguan berbicara dan berbahasa, nilai akademis yang buruk, gangguan emosi dan personal sosial dapat dicegah atau ditatalaksana sedini mungkin.Buah Hatikuhttp://www.blogger.com/profile/06641198823129527590noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-716129191370657373.post-48180566519799371502008-03-14T04:18:00.000-07:002008-03-14T04:19:24.338-07:00Toilet TrainingPenulis: Rini Sekartini<br /><br />Pedoman Untuk Orang Tua<br /><br />Pengaturan buang air besar dan berkemih diperlukan untuk ketrampilan sosial, Mengajarkan toilet training (TT) membutuhkan waktu, pengertian dan kesabaran. Hal terpenting untuk diingat adalah bahwa anda tidak dapat memaksakan anak untuk menggunakan toilet. The American Academy of Pediatrics telah mengembangkan brosur ini untuk membantu anak anda melewati tahap penting perkembangan sosial.<br /><br />Kapan anak siap untuk toilet training?<br /><br />Tidak ada patokan usia kapan TT harus dimulai. Saat yang tepat tergantung dari perkembangan fisik dan mental anak. anak berusia di bawah 12 bulan tidak mempunyai kontrol terhadap kandung kemih dan BAB, 6 bulan sesudahnya ada sedikit kontrol. Antara 18 dan 24 bulan beberapa anak sudah menunjukkan kesiapan, tetapi beberapa anak belum siap sampai usia 30 bulan atau lebih.<br /> Anak anda seharusnya juga sudah siap secara emosional. Harus ada kemauan sendiri, tidak melawan atau menunjukkan tanda-tanda ketakutan. Jika anak bertahan kuat, sebaiknya ditunggu beberapa saat.<br /> Mengajarkan TT sebaiknya santai dan hindari kemarahan. Ingatlah bahwa tidak ada seorang pun yang dapat mengontrol kapan dan dimana anak ingin BAK atau BAB kecuali anak itu sendiri. Hindari pemaksaan yang berlebihan. Anak pada usia TT mulai timbul kesadaran terhadap diri sendiri. Mereka mencari cara untuk menguji keterbatasan mereka. Beberapa anak melakukannya dengan cara nenahan keinginan BAB-nya.<br /><br />Perhatikan tanda-tanda berikut ini untuk menilai kesiapan anda:<br /><br /> * Anak anda tidak mengompol minimal 2 jam saat siang hari atau setelah tidur siang.<br /> * BAB menjadi teratur dan dapat diprediksi<br /> * Ekspresi wajah, postur menjadi tubuh dan kata-kata yang menunjukkan keinginan BAB atau BAK.<br /><br />Keadaan stress di rumah bisa membuat proses ini menjadi sulit. Kadang-kadang sangat bijaksana untuk menunda TT dalam situasi berikut ini:<br /><br /> * Keluarga anda baru pindah atau berencana akan pindah dalam waktu dekat.<br /> * Anda sedang menantikan kelahiran bayi atau baru mendapatkan seorang bayi.<br /> * Ada penyakit berat, kematian atau seseorang dalam keluarga sedang mengalami krisis.<br /><br />Bagaimanapun juga bila anak anda tidak mengalami hambatan dalam TT, maka tidak ada alasan untuk menghentikannya karena situasi-situasi tersebut.<br /><br /> * Anak anda dapat mengikuti perintah-perintah sederhana<br /> * Anak anda dapat berjalan dari dan ke kamar mandi, serta membantu melepas pakaian.<br /> * Anak anda tampak tidak nyaman dengan popok yang koor dan ingin diganti.<br /> * Anak anda meminta menggunakan toilet atau pot.<br /> * Anak anda meminta menggunakan pakaian dalam seperti anak yang lebih besar.<br /><br />Bagaimana mengajar anak anda menggunakan toilet ?<br /><br />Anda seharusnya memutuskan dengan hati-hati kata-kata apa yang akan digunakan untuk menggambarkan bagian-bagian tubuh, urine, dan BAB. Ingatlah bahwa kata-kata tersebut akan didengar juga oleh teman, tetangga, guru, dan orang-orang lain. Sebaiknya gunakan kata-kata yang sudah umum digunakan supaya tidak membingungkan atau mempermalukan anak anda.<br /> Hindari penggunaan kata-kata "kotor", "nakal" atau jorok untuk menggambarkan urine atau feses. Istilah negatif ini akan membuat anak anda merasa malu dan bingung. Ajarkan BAB dan BAK dengan cara sederhana. Anak anda mungkin ingin tahu dan mencoba untuk bermain dengan fesesnya. Anda dapat mencegah hal ini tanpa membuat anak anda sedih, katakan bahwa feses bukan sesuatu untuk dimainkan.<br /> Ketika anak anda sudah siap, anda sebaiknya memilih pot (potty chair) untuk BAK atau BAB. Pot lebih mudah digunakan untuk anak kecil, karena pendek sehingga anak tidak sulit untuk duduk diatasnya dan kaki anak dapat mencapai lantai.<br /> Anak-anak sering tertarik dengan aktifitas dalam kamar mandi keluarga. Kadang-kadang biarkan mereka memperhatikan orang tuanya saat pergi ke kamar mandi. Dengan melihat orang dewasa menggunakan toilet akan membuat mereka mempunyai keinginan yang sama. Jika memungkinkan ibu sebaiknya memperlihatkan cara yang benar kepada anak perempuannya, sedangkan ayah kepada anak laki-lakinya. Anak-anak dapat juga mempelajari cara ini dari kakak atau teman-temannya.<br /> Ajarkan anak anda untuk memberitahukan bila dia ingin BAB atau BAK, Anak anda sering memberitahu anda pada saat dia sudah mengompol atau BAB. Hal ini merupakan tanda bahwa anak anda mulai mengenal fungsi tubuhnya. Ajarkan anak anda lain kali harus memberi tahu anda sebelumnya.<br /> Sebelum BAB anak anda mungkin merintih, atau mengeluarkan suara-suara aneh, jongkok, atau berhenti beberapa saat. saat mengedan wajahnya akan menjadi merah. Jelaskan pada anak tanda-tanda tersebut adalah petunjuk saatnya menggunakan toilet.<br /> Kadang-kadang lebih lama mengenal keinginan untuk BAK daripada keinginan untuk BAB. Beberapa anak belum dapat mengontrol keinginan BAK selama beberapa bulan setelah mereka dapat mengontrol BAB. Beberapa anak mampu mengontrol BAK terlebih dahulu. Sebagian besar anak laki-laki belajar BAK dengan cara duduk terlebih dahulu, kemudian baru dengan cara berdiri. Ingatlah bahwa semua anak berbeda.<br /> Ketika anak anda tampak ingin BAK atau BAB, pergilah ke pot. Biarkan anak anda duduk di pot beberapa menit, Jelaskan bahwa anda ingin anak anda BAB atau BAK di situ. Bergembiralah, jangan memperlihatkan ketegangan. Jika anak anda protes dengan keras, jangan memaksa. Mungkin anak anda belum saatnya untuk memulai TT.<br /> Sebaiknya anak dilatih menggunakan pot secara rutin, misalnya menjadi kegiatan pertama di pagi hari ketika anak anda bangun, setelah makan, atau sebelum tidur siang. Ingatlah bahwa anda tidak dapat mengontrol kapan anak anda BAB atau BAK.<br /> Keberhasilan TT tergantung pada cara pengajaran bertahap yang sesuai dengan anak anda. Anda harus mendukung usaha anak anda. Jangan menginginkan hasil yang terlalu cepat. Berikan anak anda pelukan dan pujian jika mereka berhasil. Bila terjadi kesalahan jangan mamarahi atau membuat mereka sedih. Hukuman akan membuat mereka merasa bersalah dan membuat TT menjadi lebih lama.<br /> Ajarkan anak anda kebiasaan menjaga kebersihan. Tunjukkan cara cebok yang benar. Anak perempuan seharusnya membersihkan dari depan ke belakang untuk mencegah penyebaran kuman dari rektum ke vagina atau kandung kemih. Pastikan anak laki-laki maupun perempuan mencuci tangan mereka setelah BAB atau BAK.<br /> Beberapa anak percaya bahwa urine atau feses adalah bagian dari tubuh mereka, melihat fesesnya disiram mungkin menakutkan dan sulit untuk dimengerti. Beberapa anak takut mereka akan tersedot ke dalam toilet bila disiram saat mereka masih duduk di atasnya. Orang tua harus mengajarkan mereka keinginan untuk mengontrol, biarkan mereka mencoba menyiram tissue ke dalam toilet. Hal tersebut akan menghilangkan ketakutan mereka terhadap suara berisik air dan mereka dapat melihat benda yang menghilang, masuk ke dalam toilet.<br /> Ketika anak anda mulai sering berhasil, tingkatkan dengan penggunaan celan latihan (training pants). Kejadian tersebut menjadi sangat istimewa. Anak anda akan merasa bangga telah mendapat kepercayaan dan merasa tumbuh. Bagaimana pun juga bersiaplah terhadap terjadinya "kecelakaan". Akan membutuhkan waktu berminggu-minggu, bahkan berbulan-bulan sebelum TT selesai. Sebaiknya tetap melanjutkan latihan duduk di pot di siang hari. Jika anak anda dapat menggunakan pot dengan sukses, ini merupakan kesempatan untuk memuji. Bila tidak ini masih merupakan latihan yang baik.<br /> Pada awalnya, banyak anak akan BAB atau BAK segera setelah diangkat dari toilet. Perlu waktu untuk anak anda belajar relaksasi otot-ototnya untuk mengontrol BAB atau BAK. Bila sering terjadi "kecelakaan" seperti ini, berarti anak anda belum siap untuk TT.<br /><br />Kadang-kadang anak anda akan meminta popok saat merasa akan BAB dan berdiri di satu tempat tertentu untuk defekasi. Ajak anak anda mengenali tanda-tanda keinginan BAB. Anjurkan kemampuannya dengan duduk di atas pot tanpa popok.<br /> Pola defekasi bervariasi. Beberapa anak 2-3 kali per hari. Anak lain 2-3 hari sekali. Feses yang lunak membuat TT lebih mudah untuk anak dan orang tua. Terlalu memaksa anak dalam TT dapat menimbulkan masalah BAB jangka panjang.<br /> Bicarakan dengan dokter anak anda bila terjadi perubahan kebiasaan BAB atau bila anak anda menjadi tidak nyaman. Jangan gunakan laksatif, supositoria, atau enema, kecuali dianjurkan oleh dokter.<br /> Sebagian besar anak dapat mengontrol BAB dan BAK di siang hari saat usia 3-4 tahun. Bahkan setelah anak anda tidak mengompol di siang hari masih perlu waktu berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun untuk tidak mengompol di malam hari. Sebagian besar anak perempuan dan lebih dari 75% anak laki-laki mampu tidak mengompol di malam hari setelah usia 5 tahun.<br /> Anak anda akan menunjukkan kepada anada jika dia sudah siap pindah dari pot ke toilet sesungguhnya. Pastikan anak anda cukup tinggi, dan latihlah tahap demi tahap bersama mereka.<br /><br />Dokter anak anda dapat membantu.<br /><br />Bila timbul masalah sebelum, saat, atau setelah TT, bicarakanlah dengan dokter anak anda. Kadang-kadang masalahnya tidak terlalu berat dan dapat diatasi segera, tetapi kadang-kadang timbul masalah fisik dan emosional yang memerlukan terapi. Bantuan, nasihat, dan dukungan dokter anak dapat membuat TT lebih mudah. Dokter anak anda juga dilatih untuk mengidentifikasi dan menangani masalah-masalah yang lebih serius.Buah Hatikuhttp://www.blogger.com/profile/06641198823129527590noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-716129191370657373.post-40506341094827164082008-03-14T04:17:00.001-07:002008-03-14T04:17:42.815-07:00Apakah Anak Pendek dapat diobati ?Penulis: Aman B. Pulungan<br /><br />Orang tua selalu khawatir tentang pertumbuhan anaknya, dan sering bertanyatanya berapa tinggi anaknya kelak setelah dewasa. Kekhawatiran akan bertambah lagi bila anaknya tampak lebih pendek dibanding temanteman sebayanya, walaupun sering sekali ternyata tinggi anak tersebut dalam kisaran normal potensi genetiknya.<br /><br /> Pertumbuhan merupakan suatu indikator sensitif kesehatan anak, status nutrisi dan latar belakang genetiknya. Penyimpangan dari pertumbuhan ratarata tinggi badan dan berat badan dapat menunjukkan adanya masalah kesehata.<br /><br /> Perawakan pendek merupakan suatu keadaan yang dapat mengakibatkan seorang anak menjadi frustrasi. Hal ini dapat terjadi karena berkurangnya bermacam kesempatan akibat tubuhnya yang pendek. Perawakan pendek bukan merupakan suatu diagnosis klinis. Perwakan pendek merupakan suatu keadaan dimana tinggi badan seseorangdibawah ukuran normal sesuai umur, jenis kelamin dan mudah diketahui dengan segera. Dikatakan seorang berperawakan pendek bila tinggi badan seseorang berada di bawah 2 standar deviasi (SD) dari rata-rata populasi atau dibawah persentil 3 kurva pertumbuhan.<br /><br /> Budaya kita selalu mengaitkan tinggi badan seseorang dengan status sosial, dan sering orang yang pendek dianggap kurang mampu.<br /><br />Kurva pertumbuhan<br /><br />Kurva pertumbuhan sudah lama sekali dikenal dan merupakan suatu rekaman tentang pertumbuhan seseorang.<br /><br /> Salah satu rekaman yang paling terkenal, tertua dibuat pada abad ke 18 oleh Count Philibert Guneau de Montbeillard dengan merekam panjang badan anak laki-lakinya setiap bulan sejak lahir sampai 18 tahun. Jika pertumbuhan dipandangsebagai suatu bentuk gerakan misalnya suatu perjalanan, maka kurva ini menggambarkan jarak yang telah ditempuhnya.<br /><br /> Kurva velositas atau laju pertumbuhan yang dengan demikian sebenarnya lebih menggambarkan keadaan seorang anak pada setiap saat tertentu. Sejak lahir sampai umur 4-5 tahun velositas pertumbuhan dengan cepat berkurang (deselerasi) dan kemudian deselerasi ini mengurang secara perlahan-lahan hingga umur 5-6 tahun. Pada umumnya pertumbuhan merupakan suatu proses yang teratur. Pacu tumbuh terjadi pada masa remaja.<br /><br /> Sampai umur 2 tahun panjang badan diukur dengan posisi tidur terlentang, selanjutnya di atas umur 2 tahun tinggi badan diukur dengan posisi berdiri dan ada perbedaan 1 cm kedua cara pengukuran tersebut.<br /><br /> Pada umumnya anak perempuan lebih pendek dari anak laki-laki sampai masa adolesen. Anak perempuan menjadi lebih tinggi segera setelah memasuki masa pubertas dan pacu tumbuhnya terjadi 2 tahun lebih awal dari pada anak laki-laki.<br /><br />Apakah tinggi seorang anak bisa di prediksi<br /><br />Rumus prediksi tinggi akhir anak sesuai potensi genetiknya berdasarkan data tinggi badan orangtua dengan asumsi semuanya tumbuh optimal sesuai potensinya sebagai berikut:<br /><br />Rumus prediksi tinggi akhir anak sesuai potensi genetiknya<br /><br />Anak Perempuan : ( Tinggi Ayah - 13 ) + tinggi ibu <br /> ---------------------------------- ± 8,5 cm<br /> 2<br /><br />Anak Laki-laki : ( Tinggi Ibu + 13 ) + tinggi ayah<br /> ---------------------------------- ± 8,5 cm<br /> 2<br /><br />Keadaan apa saja yang dapat menyebabkan anak menjadi pendek<br /><br />Kejadian perawakan pendek cukup sering, namun sangat sedikit data tentang epidemiologi perawakan pendek. Di negara barat insiden defisiensi hormon pertumbuhan 1:4000 anak, hipotiroidisme dengan pemeriksaan uji tapis1:3000-5000 kelahiran.<br /> Di poliklinik endokrin anak dan remaja FKUI/ RSCM dari tahun 1983 sampai dengan 1985 terdapat 68 pasien dari 367 pasien baru yang dibawa berobat dengan keluhan perawakanpendek, jelas ini merupakan kasus konsultasi yang sangat banyak.<br /> Secara umum penyebab perawakan pendek adalah organik (41%), familial/CDGP (41%), pertumbuhan janin terganggu (PJT)(7,5%), defisiensi hormon pertumbuhan (8%) dan yang tidak diketahui penyebabnya (idiopatik) (19%). Berbagai keadaan medis dapat mengganggu pertumbuhan dan mengakibatkan perawakan pendek yang patologis seperti : penyakit kronis pada anak khususnya penyakit yang mengenai jantung, paru, pencernaan, ginjal; penyakitpenyakit ini dapat memperlambat pertumbuhan. Diagnosis dini dan pengobatan penyakit tersebut dapat mengembalikan proses pertumbuhan. Selain penyakit kronis perawakan pendek juga dapat disebabkan oleh nutrisi yang tidak adekuat terutama jika terjadi pada masa bayi dan pubertas.<br /> Disamping hal-hal diatas pendek juga dapat disebabkan oleh kekurangan hormon tertentu khususnya hormon pertumbuhan dan hormon tiroid. Salah satu klasifikasi perawakan pendek tersebut adalah:<br /><br />1. Variasi normal perawakan pendek<br /><br /> * Perawakan pendek familial<br /> * Constitutional delayed growth and puberty (CDGP)<br /> * Perawakan pendek idiopatik<br /><br />2. Gangguan pertumbuhan primer<br /><br /> * Pertumbuhan janin terhambat<br /> * Displasia skeletal<br /> * Sindrom/kelainan kromosom<br /><br />3. Gangguan pertumbuhan sekunder<br /><br /> * Malnutrisi<br /> * Penyakit kronik<br /><br />4. Kelainan endokrin<br /><br /> * Defisiensi hormon pertumbuhan ( Growth hormone deficiency )<br /> * Defsiensi hormon tiroid<br /> * Diabetes Mellitus<br /> * Kelebihan kortikosteroid<br /><br />Pendekatan diagnosis<br /><br />Untuk menghindari pemborosan pemeriksaan serta sebaliknya kemungkinan terlewatkan diagnosis patologik, yang dapat menyebabkan hilangnya kesempatan untuk meningkatkan tinggibadan, maka langkah awal adalah menentukan apakah perawakan pendek ini patologik atau normal.<br /><br />Kriteria awal untuk melakukan pemeriksaan terahadap anak pendek :<br /><br /> 1. Tinggi badan terletak dibawah persentil 3 atau dibawah tinggi rata-rata populasi<br /> 2. Kecepatan tumbuh dibawah persentil 25 kurva kecepatan tumbuh atau kurang 4 cm/tahun pada anak berumur 4 – 10 tahun<br /> 3. Prakira tinggi dewasa dibawah potensi tinggi genetiknya<br /> 4. Kecepatan tumbuh melambat setelah umur 3 tahun dan turun menyilang garis persentilnya pada kurva panjang/tinggi badan.<br /><br />Tatalaksana<br /><br />Setiap anak dengan perawakan pendek harus diketahui penyebabnya dan keluarga perlu dijelaskan mengenai potensi normal pertumbuhan seorang anak sesuai dengan potensi genetiknya. Sebagian kasus tidak perlu langsung diterapi, dapat hanya dengan pemantaukan berkala, namun sebagian kasus yang jelas penyebabnya dapat diterapi sesuai penyebabnya. Kasus yang jelas penyebabnya seperti kelainan endokrin antara lain GHD dan defisiensi hormon tiroid dapat segera diobati. Gangguan pertumbuhan sekunder seperti malnutrisi dan penyakit kronis juga harus segera diobati sesuai penyebabnya.<br /><br /> Khusus GH defisiensi dapat diberikan terapi substitusi hormon pertumbuhan. Terapi GHD adalah terapi substitusi growth hormone (somatotropin recombinant), dengan dosis 15-20 U/m2/ minggu, diberikan 6-7 kali per minggu. Dikatakan responsif dengan GH apabila kecepatan tumbuh minimal 2 cm per tahun di atas kecepatan tumbuh sebelum diberikan terapi. Biasanya kecepatan tumbuh pada tahun pertama pengobatan adalah 9-12 cm per tahun.<br /><br /> Untuk perawakan pendek yang tidak diketahui penyebabnya (idiopatik) akhir-akhir ini banyak senter yang juga memberikan growth hormone untuk perawakan pendek idiopatik dengan hasilyang bervariasi. Penelitian terakhir di Belanda GH diberikan pada kelompok anak perawakan pendek idiopatik, hasilnya dapat menambah tinggi ahkir anak 7 cm dari tinggi sebelumnya.<br /><br />Kesimpulan<br /><br />Perawakan pendek merupakan masalah klinis anak dan remaja yang sering dijumpai. Pendek merupakan simtom bukan suatu penyakit. Setiap anak yang pertumbuhannya melambat, turun dari garis persentil kurvanya setelah umur 3 tahun, tinggi badandi bawah persentil 3 atau TB jelas dibawah potensi genetik harus segera ditindak lanjuti.<br /><br /> Keterlambatan diagnosis dan pengobatan penyebab perawakan pendek jelas akan membuat kegagalan untuk mencapai potensi genetik.Buah Hatikuhttp://www.blogger.com/profile/06641198823129527590noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-716129191370657373.post-20114769879957518092008-03-14T04:15:00.001-07:002008-03-14T04:18:38.697-07:00Sepatah kata dari Satgas Imunisasi Ikatan Dokter Anak IndonesiaPenulis: Sri Rezeki S. Hadinegoro<br /><br />Imunisasi telah diakui oleh dunia secara global telah berhasil menurunkan berbagai infeksi, seperti difteria, batuk rejan, tetanus, campak, hepatitis B, meningitis dan pneumonia yang disebabkan oleh Haemophillus influenzae tipe B (Hib); malahan penyakit cacar (variola) telah musnah dari muka bumi akibat semua orang telah dicacar. Harapan terbuka lebar dalam waktu dekat penyakit poliomielitis akan tidak dapat dijumpai lagi di seluruh dunia.<br /> Hal yang mendasar dari perbedaan antara obat dan vaksin adalah obat diberikan kepada orang sakit sedangkan vaksin diberikan pada bayi & anak sehat. Maka anak yan semula sehat harus tidak menjadi sakit setelah diimunisasi; oleh karena itu keamanan vaksin yang akan diberikan pada bayi dan anak merupakan salah satu prioritas penting yang selalu diperhatikan oleh pengelola program imunisasi. Apabila dibandingkan dengan sepuluh tahun terakhir, vaksin yang berada di pasaran jauh lebih aman dalam menimbulkan kekebalan (antibodi). Kemajuan ilmu kedokteran ditunjang oleh teknologi mutakhir menyebabkan vaksin yang diproduksi menjadi lebih aman, misalnya teknologi vaksin kombinasi (vaksin kombo), vaksin rekombinan, vaksin konjugasi, dan lain-lain.<br /> Untuk menentukan imunisasi apa yang diperlukan oleh anak-anak yang tinggal di suatu negara, diperlukan beberapa pertimbangan, antara lain berapa banyak anak yang menderita penyakit tersebut, bagaimana penyebaran penyakit, dan berapa banyak anak meninggal atau cacat akibat penyakit tersebut (epidemiologi penyakit). Tentu saja hal tersebut tidak cukup tanpa diikuti dengan data vaksin baik mengenai cara menimbulkan kekebalan maupun keamanannya. Pertimbangan terakhir adalah bagaimana policy pemerintah setempat terhadap program imunisasi terutama menyangkut pendanaan.<br /> Mengenai keamanan vaksin, perlu diketahui bahwa secara garis besar terdapat dua jenis vaksin yaitu vaksin mati dan vaksin hidup. Khususnya vaksin mati, untuk menghasilkan kekebalan yang optimal diperlukan zat-zat aditif yang berfungsi sebagai ajuvan (menambah potensi untuk membentuk kekebalan), antibiotik (untuk memerangi masuknya kuman ke dalam vaksin), ataupun preservasi dan pengawet, seperti formaldehid, thimerosal, dan aluminium. Dalam kajian ini akan disajikan ulasan tanya jawab mengenai thimerosal yang akhir-akhir ini bayak dibicarakan pada orang tua yang mempunyai perhatian pada imunisasi putra-putrinya.<br /><br />Ketua Satgas Imunisasi Ikatan Dokter Anak Indonesia<br /><br /><br />Prof. Dr.dr. Sri Rezeki S.Hadinegoro<br /><br /><br /><br /><br />Tanya Jawab Mengenai Thimerosal<br /><br />Disadur oleh <br />Sri Rezeki S.Hadinegoro,<br /><br />Satgas Imunisasi Ikatan Dokter Anak Indonesia<br />KOMNAS Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI) Depkes<br /><br /> 1. Apa thimerosal itu?<br /><br /> Thimerosal (juga disebut thiomersal atau mercurothiolate) adalah komponen merkuri yang digunakan sebagai trace amounts untuk mencegah kontaminasi bakteri atau mikroorganisme lain, terutama pada vial multi dosis (multi dose vial=MDV) yang telah digunakan.<br /><br /> 2. Apakah thimerosal merupakan komponen baru di dalam vaksin?<br /><br /> Tidak, thimerosal dalam kemasan vaksin telah dipergunakan oleh produsen vaksin sejak 60 tahun yang lalu. Selama ini tidak pernah dilaporkan efek samping vaksin akibat thimerosal kecuali sangat sedikit data akibat sensitisasi berupa ruam pada kulit.<br /><br /> 3. Mengapa thimerosal dipakai dalam vaksin?<br /><br /> Thimerosal diperlukan sebagai stabilisator dan pengawet (pengamanan) terhadap kontaminasi bakteri & mikroba yang dapat mematikan, terutama pada vaksin dosis ganda (multi-dose vial).<br /><br /> <br /> 4. Siapa yang mempunyai risiko tinggi terhadap merkuri?<br /><br /> Merkuri tidak baik untuk semua orang, namun kelompok yang berisiko tinggi adalah janin di dalam kandungan dan bayi baru lahir. Otak merupakan organ yang sangat sensitif terhadap merkuri. Jenis merkuri di dalam thimerosal tidak sama dengan merkuri yang dapat menyebabkan kecelakaan dalam industri dan tidak sama bahayanya. Molekul thimerosal di dalam tubuh akan diikat oleh molekul lain, tidak berada bebas di dalam darah sehingga tidak mudah bereaksi dengan jaringan tubuh. Demikian juga jumlah merkuri di dalam vaksin sangat sangat sedikit dibandingkan dengan jumlah yang biasa terdapat pada kecelakaan industri.<br /><br /><br /> <br /> 5. Batas keamanan kadar merkuri<br /><br /> WHO dan US Food Drug and Administration tidak menetapkan batasan kadar konsumsi etil merkuri, namun berdasarkan struktur kimiawi substansi diperkirakan sama dengan batasan kadar konsumsi metil merkuri (hasil metabolisme merkuri yang terdapat dalam makanan). Batas keamanan merkuri di dalam makanan (metil merkuri) menurut Environment Protection Agency (EPA) 34 mcg/BB/minggu sedangkan WHO 159 mcg /BB/ minggu.<br /><br /> 6. Berapa kadar merkuri di dalam Program Pengembangan Imunisasi?<br /><br /> Di Indonesia jadwal imunisasi PPI selama 6 bulan pertama kehidupan bayi mendapat imunisasi sebagai berikut.<br /><br /> Kadar merkuri dalam vaksin PPI<br /> Jumlah Vaksin Kadar merkuri (mcg)<br /> BCG, OPV-0, HB-1 25<br /> DTP-1, OPV-1, HB-2 50<br /> DTP-2, OPV-2 25<br /> DTP-3, OPV-3, HB-3 50<br /><br /> Jumlah<br /> 150<br /><br /> Ket. OPV = vaksin polio oral, HB=hepatitis B<br /> mcg = mikrogram <br /><br /> Pada bayi yang mendapat Hib pada umur 2, 4, dan 6 bulan tidak menambah jumlah kandungan merkuri karena vaksin Hib yang beredar di Indonesia tidak mengandung thimerosal.<br /><br /> 7. Apakah kadar merkuri 150 mcg dalam waktu 6 bulan tidak melampaui batas aman?<br /><br /> Bayi umur 6 bulan mempunyai berat badan rata-rata 5 kg<br /> Dalam 6 bulan bayi mendapat 150 mcg Hg<br /> Rata-rata 1 bulan mendapat 150 : 6 = 25 mcg Hg<br /> Rata-rata per bulan/ kg berat badan 5 : 5 = 5 mcg<br /> Rata-rata per minggu 5 : 4 = 1,25 mcg/BB/minggu<br /><br /> Jadi, apabila dikonversikan ke berat badan, maka total dosis kumulatif etil merkuri yang diberikan selama vaksinasi sampai anak usia 6 bulan (masing-masing tiga dosis dari vaksin DTP, hepatitis B) kurang dari batas minimal yang direkomendasikan oleh WHO.<br /><br /> 8. Apakah semua vaksin mengandung thimerosal?<br /><br /> Tidak, tidak semua vaksin mengandung thimerosal. Semua vaksin "hidup" tidak mengandung thimerosal, seperti BCG, polio oral, campak, dan MMR. Beberapa vaksin yang diberikan dalam semprit satu kali pakai (kemasan single dose, monodosis) tidak mengandung thimerosal. DTP yang tidak mengandung thimerosal adalah DTP aselular (DTaP).<br /><br /> 9. Apakah ada bahan lain untuk menggantikan thimerosal dalam vaksin?<br /><br /> Terdapat beberapa bahan kimia lain seperti 2-phenooxyethanol, dapat dipakai sebagai bahan preservasi dalam vaksin; namun daya kerjanya tidak dapat menandingi thimerosal. Maka apabila telah ada bahan lain yang dapat menggantikan efektifitas thimerosal, sebaiknya digantikan oleh bahan lain. Namun perlu diperhatikan bahwa hal ini akan memakan waktu panjang sampai vaksin tersebut dapat dipergunakan. Oleh karena, menggantikan preservasi vaksin berarti membuat produk "baru", sehingga harus mengikuti peraturan pembuatan vaksin baru yang memerlukan berbagai uji dan lisensi untuk menjamin vaksin baru tersebut dinyatakan aman.<br /><br /> 10. Apakah di dalam kemasan vaksin ditulis bahwa vaksin tersebut mengandung thimerosal?<br /><br /> Ya, semua vaksin berisi semua kandungan yang berada di dalam vaksin, termasuk kadar thimerosal.<br /><br /> 11. Siapa yang mempunyai risiko tinggi terhadap merkuri?<br /><br /> Merkuri tidak baik untuk semua orang, namun kelompok yang berisiko tinggi adalah janin di dalam kandungan dan bayi baru lahir. Otak merupakan organ yang sangat sensitif terhadap merkuri. Jenis merkuri di dalam thimerosal tidak sama dengan merkuri yang dapat menyebabkan kecelakaan dalam industri dan tidak sama bahayanya. Molekul thimerosal di dalam tubuh akan diikat oleh molekul lain, tidak berada bebas di dalam darah sehingga tidak mudah bereaksi dengan jaringan tubuh. Demikian juga jumlah merkuri di dalam vaksin sangat sangat sedikit dibandingkan dengan jumlah yang biasa terdapat pada kecelakaan industri.<br /><br /> 12. Apa yang harus dilakukan oleh orang tua (divaksinasi atau tidak divaksinasi dengan vaksin yang mengandung thimerosal?)<br /><br /> Untuk semua negara, risiko terjadinya kematian dan komplikasi akibat penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi adalah nyata dan merupakan masalah besar. Sedangkan risiko efek samping thimerosal dalam vaksin masih merupakan teori, belum pasti, dan apabila ada, sangat kecil kemungkinannya. Saran yang terbaik adalah tetap melanjutkan imunisasi untuk anak-anaknya. Melanjutkan pemberian imunisasi jelas lebih menguntung kan daripada menghentikannya. Percayakanlah mengenai kualitas dan keamanan vaksin kepada WHO, Badan Pengawas Obat & Makanan, dan produsen vaksin.<br /><br /> 13. Adakah dasar ilmiah yang dapat dipercaya oleh orang tua bahwa vaksin yang diberikan kepada anaknya tersebut aman?<br /><br /> Vaksin yang mengandung thimerosal telah dipergunakan selama 60 tahun tanpa dilaporkan adanya efek samping thimerosal. Tidak ada informasi ilmiah satupun yang menemukan bahwa thimerosal dalam vaksin berbahaya. Semua diskusi yang berjalan selama ini berdasarkan pada teori.<br /><br /> 14. Bagaimana dokter dan petugas imunisasi mengatasi kekhawatiran orang tua?<br /><br /> Orang tua dapat bertanya hal-hal yang ingin diketahui untuk mendapat informasi yang benar. Isu ini sangat kompleks pada umumnya orang tua tidak ingin mengetahui semua segi ilmiahnya; mereka hanya ingin mendapat kepastian dari seseorang yang dipercayainya, apakah hal ini aman atau tidak<br /><br /> <br /> 15. Apakah anak yang telah mendapat vaksin yang mengandung thimerosal mempunyai risiko terjadinya efek samping? Apa saja kemungkinan efek samping tersebut? Apakah ada pengobatan untuk anak-anak tersebut?<br /><br /> Kemungkinan risiko yang terjadi pada semua produk yang mengandung merkuri adalah rangsangan (sensitisasi) pada kulit sehingga menyebabkan ruam (skin rash). Jumlah thimerosal dalam vaksin sangat sangat kecil, maka risiko efek samping hanya sebatas teori. Walaupun demikian adanya kadar merkuri yang tinggi pada ibu hamil dapat menyebabkan kerusakan otak bayi yang dikandungnya. Hal ini sangat jarang terjadi, dilaporkan pernah terjadi karena ibu hamil makan gandum yang terkontaminasi merkuri. Anak-anak yang telah mendapat thimerosal dalam vaksin tidak perlu pengobatan.<br /><br /> 16. Berapa banyak anak-anak di dunia yang telah mendapat vaksin yang mengandung thimerosal yang direkomendasikan oleh WHO?<br /><br /> WHO memperkirakan tidak ada seorang anakpun yang mendapatkan merkuri dari vaksin yang melebihi rekomendasi WHO. Negara yang masyarakatnya yang banyak meng- konsumsi ikan (ikan mungkin mengandung merkuri dalam kadar tinggi) dapat mempunyai merkuri di atas kadar yang direkomendasikan.<br /><br /> 17. Apakah negara harus mengikuti saran WHO untuk memberikan vaksin hepatitis B pada saat lahir?<br /><br /> Negara yang mempunyai risiko transmisi hepatitis B dari ibu ke bayinya tinggi (termasuk Indonesia), WHO merekomendasikan pemberian vaksin hepatitis B pada bayi baru lahir tetap dilanjutkan. WHO tidak menyarankan dilakukan skrining sebelum imunisasi. Di dunia terdapat jutaan kasus hepatitis B baru yang mengakibatkan ribuan kematian pada dewasa setiap tahunnya. Risiko penyakit ini sangat besar sedangkan risiko thimerosal dalam vaksin masih teoritis, belum jelas, dan apabila ada sangat kecil.<br /><br /> 18. Apa kesepakatan global mengenai thimerosal dalam vaksin?<br /><br /> WHO, UNICEF, dan semua pihak yang mempunyai tugas pada kesehatan masyarakat menegaskan bahwa tidak ada alasan untuk menghentikan vaksin yang sedang beredar saat ini. Apabila masyarakat dapat menerima pendapat ini, maka tidak ada masalah. Namun apabila para pengambilkeputusan menjadi panik, masyarakat akan menolak pemakaian vaksin yang mengandung thimerosal. Padahal produsen vaksin belum dapat mengalihkan ke produk alternatif lain untuk memenuhi kebutuhan anak di seluruh dunia.<br /><br /> 19. Apakah dapat semua vaksin dibuat tanpa thimerosal (thimerosal free)? Berapa lama?<br /><br /> Beberapa jenis vaksin dapat segera dibuat bebas thimerosal, namun vaksin tersebut tidak mengandung preservasi. Hal ini berbahaya untuk vaksin multi dosis tanpa thimerosal. Solusi pertama adalah membuat vaksin dosis tunggal (single-dose vial), namun akan mahal sekali harganya dan secara teknis tidak semua vaksin dapat diperlakukan sama. Alternatif kedua mengganti dengan preservasi lain, maka diperlukan re-lisensi vaksin yang akan mengambil waktu cukup lama. Re-lisensi tersebut juga berlaku untuk vaksin "baru" tanpa thimerosal.<br /><br /> 20. Apa yang dilakukan oleh WHO = world health organization (badan kesehatan dunia) mengenai thimerosal dalam vaksin?<br /><br /> 1. WHO sedang berupaya untuk menghilangkan penggunaan thimerosal dari vaksin apabila telah ada penggantinya yang cukup efektif, untuk hal ini WHO bekerja sama dengan national regulatory authorities = RNA (di Indonesia dikenal dengan Badan POM) dan produsen vaksin.<br /> 2. WHO menerangkan bahwa risiko anak yang tidak diimunisasi adalah kematian dan komplikasi akibat menderita penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi adalah nyata dan merupakan masalah besar. Sedangkan risiko efek samping thimerosal dalam vaksin masih merupakan teori, belum pasti, dan terutama sangat kecil kemungkinannya.<br /> 3. WHO bertujuan mengganti thimerosal dengan komponen preservasi lain di masa mendatang.<br /> 4. WHO menguji kemungkinan mengkombinasikan beberapa vaksin dalam kemasan satu vial (botol). Dengan cara ini, jumlah thimerosal yang sama untuk beberapa vaksin sekaligus sehingga dengan demikian jumlah thimerosal akan berkurang.<br /><br />Sumber bacaan<br /><br /> 1. http://www.who.int/vaccines-diseases/safety/hottop/thiomersal July 1999 Joint statemant of AAFP, AAP, ACIP and USPHS on thimerosal in childhood vaccines. www.vaccinesafety.edu/AAFP-AAP-ACP-thimerosal.htm<br /> 2. Infomation on Thimerosal from ACIP Meeting, June 2001. www.vaccinesafety.edu/ACIP-thim-0261.htm<br /> 3. WHO SEARO. Safety on vaccine in Indonesia. Notes from meeting 7 February 2001.<br /> 4. Slamet L. Keamanan thimerosal sebagai pengawet dalam vaksin. Pertemuan IDAI Jakarta 15 Februari 2001.<br /> 5. Sumara L. Thimerosal dan vaksin. Sari Pediatri 2001.<br /> 6. American Association of Pediatric. Use of hepatitis B vaccine related to thimerosal in vaccine Q & A. www.aap.org/new/hepbqa.htm<br /> 7. CDC. Implementation guidance for immunization grantees during the transition period to vaccine without thimerosal. July 14, 1999. www.cdc.gov/nip/news/thimerosal-guidance.htm<br /> 8. MMWR. Recomendations regarding the use of vaccine that contain thimerosal as a preservative. Nov 5, 1999/ 48(43);996-8. www.cdc.gov/epo/mmwr/preview/mmwrhtm/mm4843a4.htmBuah Hatikuhttp://www.blogger.com/profile/06641198823129527590noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-716129191370657373.post-4227240869669240812008-03-14T04:15:00.000-07:002008-03-14T04:16:50.405-07:00΄Growth Hormone΄ pada AnakPenulis: Bambang Tridjaja<br /><br />Growth hormone atau hormon pertumbuhan (HP) merupakan salah satu hormon penting yang mengatur pertumbuhan panjang anak. HP tidak berperan penting selama di dalam kandungan, peran yang besar terjadi justru setelah anak lahir.<br /> Dengan semakin meningkatnya tingkat kesejahteraan masyarakat, tinggi badan rata-rata masyarakat akan turut meningkat yang dikenal sebagai "kecenderungan sekular".<br /> Contoh yang bisa kita lihat adalah bangsa Jepang yang dhulu dikenal sebagai bangsa "kate" kini generasi mudanya sudah jauh lebih tinggi dari kakek-neneknya, bahkan orang tuanya. Dinegara berkembang, kecenderungan anak kota lebih tinggi dari anak desa pun terlihat. Akibatnya, anak-anak di perkotaan yang merasa dirinya "pendek" akan mencari solusi untuk dapat mencapai tinggi badan yang tinggi yang sepadan dengan teman-temannya.<br /> Belum lagi, beberapa pekerjaan tertentu yang menarik bagi anak muda memerlukan persyaratan tinggi minimal (seperti pilot, tentara, polisi, peragawan/peragawati dll)<br /> Apakah HP jawabannya ?<br /> Tinggi badan anak dipengaruhi oleh banyak faktor, antara lain faktor genetik dan faktor lingkungan. Secara genetik, artinya tinggi badan sangat dipengaruhi oleh tinggi badan kedua orangtuanya, dan dalam skala kecil tinggi badan keluarga terdekat kedua orang tua.<br /> Faktor genetik, mengandung pengertian juga anaknya tidak menderita gangguan genetik tertentu. Faktor lingkungan yang dimaksud antara lain adalah lingkungan selama masih dalam kandungan (lahir prematur atau tidak), gizi, tingkat kesehatan, lingkungan, kasih sayang dalam keluarga, dan tentunya lingkungan hormonal.<br /> Optimalnya semua faktor pendukung dan minimalnya faktor penghambat tinggi badan (penyakit kronis) akan menghasilkan tinggi badan yang sesuai dengan potensi genetiknya.<br /> Dari berbagai penelitian pemakaian HP pada anak, semuanya melaporkan penggunaannya pada anak pendek dengan kondisi penyakit tertentu. Kesimpulan utama yang dapat diambil adalah semakin pendek anak (karena penyakit tertentu tersebut), semakin baik responsnya terhadap pengobatan HP. Artinya, bila pertumbuhan anak sudah normal sesuai dengan potensi genetiknya tentunya responnya minimal sekali atau bahkan mungkin tidak ada.<br /> Beberapa penyakit dengan perawakan pendek yang berhasil dengan pemberian HP adalah anak dengan defisiensi/kekurangan HP, sindrom Turner, berat badan lahir rendah , gagal ginjal kronis, dan sindrom Prader Willi Kondisi ini lain dengan perawakan pendek yang juga diberikan HP ialah "pendek tanpa sesuatu sebab patologis" (idiopathic short stature). Pada kondisi terakhir ternyata pemberian HP memberikan respons yang cukup baik.<br /> Perlu diketahui bahwa sampai saat ini biaya yang diperlukan untuk memperbaiki tinggi badan pada keadaan-keadaan tersebut masih sangat mahal.<br /> Sebagai penutup, mungkin perlu diingat bahwa fungsi hormon dalam tubuh adalah untuk menjaga keseimbangan fisiologis (homeostasis) tubuh, sehingga penggunaan hormonal perlu ditangani oleh seorang yang memang ahli dalam bidangnya.<br /> Kelebihan hormon tentu akan berdampak buruk apabila digunakan sembarangan. Sebagai contoh dapat dilihat apa saja yang terjadi pada atlet yang menggunakan hormon tidak benar, sehingga International Olympic Committee (IOC) perlu mengeluarkan larangan.Buah Hatikuhttp://www.blogger.com/profile/06641198823129527590noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-716129191370657373.post-14473155185134750062008-03-14T04:14:00.000-07:002008-03-14T04:15:50.664-07:00Gangguan Kekebalan Tubuh pada AnakPenulis: Zakiudin Munasir<br /><br />AKHIR-AKHIR ini banyak diiklankan berbagai produk suplemen, baik berupa vitamin dan mineral, suplemen makanan, atau berbagai bahan tradisional yang diklaim dapat meningkatkan kekebalan tubuh melawan berbagai macam penyakit.<br /><br /> Sebagian ada benarnya, tetapi sebagian besar tidak rasional. Oleh karena itu ada baiknya kita memahami apa yang disebut kekebalan tubuh pada manusia yang akan diuraikan secara ringkas pada tulisan ini.<br /><br /> Sistem kekebalan tubuh dalam bahasa kedokteran disebut imunologi. Sistem kekebalan tubuh yang sempurna dapat mencegah berbagai macam organ, termasuk saluran napas, dari berbagai macam infeksi.<br /><br />Pembagian sistem kekebalan tubuh manusia<br /><br />Secara garis besar kekebalan tubuh manusia dibagi dua, yaitu:<br /><br /> * Kekebalan tubuh tidak spesifik<br /><br /> Disebut tidak spesifik karena sistem kekebalan tubuh ini ditujukan untuk menangkal masuknya segala macam zat dari luar yang asing bagi tubuh dan dapat menimbulkan kerusakan tubuh/penyakit, seperti berbagai macam bakteri, virus, parasit atau zat-zat berbahaya bagi tubuh.<br /><br />Sistem kekebalan atau pertahanan tubuh yang tidak spesifik:<br /><br /> 1. Pertahanan fisik: Kulit, selaput lendir<br /> 2. Kimiawi: Enzim, keasaman lambung<br /> 3. Mekanik: Gerakan usus, rambut getar selaput lendir,<br /> 4. Fagositosis: Penelanan kuman/zat asing oleh sel darah putih<br /> 5. Zat komplemen yang berfungsi pada berbagai proses pemusnahan kuman/zat asing<br /><br /> Kerusakan pada sistem pertahanan ini akan memudahkan masuknya kuman/zat asing ke dalam tubuh. Misalnya, kulit luka, gangguan keasaman lambung, gangguan gerakan usus atau proses penelanan kuman/zat asing oleh sel darah putih (sel leukosit)<br /><br /> * Kekebalan tubuh spesifik<br /><br /> Bila masuknya kuman/zat asing tidak dapat ditangkal oleh daya tahan tubuh yang tidak spesifik, seperti yang telah dijelaskan di atas, maka diperlukan sistem kekebalan tubuh dengan tingkat lebih tinggi atau spesifik.<br /><br /> Ada 2 jenis kekebalan tubuh yang berperan pada kekebalan yang spesifik ini, yaitu: Kekebalan selular dan kekebalan humoral. Kekebalan ini hanya berperan pada kuman/zat asing yang sudah dikenal artinya bila jenis kuman/zat asing tersebut sudah pernah atau lebih dari satu kali masuk ke dalam tubuh manusia.<br /><br />Gangguan kekebalan Tubuh<br /><br />Gangguan sistem kekebalan tubuh di bagi dua, yaitu:<br /><br /> * Gangguan kekebalan primer. Penyebabnya tidak diketahui dan telah ada sejak lahir.<br /> * Gangguan kekebalan sekunder, disebabkan faktor lain, misalnya infeksi (AIDS, campak, dan lain-lain), gizi buruk serta penyakit ganas, misalnya kanker, leukemia, obat-obatan misalnya obat yang mengandung hormone kortikosteroid, obat untuk kanker, dan lain-lain.<br /><br />Faktor-faktor yang mempengaruhi kekebalan tubuh:<br /><br /> * Infeksi<br /> * Penyakit<br /> * Obat-obatan<br /> * Gangguan gizi<br /> * Usia<br /><br />Pengobatan gangguan kekebalan tubuh<br /><br />Bila sudah terjadi gangguan kekebalan tubuh, maka dokter akan memberikan pengobatan melalui beberapa cara yaitu:<br /><br /> 1. Isolasi penderita supaya tidak mudah ketularan penyakit infeksi<br /> 2. Suplementasi dengan pemberian gamaglobulin (antibodi dari luar), atau pemberian antibiotika bila ada infeksi sekunder<br /> 3. Obat-obatan yang merangsang sistem kekebalan tubuh.<br /> 4. Mengobati penyakit penyebab gangguan kekebalan tubuh.<br /><br />Cara mempertahankan kekebalan tubuh<br /><br /> * Pencegahan infeksi<br /> * Pencegahan penyakit ganas<br /> * Hindari obat-obatan tertentu seperti yang disebutkan di atas kecuali dengan resep/pengawasan dokter<br /> * Gangguan gizi<br /> * Pada anak usia muda (bayi dan balita) serta orang usia tua, hindarkan kontak dengan seseorang yang menderita infeksi supaya tidak mudah tertular.<br /><br />Kesimpulan<br /><br /> Dari uraian diatas dijelaslah manusia adalah makhluk paling sempurna. Oleh Sang Pencipta manusia dibekali sistem kekebalan sangat sempurna, kompleks, dan rumit. Sampai saat ini belum semua ilmu mengenai kekebalan tubuh manusia diketahui seluruhnya, sehingga tidak semua gangguan kekebalan tubuh dapat diobati.Buah Hatikuhttp://www.blogger.com/profile/06641198823129527590noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-716129191370657373.post-20875842067951976272008-03-14T04:13:00.000-07:002008-03-14T04:14:21.301-07:00Kuning BayiPenulis: Iesje Martiza Sabaroedin<br /><br />Pada kehidupan sehari-hari kadang-kadang kita bertemu ibu-ibu yang mengeluh bahwa anak/bayinya menderita sakit kuning . Sebetulnya mengapa anak/bayinya dikatakan sakit kuning?<br /><br /> Alasan sebetulnya anak/bayi tersebut dikatakan sakit kuning karena ibu melihat kulit bayinya menjadi kuning atau lebih jelas lagi matanya terlihat kuning. Kuning pada kulit atau mata itu disebabkan peningkatan kadar bilirubin di dalam darah penderita.<br /><br /> Bilirubin adalah suatu hasil pemecahan sel darah merah (eritrosit). Eritrosit hidup selama 120 hari di dalam tubuh kita, setelah itu eritrosit akan pecah.<br /><br /> Pada keadaan normal bilirubin tersebut akan berikatan dengan protein (albumin) dan dibawa ke hati untuk dikonjugasikan/digabungkan dengan enzim hati untuk menghilangkan efek racunnya.<br /><br /> Bilirubin yang telah dikonjugasi di dalam hati tersebut akan dibawa keusus. Sebagian besar dibuang melalui tinja dan sebagian kecil kembali masuk ke dalam hati dalam keadaan tidak dikonjugasi, dan di hati akan dikonjugasi kembali dan demikian seterusnya.<br /><br /> Pada keadaan yang tidak biasa terjadi peningkatan bilirubin di dalam penderita. Peningkatan ini dapat terjadi pada Bilirubin yang belum dikonjugasi, atau pada bilirubin yang telah dikonjugasi. Peningkatan bilirubin yang belum di konjugasi (efek racunnya belum hilang), pada kadar tinggi dapat menyebabkan pengendapan bilirubin tersebut di sel-sel otak yang mengakibatkan terjadinya kejang-kejang berat (kem icterus). Akhirnya, dapat menyebabkan kematian atau bila sembuh akan meninggalkan gejala sisi berupa keterbelakangan mental, lumpuh, dsb.<br /><br /> Untuk menghindari gejala-gejala berat yang diakibatkan peningkatan bilirubin yang tidak dikonjugasi di dalam darah, maka harus dilakukan tranfusi darah.<br /><br />Bayi kuning karena peningkatan bilirubin belum dikonjugasi dapat terjadi pada:<br /><br />1. Bayi normal baru lahir<br /><br /> Pada bayi baru lahir, enzim hati yang berfungsi sempurna sehingga banyak bilirubin tidak dapat dikonjugasi dan bayi terlihat kuning.<br /><br /> Dengan bertambahnya umur bayi maka enzim hati tersebut akan lebih baik fungsinya, bilirubin akan lebih banyak dikonjugasi, dan warna kuning pada tubuh serta mata bayi berkurang, lalu menghilang. Proses ini memerlukan waktu sekitar seminggu untuk bayi lahir dengan berat badan normal dan sekitar dua minggu untuk bayi lahir dengan berat badan rendah. Biasanya peningkatan bilirubin pada keadaan ini jarang mencapai kadar bilirubin yang berbahaya bagi bayi.<br /><br /> Untuk mempercepat konjugasi bilirubin dapat dilakukan pemberian sinar biru (fototerapi), yaitu sinar khusus yang dapat membantu kerja enzim hati sehingga proses konjugasi lebih cepat terjadi.<br /><br />2. Penyakit yang berhubungan dengan pemecahan darah (eritrosit) yang berlebihan , antara lain:<br /><br /> * Golongan darah ibu dan bayi tidak sesuai. Dalam dunia kedokteran keadaan ini dikenal sebagai ABO incompability. Pada keadaan ini golongan darah ibu O, sedangkan bayinya golongan A atau B. Atau pada ibu yang bergolongan darah Rhesus negatif, sedangkan golongan darah bayi Rhesus positif.<br /> * Kurangnya enzim glukosa 6 phosphat dehydrogenase (G6PD) enzim yang berada di dinding sel darah merah yang berfungsi menjaga keutuhan dinding sel darah menjadi mudah pecah sehingga terjadi peningkatan bilirubin.<br /> * Penyakit bawaan atau turunan.<br /><br /> Ada beberapa penyakit bawaan atau turunan menyebabkan gangguan pada proses konjugasi bilirubin di hati. Penyakit-penyakit tersebut, antara lain adalah sindrom Crigler Najjar dan sindrom Gillbert.<br /><br />Bayi kuning karena bilirubin terkonjugasi yang meningkat<br /><br /> * Radang hati akut yang biasa disebut hepatitis. Pada keadaan ini terjadi kerusakan sel-sel hati, menyebabkan perlambatan aliran bilirubin/empedu ke usus sehingga bilirubin yang dibuang melalui tinja berkurang.<br /><br /> Akibatnya, terjadi penimbunan bilirubin di hati yang sebagian akan masuk ke dalam aliran darah, akan menyebabkan kadar bilirubin terkonjugasi di dalam darah meningkat.<br /><br /> Hepatitis pada bayi baru lahir antara lain disebabkan infeksi toksoplasma, Rubela, Cytomegalovirus, herpes simplex, atau yang lebih dikenal sebagai infeksi TORCH.Buah Hatikuhttp://www.blogger.com/profile/06641198823129527590noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-716129191370657373.post-12277573569219623762008-03-14T04:12:00.000-07:002008-03-14T04:13:35.991-07:00Kejang pada BayiKejang pada Bayi<br /><br /><br />Penulis: Guslihan Dasa Tjipta<br /><br />KEJANG pada neonatus didefinisikan sebagai suatu gangguan terhadap fungsi neurologis seperti tingkah laku, motorik, atau fungsi otonom.<br /><br /> Periode bayi baru lahir (BBL) dibatasi sampai hari ke-28 kehidupan pada bayi cukup bulan, dan untuk bayi prematur, batasan ini biasanya digunakan sampai usia gestasi 42 minggu.<br /><br /> Kebanyakan kejang pada BBL timbul selama beberapa hari. Sebagian kecil dari bayi tersebut akan mengalami kejang lanjutan dalam kehidupannya kelak. Kejang pada neonatus relatif sering dijumpai dengan manifestasi klinis yang bervariasi. Timbulnya sering merupakan gejala awal dari gangguan neurologi dan dapat terjadi gangguan pada kognitif dan perkembangan jangka panjang.<br /><br /> Insiden kejang pada neonatus di Amerika Serikat belum diketahui dengan jelas, diperkirakan adalah 80-120 pada setiap 100.000 neonatus setiap tahun.<br /><br />Bagaimana terjadinya kejang?<br /><br />Neuron dalam susunan saraf pusat (SSP) mengalami depolarisasi sebagai akibat dari masuknya kalium dan repolarisasi timbul akibat keluarnya kalium. Kejang timbul bila terjadi depolarisasi berlebihan akibat arus listrik yang terus-menerus dan berlebihan.<br /><br /> Volpe mengemukakan empat kemungkinan alasan terjadinya depolarisasi yang berlebihan yaitu:<br /><br /> 1. Gagalnya pompa natrium kalium karena gangguan produksi energi<br /> 2. Selisih relatif antara neurotransmitter eksitasi dan inhibisi<br /> 3. Defisiensi relative neurotransmitter inhibisi dibanding eksitasi<br /> 4. Perubahan membran neuron menyebabkan hambatan gerakan natrium.<br /><br /> Tetapi, dasar mekanisme kejang pada neonatus masih belum dapat diketahui dengan jelas.<br /> Ada banyak penyebab kejang pada neonatus, yaitu:<br /><br /> 1. Bayi tidak menangis pada waktu lahir adalah penyebab yang paling sering. Timbul dalam 24 jam kehidupan pada kebanyakan kasus.<br /> 2. Perdarahan otak, dapat timbul sebagai akibat dari kekurangan oksigen atau trauma pada kepala. Perdarahan subdural<br /> yang biasanya diakibatkan oleh trauma dapat menimbulkan kejang<br /> 3. Gangguan metabolik.<br /><br /> 1. Kekurangan kadar gula darah (Hipoglikomia), sering timbul dengan gangguan pertumbuhan dalam kandungan dan pada bayi dengan ibu penderita diabetes melitus (DM). Jangka waktu antara hipoglikemia dan waktu sebelum pemberian awal pengobatan merupakan waktu timbulnya kejang. Kejang lebih jarang timbul pada ibu penderita diabetes, kemungkinan karena waktu hipoglikemia yang pendek.<br /> 2. Kekurangan kalsium (hipokalsemia), sering ditemukan pada bayi berat badan lahir rendah, bayi dengan ibu penderita DM, bayi asfiksia, bayi dengan ibu penderita hiperparatiroidisme.<br /> 3. Kekurangan natrium (Hiponatremia)<br /> 4. Kelebihan natrium (Hipernatremia), biasanya timbul bersamaan dengan dehidrasi atau pemakaian bikarbonat berlebihan.<br /> 5. Kelainan metabolik lainseperti:<br /><br /> * Ketergantungan piridoksin mengakibatkan kejangyang resistan terhadap antikonvulsan.<br /><br /> Bayi dengan kelainan ini mengalami kejang intrauterin dan lahir dengan meconium staining<br /><br /> * Gangguan asam amino<br /><br /> Kejang pada bayi dengan gangguan asam amino sering disertai dengan manifestasi neurologi. Hiperamonemia dan asidosis sering timbul pada gangguan asam amino.<br /><br /> 4. Infeksi sekunder akibat bakteri atau nonbakteri dapat timbul pada bayi dalam kandungan, selama persalinan, atau pada periode perinatal<br /><br /> 1. Infeksi bakteri<br /> Meningitis akibat infeksi group B Streptococcus, Escherechia coli, atau Listeria monocytogenes sering menyertai kejang selama minggu pertama kehidupan.<br /> 2. Infeksi nonbacterial<br /> Penyebab nonbacterial seperti toxoplasmosis dan infeksi oleh herpes simplex, cytomegalovirus, rubella dan coxackie B virus dapat menyebabkan infeksi intrakranial dan kejang.Buah Hatikuhttp://www.blogger.com/profile/06641198823129527590noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-716129191370657373.post-6068617270290461562008-03-14T04:11:00.000-07:002008-03-14T04:13:02.107-07:00Bayi Baru lahir dengan Ibu BermasalahPenulis: Fatimah Indarso<br /><br />SEBAGIAN besar bayi baru lahir (BBL) yang terlahir dari ibu bermasalah tidak menunjukkan gejala sakit saat dilahirkan atau beberapa waktu setelah lahir. Namun, bukan berarti bayi ini aman dari gangguan akibat penyakit yang diderita. Ibu bermasalah berarti menderita sakit sebelum maupun selama hamil, atau saat menghadapi persalinan.<br /><br /> Sebenarnya banyak jenis penyakit yang bisa diderita ibu selama periode itu. Tapi, akan dibahas manajemen BBL dari ibu penderita penyakit yang relatif sering, seperti kecurigaan infeksi dalam kandungan, hepatitis B, tuberkulosis, atau diabetes melitus, dan malaria.<br /><br /> Tanda-tanda ibu yang diduga mengalami infeksi dalam kandungan dan bisa berakibat infeksi atau bakteriemia pada bayinya ialah bila ibu terkena panas lebih atau sama dengan 38 derajat Celcius selama persalinan sampai tiga hari usai persalinan.<br /><br /> Cairan ketuban yang mestinya berwarna putih jernih, menjadi hijau keruh, apalagi berbau busuk. Cairan ketuban pecah 18-24 jam sebelum bayi lahir, atau saat umur kehamilan menginjak 37 minggu. Pada keadaan tadi, BBL rawan terhadap infeksi yang mengancam jiwanya karena dapat terserang infeksi berat.<br /><br /> Perubahan ke arah kondisi yang buruk sangat cepat. Bila ibu mengalami hal ini, sebaiknya melahirkan di pusat pelayanan kesehatan karena BBL perlu memperoleh pemantauan ketat dan obat antibiotik. Apabila lahir di rumah, perlu dikomunikasikan dengan bidan agar mendapat pengobatan.<br /><br /> Pengawasan yang perlu dilakukan keluarga ialah, apakah pernapasan bayi menjadi cepat, mengantuk saja walau dirangsang dengan sentuhan, lemas, suhu tubuh dingin atau kurang dari 36,5 derajat Celcius, panas, muntah setiap kali minum, kembung, atau merintih. Bila ada tanda-tanda itu, sebaiknya cepat dibawa ke pusat pelayanan kesehatan.<br /><br /> Pada ibu hamil penderita hepatitis B dengan hasil pemeriksaan darah HbsAg positif untuk jangka waktu enam bulan, atau tetap positif selama kehamilan dan saat persalinan, maka risiko mendapat infeksi hepatitis kronis pada bayinya sebesar 80-90%.<br /><br />Komunikasi<br /><br /> Perlu komunikasi aktif antara ibu dan dokter kandungan, dokter anak, atau bidan agar manajemen terhadap BBL cepat dilakukan, yaitu segera setelah bayi lahir, dalam waktu 12 jam, imunisasi aktif hepatitis B segera diberikan.<br /><br /> Bila memungkinkan, dapat disertai imunisasi pasif hepatitis B dalam bentuk Imunoglobulin hepatitis B, dilanjutkan jadwal imunisasi rutin kedua dan ketiga. Pada umur tujuh bulan atau sebulan setelah suntikan ketiga, dilakukan pemeriksaan anti-HBs dan HBsAg. Lalu, pada umur 1, 3, dan 5 tahun. Hasilnya dikomunikasikan dengan dokter anak setempat. Ibu tetap bioleh memberikan ASI, kecuali saat melahirkan, ibu sakit hepatitis akut yang berarti virus banyak beredar di dalam darah hingga masuk ke bayi melalui puting susu jika terluka.<br /><br /> Pada ibu penderita tuberkulosis (Tb) aktif, penularan dapat terjadi sebelum bayi lahir melalui plasenta atau lewat pernapasan setelah bayi lahir. Ibu perlu berterus terang kepada dokter atau bidan karena berhubungan dengan pemberian vaksin BCG.<br /><br /> Bila ibu memperoleh pengobatan Tb belum genap dua bulan, atau didiagnosis Tb setelah melahirkan, bayi jangan divaksin BCG. Mintalah kepada bidan atau dokter anak tentang pencegahan penularan. Biasanya, bayi diberi obat INH. Pada umur delapan minggu, bayi diminta agar diperiksa, apakah ibunya tertular Tb dengan pemeriksaan darah, foto dada, dan tes Mantoux. bila tertular, segeralah diobati. Bila sehat, pencegahan dilanjutkan sampai enam bulan. Pemberian BCG pada dua minggu setelah pemberian INH, ibu boleh memberikan ASI sesuai kebutuhan bayi. Gizi ibu perlu diperhatikan agar kesehatan ibu dan anak terjamin.<br /><br /> Pada ibu penderita diabetes melitus, jauh sebelum hamil , sebaiknya mengusahakan agar kadar gula darah terkontrol, dengan obat atau diet. Komunikasikan dengan dokter penyakit dalam. Apabila kadar gula tidak terkontrol, bayi yang dikandung mempunyai berat di atas ideal BBL pada umumnya. Tentu hal ini dapat menyulitkan proses persalinan yang dapat mengakibatkan trauma lahir, bahkan BBL tak bisa menangis atau bernapas secara spontan dan teratur saat lahir. Kalau kondisi ini berlangsung lama, kelak menimbulkan cacat mental atau fisik.<br /><br /> Pada ibu hamil penderita malaria, bayi yang dikandung dapat mengalami keguguran, prematur, beratnya dibawah ideal, minum bermassalah, demam, anemia, kuning, lahir mati, atau pembesaran hati dan limpa, tergantung kehamilan pada minggu keberapa ibu menderita malaria.Buah Hatikuhttp://www.blogger.com/profile/06641198823129527590noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-716129191370657373.post-80149043869652027692008-03-14T04:10:00.000-07:002008-03-14T04:12:06.446-07:00Kesulitan Belajar pada AnakKesulitan Belajar pada Anak<br /><br /><br />Penulis: Rini Sekartini<br /><br />KESULITAN belajar sudah ada sejak berabad-abad yang lalu. Beberapa ilmuwan terkemuka pernah mengalaminya, antara lain Thomas Alva Edison, Albert Einstein, dan Hans Christian Anderson. Kejadian ini merupakan bentuk kesulitan belajar yang pertama kali ditemukan.<br /><br /> Kasus ini meliputi banyak aspek, yaitu membaca, menulis, mengeja, dan matematika. Anak yang mengalaminya pasti memiliki kelebihan dibidang lainnya. Karena itu, orang tua perlu memahami anak. Tak hanya melihat kelemahannya, tetapi lebih menonjolkan kemampuan anak di bidang lain. Angka kejadiannya belum diketahui pasti, namun berkisar 5%-10%. Laki-laki yang mengalaminya tiga kali lebih banyak dibanding perempuan.<br /><br /> Umumnya, guru merupakan orang pertama yang dapat mendeteksi kesulitan belajar pada anak karena dapat segera melihat perbedaan kemampuan dan perilaku anak tersebut daripada teman-teman seusianya. Tetapi, terkadang, ada juga orang tua yang bisa mengetahuinya. Kesulitan belajar biasanya terdiagnosis ketika anak sekolah. Hal ini menjadi masalah saat anak berusia delapan tahun atau lebih karena pada usia itu, tuntutan kemampuan akademik sudah lebih tinggi.<br /><br /> Penyebabnya belum jelas, sangat jarang ditemukan kelainan neurologis pada anak dengan kesulitan belajar. Dua faktor yang mempengaruhinya, yaitu genetik sehingga ditemukan angka kejadian laki-laki lebih banyak dibanding perempuan, yang diduga berkaitan dengan efek pada kromosom X. Lalu, faktor lingkungan, seperti dalam kehamilan, persalinan, masa neonatus, serta pencemaran logam berat. Tiap anak bisa menderita satu atau lebih kesulitan belajar yang spesifik. Kejadian yang paling sering dijumpai adalah:<br /><br />Kesulitan membaca<br /><br /> Gejalanya antara lain sulit membedakan bentuk huruf tertentu, seperti b dan d. Atau tak bisa membaca dengan suara keras, irama yang monoton ketika membaca, cenderung mengikuti tulisan yang hendak dibaca dengan jari. Anak normal biasanya telah mampu membaca pada usia 6-7 tahun.<br /><br /> Pedoman untuk meningkatkan kemampuan membaca anak adalah memilih waktu saat orang tua dan anak dalam suasana nyaman, tidak sedang lelah atau lapar, tanpa gangguan anggota keluarga yang lain, memakai buku pedoman yang sama dengan yang digunakan di sekolah, memilih ruang belajar yang nyaman dengan penerangan yang baik, pada tahap awal anak boleh memakai jari atau pensil untuk mengikuti kata-kata yang dibaca, orang tua dan anak bergantian membaca untuk mengurangi ketegangan, meningkatkan rasa percaya diri anak, serta lebih banyak cerita yang bisa dibaca.<br /><br /> Ketika anak mulai lancar membaca, biarkan dia menyelesaikan bacaan itu sendiri. Waktu yang digunakan jangan terlalu lama, mulai dari 5 menit, dan ditingkatkan bertahap sampai 15 menit. Bila ada yang salah dibaca, jangan segera dikritik, tunggu sampai akhir kalimat. Hindari komentar negati. Jangan cemas bila tahap awal anak membaca dengan irama yang monoton. Pada akhir bacaan, diskusikan isi bacaan tersebut.<br /><br />Kesulitan mengeja<br /><br />Keadaan ini ditandai dengan kesulitan bermakna dalam menuliskan kata-kata dengan ejaan yang benar. Hal itu sering dialami bersamaan dengan kesulitan membaca. Pengajaran dimulai dengan kata-kata yang telah dikenal anak. Tiap hari dilatih dengan jumlah kata yang tidak terlalu banyak. Anak diminta membaca serta mengingat kata-kata yang ditulis di kartu dan diminta menuliskannya lagi di kertas kosong. Bila kesulitan, dibantu dengan mendikte tiap hurup. Bila anak berhasil menulis dengan benar berikan pujian.<br /><br />Kesulitan menulis<br /><br /> Anak tersebut tak mampu berkomunikasi secara tertulis. Kerap ditemukan kesalahan dalam ejaan, tanda baca, dan pemakaian huruf kapital, lalu bentuk huruf yang ditulis sangatu buruk.. Kejadian ini relatif jarang terdeteksi. Anak bersangkutan terkadang bisa menulis dengan lebih baik bila diberikan waktu yang lama.<br /><br /> Kelainan ini bisa akibat gangguan konsentrasi dan pemusatan perhatian, memori visual, dan koordinasi motorik halus. Agar dapat menulis dengan baik, diperhatikan dulu cara duduk yang benar ketika menulis, yaitu duduk tegak, kaki menyentuh lantai, serta kedua lengan di atas meja.<br /><br />Kesulitan berhitung<br /><br /> Kesulitan ini paling banyak mendapat perhatian. Dalam hal aritmetika, bisa merupakan kelainan tersendiri, atau bagian dari kesulitan belajar yang lain. Cara mengatasinya, metode pengajaran yang digunakan mesti sama dengan yang diajarkan di sekolah agar anak tidak semakin binggungBuah Hatikuhttp://www.blogger.com/profile/06641198823129527590noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-716129191370657373.post-63056951870236676102008-03-14T04:08:00.001-07:002008-03-14T04:11:35.651-07:00Stimulasi Dini pada Bayi dan BalitaPenulis: Soedjatmiko<br /><br />Apa yang dimaksud dengan kecerdasan multipel ?<br /><br />Kecerdasan multipel (multiple inteligensia) adalah berbagai jenis kecerdasan yang dapat dikembangkan pada anak, antara lain verbal-linguistic (kemampuan menguraikan pikiran dalam kalimat-kalimat, presentasi, pidato, diskusi, tulisan), logical–mathematical (kemampuan menggunakan logika-matematik dalam memecahkan berbagai masalah), visual spatial (kemampuan berpikir tiga dimensi), bodily-kinesthetic (ketrampilan gerak, menari, olahraga), musical (kepekaan dan kemampuan berekspresi dengan bunyi, nada, melodi, irama), intrapersonal (kemampuan memahami dan mengendalikan diri sendiri), interpersonal (kemampuan memahami dan menyesuaikan diri dengan orang lain), naturalist (kemampuan memahami dan memanfaatkan lingkungan). <br /><br />Faktor-faktor apa yang mempengaruhi kualitas kecerdasan ?<br /><br />Kecerdasan multipel dipengaruhi 2 faktor utama yang saling terkait yaitu faktor keturunan (bawaan, genetik) dan faktor lingkungan. Seorang anak dapat mengembangkan berbagai kecerdasan jika mempunyai faktor keturunan dan dirangsang oleh lingkungan terus menerus.<br /><br /> Orangtua yang cerdas anaknya cenderung akan cerdas pula jika faktor lingkungan mendukung pengembangan kecerdasaannnya sejak didalam kandungan, masa bayi dan balita. Walaupun kedua orangtuanya cerdas tetapi jika lingkungannya tidak menyediakan kebutuhan pokok untuk pengembangan kecerdasannya, maka potensi kecerdasan anak tidak akan berkembang optimal. Sedangkan orangtua yang kebetulan tidak berkesempatan mengikuti pendidikan tinggi (belum tentu mereka tidak cerdas, mungkin karena tidak ada kesempatan atau hambatan ekonomi) anaknya bisa cerdas jika dicukupi kebutuhan untuk pengembangan kecerdasan sejak di dalam kandungan sampai usia sekolah dan remaja.<br /><br />Apa kebutuhan pokok untuk mengembangkan kecerdasan ?<br /><br />Tiga kebutuhan pokok untuk mengembangkan kecerdasan antara lain adalah kebutuhan FISIK-BIOLOGIS (terutama untuk pertumbuhan otak, sistem sensorik dan motorik), EMOSI-KASIH SAYANG (mempengaruhi kecerdasan emosi, inter dan intrapersonal) dan STIMULASI DINI (merangsang kecerdasan-kecerdasan lain).<br /> <br /> Kebutuhan FISIK-BIOLOGIS terutama gizi yang baik sejak di dalam kandungan sampai remaja terutama untuk perkembangan otak, pencegahan dan pengobatan penyakit-penyakit yang dapat mempengaruhi perkembangan kecerdasan, dan ketrampilan fisik untuk melakukan aktivitas sehari-hari.<br /> <br /> Kebutuhan EMOSI-KASIH SAYANG : terutama dengan melindungi, menimbulkan rasa aman dan nyaman, memperhatikan dan menghargai anak, tidak mengutamakan hukuman dengan kemarahan tetapi lebih banyak memberikan contoh-contoh dengan penuh kasih sayang. Kebutuhan STIMULASI meliputi rangsangan yang terus menerus dengan berbagai cara untuk merangsang semua system sensorik dan motorik.<br /><br /> Ketiga kebutuhan pokok tersebut harus diberikan secara bersamaan sejak janin didalam kandungan karena akan saling berpengaruh. Bila kebutuhan biofisik tidak tercukupi, gizinya kurang, sering sakit, maka perkembangan otaknya tidak optimal. Bila kebutuhan emosi dan kasih sayang tidak tercukupi maka kecerdasan inter dan antar personal juga rendah. Bila stimulasi dalam interaksi sehari-hari kurang bervariasi maka perkembangan kecerdasan juga kurang bervariasi.<br /><br />Apa itu STIMULASI DINI ? Apa manfaatnya ?<br /><br />Stimulasi dini adalah rangsangan yang dilakukan sejak bayi baru lahir (bahkan sebaiknya sejak janin 6 bulan di dalam kandungan) dilakukan setiap hari, untuk merangsang semua sistem indera (pendengaran, penglihatan, perabaan, pembauan, pengecapan). Selain itu harus pula merangsang gerak kasar dan halus kaki, tangan dan jari-jari, mengajak berkomunikasi, serta merangsang perasaan yang menyenangkan dan pikiran bayi dan balita. Rangsangan yang dilakukan sejak lahir, terus menerus, bervariasi, dengan suasana bermain dan kasih sayang, akan memacu berbagai aspek kecerdasan anak (kecerdasan multipel) yaitu kecerdasan : logiko-matematik, emosi, komunikasi bahasa (lingusitik), kecerdasan musikal, gerak (kinestetik), visuo-spasial, senirupa dll. <br /><br />Cara melakukan stimulasi dini<br /><br />Stimulasi sebaiknya dilakukan setiap kali ada kesempatan berinteraksi dengan bayi/balita. misalnya ketika memandikan, mengganti popok, menyusui, menyuapi makanan, menggendong, mengajak berjalan-jalan, bermain, menonton TV, di dalam kendaraan, menjelang tidur.<br /> <br /> Stimulasi untuk bayi 0 – 3 bulan dengan cara : mengusahakan rasa nyaman, aman dan menyenangkan, memeluk, menggendong, menatap mata bayi, mengajak tersenyum, berbicara, membunyikan berbagai suara atau musik bergantian, menggantung dan menggerakkan benda berwarna mencolok (lingkaran atau kotak-kotak hitam-putih), benda-benda berbunyi, mengulingkan bayi kekanan-kekiri, tengkurap-telentang, dirangsang untuk meraih dan memegang mainan<br /><br /> Umur 3 – 6 bulan ditambah dengan bermain ‘cilukba’, melihat wajah bayi dan pengasuh di cermin, dirangsang untuk tengkurap, telentang bolak-balik, duduk.<br /> <br /> Umur 6 – 9 bulan ditambah dengan memanggil namanya, mengajak bersalaman, tepuk tangan, membacakan dongeng, merangsang duduk, dilatih berdiri berpegangan.<br /> <br /> Umur 9 – 12 bulan ditambah dengan mengulang-ulang menyebutkan mama-papa, kakak, memasukkan mainan ke dalam wadah, minum dari gelas, menggelindingkan bola, dilatih berdiri, berjalan dengan berpegangan.<br /><br /> Umur 12 – 18 bulan ditambah dengan latihan mencoret-coret menggunakan pensil warna, menyusun kubus, balok-balok, potongan gambar sederhana (puzzle) memasukkan dan mengeluarkan benda-benda kecil dari wadahnya, bermain dengan boneka, sendok, piring, gelas, teko, sapu, lap. Latihlah berjalan tanpa berpegangan, berjalan mundur, memanjat tangga, menendang bola, melepas celana, mengerti dan melakukan perintah-perintah sederhana (mana bola, pegang ini, masukan itu, ambil itu), menyebutkan nama atau menunjukkan benda-benda.<br /><br /> Umur 18 – 24 bulan ditambah dengan menanyakan, menyebutkan dan menunjukkan bagian-bagian tubuh (mana mata ? hidung?, telinga?, mulut ? dll), menanyakan gambar atau menyebutkan nama binatang & benda-benda di sekitar rumah, mengajak bicara tentang kegiatan sehari-hari (makan, minum mandi, main, minta dll), latihan menggambar garis-garis, mencuci tangan, memakai celana - baju, bermain melempar bola, melompat.<br /><br /> Umur 2 – 3 tahun ditambah dengan mengenal dan menyebutkan warna, menggunakan kata sifat (besar-kecil, panas-dingin, tinggi-rendah, banyak-sedikit dll), menyebutkan nama-nama teman, menghitung benda-benda, memakai baju, menyikat gigi, bermain kartu, boneka, masak-masakan, menggambar garis, lingkaran, manusia, latihan berdiri di satu kaki, buang air kecil / besar di toilet.<br /> <br /> Setelah umur 3 tahun selain mengembangkan kemampuan-kemampuan umur sebelumnya, stimulasi juga di arahkan untuk kesiapan bersekolah antara lain : memegang pensil dengan baik, menulis, mengenal huruf dan angka, berhitung sederhana, mengerti perintah sederhana (buang air kecil / besar di toilet), dan kemandirian (ditinggalkan di sekolah), berbagi dengan teman dll. Perangsangan dapat dilakukan di rumah (oleh pengasuh dan keluarga) namun dapat pula di Kelompok Bermain, Taman Kanak-Kanak atau sejenisnya.<br /><br />Pentingnya suasana ketika stimulasi<br /> <br />Stimulasi dilakukan setiap ada kesempatan berinteraksi dengan bayi-balita, setiap hari, terus menerus, bervariasi, disesuaikan dengan umur perkembangan kemampuannya, dilakukan oleh keluarga (terutama ibu atau pengganti ibu).<br /> <br /> Stimulasi harus dilakukan dalam suasana yang menyenangkan dan kegembiraan antara pengasuh dan bayi/balitanya. Jangan memberikan stimulasi dengan terburu-terburu, memaksakan kehendak pengasuh, tidak memperhatikan minat atau keinginan bayi/balita, atau bayi-balita sedang mengantuk, bosan atau ingin bermain yang lain. Pengasuh yang sering marah, bosan, sebal, maka tanpa disadari pengasuh justru memberikan rangsang emosional yang negatif. Karena pada prinsipnya semua ucapan, sikap dan perbuatan pengasuh adalah merupakan stimulasi yang direkam, diingat dan akan ditiru atau justru menimbulkan ketakutan bayi-balita. <br /><br />Pentingnya pola pengasuhan yang demokratik (otoritatif)<br /><br />Oleh karena itu interaksi antara pengasuh dan bayi atau balita harus dilakukan dalam suasana pola asuh yang demokratik (otoritatif). Yaitu pengasuh harus peka terhadap isyarat-isyarat bayi, artinya memperhatikan minat, keinginan atau pendapat anak, tidak memaksakan kehendak pengasuh, penuh kasih sayang, dan kegembiraan, menciptakan rasa aman dan nyaman, memberi contoh tanpa memaksa, mendorong keberanian untuk mencoba berkreasi, memberikan penghargaan atau pujian atas keberhasilan atau perilaku yang baik, memberikan koreksi bukan ancaman atau hukuman bila anak tidak dapat melakukan sesuatu atau ketika melakukan kesalahan.<br /><br />Mengapa stimulasi dini bisa merangsang kecerdasan multipel ?<br /><br />Sel-sel otak janin dibentuk sejak 3 – 4 bulan di dalam kandungan ibu, kemudian setelah lahir sampai umur 3 – 4 tahun jumlahnya bertambah dengan cepat mencapai milyaran sel, tetapi belum ada hubungan antar sel-sel tersebut. Mulai kehamilan 6 bulan, dibentuklah hubungan antar sel, sehingga membentuk rangkaian fungsi-fungsi. Kualitas dan kompleksitas rangkaian hubungan antar sel-sel otak ditentukan oleh stimulasi (rangsangan) yang dilakukan oleh lingkungan kepada bayi-balita tersebut.<br /> <br /> Semakin bervariasi rangsangan yang diterima bayi-balita maka semakin kompleks hubungan antar sel-sel otak. Semakin sering dan teratur rangsangan yang diterima, maka semakin kuat maka hubungan antar sel-sel otak tersebut. Semakin kompleks dan kuat hubungan antar sel-sel otak, maka semakin tinggi dan bervariasi kecerdasan anak di kemudian hari, bila dikembangkan terus menerus, sehingga anak akan mempunyai banyak variasi kecerdasan (multiple inteligensia).<br /><br />Bagaimana cara merangsang kecerdasan multipel ?<br /><br />Untuk merangsang kecerdasan berbahasa verbal ajaklah bercakap-cakap, bacakan cerita berulang-ulang, rangsang untuk berbicara dan bercerita, menyanyikan lagu anak-anak dll.<br /> <br /> Latih kecerdasan logika-matematik dengan mengelompokkan, menyusun, merangkai, menghitung mainan, bermain angka, halma, congklak, sempoa, catur, kartu, teka-teki, puzzle, monopoli, permainan komputer dll.<br /><br /> Kembangkan kecerdasan visual-spatial dengan mengamati gambar, foto, merangkai dan membongkar lego, menggunting, melipat, menggambar, halma, puzzle, rumah-rumahan, permainan komputer dll.<br /> <br /> Melatih kecerdasan gerak tubuh dengan berdiri satu kaki, jongkok, membungkuk, berjalan di atas satu garis, berlari, melompat, melempar, menangkap, latihan senam, menari, olahraga permainan dll.<br /> <br /> Merangsang kecerdasan musikal dengan mendengarkan musik, bernyanyi, memainkan alat musik, mengikuti irama dan nada.<br /> <br /> Melatih kecerdasan emosi inter-personal dengan bermain bersama dengan anak yang lebih tua dan lebih muda, saling berbagi kue, mengalah, meminjamkan mainan, bekerjasama membuat sesuatu, permainan mengendalikan diri, mengenal berbagai suku, bangsa, budaya, agama melalui buku, TV dll.<br /> <br /> Melatih kecerdasan emosi intra-personal dengan menceritakan perasaan, keinginan, cita-cita, pengalaman, berkhayal, mengarang ceritera dll.<br /> <br /> Merangsang kecerdasan naturalis dengan menanam biji hingga tumbuh, memelihara tanaman dalam pot, memelihara binatang, berkebun, wisata di hutan, gunung, sungai, pantai, mengamati langit, awan, bulan, bintang dll.<br /> <br /> Bila anak mempunyai potensi bawaan berbagai kecerdasan dan dirangsang terus menerus sejak kecil dengan cara yang menyenangkan dan jenis yang bervariasi maka anak kita akan mempunyai kecerdasan yang multipel.<br /><br /><br />Bagaimana cara mengembangkan kreativitas anak ?<br /><br />Kreativitas dibutuhkan oleh manusia untuk menyelesaikan berbagai masalah dalam kehidupan sehari-hari. Kreativitas harus dikembangkan sejak dini. Banyak keluarga yang tidak menyadari bahwa sikap orangtua yang otoriter (diktator) terhadap anak akan mematikan bibit-bibit kreativitas anak, sehingga ketika menjadi dewasa hanya mempunyai kreativitas yang sangat terbatas. <br /><br />Bagaimana peran orangtua utk mengembangkan kreativitas anak ?<br /><br />Kreativitas anak akan berkembang jika orangtua selalu bersikap otoritatif (demokratik), yaitu : mau mendengarkan omongan anak, menghargai pendapat anak, mendorong anak untuk berani mengungkapkannya. Jangan memotong pembicaraan anak ketika ia ingin mengungkapkan pikirannya. Jangan memaksakan pada anak bahwa pendapat orangtua paling benar, atau melecehkan pendapat anak<br /> <br /> Orangtua harus mendorong anak untuk berani mencoba mengemukakan pendapat, gagasan, melakukan sesuatu atau mengambil keputusan sendiri (asalkan tidak membahayakan atau merugikan oranglain atau diri sendiri). Jangan mengancam atau menghukum anak kalau pendapat atau perbuatannya dianggap salah oleh orangtua. Anak tidaklah salah, mereka umumnya belum tahu, dalam tahap belajar. Oleh karena itu tanyakan mengapa mereka berpendapat atau berbuat demikian, beri kesempatan untuk mengemukan alasan-alasan. Berikanlah contoh-contoh, ajaklah berpikir, jangan didikte atau dipaksa, biarkan mereka yang memperbaikinya dengan caranya sendiri. Dengan demikian tidak mematikan keberanian mereka untuk mengemukakan pikiran, gagasan, pendapat atau melakukan sesuatu.<br /> <br /> Selain itu orangtua harus mendorong kemandirian anak dalam melakukan sesuatu, menghargai usaha-usaha yang telah dilakukannya, memberikan pujian untuk hasil yang telah dicapainya walau sekecil apapun. Cara-cara ini merupakan salah satu unsur penting pengembangan kreativitas anak.<br /><br /> Keluarga harus merangsang anak untuk tertarik mengamati dan mempertanyakan tentang berbagai benda atau kejadian disekeliling kita, yang mereka dengar, lihat, rasakan atau mereka pikirkan dalam kehidupan sehari-hari. Orangtua harus menjawab dengan cara menyediakan sarana yang semakin merangsang anak berpikir lebih dalam, misalnya dengan memberikan gambar-gambar, buku-buku. Jangan menolak, melarang atau menghentikan rasa ingin tahu anak, asalkan tidak membahayakan dirinya atau orang lain.<br /><br /> Orangtua harus memberi kesempatan anak untuk mengembangkan khayalan, merenung, berfikir dan mewujudkan gagasan anak dengan cara masing-masing. Biarkan mereka bermain, menggambar, membuat bentuk-bentuk atau warna-warna dengan cara yang tidak lazim, tidak logis, tidak realistis atau belum pernah ada. Biarkan mereka menggambar sepeda dengan roda segi empat, langit berwarna merah, daun berwarna biru. Jangan banyak melarang, mendikte, mencela, mengecam, atau membatasi anak. Berilah kebebasan, kesempatan, dorongan, penghargaan atau pujian untuk mencoba suatu gagasan, asalkan tidak membahayakan dirinya atau orang lain.<br /><br /> Semua hal-hal tersebut akan merangsang perkembangan fungsi otak kanan yang penting untuk kreativitas anak yaitu: berfikir divergen (meluas), intuitif (berdasarkan intuisi), abstrak, bebas, simultan.<br /><br />Ringkasan <br /><br /> 1. Jika menginginkan anak dengan kecerdasan multipel harus dilakukan perangsangan sejak bayi setiap hari pada semua sistem indera (pendengaran, penglihatan, perabaan, pembauan, pengecapan), dengan mengajak berbicara, bermain untuk merangsang perasaan dan pikiran, merangsang gerak kasar dan halus pada leher, tubuh, kaki, tangan dan jari-jari.<br /> <br /> 2. Cara melakukan stimulasi harus disesuaikan dengan umur dan tahapan tumbuh -kembang anak. Stimulasi dilakukan setiap kali ada kesempatan berinteraksi dengan bayi/balita, misalnya ketika memandikan, mengganti popok, menyusui, menyuapi makanan, menggendong, mengajak berjalan-jalan, bermain, menonton TV, di dalam kendaraan, menjelang tidur, atau kapanpun dan dimanapun ketika anda dapat berinteraksi dengan balita anda. Selanjutnya dapat ditambah melalui Kelompok Bermain, Taman Kanak-Kanak dan sejenisnya.<br /> <br /> 3. Stimulasi harus dilakukan dalam suasana yang menyenangkan, yaitu pola asuh yang otoritatif (demokratik). Artinya : pengasuh harus peka terhadap isyarat-isyarat bayi, memperhatikan minat, keinginan atau pendapat anak, tidak memaksakan kehendak pengasuh, penuh kasih sayang, dan kegembiraan, menciptakan rasa aman dan nyaman, memberi contoh tanpa memaksa, mendorong keberanian untuk mencoba berkreasi, memberikan penghargaan atau pujian atas keberhasilan atau perilaku yang baik, memberikan koreksi bukan ancaman atau hukuman bila anak tidak dapat melakukan sesuatu atau ketika melakukan kesalahan.<br /> 4. Pola asuh otoritatif penting untuk mengembangkan kreativitas anak.<br /> Dengarkan omongan anak, dorong anak untuk berani mengucapkan pendapatnya, hargai pendapat anak, jangan memotong pembicaraan anak, jangan memaksakan pendapat orangtua atau melecehkan pendapat anak.<br /> Rangsanglah anak untuk tertarik mengamati dan mempertanyakan tentang berbagai hal dilingkungannya, beri kebebasan dan dorongan untuk mengembangkan khayalan, merenung, berfikir, mencoba dan mewujudkan gagasan. Berikan pujian untuk hasil yang telah dicapainya walau sekecil apapun. <br /> Jangan menghentikan rasa ingin tahu anak, jangan banyak mengancam atau menghukum, beri kesempatan untuk mencoba, asalkan tidak membahayakan dirinya atau orang lain.Buah Hatikuhttp://www.blogger.com/profile/06641198823129527590noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-716129191370657373.post-65561069460721953792008-03-14T04:08:00.000-07:002008-03-14T04:10:31.957-07:00Deteksi Dini dan Tatalaksana Disleksia pada AnakDeteksi Dini dan Tatalaksana Disleksia pada Anak<br /><br /><br />Penulis: Rini Sekartini<br /><br />Disleksia ditandai dengan adanya kesulitan membaca pada anak maupun dewasa yang seharusnya menunjukkan kemampuan dan motivasi untuk membaca secara fasih dan akurat. Disleksia merupakan salah satu masalah tersering yang terjadi pada anak dan dewasa. angka kejadian di dunia berkisar 5-17% pada anak usia sekolah. Disleksia adalah gangguan yang paling sering terjadi pada masalah belajar. Kurang lebih 80% penderita gangguan belajar mengalami disleksia.<br /><br /> Angka kejadian disleksia lebih tinggi pada anak laki-laki dibandingkan dengan perempuan yaitu berkisar 2:1 sampai 5:1. Ada juga yang mengatakan bahwa ternyata tidak terdapat perbedaan angka kejadian antara laki-laki dan perempuan.<br /><br />Deteksi dini disleksia pada anak<br /><br />Kesulitan membaca yang tidak diharapkan (kesulitan membaca pada seseorang yang tidak sesuai dengan kemampuan kognitif orang tersebut atau tidak sesuai dengan usia, tingkat kepandaian dan tingkat pendidikan), selain itu terdapat masalah yang berhubungan dengan proses fonologik.<br /><br /> Pada anak usia prasekolah, adanya riwayat keterlambatan berbahasa atau tidak tampaknya bunyi dari suatu kata (kesulitan bermain kata-kata yang berirama, kebingungan dalam menghadapi kata-kata yang mirip, kesulitan belajar mengenal huruf) disertai dengan adanya riwayat keluarga yang menderita disleksia, menunjukkan faktor risiko yang bermakna untuk menderita disleksia.<br /><br /> Pada anak usia sekolah biasanya keluhan berupa kurangnya tampilan di sekolah tetapi sering orangtua dan guru tidak menyadari bahwa anak tersebut mengalami kesulitan membaca. Biasanya anak akan terlihat terlambat berbicara, tidak belajar huruf di taman kanak-kanak dan tidak belajar membaca pada sekolah dasar. Anak tersebut akan makin tertinggal dalam hal pelajaran sedangkan guru dan orangtua biasanya makin heran mengapa anak dengan tingkat kepandaian yang baik mengalami kesulitan membaca.<br /><br /> Walaupun anak telah diajarkan secara khusus, biasanya anak tersebut akan dapat membaca tetapi lebih lambat. Anak tidak akan fasih membaca dan tidak dapat mengenali huruf secara tepat. Disgrafia biasanya menyertai disleksia. Selain itu penderita disleksia akan mengalami gangguan kepercayaan diri.<br /><br />Penilaian membaca<br /><br />Membaca dinilai berdasarkan analisis, kefasihan dan pemahaman. Tes yang dapat digunakan untuk menilai fonologi anak adalah Comprehensive Test of Phonological (CTOPP). Tes ini mencakup kepekaan fonologik, analisa fonologik dan menghapal. Tes ini telah distandarisasi di Amerika Serikat untuk anak usia 5 tahun sampai dewasa.<br /><br /> Pada anak usia sekolah salah satu tes yang penting adalah menilai apakah anak tersebut dapat menganalisis kata. Tes yang digunakan adalah Woodcock-Johnson III dan Woodcock Reading Mastery Test. Kefasihan berbicara dinilai dengan Gary Oral Reading Test. Untuk menilai kecepatan membaca suatu kata digunakan Test of World Reading Efficiency (TOWRE).<br /><br /> Sebagai uji tapis bagi para dokter, disarankan untuk mendengarkan dengan seksama saat anak membaca yang sesuai dengan usianya.<br /><br />Pemeriksaan fisis dan pemeriksaan penunjang<br /><br />Pemeriksaan fisis memiliki peran yang sangat terbatas dalam mendiagnosis disleksia. Gangguan sensori primer harus disingkirkan. Pemeriksaan neurologik pada penderita disleksia biasanya normal.<br /><br /> Pemeriksaan penunjang seperti pemeriksaan radiologis, elektroensefalografi dan analisis kromosom hanya dilakukan jika terdapat indikasi klinis. Pada kasus tertentu, pemeriksaan genetik harus dilakukan jika terdapat indikasi klinis. Pada kasus tertentu, pemeriksaan genetik harus dilakukan mengingat terdapat kelainan genetik seperti sindrom Klinefelter yang berhubungan dengan kesulitan bahasa dan mambaca.<br /><br />Tatalaksana<br /><br />Tatalaksana disleksia diarahkan pada kehidupan penderita. Pada anak yang masih kecil tatalaksana diarahkan pada perbaikan. Setelah anak semakin besar maka tatalaksana diarahkan pada proses adaptasi.<br /><br /> Program intervensi yang diberikan merupakan faktor-faktor penting dalam membaca yaitu mengajarkan anak untuk memanipulasi fonem dengan huruf, memfokuskan instruksi pada satu atau dua jenis manipulasi fonem, pola pengajaran dalam kelompok kecil, dan instruksi yang sistematis dan eksplisit. Intervensi yang efektif akan mengajarkan anak untuk mengerti bagaimana huruf berhubungan dengan suara dari huruf tersebut serta pola mengeja.<br /><br /> Kefasihan ditunjukkan dengan kemampuan membaca secara oral dengan kecepatan yang cukup, akurat dan ekspresi yang tepat. Kefasihan sangat penting karena membutuhkan pengenalan kata yang ototmatis. Meskipun kefasihan merupakan hal yang sangat penting dalam tatalaksana tetapi sering hal ini dilupakan. Cara yang paling efektif untuk mengasah kefasihan adalah dengan mengulang membaca secara oral dengan bimbingan, hal ini dapat dilakukan dengan bimbingan guru, orang dewasa atau teman sebaya dengan pemberian umpan balik sesudahnya. Umpan balik merupakan hal yang penting dan tidak boleh dilupakan.<br /><br /> Tatalaksana disleksia pada anak usia SMP-SMA serta perguruan tinggi lebih ditujukan pada adaptasi dan penerimaan. Pada anak usia ini biasanya penderita tidak menunjukkan kelainan dalam pengenalan kata tetapi akan mengalami kesulitan dalam membaca sehingga membutuhkan waktu yang lebih lama. Pada penderita tambahan dalam membaca dan mengerti hal yang dibaca. Selain itu dapat dipergunakan alat bantu tambahan seperti laptop yang dilengkapi program untuk memperbaiki ejaan, penggunaan alat perekam, bantuan tutor serta penggunaan kelas terpisah yang tidak ramai saat hujan. Sangat penting untuk ditekankan bahwa disleksia tidak berhubungan dengan tingkat kepandaian.<br /><br /> Orangtua sangat sering menanyakan mengenai tatalaksana disleksia, tetapi perlu ditekankan bahwa sangat sedikit data mengenai tatalaksana disleksia. Selain itu tatalaksana bukan merupakan terapi sesaat tetapi lebih kepada terapi yang berkesinambungan.Buah Hatikuhttp://www.blogger.com/profile/06641198823129527590noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-716129191370657373.post-50780040857119628702008-03-14T04:04:00.000-07:002008-03-14T04:07:35.259-07:00Mempersiapkan Anak Masuk SekolahTahun Ajaran Baru Membuat Orang Tua Sibuk<br /><br />Tahun ajaran baru selalu membuat orang tua menjadi sibuk. Selain mencari sekolah yang dianggap baik, juga biaya yang semakin mahal dan anak juga harus disiapkan kemampuannya bahkan sampai ada Taman Kanak-kanak (TK) yang melakukan tes masuk untuk calon murid-murinya. Sebagian orang tua menganggap hal tersebut merupakan aturan yang berlebihan, sebagian menganggap biasa bahkan tidak jarang pada anak play group diberikan tugas di rumah (PR) agar kelak siap masuk taman kanak-kanak.<br /><br /> Sebetulnya apa yang dimaksud anak sudah siap sekolah tersebut? Jika orang tua mengetahui kemampuan apa yang harus dimiliki anak sebelum masuk sekolah tentunya hal tersebut akan mem- bantu setiap orang tua untuk mempersiapkan dan dapat mengamati sendiri anaknya apakah sudah siap untuk sekolah. <br /><br /> Pada saat anak mulai memasuki bangku sekolah dengan keadaan siap untuk belajar, mereka lebih mudah untuk berhasil mengikuti pelajaran di sekolah. Di Amerika, guru-guru TK melaporkan sedikitnya setengah anak didiknya mempunyai masalah pada saat memulai pendidikan, termasuk didalamnya kesulitan mengikuti perintah, rendahnya kemampuan akademik dan atau kesulitan ber aktivitas secara mandiri. <br /><br /> Masa sebelum masuk sekolah merupakan periode sampai usia 5 tahun (Balita). Mereka merupakan generasi penerus bangsa yang perlu perhatian, karena awal kehidupan merupakan masa yang sangat peka terhadap lingkungan. Berbeda dengan otak orang dewasa, otak balita lebih plastis. Plastisitas otak ini mempunyai sisi positif dan negatif. Sisi positifnya, berarti otak balita lebih terbuka untuk belajar dan diperkaya. Sedangkan sisi negatifnya adalah otak balita lebih peka terhadap lingkungan, terutama lingkungan yang tidak mendukung termasuk kemiskinan dan stimulasi yang kurang. Sehingga masa ini disebut juga sebagai "masa keemasan" (golden period), atau "jendela kesempatan" (window of opportunity) atau "masa kritis" (critical period). Berhubung masa ini tidak berlangsung lama, maka anak harus mendapat perhatian yang serius pada awal kehidupannya, yaitu: gizi yang baik, stimulasi yang memadai, mengeliminasi faktor-faktor lingkungan yang dapat mengganggu tumbuh kembang anak, juga deteksi dini terhadap penyimpangan tumbuh kembang.<br /><br />BATASAN KESIAPAN BERSEKOLAH<br /><br />Secara konvensional batasan Kesiapan Bersekolah dipandang sempit hanya terbatas pada masalah kesiapan akademik yang terstruktur. Namun demikian berdasarkan penelitian pada perkembangan anak dan edukasi dini, batasan dari kesiapan bersekolah ternyata lebih luas, di dalamnya tercakup kesiapan fisik, sosial dan emosional, termasuk kesiapan secara kognitif.<br /><br />Terdapat 3 komponen utama untuk kesiapan bersekolah yaitu kesiapan anak, kesiapan sekolah dan kerangka investasi masyarakat.<br /><br />I. Kesiapan anak<br /><br />Terdapat 5 aspek utama: dalam kesiapan anak<br /><br /> 1. Kesehatan fisik dan perkembangan motorik:<br /> Aspek ini meliputi status kesehatan, pertumbuhan dan kemampuan fisik. Termasuk juga didalamnya kemampuan fisik seperti kemampuan menggunakan otot-otot kecil/ motorik halus dan kemampuan menggunakan otot-otot besar/<br /> motorik kasar, hal ini juga terkait pada kondisi selama dan setelah kelahiran.<br /> 2. Perkembangan sosial dan emosional:<br /> Perkembangan sosial merujuk pada kemampuan anak untuk berinteraksi secara sosial. Kemampuan adaptasi yang positif terhadap lingkungan sekolah membutuhkan kemampuan sosial untuk saling pengertian dan bekerja sama. Perkembangan emosionat termasuk di dalamnya kemampuan persepsi terhadap dirinya, kemampuan memahami emosi orang lain dan kemampuan untuk mengerti serta mampu mengekspresikan perasaannya.<br /> 3. Pendekatan pembelajaran:<br /> Aspek ini merujuk pada kecenderungan<br /> menggunakan keahlian, pengetahuan dan kemampuan. Komponen kuncinya termasuk antusiasme, keingintahuan dan kemampuan menyelesaikan tugas, seperti pola temperamen dan nilai kultural.<br /> 4. Perkembangan bahasa<br /> Aspek ini meliputi bahasa verbal dan kemampuan membaca. Bahasa verbal meliputi kemampuan mendengar, berbicara dan perbendaharaan kata. Kemampuan membaca termasuk membaca tulisan, pengertian tehadap suatu cerita dan proses menulis.<br /> 5. Kognisi dan pengetahuan umum<br /> Aspek ini meliputi kemampuan untuk mengetahui sifat dan benda tertentu dan kemampuan yang didapat dengan mengamati objek, peristiwa atau orang mengenai kesamaan, perbedaan dan hubungannya. Termasuk juga pengetahuan tentang konsep perhitungan.<br /><br />2. Kesiapan sekolah<br /><br />Kriteria sekolah yang slap mendukung pembelajaran dan perkembangan anak merupakan sekolah yang mempunyai ciri-ciri:<br />terdapatnya masa transisi antara lingkungan rumah ke lingkungan sekolah.<br /><br /> * berusaha mempertahankan kontinuitas antara asuhan awal, program pendidikan yang diterapkan dan pendidikan sekolah dasar.<br /> * menolong anak untuk belajar dan dapat mengerti kompleksitas dunia yang dihadapinya.<br /> * memiliki kepedulian terhadap keberhasilan yang dicapai oleh setiap anak didik.<br /> * memperkenalkan dan mengembangkan pendekatan-pendekatan yang telah terbukti berhasil meningkatkan keberhasilan proses belajar.<br /><br />3. Kerangka investasi masyarakat pada kesiapan bersekolah<br />Kesiapan bersekolah dari sudut pandang komunitas pada hakekatnya adalah bentuk investasi masyarakat dalam membentuk kualitas masyarakat yang tinggi dikemudian hari. Faktor dukungan keluarga, pola asuh, pendidikan dan faktor lingkungan Iainnya ternyata memberikan pengaruh kuat yang dapat membantu perkembangan anak.<br /><br />PENILAIAN KESIAPAN BERSEKOLAH<br /><br />1. Tes Psikologis<br /><br />Tes psikologis biasanya dilakukan oleh psikolog. Hasil tes ini dapat memberikan informasi bahwa ada sesuatu masalah yang spesifik pada anak, untuk selanjutnya mereka akan mendapatkan intervensi dini dan setelah itu dilakukan evaluasi apakah ada manfaatnya bagi anak tersebut, atau harus dilakukan pemeriksaan lebih lanjut.<br /><br />2. Ceklist Kesiapan Bersekolah<br /><br />Merupakan alat yang sederhana dan memungkinkan penggunaan secara luas. Orang tua dapat mengetahui secana umum kemampuan anak<br />sebagal prasyarat masuk TK atau sekolah dasar<br /><br />Taman Kanak-kanak<br /><br /> * Mengetahui warna dasar<br /> * Mengenal beberapa huruf besar<br /> * Mengenal angka 1-10<br /> * Menulis nama pertama dengan jelas<br /> * Menggambar meniru bentuk<br /> * Dapat menghitung benda satu demi satu<br /> * Bermain secara kooperatif<br /><br />Sekolah Dasar<br /><br /> * Mengetahui alamat dan tanggal lahir<br /> * Mengenal semua huruf (huruf besar dan kecil)<br /> * Mengenal suara yang dibentuk oleh suatu kata<br /> * Membaca beberapa kata sederhana<br /> * Mengerti konsep "lebih banyak" dan "lebih sedikit"<br /> * Dapat bekerjasama dalam menyelesaikan tugas dengan anak lain<br /> * Mengerti humor<br /><br />PENUTUP<br /><br />Pada lima tahun pentama kehidupan, anak mengalami penkembangan yang pesat pada semua bidang perkembangan. Misalnya perkembangan bahasa, kemampuan kognitif, kemampuan mengendalikan emosi, stres dan kemampuan bekerjasama dengan teman sebayanya. Tercapainya kemampuan perkembangan ini sangat erat kamtannya dengan stimulasi/latihan yang didapat, sedangkan sebagian besar waktu anak bensama keluarga khususnya ibu. Maka sudah sewajarnya seluruh anggota keluarga turut terlibat memberikan Iingkungan yang balk khususnya dalam memberikan nutnisi dan stimulasi sehingga anak balita dapat tumbuh kembang secara optimal.<br /><br />Semua yang sudah dibicarakan di atas tersebut masih harus kita tambahkan bentuk kegiatan untuk mengenal dengan baik nilai-nilai moral yang ada dalam agama Islam.<br /><br />Penulis: Eddy Fadlyana<br />Sub Bagian Tumbuh Kembang/ Pediatni Sosial FKUP/RSHS, BandungBuah Hatikuhttp://www.blogger.com/profile/06641198823129527590noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-716129191370657373.post-22414122615083063992008-03-14T03:57:00.000-07:002008-03-14T04:00:55.771-07:00ASI Eksklusif pada Ibu yang BekerjaPenulis: Ida Mardiati<br /><br />Semua Nutrisi Penting, Antibodi, Kasih Sayang Perlu untuk tumbuh Kembang Bayi<br /><br />Menyusui merupakan salah satu pengalaman paling indah yang dialami ibu dan bayi. Sayangnya tidak semua ibu menyadari akan pentingnya menyusui bayinya. Air Susu Ibu (ASI) diciptakan oleh Tuhan dengan segala kelebihannya. ASI mengandung semua nutrisi penting yang diperlukan bayi untuk tumbuh kembangnya, disamping itu juga mengandung antibodi yang akan membantu bayi membangun sistem kekebalan tubuh dalam masa pertumbuhannya. Menyusui juga dapat menciptakan ikatan psikologis dan kasih sayang yang kuat antara ibu dan bayi<br /><br /> Begitu pentingnya manfaat ASI bagi bayi maka para ahli menyarankan agar ibu menyusui bayinya selama 6 bulan sejak kelahiran yang dikenal dengan istilah Asi Eksklusif. Dalam era globalisasi banyak ibu yang bekerja, keadaan ini sering menjadi kendala bagi ibu untuk memberikan ASI eksklusif kepada bayinya. sehingga pemberian ASI Eksklusif mungkin tidak tercapai. Agar ibu yang bekarja juga dapat memberikan ASI eksklusif kepada bayinya perlu pengetahuan dan cara pemberian ASI yang benar.<br /><br />Mengapa harus ASI?<br /><br />ASI diberikan kepada bayi karena banyak manfaat dan kelebihannya, antara lain: Menurunkan risiko terjadinya penyakit infeksi, misalnya infeksi pada saluran pencernaan (diare), infeksi pada saluran pernafasan, dan infeksi pada telinga. Menurunkan dan mencegah terjadinya penyakit non infeksi, misalnya penyakit alergi, obesitas, kurang gizi, asma, dan eksim. Selain itu dapat meningkatkan IQ dan EQ anak.<br /><br />Apakah ASI Eksklusif itu?<br /><br />Yang dimaksud dengan ASI Eksklusif adalah bayi hanya diberi ASI saja selama 6 bulan, tanpa tambahan cairan lain seperti susu formula, jeruk, madu, air teh, dan air putih, serta tanpa tambahan makanan padat seperti pisang, bubur susu, biskuit, bubur nasi, dan nasi tim. Setelah 6 bulan baru mulai diberikan makanan pendamping ASI (MPASI). ASI dapat diberikan sampai anak berusia 2 tahun atau lebih.<br /><br />Apakah kandungan ASI?<br /><br />ASI mempunyai kandungan yang sangat bervariasi yang dipengaruhi oleh diet utama ibu selama kehamilan, tingkat nutrisi ibu, dan saat diberikannya ASI kepada bayi. ASI yang dikeluarkan pada 7 hari pertama setelah bayi lahir disebut KOLOSTRUM. Kolostrum sangat baik diberikan pada bayi baru lahir karena mengandung banyak antibodi dan sel darah putih, serta vitamin A yang diperlukan bayi karena dapat memberikan perlindungan terhadap infeksi dan alergi.<br /><br />Apakah keuntungan menyusui?<br /><br />Menyusui memberikan beberapa keuntungan bagi bayi. Sebagai makanan bayi yang paling sempurna, ASI mudah dicerna dan diserap karena mengandung enzim pencernaan, dapat mencegah terjadinya penyakit infeksi karena mengandung zat penangkal penyakit antara lain immunoglobulin, praktis dan mudah memberikannya, serta murah dan bersih. Selain itu ASI mengandung rangkaian asam lemak tak jenuh yang sangat penting dalam pertumbuhan dan perkembangan otak. ASI selalu berada dalam suhu yang tepat, tidak menyebabkan alergi, dapat mencegah kerusakan gigi, mengoptimalkan perkembangan bayi, dan meningkatkan hubungan ibu dan bayi<br /><br /> Bagi Ibu, menyusui juga memberikan beberapa keuntungan, yaitu dapat mencegah perdarahan setelah persalinan, mempercepat mengecilnya rahim, menunda masa subur, mengurangi anemia, mencegah kanker ovarium dan kanker payudara, serta sebagai metoda keluarga berencana sementara.<br /><br /> Dari sudut psikologis, kegiatan menyusui akan membantu ibu dan bayi membentuk tali kasih. Kontak akan terjalin setelah persalinan pada saat ibu menyusui bayinya untuk pertama kali. Keadaan ini akan menumbuhkan ikatan psikologis antara ibu dan bayinya. Proses ini disebut perlekatan (Bonding). Bayi jarang menangis atau rewel dan akan tumbuh lebih cepat jika ia tetap berada dekat ibunya serta disusui secepat mungkin setelah persalinan. Ibu-ibu yang menyusui akan merawat bayi mereka dengan penuh kasih sayang. Memberi ASI dapat membantu pertumbuhan dan kecerdasan bayi.<br /><br />Bagaimana agar ibu bekerja juga dapat memberikan ASI Eksklusif?<br /><br />Bagi ibu yang bekerja menyusui tidak perlu dihentikan. Ibu bekerja tetap harus memberi ASI kepada bayinya karena banyak keuntungannya. Jika memungkinkan bayi dapat dibawa ketempat ibu bekerja. Namun hal ini akan sulit dilaksanakan apabila di tempat bekerja atau di sekitar tempat bekerja tidak tersedia sarana penitipan bayi atau pojok laktasi. Bila tempat bekerja dekat dengan rumah, ibu dapat pulang untuk menyusui bayinya pada waktu istirahat atau minta bantuan seseorang untuk membawa bayinya ketempat bekerja.<br /><br /> Walaupun ibu bekerja dan tempat bekerja jauh dari rumah, ibu tetap dapat memberikan ASI kepada bayinya. Berikan ASI secara eksklusif dan sesering mungkin selama ibu cuti melahirkan. Jangan memberikan makanan lain sebelum bayi benar benar sudah membutuhkannya. Jangan memberi ASI melalui botol, berikan melalui cangkir atau sendok yang mulai dilatih 1 minggu sebelum ibu mulai bekerja.<br /><br /> Ibu sudah harus belajar cara memerah ASI segera setelah bayi lahir. Sebelum pergi bekerja ASI dikeluarkan dan dititipkan pada pengasuh bayi untuk diberikan kepada bayi. Sediakan waktu yang cukup dan suasana yang tenang agar ibu dapat dengan santai mengeluarkan ASI. ASI dikeluarkan sebanyak mungkin dan ditampung di cangkir atau gelas yang bersih. Walaupun jumlah ASI hanya sedikit tetap sangat berguna bagi bayi. Tinggalkan sekitar ½ cangkir penuh (100 ml) untuk sekali minum bayi saat ibu keluar rumah. Tutup cangkir yang berisi ASI dengan kain bersih, simpan di tempat yang paling sejuk dirumah, di lemari es, atau ditempat yang aman, agak gelap dan bersih. ASI jangan dimasak atau dipanaskan, karena panas akan merusak bahanbahan anti infeksi yang terkandung dalam ASI. Setelah ASI diperah bayi tetap disusui untuk mendapatkan ASI akhir (hindmilk), karena pengisapan oleh bayi akan lebih baik daripada pengeluaran ASI dengan cara diperah. Di tempat bekerja, ibu dapat memerah ASI 2-3 kali (setiap 3 jam). Pengeluaran ASI dapat membuat ibu merasa nyaman dan mengurangi ASI menetes. Simpan ASI di lemaari es dan dibawa pulang dengan termos es saat ibu selesai bekerja. Kegiatan menyusui dapat dilanjutkan pada malam hari, pagi hari sebelum berangkat, dan waktu luang ibu. Keadaan ini akan membantu produksi ASI tetap tinggi.<br /><br />Berapa lama ASI dapat disimpan?<br /><br />Di dalam ruangan dengan suhu 27-32 °C kolostrum dapat disimpan selama 12 jam, sedangkan ASI pada suhu 19-25 °C dapat tahan selama 4-8 jam. Bila ASI disimpan di dalam lemari es pada suhu 0-4 °C akan tahan selama 1-2 hari. Penyimpanan di dalam lemari pembeku (freezer) di dalam lemari es 1 pintu ASI tahan selama 2 bulan, sedangkan dalam freezer di lemari es 2 pintu (pintu freezer terpisah) tahan selama 3-4 bulan. Tempat menyimpan ASI sebaiknya dari plastik polietylen, atau gelas kaca.<br /><br /> Pada akhirnya dapat disimpulkan bahwa pemberian ASI Eksklusif pada bayi sangat bermanfaat karena ASI mengandung banyak zat gizi dan antibodi yang sangat diperlukan untuk tumbuh dan kembang bayi. Banyak keuntungan memberikan ASI bagi ibu dan bayinya, antara lain dengan menyusui akan membantu ibu dan bayi membentuk ikatan tali kasih yang kuat. Bekerja bukan merupakan suatu alasan atau kendala bagi ibu untuk tidak memberikan ASI Eksklusif, karena ada beberapa cara memberikan dan menyimpan ASI selama ibu bekerja.<br /><br />Daftar Bacaan<br /><br /> 1. Suradi R. Menempatkan kembali peran ASI dalam pembinaan Tumbuh Kembang bayi dan anak: Manfaat, kendala, serta usaha pencapaiannya. Pidato pada pengukuhan sebagai Guru Besar tetap Ilmu Kesehatan Anak FKUI. Jakarta, 8 Mei 2004.<br /> 2. Evans GD, Danda CE. Emotional and Physical Preparation for Breast feeding. University of Florida. IFAS Extension. p.1-5.<br /> 3. World Health Organization, UNICEF. Buku pelatihan Konselor Laktasi. 2002.h.1-167.<br /> 4. Sidi IPS, Suradi R, Masoara S, Boedihardjo SD, Marnoto W. Bahan bacaan manajemen laktasi. Cetakan ke-2. Jakarta: Perkumpulan Perinatologi Indonesia, 2004.<br /> 5. MacDonald A. Is breast best? Is early solid feeding harmful? JRSH 2003:123 (3): 169-174.<br /><br />Dr. Ida Mardiati, Sp.A<br />Departemen Ilmu Kesehatan Anak<br />RSPAD Gatot Soebroto, JakartaBuah Hatikuhttp://www.blogger.com/profile/06641198823129527590noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-716129191370657373.post-65600472144997708112008-03-14T03:49:00.000-07:002008-03-14T03:51:40.078-07:00Posisi dan Perlekatan Menyusui dan Menyusu yang BenarPenulis: Rulina Suradi<br /><br />Kegagalan Menyusui Disebabkan Salah Posisi dan Melekatkan Bayi<br /><br />Seringkali kegagalan menyusui disebabkan karena kesalahan memposisikan dan melekatkan bayi. Puting ibu menjadi lecet sehingga ibu jadi segan menyusui, produksi ASI berkurang dan bayi menjadi malas menyusu. Langkah menyusui yang benar<br /><br /> 1. Cuci tangan dengan air bersih yang mengalir.<br /> 2. Perah sedikit ASI dan oleskan ke puting dan areola sekitarnya. Manfaatnya adalah sebagai desinfektan dan menjaga kelembaban puting susu.<br /> 3. Ibu duduk dengan santai kaki tidak boleh menggantung.<br /> 4. Posisikan bayi dengan benar<br /><br /> * Bayi dipegang dengan satu lengan. Kepala bayi diletakkan dekat lengkungan siku ibu, bokong bayi ditahan dengan telapak tangan ibu.<br /> * Perut bayi menempel ke tubuh ibu.<br /> * Mulut bayi berada di depan puting ibu.<br /> * Lengan yang di bawah merangkul tubuh ibu, jangan berada di antara tubuh ibu dan bayi. Tangan yang di atas boleh dipegang ibu atau diletakkan di atas dada ibu.<br /> * Telinga dan lengan yang di atas berada dalam satu garis lurus.<br /><br /> 5. Bibir bayi dirangsang dengan puting ibu dan akan membuka lebar, kemudian dengan cepat kepala bayi didekatkan ke payudara ibu dan putting serta areola dimasukkan ke dalam mulut bayi.<br /> 6. Cek apakah perlekatan sudah benar<br /><br /> * Dagu menempel ke payudara ibu.<br /> * Mulut terbuka lebar.<br /> * Sebagian besar areola terutama yang berada di bawah, masuk ke dalam mulut bayi.<br /> * Bibir bayi terlipat keluar.<br /> * Pipi bayi tidak boleh kempot (karena tidak menghisap, tetapi memerah ASI).<br /> * Tidak boleh terdengar bunyi decak, hanya boleh terdengar bunti menelan.<br /> * Ibu tidak kesakitan.<br /> * Bayi tenang.<br /><br /> Insya Allah kalau posisi dan perlekatan sudah benar produksi ASI tetap banyak.Buah Hatikuhttp://www.blogger.com/profile/06641198823129527590noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-716129191370657373.post-48030052931826395452008-03-14T03:44:00.000-07:002008-03-14T04:06:23.495-07:00Faktor Protektif di Dalam Air Susu IbuASI Mempunyai Daya Pruteksi dan Mengandung Antibodi Sejak tahun 1982 literatur medis telah mendata bahwa air susu setiap jenis mamalia termasuk manusia mempunyai daya proteksi terhadap turunannya karena mengandung antibodi terhadap berbagai antigen. Penelitian Chen dkk. dengan menggunakan formulir isian kepada para ibu dengan bayi yang berusia 18 bulan membuktikan bahwa bayi yang tidak pernah mendapat ASI 2 kali lebih sering masuk rumah sakit dibandingkan dengan bayi yang mendapat ASI.<br /><br />Faktor protektif di dalam ASI<br />Selama di dalam kandungan janin mendapat zat protektif melalui plasenta. Setelah lahir suplai ini terhenti padahal sistem imunologis neonatus belum terbentuk/berfungsi sempurna, sehingga pemberian ASI memegang peran penting untuk mencegah infeksi. Imunoglobulin utama di dalam ASI adalah IgA yang dihasilkan atas respons migrasi limfosit dari usus ibu sehingga mencerminkan antigen enterik dan respiratorik ibu; ini memberikan proteksi terhadap patogen yang ada pada ibunya karena sistem imunologis bayi masih imatur. ASI juga mengandung faktor proteksi yang bukan termasuk sistem imunologik seperti lisozim, laktoferin, oligosakarida, asam lemak yang semuanya berperan selain sebagai faktor protektif juga mengandung beberapa faktor untuk pertumbuhan serta pematangan sistem imun dan metabolik. ASI juga mengandung berbagai komponen anti-inflamasi seperti vitamin A, C, dan E, sitokin, enzim dan inhibitor enzim, prostaglandin E dan faktor pertumbuhan. Gorofalo dan Goldman (1999) juga menyatakan bahwa ASI mengandung hormon seperti insulin, tiroksin dan faktor pertumbuhan saraf. Ini semua tidak terdapat di dalam susu formula.<br /><br /> Berbagai penelitian epidemiologik menunjukkan bahwa pemberian ASI pada bayi mempunyai keuntungan terhadap kesehatan pada umumnya, pertumbuhan, perkembangan dan pengurangan risiko terkena penyakit akut dan kronik. penelitian membuktikan bahwa pemberian ASI mengurangi insidens dan atau beratnya diare, infeksi paru bagian bawah, otitis media, sepsis, meningitis bakterialis, botulism, infeksi saluran urogenitalis dan enterokolitis nekrotikans.<br /><br /> Hampir 90% kematian balita terjadi di negara berkembang dan lebih darti 40% kematian disebabkan diare dan ISPA, penyakit yang dapat dicegah dengan pemberian ASI eksklusif.<br /><br /><br /><br />Dalam ASI Terdapat Faktor Anti Bakteri, Anti Virus, Anti Jamur<br /><br />Zat Protektif di dalam ASI<br />Di dalam ASI terdapat faktor-faktor anti bakteri, faktor anti virus dan faktor anti jamur. Zat protektif di dalam ASI dapat dibagi menjadi 3 komponen, yaitu:<br /><br /> * Komponen selular<br /> * Komponen imunoglobulin<br /> * Komponen nonimunoglobulin<br /><br />Komponen selular<br /><br />Tadinya disangka bahwa sel yang terdapat di dalam ASI adalah reaksi dari suatu infeksi tetapi ternyata bahwa sel adalah komponen yang normal di dalam ASI. Sel di dalam ASI terdiri atas makrofag, limfosit, neutrofil dan sel epitelial dan berjumlah kurang lebih 4000/mm3. Jumlah ini akan cepat menurun setelah 2-3 bulan. Leukosit (90% dari jumlah sel) di dalam ASI terutama terdiri dari makrofag (90%) dibandingkan dengan neutrofil.<br /><br /> Limfosit (10% dari jumlah sel), 50% terdiri atas limfosit T dan 34% limfosit B.<br /><br /> Makrofag adalah sel fagosit yang besar yang mengandung lisosom, mitokondria, pinosom dan aparat Golgi.<br /><br />Fungsi makrofag adalah:<br /><br /> * Fagositosis mikroorganisme (bakteri dan jamur).<br /> * Membuat C3 dan C4, lisosom dan laktoferin.<br /> * Pelepasan IgA intraselular ke dalam jaringan.<br /> * Pembentukan sel raksasa.<br /> * Meningkatkan aktifitas limfosit T.<br /> * Sebagai pengangkut dan penyimpanan imunoglobulin.<br /> * Juga berpartisipasi dalam biosintesis dan<br /> ekskresi laktoperidase; faktor pertumbuhan sel<br /> yang meningkatkan pertumbuhan epitel usus<br /> dan maturasi enzim dalam brush border usus.<br /><br />Leukosit polimorfonuklear<br />Kolostrum (1-4 hari postpartum) mengandung sampai 5 juta leukosit/mm3 dan 40-60% terdiri atas PMN. ASI matur mengandung sekitar 1 juta/mm leukosit dan 20-30% adalah PMN. Setelah 6 minggu hanya ada sedikit PMN.<br /><br /> Fungsi PMN menurut Buesher dan Pickering adalah lebih banyak untuk proteksi jaringan kelenjar mama dan bukan untuk proteksi neonatus.<br /><br />Limfosit<br /><br />Limfosit T dan B keduanya berada dalam kolostrum dan ASI matur dan adalah bagian dari sistem imun ASI.<br /><br />Fungsi limfosit adalah:<br /><br /> * Mensintesis antibodi IgA.<br /> * Berespons terhadap mitogen dengan cara<br /> o Berploriferasi.<br /> o Meningkatkan interaksi makrofag-limfosit.<br /> o Pelepasan mediator seperti MIF.<br /><br /> Limfosit ini disebut sel-T karena berasal dari thymus dan sel-B karena berasal dari tempat lain yang pada burung dikenal sebagai Bursa Fabricus.<br /><br /> Sel B teridentifikasi dengan adanya pertanda surface immunoglobulin. Di dalam ASI sel B termasuk sel yang mengandung IgA, IgG dan IgM surface immunoglobulin.<br /><br /> Sel T berasal dari thymus yang mengeluarkan hormon thymosin yang berfungsi meningkatkan jumlah limfosit yang beredar.<br /><br /> Fungsi imunologis limfosit dalam ASI masih dalam penelitian tetapi diduga limfosit dapat mensensitisasi dan menginduksi toleransi imunologis reaksi host versus graft. Orga dan Orga meneliti meneliti dan menyatakan bahwa terjadi respons proliferasi limfosit ASI terhadap stimulasi antigen rubela, sitomegalovirus dan mumps.<br /><br /> Goldblum dkk. dapat membuktikan bahwa pemberian E. coli per oral dapat memperlihatkan respons pada kolostrum ibu sedangkan tidak berespons terhadap sistemik. Ini membuktikan bahwa ASI merupakan lokasi dari imunitas humoral maupun selular yang diinduksi dari jauh misalnya usus dengan bermigrasinya sel limfosit yang telah distimulasi ke kelenjar payudara<br /><br />Dalam ASI Teridentifikasi 30 Jenis Imunoglobulin<br /><br />Komponen Immunoglobulin<br /><br />Komposisi imunoglobulin di dalam ASI berbeda dengan yang ada di dalam serum. Di dalam serum komponen utama adalah IgG dalam jumlah 1250 mg/dL dan IgA hanya 250 mg/dL. Sebaliknya di dalam kolostrum IgA 1740 mg/dL dan IgG 100 mg/dL. IgA dan IgG di dalam ASI sebagian dari IgA dan IgG dari serum, sebagian lagi dibentuk oleh kelenjar payudara.<br /><br />Tabel faktor antibakterial dalam kolostrum dan ASI pada wanita Indian dengan gizi baik dan gizi buruk<br />Kelompok Hemoglobin Albumin serum Imunoglobulin (mg/dL) <br /> (g/dL) (g/dL) IgA IgG IgM<br />Kolostrum (1-5 hari) <br />Gizi baik 11,5+0,37 2,49+0,0065 335,9+37,39 5,9+1,58 17,1+4,29<br /> (17)* (17) (17)<br />Gizi buruk 11,3+0,60 2,10+0,0081 374,3+42,13 5,3+2,30 15,3+2,50<br /> (10) (10) (10)<br />ASI <br />Gizi baik 12,8+0,43 3,39+0,120 119,6+7,85 2,9+0,92 2,9+0,92<br /> (12) (12) (12)<br />Gizi buruk 12,6+0,56 3,47+0,130 118,1+16,2 5,8+3,41 5,8+3,41<br /> (10) (10) (10)<br /><br />Sumber: Reddy V, Bhaskaram C, Raghuramula N, et al. Acta Pediatr Scand 66: 229,1977.<br />*Angka dalam tanda kurung mengindikasikan jumlah sampel yang dianalisa.<br /><br /> Ada lebih dari 30 jenis imunoglobulin yang telah teridentifikasi di dalam ASI, 18 di antaranya terdapat di dalam serum juga, sisanya hanya ada di dalam ASI. IgA di dalam ASI terutama adalah IgA sekretori (sIgA). Yang stabil pada pH yang rendah dan tahan terhadap enzim proteolitik. Fungsinya di dalam usus adalah memproteksi mukosa usus agar jangan diserang oleh virus dan bakteri. Imunoglobulin di dalam ASI masih ditemukan setelah satu tahun.<br /><br /> Kadar imunoglobulin ternyata tidak tergantung pada gizi ibu. Pada lampiran dapat dilihat adanya faktor antibakterial dalam kolostrum dan ASI pada wanita Indian dengan gizi baik dan gizi buruk<br /><br />Daya Proteksi ASI dari Komponen Nonimunoglobulin<br /><br />Komponen nonimunoglobulin<br />Daya proteksi ASI juga didukung oleh komponen nonimunoglobulin. Oligosakarida telah dibuktikan mempunyai daya proteksi terhadap beberapa patogen spesifik. Glikoprotein termasuk laktoferin, imunoglobulin dan musin. Musin telah terbukti dapat mencegah gastroenteritis yang disebabkan oleh rotavirus<br /><br />Faktor bifidus<br />Telah diketahui bahwa usus bayi mengandung Lactobacillus bifidus yang merupakan bakteri baik di dalam usus. Gyorgy membuktikan bahwa ASI mengandung faktor bifidus menunjang pertumbuhan kuman ini. Susu sapi tidak mengandung faktor ini.<br /><br />Antistaphylococcal factor<br />Dari percobaan binatang dengan tikus yang diberi infeksi dengan Staphylococcus. Gyorgy juga menemukan di dalam ASI suatu substansi yang dapat mencegah bayi dari infeksi dengan Staphylococcus dan disebut “antistaphylococcal factor.”<br /><br />Lisozim<br />Lisozim adalah enzim yang mempunyai sifat bakteriolitik dan berada dalam konsentrasi tinggi di dalam ASI dan sangat<br /><br />Penulis: Prof. Dr. Rulina Suradi, Sp.A(K), IBCLC<br />Staf Divisi Perinatologi<br />Departemen IKA FKUI-RSCM, JakartaBuah Hatikuhttp://www.blogger.com/profile/06641198823129527590noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-716129191370657373.post-5257646474521047282008-02-17T07:24:00.000-08:002008-02-17T07:26:11.041-08:00phytatBerbagai macam antinutrisi atau senyawa toksik terdapat pada berbagai biji cereal, biji legume dan tanaman lainnya. Sebagian besar zat kimia ini mengandung unsur normal dengan komposisi kimia bervariasi ( seperti protein,asam lemak, glycoside, alkaloid) yang bisa didistribusikan seluruhnya atau sebagian ke tanaman. <br />Beberapa senyawa bisa menjadi tidak aktif dengan berbagai proses seperti pencucian, perebusan atau pemanasan. Apabila panas digunakan untuk menginaktifkan senyawa antinutrisi perlu dipertimbangkan agar tidak merubah kualitas nutrisi bahan makanan, tetapi ada beberapa kejadian kalau digunakan panas yang ekstrim bisa juga berperan untuk membentuk senyawa toksik. <br />Adanya senyawa anti nutrisi dalam bahan makanan dapat menjadi pembatas dalam penggunaannya dalam ransum, karena senyawa antinutrisi ini akan menimbulkan pengaruh yang negative terhadap pertumbuhan dan produksi tergantung dosis yang masuk kedalam tubuh. Penggunaan bahan makanan yang mengandung antinutrisi harus diolah dulu untuk menurunkan atau menginaktifkan senyawa ini, tetapi perlu dipertimbangkan nilai ekonomis dari pengolahan ini. <br /> <br />9.1. Phytat <br />Phytat merupakan salah satu non polysaccharida dari dinding tanaman seperti silakat dan oksalat. Asam phytat termasuk chelat (senyawa pengikat mineral) yang kuat yang bisa mengikat ion metal divalent membentuk phytat komplek sehingga mineral tidak bisa diserap oleh tubuh. Mineral tersebut yaitu Ca, Zn, Cu, Mg dan Fe (Gambar 9.1.) Pada sebagian besar cereal, 60-70 % phosphor terdapat sebagai asam phytat, kecernaan molekul phytat sangat bervariasi dari 0-50 % tergantung bahan makanan dan umur unggas. Unggas muda lebih rendah kemampuan mencerna phytat, tetapi pada unggas dewasa 50%. Kecernaan phytat terjadi karena adanya phytase tanaman atau sintetis phytase dari mikroba usus. Perlakuan panas pada ransum seperti pelleting atau ekstusi tidak terlihat memperbaiki kecernaan pospor- phytat. Pada Tabel 9.1. terlihat kandungan p-phytat dan phytase dari tanaman. <br /> <br /> <br /> <br /> Tabel 9.1. Kandungan P-phytat dan aktivitas Phytase dari beberapa bahan makanan <br /> <br />Bahan Pakan Phytat Aktivitas Phytat <br />FTU/kg <br /> % % dari total P <br />Cereal dan by product <br /> Jagung 0,24 72 15 <br /> Gandum 0,27 69 1193 <br /> Sorghum 0,24 66 24 <br /> Barley 0,27 64 582 <br /> Oat 0,29 67 40 <br /> Dedak gandum 0,92 71 2957 <br />Oilseed meal : <br /> Soybean meal 0,39 60 8 <br /> Canola meal 0,70 59 16 <br /> Sunflawer meal 0,89 77 60 <br /> Peanut meal 0,48 80 3 <br /> Cottonseed meal 0,84 70 NA <br /> Sumber : Leeson dan Summers. 2001 <br />Cara memecahkan masalah adanya P-phytat dalam ransum yaitu : <br />1. Penambahan phytase: kelemahan dari penambahan phytase ke dalam ransum akan menambah biaya ransum dan phytase mudah rusak selama proses pelleting. Sebagiannbesar phytase didenaturasi pada suhu ? 65oC. Sebaiknya enzym phytase ditambahkan setelah proses pengolahan <br />2. Penambahan sumber pospor lainnya kedalam ransum seperti dicalcium pospat. <br />Sebagian besar cereal dan suplemen protein nabati relative rendah kandungan phytase kecuali dedak gandum, sedangkan biji yang mengandung minyak kandungan phytat lebih tinggi.Buah Hatikuhttp://www.blogger.com/profile/06641198823129527590noreply@blogger.com0