Selasa, 29 Januari 2008

hemofili A

BAB I
PENDAHULUAN

Hemofilia adalah penyakit gangguan pembekuan darah yang bersifat herediter dan telah dikenal sejak lama . Penyakit ini umumnya hanya bermanifestasi pada laki-laki, sedangkan wanita hanya menjadi carier atau pembawa sifat penyakit ini. Dikenal dua tipe hemofilia yaitu hemofilia A dan B yang secara klinis keduanya tidak dapat dibedakan.1,2,3. Hemofilia A terjadi akibat kekurangan faktor VIII yang dikenal sebagai faktor antihemofilik globulin sedangkan hemofilia B akibat kekurangan faktor IX. 4 Penyakit ini diturunkan X-linked recessive sehingga hanya bermanifestasi pada laki-laki, sedangkan wanita akan menjadi pembawa sifat penyakit ini.2,4
Hemofilia dapat ditemukan di seluruh dunia, walaupun jarang ditemukan pada ras Cina . Prevalens hemofilia A diperkirakan berkisar 1:5.000-10.000 kelahiran laki-laki sedangkan prevalens hemofilia B diperkirakan 1:50.000 kelahiran laki-laki, sekitar 80-85 % kasus hemofilia adalah hemofilia A5,6
Penyakit hemofilia menyebabkan terjadinya perdarahan yang sukar berhenti, manifestasi perdarahan bisa ringan sampai berat yang dapat mengancam jiwa dan umumnya mulai tampak ketika anak mulai belajar berjalan. Perdarahan yang timbul bisa berupa perdarahan kulit, mulut, otot, saluran cerna, intrakranial, serta yang tersering adalah perdarahan sendi ( hemartrosis )2,5,7,8
Diagnosis hemofilia ditegakkan secara laboratorium, mulai dari pendeteksian sifat pembawa dan pemeriksaan labor, pemeriksaan laboratorium dapat dilakukan mulai dari pemeriksaan waktu perdarahan, waktu protrombin ( Protrombin Time = PT ), waktu tromboplastin parsial ( Partial Tromboplastin Time ), hitung trombosit, penghitungan faktor pembeku dan analisa DNA2,7.
Pengobatan utama pada penderita adalah pemberian faktor pembekuan yang kurang untuk mengatasi perdarahan yang timbul, karena penderita secara rutin mendapatkan penggantian faktor pembeku, ini meningkatkan resiko untuk terkena penyakit yang ditularkan melalui produk darah seperti hepatitis dan HIV2,5,7,8.
Sari pustaka ini hanya akan mengupas Hemofilia A yang secara insidens lebih sering dari hemofilia B

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

II.1. Hemofilia
Hemofilia merupakan penyakit gangguan pembekuan darah yang bersifat herediter. Hemofilia A terjadi akibat kekurangan faktor VIII yang dikenal sebagai faktor antihemofilik globulin. Penyakit ini diturunkan X-linked recessive sehingga hanya bermanifestasi pada laki-laki, sedangkan wanita akan menjadi pembawa sifat penyakit ini, sepertiga kasus hemofilia diakibatkan mutasi gen1.4 .

II.2. Insidens
Hemofilia A ditemukan diseluruh dunia, kelainan ini jarang ditemukan pada ras Cina5 Prevalens hemofilia A diperkirakan berkisar 1:5.000-10.000 kelahiran laki-laki dan sekitar 80-85 % kasus adalah hemofilia A.1,4,9,10 Di AS, insidens hemofilia A sekitar 20,6 kasus per 100.000 kelahiran bayi laki-laki, di Eropa sekitar 1 kasus per 5000 kelahiran bayi laki-laki 5 Di Indonesia baru berhasil didata sebanyak 895 penderita pada awal tahun 2005 dari sekitar 20.000 penderita yang diperkirakan, sedangkan di Jakarta tercatat 258 penderita hemofilia.11
II.3. Klasifikasi
Hemofilia A terbagi atas 3 kelompok berdasarkan aktivitas faktor VIII dan umumnya mempunyai korelasi dengan manifestasi klinis, yaitu 5,12,13,14.
Berat/klasik (aktivitas faktor VIII < 1 %)
Sedang (aktivitas faktor VIII 1-5 %)
Ringan (aktivitas VIII 5-25 %)
Nilai normal aktivitas faktor VIII adalah 50-150 U/dL (50-150 %). Sebagian besar hemofilia A (40-70 %) merupakan hemofilia berat/klasik, 25 % hemofilia sedang dan 20 % hemofilia ringan5,10,14
II.4. Genetika Penyakit Hemofilia
Manusia diketahui mempunyai 46 kromosom yang terdiri dari 22 pasang autosom dan 2 kromosom seks (pada wanita XX dan pada laki-laki XY).Kromosom terbentuk atau disusun oleh rangkaian-rangkaian gen yang terdiri dari untaian rantai DNA7,13,15












Gambar 1. Struktur Kromosom X, disertai lokasi kelainan yang bisa timbul karena
Mutasidikutip dari 12

Hemofilia A atau B merupakan penyakit yang diturunkan secara “X-linked recessive” dan menyerang laki-laki sedang wanita bersifat sebagai karier. Golongan penyakit X-linked recessive ini mudah dikenali pada pola pewarisannya sangat khas. Berbeda dengan autosomal resesif (ke 2 gen harus mengalami kelainan), maka pada kelainan ini, terutama pada pria, adanya kelainan atau mutasi gen pada satu kromosom sudah dapat menimbulkan gejala klinik. Hal ini disebabkan pada pria memang hanya didapatkan satu kromosom X, sehingga pria lebih banyak menderita penyakit X-linked resesif ini. Wanita dapat mengalami kelainan ini bila terjadi kelainan gen pada kedua kromosom X nya, sedang bila kelainan hanya terjadi pada salah satu kromosom X maka wanita tersebut berperan sebagai karier1,2,4,5,16, 17

Gambar 2. Pola penurunan penyakit Hemofilia.dikutip dari 15.
Karena hemofilia merupakan penyakit yang diturunkan secara X linked recessive, wanita karier akan menurunkan sifat ini kepada anak laki-lakinya, 50 % anak perempuan wanita karier akan menjadi karier, dan 50 % anak laki-laki akan menderita hemofilia.15

II.5. Gangguan Molekuler pada Hemofilia A
Gen yang mengontrol produksi F VIII terletak pada ujung lengan panjang kromosom X seluruh gen mempunyai rentang 18 kb dan menempati 0,1 % dari kromosom X, yang terdiri dari 26 exons dan 25 introns.7,8,18 Defek genetik hemofilia A meliputi delesi, insersi dan transposisi pada rangkaian asam amino penyusun gen, sebagian besar mutasi genetik terjadi pada saat meiosis sel .5,7,8 Sekitar 40 % hemofilia berat disebabkan karena insersi utama pada bagian ujung lengan panjang kromosom X dan 5 % dari penderita hemofilia mengalami delesi pada struktur gen pembentuk F VIII.5,7,8
Mutasi gen F VIII ditemukan pada 50 % penderita dengan hemofilia berat dan 6 % pada hemofilia ringan. Mutasi pada intron 22 gen F VIII menyebabkan hemofilia berat, bagian proksimal gen F VIII berisi area yang homolog dengan intron 22, sehingga terjadi rekombinasi homologus antara intron 22 dan bagian proksimal yang berakibat tidak diproduksinya F VIII 11,13,14,19


Normal * * * * * * * * * * * * *
C A T T C A C C T G T A C

G T A A G T G G A C A T G
* * * * * * * * * * * * *

Substitusi * * * * * * * * * * * * *
C A T G C A C C T G T A C

G T A C G T G G A C A T G
* * * * * * * * * * * * *

Delesi * * * * * * * * * * * * * *
C A T T C A C C T G T A C

G T A A G T G G A C A T G
* * * * * * * * * * * * * *

Insersi * * * * * * * * * * * * * *
C A T G T C A C C T G T A C

G T A C A G T G G A C A T G
* * * * * * * * * * * * * *

II.6. Struktur dan Fungsi F VIII
F VIII yang diproduksi berada dalam plasma merupakan faktor yang tak stabil sehingga berikatan secara non kovalen dengan faktor von Willebrand (vWf) untuk menjaga kestabilannya.15

Faktor Von Willebrands merupakan suatu glikoprotein yang disintesa oleh megakariosit dan sel endotel, hanya 1-2 % kompleks ini berfungsi sebagai prokoagulan ( f VIII:C ) F VIII bersirkulasi dalam plasma dalam konsentrasi yang sangat rendah yang merupakan kofaktor bagi F IX menjadi bentuk F IX aktif.19,20







Gambar 5. Kompleks Faktor von Willebrand – Faktor VIII dalam plasmadikutip 21

Faktor VIII disintesa sebagai suatu rantai tunggal polipeptida yang terdiri dari 186 kilobase asam amino, dimana asam amino ke 19 memberikan kode untuk membelah. F VIII terdiri dari domain A,B,C dan mempunyai susunan domain A1-A2-B-A3-C1-C2. F VIII terdiri dari beberapa area internal homolog, terdiri dari rantai berat dengan domain A1-A2, dihubungkan oleh domain B dengan rantai ringan dengan domain A3-C1-C2. Domain A homolog dengan domain A ceruloplasmin, domain C homolog dengan ikatan protein fosfolipid yang diduga berperan pada interaksi fosfolipid sewaktu terjadi proses pembekuan darah, sedangkan domain B belum diketahui fungsinya.8
Sewaktu terjadi proses pembekuan , F VIII akan diaktifkan oleh trombin dengan cara membelah rantai berat ( A1-A2 ) menjadi fragmen 54 kd (A1)dan 44 kd (A2), sedangkan rantai ringan dipecah menjadi fragmen 72 kd ( A3-C1-C2 ), bentuk aktif F VIII merupakan suatu ikatan ion logam dengan rantai A1-A2 dan A3-C1-C2 .7,8,19,22
Masing- masing domain dari rantai F VIII akan berikatan dengan protein spesifik, domain C2 akan berikatan dengan procoagulant phospholipid phosphatidylserine dan F X a yang diaktifkan oleh platelet dan sel endotel yang memicu aktivitas pembekuan.7 Domain A2 merupakan tempat berikatan dengan IX a.7 Faktor VIII yang aktif , meningkatkan perubahan F X menjadi F X aktif dengan bantuan F IX-a, ion Ca dan fosfolipid, merupakan molekul yang tidak stabil yang cepat kehilangan fungsi kofaktornya, sekitar 8-12 jam.5,7,9,20
Sumber utama pembentukan F VIII masih belum jelas, diperkirakan produksi F VIII dihasilkan melalui proses hemolitik yang disekresikan dari sel endotel.10,11. Walaupun kepustakaan lain menyatakan produksi F VIII di hati, ini berdasarkan pada kejadian hemofilia yang cenderung membaik setelah transplantasi hati.15,20,22

II.7. Patofisiologi

Teori yang banyak dianut untuk menerangkan mekanisme hemostasis normal adalah teori cascade. Pada saat ada rangsangan karena terjadinya trauma jaringan, maka akan terlepaslah aktivator terhadap sistem koagulasi dan terjadi suatu proses yang berupa rangkaian reaksi berantai dimana faktor yang satu saling mengaktifkan faktor yang lain dan bila digambarkan seperti gambaran air terjun (“cascade’).10,20,21,22,23,24 Menurut teori cascade ini setiap faktor pembekuan diubah menjadi bentuk aktif oleh faktor sebelumnya dalam suatu rangkaian reaksi enzimatik. Faktor-faktor yang berperan dalam proses pembekuan tercantum dalam tabel berikut.22,25

Angka Sinonim
I
II
III
IV
V
VI
VII
VIII
IX
X
XI
XII
XIII Fibrinogen
Protrombin
Tromboplastin
Kalsium
Faktor labil, proakselerin
Faktor labil aktif, akselerin
Faktor stabil, prokonvertin
Faktor anti hemofili (AHF) atau Globulin (AHG)
Faktor Christmas ( Plasma tromboplastin component) (PTC)
Faktor Struart-Prower
Plasma tromboplastin yg mendului (PTA )
Faktor Hageman
Faktor penstabil fibrin
Tabel 1. Faktor-faktor yang berperan dalam proses pembekuan normal.Dikutip dari 25
Proses pembekuan darah dapat terjadi melalui dua jalur yang dipicu oleh kerusakan dinding pembuluh darah, jalur pertama dimulai dengan pelepasan faktor III (faktor jaringan). Faktor III akan mengaktifkan faktor VII dan selanjutnya terjadi reaksi berantai dengan hasil akhir terbentuknya fibrin. Proses ini disebut jalur ekstrinsik karena dimulai oleh faktor III yang berasal dari luar pembuluh darah. 10,20,23,26
Jalur kedua dimulai dengan reaksi langsung dalam aliran darah itu sendiri. Jalur ini disebut jalur intrinsik. Jalur ini dimulai saat darah berkontak dengan kolagen (suatu bahan yang keluar dari dinding pembuluh darah bagian dalam yang rusak) dan akan bereaksi dengan faktor XII dan XI, dengan hasil akhir terbentuknya fibrin.10,22,23
Dalam proses pembekuan darah, faktor VIII dibutuhkan untuk aktivitas faktor X dan bersama dengan fosfolipid dan kalsium akan membentuk kompleks faktor X aktif. Pada penderita hemofilia, terdapat kelainan genetik yang menyebabkan gangguan pembentukan faktor VIII sehingga tidak terbentuk trombin melalui jalur intrinsik. 21









II.8. Gejala Klinis
Gejala utama dari hemofilia adalah perdarahan. Perdarahan dapat terjadi hanya karena trauma yang ringan ataupun terjadi spontan.2,4,7 Berat dan frekuensi perdarahan berhubungan erat dengan aktivitas faktor VIII.2 Pada hemofilia A berat, perdarahan dapat terjadi spontan atau akibat trauma ringan, sedangkan pada hemofilia A ringan, perdarahan umumnya terjadi setelah trauma yang lebih berat.4,7,14,24
Hubungan antara derajat keparahan perdarahan hemofilia dengan kadar F VIII bisa dilihat pada tabel berikut ini.2

Derajat hemofilia Kadar
F VIII Manifestasi perdarahan
Berat


Sedang


Ringan < 1 %


1 – 5 %


5 – 20 % Penyakit berat, perdarahan spontan berulang, yang dimulai pd awal kehidupan , hemartrosis dengan perdarahan otot bagian dalam. Deformitas sendi
Penyakit sedang, perdarahan setelah trauma, bisa disertai episode perdarahan spontan, perdarahan berat setelah tindakan atau trauma berat
Penyakit ringan, perdarahan setelah trauma, perdarahan berat hanya terjadi jika terjadi trauma berat atau tindakan operasi
Tabel 2. Derajat keparahan perdarahan hemofilia dengan kadar F VIII. Dikutip dari 2
Berbagai manifestasi perdarahan pada hemofilia A :
1. Perdarahan Sendi
Perdarahan sendi merupakan manifestasi perdarahan yang khas pada hemofilia berat dan sedang, terutama pada penderita yang tidak mendapatkan rumatan/ profilaksis faktor VIII.7,8 Perdarahan berasal dari vena sinovial dan terjadi didalam rongga sendi. Distensi rongga sendi dan spasme otot akan meningkatkan tekanan dalam rongga sendi. 7,8 Manifestasi klinik bervariasi sesuai usia, perdarahan sendi biasanya mulai terjadi saat berusia 3-4 tahun, walaupun dapat dijumpai lebih dini (usia 1-2 tahun) saat anak mulai belajar berjalan.5,7,8 Pada bayi timbul rasa nyeri dan berkurangnya pergerakan pada sendi yang terkena, pada anak yang lebih tua, diawali dengan rasa kaku, sensasi hangat yang diikuti dengan nyeri bila digerakan , permukaan kulit kemerahan dan pembengkakan.4,7 Perdarahan sendi pada hemofilia berat biasanya lebih berat dan sering berulang dibanding perdarahan sendi pada hemofilia sedang. Perdarahan sendi dapat terjadi secara spontan atau didahului trauma.7 Perdarahan sendi yang berulang pada sendi yang sama dapat mengakibatkan kerusakan sendi (artropatik kronik). Perdarahan sendi dapat terjadi pada sendi lutut, siku, pinggang, pergelangan tangan, bahu sampai sendi ruas tulang punggung, walaupun demikian biasanya perdarahan terjadi pada satu sendi, jarang pada beberapa sendi.7,8
2. Perdarahan Otot
Perdarahan ini merupakan jenis perdarahan yang sering dijumpai pada penderita hemofilia. Perdarahan pada otot diikuti pembentukan hematom sering terjadi pada otot kuadriseps, iliopsoas dan otot lengan. Perdarahan pada otot iliopsoas bisa menyebabkan penekanan saraf dan menimbulkan sindrom kompartemen.7,8 Otot yang sering terkena adalah otot betis, paha dan lengan.4,5,7,13 Perdarahan otot yang memerlukan perhatian khusus adalah perdarahan pada otot iliopsoas, karena dapat menyebabkan kehilangan darah dalam jumlah besar.1.3 Perdarahan otot yang tidak diterapi akan menimbulkan kesan seperti tumor, karena perdarahan lama akan diselubungi oleh jaringan ikat.7,9

3. Perdarahan Gastro intestinal.
Berbagai variasi lesi dalam saluran cerna bisa menimbulkan perdarahan seperti esofagitis, gastritis, polip dan diverticulitis.7 Perdarahan ke rongga peritoneum akan menimbulkan gejala nyeri yang sering dianggap sebagai akut abdomen . Pada penderita hemofili bisa timbul hematom pada dinding usus, yang sering menimbulkan gejala mirip apendisitis akut.7 Perdarahan ini sering berlebihan sehingga membutuhkan terapi sel darah merah.4,5 Perdarahan hebat dapat terjadi akibat pencabutan gigi, perdarahan tersebut dapat terjadi selama atau setelah tindakan dan berlangsung beberapa hari.4,5,7

4. Perdarahan Intrakranial
Perdarahan ini merupakan salah satu penyebab terbanyak kematian pada hemofilia A dan dapat terjadi pada semua kelompok usia, baik usia anak atau neonatus, pada suatu studi pada anak-anak, kejadian perdarahan intra kranial 12 %.7 Seringkali beratnya trauma tidak sesuai dengan beratnya perdarahan dan riwayat trauma hanya didapatkan pada 50 % kasus.4,5,7 Gejala klinik perdarahan intrakranial yang timbul adalah sakit kepala, muntah atau kesadaran yang turun, walaupun kadang-kadang tidak menunjukan gejala, dan baru terdeteksi melalui pemeriksaan CT scan atau MRI.7,9 Karena resiko tinggi terjadinya perdarahan intra kranial, setiap penderita hemofilia dengan riwayat trauma pada kepala, atau terdapat laserasi, abrasi, atau hematom pada kulit kepala, harus diberikan terapi pengganti secepat mungkin.5,7

5. Perdarahan Traktus Urinarius
Hematuri sering merupakan salah satu gejala hemofilia berat hematuri ini bersifat ringan dan tidak mempengaruhi fungsi ginjal.5,7 Perdarahan bisa berasal dari ginjal atau kandung kencing dan bisa terjadi beberapa hari. Obstruksi ureter bisa timbul bila terdapat bekuan darah. 7 Perdarahan ini lebih sering ditemukan pada hemofilia berat dibanding hemofilia ringan dan sedang.4 Perdarahan dapat berasal dari kandung kemih maupun ginjal. Etiologi hamaturia spontan belum jelas diketahui, diduga akibat dari kompleks imun yang beredar dalam darah.4,5,7 Perdarahan traktus urinarius bisa dipikirkan jika hematuri tidak membaik dengan pengobatan .7

II.9. Komplikasi
Terdapat 3 komplikasi yang penting pada penderita hemofilia A :
1. Hemartrosis
Masalah yang sering ditemukan pada penderita hemofilia adalah perdarahan dalam rongga sendi ( hemartrosis ), perdarahan ronga sendi yang berlanjut akan mengakibatkan kerusakan sendi. 5,7,27 Kerusakan sendi yang disebabkan hemartrosis bisa sedemikian beratnya sehingga terjadi beberapa kelainan ortopedi.7,27 Banyak faktor yang menimbulkan sinovitis dan kerusakan sendi pada penderita hemofilia, antaralain disebabkan penimbunan besi pada jaringan sendi dan terdapatnya fibrosis pada sendi yang menimbulkan kontraktur yang berlanjut dengan nyeri dan keterbatasan gerak. Pencegahan primer hemartrosis adalah dengan pemberian konsentrat F VIII pada usia dini sehingga mengurangi resiko artropati.7,28,29 Sendi yang sering dikenai hemartrosis adalah sendi lutut, siku, pergelangan kaki, bahu, pergelangan tangan dan pinggul.26,27,28 Pada pasien yang tidak mendapat terapi pencegahan awal dini ataupun terapi pengganti yang adekuat, hemartrosis akan menjadi komplikasi yang serius.7
Pada suatu studi ortopedi dan pemeriksaan rontgen foto sendi , didapatkan bahwa kerusakan sendi lutut, siku dan pergelangan kaki semakin buruk sesuai dengan peningkatan usia.7,27 Persendian lutut mengalami kerusakan yang lebih parah dibandingkan sendi siku dan pergelangan kaki.7
2. Penularan infeksi
Penularan infeksi melalui transfusi konsentrat F VIII yang terkontaminasi. Insidens pemberian konsentrat F VIII yang bisa mentransmisikan infeksi sudah berkurang setelah dilakukan skrining donor dan berkembangnya produk rekombinan.7,8,27 Penderita yang diterapi dengan konsentrat F VIII beresiko tinggi untuk terinfeksi hepatitis virus A,B,C dan D serta HIV.7,8,9 Suatu studi di AS menyatakan bahwa hampir 50 % penderita hemofilia terinfeksi oleh hepatitis virus A,B,C dan D serta HIV.7,27 Di Indonesia sendiri saat ini diperoleh data dari penderita hemofilia di Jakarta angka kontaminasi Hepatitis B sebanyak 3 %, hepatitis C 50,7 % sedangkan pengidap HIV-AIDS belum ditemukan.11 Gabungan antara infeksi HCV dan HIV bisa terjadi pada penderita hemofili dan sulit ditangani karena tidak responsif dengan pengobatan, dan penderita hemofili dengan sirosis hepatis akan beresiko tinggi untuk berkembang kearah keganasan .7,28
Skrining donor, teknik penyaringan virus dan penggunaan produk rekombinan yang semakin canggih mengurangi resiko penularan penyakit.7,27 Pada suatu studi, prevalensi antibodi HCV ditemukan pada 83 % penderita hemofilia sebelum tahun 1985, dibandingkan 6 % penderita hemofilia sesudah tahun 1985. Disamping itu, tidak terdapat laporan mengenai transmisi HIV sejak tahun 1981 setelah dilakukan prosedur inaktivasi virus. 7,27

3. Timbulnya Antibodi Inhibitor.
Komplikasi yang penting pada pasien dengan hemofilia A adalah timbulnya antibodi ( terutama IgG ) yang menghambat F VIII.7,14,27 Pemberian faktor VIII berulang pada penderita hemofilia A dapat menyebabkan timbulnya antiodi terhadap faktor VIII yang disebut inhibitor faktor VIII. 4,7,27 Antibodi ini dapat timbul pada pemberian produk kriopresipitat, konsentrat maupun rekombinan faktor VIII.4,7,13,14 Antibodi inhibitor ini terjadi 25-40 % penderita hemofilia A berat, jarang terjadi pada penderita hemofilia ringan dan sedang.9,14,30 Suatu penelitian di AS menyatakan bahwa inhibitor sering timbul pada terapi pengganti yang diberikan pada usia dini.7 Inhibitor akan mengurangi kerja konsentrat F VIII sehingga konsentrat yang ditransfusikan tidak berfungsi.7,8,9,14
Berdasarkan kadar inhibitor, penderita yang mempunyai kadar inhibitor > 5 Bethesda Unit disebut high responders sedangkan bila < 5 Bethesda Unit disebut low responders. Kadar inhibitor pada low responders bisa menghilang dengan terapi pengganti biasa.7,14,30 Satu Bethesda Unit ( BU ) adalah jumlah yang menghambat 50 % aktifitas F VIII dalam plasma normal .7,16
Terdapat predisposisi timbulnya inhibitor yaitu faktor penderita dan produk pengganti yang diberikan. Riwayat kejadian timbulnya inhibitor pada keluarga penderita hemofilia juga akan meningkatkan prevalensi timbulnya inhibitor demikian juga pada penderita hemofilia yang mendapat terapi pengganti secara rutin.7,27 Usia pasien saat pertama kali mendapat faktor pengganti mempengaruhi timbulnya inhibitor. Suatu studi menunjukan inhibitor timbul pada 41%, 29 % dan 12 % jika terapi pengganti diberikan pada usia <> 12 bln.7
Manifestasi klinik dari penderita dengan inhibitor tergantung beratnya penyakit, secara umum, timbulnya inhibitor ditandai dengan semakin seringnya penderita mendapatkan terapi pengganti, semakin sering mengalami episode perdarahan dan mengalami komplikasi .7,30,31,32 Inhibitor menyebabkan terapi hemofilia semakin sulit, sehingga inhibitor bisa dipikirkan bila timbul perdarahan yang sulit ditangani dengan terapi biasa, terutama pada penderita hemofilia berat.7,27
II.10. Pemeriksaan Laboratorium
Dalam sistem pembekuan darah, faktor VIII termasuk dalam daftar faktor instrinsik. Terdapat 4 tes pendahuluan yaitu : hitung trombosit, waktu perdarahan, protrombin time (PT) dan activated partial protrombin time (aPTT). Untuk evaluasi lintas instrinsik digunakan uji “Partial Tromboplastin Time (PTT)”, dan untuk lintas ekstrinsik digunakan uji “Protombin Time (PT)”.2,9,12,13
Jumlah hitung trombosit yang normal, PT normal, waktu perdarahan normal dan pemanjangan aPTT merupakan hasil laboratorium dari hemofilia A. Tes yang abnormal terjadi pada individu yang mempunyai nilai F VIII < 30 %.9,12
Pada hemofilia A jalur ekstrinsik tidak terganggu sehingga nilai PT normal, pemeriksaan PT menguji pembekuan darah melalui jalur ekstrinsik dan jalur bersama yaitu faktor pembekuan VII,X,V, protrombin dan fibrinogen, juga waktu perdarahan pada hemofilia normal, karena faktor hemostasis ekstravaskular tidak terganggu..18,21

Pemeriksaan Hasil
Hitung trombosit
Waktu perdarahan
Protrombin Time
Partial Tromboplastin Time
Faktor VIII:C Normal
Normal
Normal
Memanjang
Rendah
Tabel 3. Gambaran laboratorium pada hemofilia A.Dikutip dari 2

II. 11. Diagnosis
Diagnosis dimulai dengan anamnesis, manifestasi perdarahan, riwayat hemofilia dalam keluarga (saudara laki-laki penderita atau pihak ibu) dan pemeriksaan laboratorium.2.4,7 Pemeriksaan penunjang memperhatikan nilai aPTT ( Activated Partial Thromboplastin Time) yang memanjang 2-3 kali batas nilai normal sedangkan waktu perdarahan, PT (Prothrombin Time) dan hitung trombosit umumnya normal.2,9,12,13
Pemeriksaan untuk menunjang diagnosis hemofilia A adalah pemeriksaan aPTT (Activated Partial Thromboplastin Time). Nilai aPPT akan menunjang bila aktivitas faktor VII < 30 %.2.7 Pemeriksaan aPTT dapat mendeteksi 99-100 % penderita hemofilia A berat dan sedang.2.,13 Diagnosis pasti hemofilia A ditegakkan melalui pemeriksaan aktivitas faktor VIII secara kuantitatif.2,13
Tabel berikut membandingkan gejala klinis dan laboratorium pada hemofilia A, B dan Von Willebrand diseases.2

Gejala klinik dan Laboratorium Hemofilia A Hemofilia B Von Willebrand
Penurunan penyakit
Tempat utama perdarahan

Hitung trombosit
Waktu perdarahan
Protrombin time
Partial tromboplastin time
Faktor VIII : C
Sex Linked
Otot, sendi post trauma atau operasi
Normal
Normal
Normal
Memanjang
Rendah

Hemofili A

Normal
Normal
Normal
Memanjang
Normal
Mukosa, kulit, post trauma atau operasi
Normal
Memanjang
Normal
Memanjang
Rendah

Tabel 4. Perbandingan Gejala Klinik dan laboratorium hemofilia A, B dan von
Willebrand.dikutip dari 2

II.12. Tata Laksana
Penanganan penderita hemofilia memerlukan pendekatan multidisiplin, terdiri dari ahli hematologi, dokter gigi, ortoped, bedah, perawat, fisioterapis, pekerja sosial dan tenaga kesehatan lainnya.4,7,26, 30,33,34
Tugas dari masing-masing ahli dalam menangani penderita hemofilia bisa dijabarkan sbb 34 :
1. Hematologis :
* Menentukan pemeriksaan laboratorium untuk menentukan masalah perdarahan yang
timbul.
* Memberikan obat-obatan yang bisa diberikan untuk mengontrol maupun mencegah
perdarahan yang timbul
* Memeriksa kesehatan penderita hemofilia
2. Perawat :
* Mengajari keluarga melakukan terapi di rumah.
* Mengatur pemakaian produk darah untuk terapi rumah.
3. Fisioterapis :
* Melakukan pemeriksaan terhadap persendian otot penderita untuk menjamin
pergerakan sendi yang normal dan menjaga otot tetap kuat .
* Menolong penderita melakukan olah raga pada penderita yang mengalami
gangguan fungsi sendi dan otot.
* Membantu penderita dalam menentukan jenis olah raga yang bisa dilakukan secara
aman.
4. Dokter gigi :
* Memberikan perawatan gigi secara rutin.
* Bekerjasama dengan hematologis sewaktu melakukan ekstraksi gigi atau tindakan
yang beresiko tinggi timbul perdarahan.
5. Pekerja sosial :
* Membantu penderita dan keluarganya mengatasi masalah sosial yang timbul.
6. Konsulen Genetik :
* Memberikan informasi mengenai penyakit genetik dan sifat pembawa / carier.
7. Ortopedis :
* Mengatasi masalah persendian dan tulang pada penderita hemofilia.

Pasien harus dihindarkan menggunakan obat-obat yang mengganggu pembekuan darah, dan sebisa mungkin menghindari trauma.7,30,34,35
Obat yang harus dihindari penderita hemofilia 4,7,30,35 :
Aspirin, maupun obat-obat yang mengandung aspirin.
Non steroid anti inflammatory, seperti indometasin.
Preparat heparin atau warfarin.
Parasetamol cukup aman untuk digunakan sebagai analgetik-antipiretik.4,7,30

Prinsip dasar terapi Hemofilia A.7,8,34
Tangani perdarahan sesegera mungkin dengan F VIII, lebih baik dalam 2 jam sejak onset gejala, jangan tunggu timbulnya tanda klinis. Pengobatan yang diberikan segera lebih berarti karena pemberian VIII akan menghentikan perdarahan sebelum timbul kerusakan jaringan. Jika ragu-ragu, lakukan pengobatan , jika penderita mengalami trauma atau penderita merasa timbul perdarahan, maka lakukan terapi.
Hindari obat-obatan yang menyebabkan gangguan trombosit, terutama yang mengandung aspirin, dianjurkan menggunakan asetaminofen .
Terapi rumah dengan F VIII pada umumnya dimulai pada usia 3-5 tahun yang akan memberikan keuntungan yaitu murahnya biaya pengobatan dan kurangnya komplikasi berupa deformitas sendi yang timbul.
Perlakukan vena dengan hati-hati, dianjurkan menggunakan jarum halus dan melakukan penekanan selama 3-5 menit setelah penusukan vena.

II.12.1. Preventif dan Perawatan Terpadu
Penderita hemofilia harus mendapatkan perawatan yang terpadu begitu diagnosis hemofilia ditegakkan , sebagian besar anak dengan hemofilia A berat terjadi perdarahan dalam 1-2 tahun pertama kehidupannya. Pada pasien ini bisa diberikan terapi profilaksis. Terapi profilaksis merupakan terapi terbaik dan bertujuan mencegah atau mengurangi kemungkinan perdarahan spontan,. direkomendasikan pemberian profilaksis pada usia sedini mungkin (1-2 tahun), diharapkan dengan terapi profilaks penderita hemofilia anak bisa berkembang tanpa gangguan atau kerusakan sendi.16,23,26 Profilaksis dapat diberikan dengan kriopresipitat 25-40 IU/KgBB, 3 kali/minggu atau pemberian konsentrat faktor VIII dengan dosis 1.500-3.000 IU 3-4 kali/minggu.16,23,24,25
Sirkumsisi - sekitar 50 % penderita hemofilia terdiagnosa melalui perdarahan sirkumsisi yang sulit berhenti, karena itu anak laki-laki dari ibu pembawa sifat hemofili perlu menunda sirkumsisi sampai diagnosa hemofilia bisa disingkirkan , pemeriksaan bisa dilakukan dengan menghitung kadar F VIII darah.7 Penderita hemofili bisa dilakukan sirkumsisi setelah sebelumnya mendapatkan terapi profilaksis dan penanganan perdarahan yang timbul secara cepat dan tepat dengan pemberian faktor pengganti. 7,8
Di RS Sardjito Yogyakarta telah dilaksanakan protokol untuk sirkumsisi pada penderita hemofilia A, dengan pemberian F VIII 25 U/kgbb diberikan 1 hari sebelum dan dilanjutkan sampai 4 hari setelah sirkumsisi yang dikombinasikan dengan penggunaan elektrokauter sewaktu sirkumsisi , protokol ini telah dilaksanakan pada 4 penderita hemofilia dengan hasil memuaskan.11

Imunisasi rutin – imunisasi rutin dianjurkan dengan cara subkutan dalam bukan melalui intramuskular untuk menghindari perdarahan otot. Sebaiknya menggunakan jarum yang halus dan menekan dengan es pada lokasi penyuntikan selama 3 – 5 menit setelah penyuntikan.7,8,34 Vaksinasi Hepatitis B segera diberikan pada penderita hemofilia begitu diagnosis ditegakkan , sementara vaksinasi hepatitis A, diberikan setelah usia 2 tahun . Vaksinasi polio oral dikontraindikasikan pada bayi hemofilia yang mendapat terapi imunosupresi, pada kasus tersebut dianjurkan vaksinasi Salk.7,8,34

Perawatan gigi - perawatan gigi penting pada penderita hemofilia. Intervensi dini pada anak hemofilia diperlukan seperti mengajari cara menyikat gigi dan menjamin pasokan fluor yang cukup untuk pertumbuhan gigi.7 Pemeriksaan rutin dan pembersihan gigi bisa dilakukan tanpa meningkatkan F VIII. Terapi rumahan atau anti fibrinolitik diberikan sewaktu melakukan pembersihan kalkulus, karena tindakan scaling bisa menimbulkan perdarahan. F VIII harus diberikan jika melakukan tindakan gigi yang memerlukan anestesi blok, jika hanya anestesi infiltratif, penambahan VIII tidak diperlukan.7,8,34
Tingkatkan level F VIII sekitar 50 % jika melakukan tindakan dengan blok mandibular, anestesi lokal bukan merupakan kontraindikasi bagi penderita hemofilia. Sebelum tindakan ekstraksi gigi, perlu diberikan F VIII, pertahankan pada level 50 %, EACA dan tranexamic acid bisa diberikan sebelum dan sesudah pemberian F VIII . EACA mulai diberikan 1 hari sebelum tindakan , 50-100 mg/kgbb setiap 4-6 jam selama 7-10 hari (maksimun 24 gram/ hari ), dosis tranexamic acid 25 mg/kgbb setiap 8 jam selama 10 hari, larutan EACA juga bisa digunakan sebagai obat kumur.7,8,33
Perdarahan yang timbul karena lepasnya gigi susu bisa ditangani dengan penekanan dan pemberian es sebagai tindakan awal, jika tidak efektif, berikan EACA, jarang dibutuhkan pemberian F VIII, jika ada riwayat perdarahan memanjang, sebaiknya dilakukan pencabutan oleh dokter gigi disertai penambahan F VIII.7,8

Olahraga dan hemofilia - Olah raga dianjurkan pada penderita hemofilia untuk meningkatkan kekuatan otot dan sendi serta untuk menjaga kesehatan, olah raga yang dipilih disesuaikan dengan kemampuan penderita. Olah raga dengan benturan ringan seperti renang, sepeda dan golf dianjurkan dan hindari olah raga dengan benturan keras, seperti sepakbola, olahraga bela diri, tinju dsb.7,27,33

Konseling dan edukasi - Konseling genetik dan psikososial penting bagi keluarga dengan bayi hemofili, terutama bagi keluarga yang tidak ada riwayat hemofili sebelumnya. Pengetahuan mengenai penyakit harus diberikan pada penderita dan keluarganya , penderita bisa hidup normal dengan memperhatikan beberapa hal, seperti menghindari kegiatan yang bisa menimbulkan perdarahan antara lain olahraga kontak .7,30,33

Penanganan terpadu - dibeberapa negara telah ada center hemophili yang terdiri dari beberapa disiplin ilmu untuk menangani masalah hemofili atau gangguan yang ditimbulkannya. Pada center tersebut disediakan skrining untuk penyakit infeksi, konseling bagi pasien yang tertular penyakit dan akses untuk mendapatkan penanganan.7,11,33

II.12.2. Terapi pengganti pada kasus perdarahan
Pada dasarnya pengobatan hemofilia adalah dengan mengganti atau menambah faktor F VIII , namun demikian langkah pertama yang dilakukan bila menghadapi perdarahan akut adalah melakukan tindakan RICE ( Rest, Ice, Compression, Elevation ) pada lokasi perdarahan untuk menghentikan atau mengurangi perdarahan. 17
Fresh Frozen Plasma ( FFP )
Fresh Frozen Plasma ( plasma segar beku ) diperoleh melalui pemisahan plasma dari darah lengkap, atau melalui plasma feresis dan segera dibekukan untuk menjaga kestabilan faktor koagulan.29 FFP merupakan terapi untuk gangguan koagulasi herediter, namun untuk terapi hemofilia A tentunya akan diperlukan plasma dalam jumlah besar karena tiap ml plasma hanya mengandung 1 unit faktor VIII.6,12,13,20,29 Selain faktor VIII, plasma juga mengandung faktor pembekuan lain, namun demikian penggunaan FFP sudah mulai dikurangi karena tingginya angka penularan infeksi karena FFP ini.2,7
Kriopresipitat
Kriopresipitat dibuat dari FFP yang dicairkan secara lambat pada suhu 4-6° C . Presipitat yang timbul ( krio ) dipisahkan dari supernatan dan dibekukan lagi.20,29 Kriopresipitat merupakan produk olahan dari darah donor dan dikategorikan sebagai komponen darah yang dalam penyimpanannya perlu suhu beku ( -30 s/d -40 0 C ), sewaktu akan digunakan dicairkan terlebih dahulu dan harus segera diberikan secara intravena. karena kandungan F VIII dalam kriopresipitat bersifat termolabil. 11
Tiap kantong kriopresipitat mengandung F VIII 50-70 IU sedangkan pemakaiannya berkisar antara 20-40 IU /kgbb/kali, sehingga setiap kali pengobatan akan memerlukan 5-20 kantong .Kriopresipitat lebih banyak mengandung faktor VIII sehingga diperlukan volume
yang jauh lebih kecil dibandingkan dengan plasma. Kriopresipitat sering dipakai sebagai terapi hemofilia disamping konsentrat faktor VIII.11,14,20,29
Konsentrat F VIII
Konsentrat F VIII merupakan produk pilihan untuk penderita hemofili yang jauh lebih baik dibanding FFP dan kriopresipitat karena kurangnya kemungkinan infeksi dan memerlukan jumlah yang lebih sedikit, sehingga mengurangi kemungkinan overload .5,9,20 Konsentrat F VIII mengandung sekitar 2-5 U F VIII per mg protein, tersedia dalam bentuk bubuk kering beku yang dilarutkan kembali sebelum penyuntikan intravena. F VIII mempunyai waktu paruh yang pendek ( 8-12 jam ) sehingga suntikan ulangan diperlukan untuk mempertahankan kadar yang optimal.2,8,20
Rekombinan F VIII
Rekombinan F VIII bisa diberikan, pemberian rekombinan ini bisa mengurangi resiko penularan infeksi..7,20,34,35 Rekombinan F VIII berasal dari pemurnian kultur sel dari hamster yang telah diklon gen F VIII, ditambahkan albumin manusia untuk menjaga stabilitas, penambahan albumin ini masih memberikan kemungkinan penularan infeksi. 7 ,8,9 Generasi kedua rekombinan F VIII dibuat tanpa penambahan albumin, tetapi distabilkan dengan menambahkan sukrosa, sehingga kemungkinan penularan infeksi tidak ada.5,7,9
Secara prinsip kebutuhan F VIII dapat diperkirakan dengan mengetahui bahwa 1 U/ kgbb F VIII akan meningkatkan F VIII plasma sebanyak 2 %, dengan waktu paruh 8-12 jam.5


Sumber Kadar (U/ml)
Faktor VIII Volume/unit
(ml)
Plasma beku segar(FFP)
Kriopresipitat
Konsentrat F VIII 0,5 – 1,5
4 – 8
20-40 200
20
10





Tabel 5. Komponen Darah untuk terapi pengganti ( Replacement therapy).Dikutip dari 17
Kebutuhan faktor anti hemofili dapat dihitung dengan berbagai cara, yaitu secara empiris atau berdasarkan presentase kadar faktor yang dibutuhkan pada berbagai jenis perdarahan atau tindakan.17 Untuk memudahkan , biasanya dipakai rumus empiris, yaitu : kebutuhan F VIII 20-25 U/kg setiap 12 jam dengan terlebih dulu memberikan dosis muatan awal 2 kali lipat, atau dengan mengalikan level F VIII yang diharapkan dengan berat badan yaitu : BB x (level diharapkan ) x 0,5 = unit FVIII 6,7,12,13,17 Pada perdarahan berat/mengancam jiwa, aktivitas faktor VIII harus dinaikkan sampai 100 %.12,13

II.12.3. Terapi selain terapi pengganti
Terapi lain yang dapat diberikan selain terapi pengganti adalah pemberian obat-obatan seperti
1. 1-Deamino-8-D-Arginin Vasopressin (DDAVP)/ Desmopressin
DDAVP merupakan analog sintetik dari vasopresin yang tidak berasal dari produk darah sehingga tidak ada resiko penularan infeksi, bekerja dengan merangsang pelepasan faktor VIII endogen dari sel endotel vaskuler, sehingga F VIII meningkat 2-4 kali 26,30,33,36
Mekanisme kerja DDAVP masih belum jelas, peningkatan F VIII plasma tidak saja terjadi pada penderita hemofilia, tapi juga pada individu normal , DDAVP juga meningkatkan adhesi trombosit pada dinding pembuluh darah.37,38,39,40,41 Keungulan produk ini adalah menghindari eksposure terhadap produk darah sehingga meniadakan resiko infeksi. 37,38,39,40
Menurut suatu studi di AS, pemberian obat ini efektif untuk menjaga hemostasis normal pada 82 % penderita hemofilia A ringan, sehingga dianjurkan bagi penderita hemofilia A ringan.37,38,41 DDAVP bisa diberikan secara intravena ( 0,3ug/kgbb maks. 20 ug dilarutkan dengan NaCl 0,9 %, pemberian per infus dalam waktu 20-30 menit) , sub cutan ( 0,3ug/kgbb ) atau melalui semprotan intra nasal ( 150 ug). Pemberian obat ini bisa diulang dengan interval 12-14 jam . Efek obat akan bertahan selama 6-12 jam . Efek samping DDAVP adalah vasodilatasi yang menyebabkan muka kemerahan dan sakit kepala. yang biasanya timbul setelah pemberian ke 3 atau ke 4. 16,37,38,39,40

2. Antifibrinolytic: Tranexamic acid dan epsilon aminocaproic acid ( EACA )
Dua turunan sintetis dari Amino acid; amino caproic acid dan tranexamic acid, mempunyai sifat antifibrinolitik pada manusia.33,37,38 . Kedua obat ini berikatan secara reversibel dengan plasminogen .Obat ini bekerja menghalangi fibrinolisis dengan menghambat aktivitas plasminogen dalam bekuan fibrin, yang akhirnya membuat bekuan menjadi lebih stabil, terapi ini biasanya digunakan untuk menstabilkan bekuan darah pada daerah dengan aktivitas fibrinolisis yang tinggi seperti rongga mulut dan pasien yang mengalami epistaksis 39,40,41 . Aminocaproic acid dan tranexamic acid ( 10 x lebih poten dan mempunyai waktu paruh yang lebih lama ) efektif untuk menurunkan perdarahan.terutama perdarahan yang timbul di mulut, saluran cerna dan hidung .36 Dosis tranexamic acid yang digunakan 25 mg/kgbb per dosis setiap 6-8 jam , untuk EACA 75 – 100 mg/kgbb per dosis setiap 6 jam, kedua obat dapat digunakan secara intarvena ataupun oral.7,33 Berkumur dengan larutan tranexamic acid (1 gr) setiap 6 jam juga efektif untuk mencegah perdarahan sewaktu melakukan ekstraksi gigi.7 Efek samping tranexamic acid tergantung pada dosis dan biasanya timbul keluhan dari saluran cerna seperti muntah, mual, nyeri abdomen dan diare, efek samping terpenting dari obat ini adalah terbentuknya trombus sebagai hasil inhibisi aktivitas fibrinolisis.30,36,37,38,40

Terapi perdarahan pada kasus tertentu 7,14,33,39
1. Perdarahan sendi
a. Beri penderita F VIII sesuai kebutuhan kemudian evaluasi, Rontgen foto bisa
dilakukan.
b. Tingkatkan F VIII sampai 40 %, untuk perdarahan sendi yang berat,tingkatkan
sampai 60-80 %.
c. Pemberian kedua bisa diberikan setelah 12 jam jika gejala masih ada ( bengkak
atau nyeri yang tidak membaik ).
Gerakkan sendi sesegera mungkin jika nyeri sudah berkurang .
Penanganan tambahan : kompres es, imobilisasi dan elevasi.
Jika gejala tetap berlangsung dan diduga terjadi fraktur, segera hubungi ortopedis
Untuk mengurangi nyeri, berikan obat asetaminofen.
2. Perdarahan Otot
a. Beri penderita F VIII sesuai kebutuhan , kemudian evaluasi.
b. Tingkatkan F VIII sampai 40 % , pemberian kedua diberikan setelah 24 jam , penderita
harus diawasi jika timbul masalah gangguan penekanan syaraf.
3. Perdarahan Iliopsoas
a. Merupakan perdarahan otot dengan manifestasi yang unik karena sering timbul sebagai
akut abdomen yang meliputi nyeri pada bagian bawah abdomen , nyeri pada bagian
bawah punggung, nyeri saat ekstensi, tapi tidak saat rotasi, bisa timbul parestesia pada
tungkai karena penekanan syaraf oleh hematom.
b. Segera tingkatkan F VIII menjadi 80 – 100 %, pertahankan tingkat F VIII sekitar 30-
60 %, sebaiknya penderita dirawat untuk observasi.
c. CT Scan akan membantu untuk membedakan perdarahan iliopsoas dengan apendisitis
akut yang sering meragukan.
d. Batasi aktivitas sampai nyeri berkurang, fisioterapi akan membantu memulihkan
penderita.

4. Perdarahan Otak atau Perdarahan Kepala
a. Terapi semua trauma kepala dan nyeri kepala berat, yang merupakan gejala perdarah
an kepala.Tingkatkan F VIII segera, jangan tunggu sampai timbul gejala lain atau hasil
pemeriksaan laboratorium atau Rontgen foto.
Perdarahan otak atau perdarahan kepala merupakan suatu kedaruratan , terapi sesegera
mungkin, tingkatkan F VIII 80- 100 %, pertahankan sampai 50 % sampai perdarahan
berhenti ( biasanya 2-3 minggu setelah trauma ) .
Penderita harus dirawat dan lakukan pemeriksaan CT scan atau MRI bila diperlukan.
Pada kasus dengan diduga trauma kepala, pertama terapi penderita, lalu lakukan evaluasi.
5. Perdarahan Leher .
a. Perdarahan leher merupakan suatu kegawatan, segera tingkatkan F VIII hingga
mencapai level 80 – 100 %, pertahankan sekurangnya 50 % sampai gejala membaik.
b. Penderita harus dirawat untuk observasi dan evaluasi, CT scan bisa diindikasikan.
c. Untuk mencegah perdarahan pada tonsilitis berat, perlu dilakukan penambahan F VIII
disamping pemberian antibiotika.
6. Perdarahan Saluran Cerna.
a. Beri penderita F VIII sesuai kebutuhan, lalu lakukan evaluasi.
b. Segera tingkatkan F VIII 80- 100 %, pertahankan pada level 50 % sampai penyebab
diketahui.
c. Penderita perlu dirawat, tangani sumber perdarahan serta anemia atau syok yang
terjadi.
Pada penderita hemofilia ringan , bisa diberikan EACA atau tranexamic acid sebagai
terapi tambahan.
7. Perdarahan Mulut
a. Perdarahan bisa dikontrol dengan menggunakan EACA atau tranexamic acid atau
sebagai terapi tambahan dengan F VIII. Bisa dilakukan kumur-kumur dengan larutan
EACA.
b. Beritahu penderita untuk tidak menelan darah dan tangani anemia yang timbul.
c. Pemberian es bisa membantu serta berikan makanan lunak.

8. Perdarahan Ginjal ( Hematuri )
a. Hindari pengunaan anti fibrinolitik
b. Terapi dengan F VIII sampai level 50 % jika terdapat nyeri atau hematuri.
c. Penderita diistirahatkan dan lakukan vigorous hydration ( 1,5 x kebutuhan
maintenance ).


Tipe perdarahan Terapi
Hemartrosis

Hematom pada otot atau subkutaneus
Ekstraksi gigi
Epistaksis
Bedah mayor

Hematuri 20 U/kg konsentrat F VIII, bisa diulang hari berikutnya jika hemartrosis berat
20 U/kg konsentrat F VIII setiap hari sampai hematom terkontrol
20 U/kg konsentrat F VIII
20 U/kg konsentrat F VIII
50 U/kg konsentrat F VIII lalu 25 U/kg setiap 12 jam untuk menjaga F VIII > 50 U/dl, 5-7 hari
20 U/kg konsentrat F VIII
Tabel 6. Terapi pengganti pada kasus-kasus tertentu .Dikutip dari 14

II.12.4. Terapi Hemofilia dengan Inhibitor.
Sampai tahun 1980, resiko kematian yang disebabkan karena perdarahan tak terkontrol pada penderita hemofilia dengan inhibitor masih cukup tinggi, terutama ketika diperlukan tindakan bedah, tapi dengan pemberian terapi yang benar, kasus kematian bisa ditekan. 27,33,35
Terdapat 2 komponen dalam penganganan hemofilia dengan inhibitor, yaitu penanganan perdarahan yang timbul dan Immune Tolerance Induction. Menurut suatu studi, angka kematian pada penderita hemofilia dengan inhibitor menurun dari 42 % menjadi 5,8 % dengan penanganan yang benar.7,27,35
Penanganan jangka panjang penderita hemofilia dengan inhibitor bertujuan untuk menghilangkan inhibitor, yaitu dengan memberikan terapi pengganti pada saat terjadi perdarahan dan melakukan metode immune tolerance induction, dimana penderita diberikan F VIII dosis tinggi secara berulang dengan atau tanpa obat sitostatika.7,14,31,35
Terapi pengganti yang bisa diberikan pada perdarahan yang sedang berlangsung :
High purity factor VIII concentrates . Biasanya diberikan pada penderita dengan kadar inhibitor rendah.5,7,9 Kelemahan terapi ini adalah biaya yang mahal.7,27,35
Porcine factor VIII concentrates. Diberikan untuk penderita dengan kadar inhibitor tinggi.7,14,27,35
Prothrombin complex concentrates (PCCs) and activated prothrombin complex concentrates (APCCs). Menurut suatu studi, hasil yang didapat pada pemberian APCCs adalah baik pada 81 %, rendah pada 17 % dan tidak ada pengaruh pada 2 % responden.7,9 Kelemahan terapi ini adalah biaya yang mahal dan komplikasi sistemik yang ditimbulkannya, walaupun sangat jarang, seperti trombosis, infark miokardial dan DIC.7,14,33,35
Recombinant human factor VIIa. Menurut suatu studi, pemberian Recombinant human factor VIIa memberikan hasil yang baik pada 90 % pasien .33

Terapi Immune Tolerance Induction
Terapi jangka panjang penderita hemofilia dengan inhibitor bertujuan untuk mengurangi atau menghilangkan inhibitor .7,9,33,35 Pada metode ini, penderita diberikan terapi pengganti dosis tinggi secara terus menerus dalam jangka waktu yang cukup lama.33,35 Cara ini memberikan hasil yang memuaskan pada penderita dengan kadar inhibitor rendah.7,33,35 Bagaimana mekanisme desensitisasi tubuh untuk menghilangkan inhibitor belum diketahui secara jelas, namun diduga dengan terbentuknya antiidiotypic antibodies yang akan menetralkan aktivitas inhibitor sehingga tidak mempengaruhi kerja F VIII .7 Kelemahan metode ini adalah mahal dan perlu waktu yang cukup lama.7,9
Protokol terapi lain dengan pemberian F VIII bersamaan dengan sitostatika dan Imunoglobulin G, sitostatika yang bisa digunakan seperti cyclophosphamide.7,11,13 Suatu penelitian di AS menyatakan, pemberian ketiga komponen tersebut memberikan hasil yang memuaskan, dimana 9 dari 11 penderita hemofilia dengan kadar inhibitor tinggi menjadi hilang setelah 2 – 3 minggu terapi.7,33

II.12.5.Terapi gen
Terapi bagi penderita hemofilia A adalah terapi pengganti bagi faktor yang kurang yang berasal dari manusia atau produk rekombinan yang dihasilkan dari kultur jaringan, selain terapi pengganti , saat ini sedang dikembangkan terapi gen yang membawa kode produksi F VIII sehingga tubuh bisa menghasilkan F VIII pada kadar yang cukup untuk menghentikan perdarahan yang timbul. 43
Sejumlah penelitian sedang dikembangkan untuk menilai kemungkinan terapi gen pada hemofilia. Terapi gen secara klinis telah dimulai 10 tahun yang lalu, walaupun demikian kemajuan yang dicapai masih jauh dari yang diharapkan. Terdapat 2 jenis terapi gen yang sedang dilaksanakan .43,44,45,48,47,49 :
Terapi yang menggunakan virus sebagai vektor pembawa kode genetik.
Terapi yang mengunakan jaringan tubuh manusia sebagai pembawa kode genetik..

Ad. 1. Terapi gen yang menggunakan virus sebagai vektor pembawa kode genetik.
Gen yang membawa kode produksi F VIII disisipkan pada virus yang lalu diinjeksikan ketubuh manusia. Jika tubuh tak menghancurkan virus pembawa gen F VIII maka F VIII akan mulai diproduksi oleh sel yang di invasi oleh virus.44,45,49
Virus dipergunakan sebagai pembawa kode genetik yang akan memproduksi F VIII, karena virus lebih efektif menginvasi sel dan masuk kedalam nukleus sel.41 Virus yang banyak digunakan pada terapi gen hemofilia adalah adenovirus, adenoassociated- virus (AAV) dan Lentivirus 43,44,45 Namun demikian, terapi ini baru bisa dilaksanakan dengan hasil memuaskan pada hewan coba .42,43,45
Adeno virus merupakan virus penyebab common cold yang kadangkala tidak menunjukan gejala pada manusia, suatu penelitian pada hewan coba menunjukan hasil yang memuaskan dengan menggunakan adenovirus sebagai vektor, tapi produksi F VIII akan terhenti karena terbentuknya respon imunitas yang akan melawan virus. Para ahli berusaha menghilangkan bagian virus yang merangsang respon imun sehingga vektor tak dihancurkan oleh respon imunitas tubuh resipien. 43,45 Adeno-associated virus bisa menginvasi sel dan masuk kedalam kromosom bahkan disaat sel membelah , AAV telah digunakan pada manusia untuk mengatasi cystic fibrosis, namun untuk hemofilia baru pada hewan coba. 42,46,47
Terdapat beberapa kelemahan pada terapi gen yang menggunakan virus sebagai vektor yaitu 48,49:
Tubuh akan memproduksi antibodi yang akan menghancurkan virus sehingga tidak berfungsi sebagai vektor.
Belum diketahui beberapa kali pemberian virus sebagai vektor untuk memproduksi F VIII dalam jumlah yang cukup.
Virus tidak bisa memperbaiki mutasi genetik yang terjadi, sehingga penderita hemofilia tetap akan menurunkan sifat hemofilia kepada keturunannya.

Ad.2. Terapi gen yang mengunakan jaringan tubuh manusia sebagai pembawa kode genetik
Terapi gen dimana sel dari seorang calon penerima diambil, dilakukan modifikasi genetik untuk memproduksi f VIII dan ditanam kembali pada tubuhnya.48,49 Sel yang banyak digunakan adalah sel fibroblast yang diambil dari biopsi kulit penderita, dibiakan pada media kultur jaringan, disisipkan plasmid yang membawa kode produksi F VIII, lalu diinjeksikan kembali ke penderita.48
Suatu penelitian di Amerika telah mencoba cara ini walaupun dengan sampel yang sedikit, didapatkan hasil yang cukup memuaskan dimana penderita membentuk F VIII walaupun tidak berlangsung lama.48

Gambar 7. Prosedur terapi gen dengan sel fibroblast.Dikutip dari 48
Tujuan utama terapi gen adalah untuk meningkatkan konsentrasi F VIII dari kadar <> 5 %, yaitu dari hemofili berat menjadi hemofili ringan sehingga penderita tidak mengalami perdarahan yang berat. 47,48,49
Kelemahan terapi gen ini adalah 47,48,49 :
Penderita hemofilia tidak bisa memproduksi F VIII dalam jumlah yang cukup, penderita tetap membutuhkan terapi pengganti pada kasus-kasus tertentu.
Pengulangan terapi gen sulit diperkirakan , bisa 1 x setahun atau 1 x dalam beberapa tahun.
Mutasi genetik tidak bisa dikoreksi, sehingga ayah yang hemofilia tetap menurunkan sifat ini kepada anak perempuannya.

II. 13. Pemeriksaan prenatal .

Hemofili merupakan penyakit yang diturunkan, karena itu perlu dilakukan pemeriksaan pada bayi yang diduga akan menderita kelainan pada ibu carier hemofili yang sedang hamil. Pemeriksaan yang dilakukan pada janin akan memberikan informasi pada keluarga ataupun dokter mengenai kesehatan janin, dan bila menderita penyakit hemofili, keluarga dan dokter bisa melakukan tindakan yang perlu setelah kelahirannya.7,50,51
Terdapat 2 teknik telah dilakukan untuk melakukan pemeriksaan prenatal :
Pemeriksaan molekul genetik
Analisa DNA janin yang dilakukan pada mg 16 kehamilan, bisa memberikan hasil yang akurat apakah janin akan menderita hemofili atau tidak.Sampel bisa diambil melalui amniosintesis atau vili khorionik janin. 7,50,51,52
a. Amniosintesis : biasanya dilakukan pada usia kehamilan 16 minggu, dilakukan pengambilan cairan amnion, sel yang terdapat lalu biakkan sebelum dilakukan pemeriksaan DNA.
b. Vili korionik janin : dilakukan pada usia kehamilan 9-10 minggu, sebagian kecil sampel vili korionik plasenta diambil lalu dilakukan analisa DNA untuk mengetahui jenis kelamin dan kemungkinan janin membawa gen hemofili.
Pengukuran kadar F VIII darah janin.
Pengukuran kadar F VIII darah janin yang diambil melalui tali pusat yang dilakukan pada usia 18-20 minggu kehamilan, memberikan hasil yang akurat namun tidak dianjurkan karena beresiko tinggi terhadap keselamatan janin. 50,51,52
BAB III
KESIMPULAN

Hemofilia adalah penyakit gangguan pembekuan darah yang bersifat herediter dan bersifat X-linked recessive. Penyakit ini umumnya hanya bermanifestasi pada laki-laki, sedangkan wanita hanya menjadi carier .

Terdapat dua tipe hemofilia yaitu hemofilia A dan B. Hemofilia A terjadi akibat kekurangan faktor VIII yang dikenal sebagai faktor antihemofilik globulin sedangkan hemofilia B akibat kekurangan faktor IX.

Hemofilia dapat ditemukan di seluruh dunia. Prevalens hemofilia A diperkirakan berkisar 1:5.000-10.000 kelahiran laki-laki sedangkan prevalens hemofilia B diperkirakan 1:50.000 kelahiran laki-laki dan sekitar 80-85 % kasus hemofilia adalah hemofilia A.

Penyakit hemofilia menyebabkan terjadinya perdarahan yang sukar berhenti, manifestasi perdarahan bisa ringan sampai berat. Perdarahan yang timbul bisa berupa perdarahan kulit, mulut, otot, saluran cerna, intrakranial, serta perdarahan sendi ( hemartrosis)

Diagnosis hemofilia ditegakkan mulai dari pendeteksian sifat pembawa, gejala klinis yang timbul dan pemeriksaan labor. Pemeriksaan laboratorium yang dapat dilakukan mulai dari pemeriksaan waktu perdarahan, waktu protrombin ( Protrombin Time = PT ), waktu tromboplastin parsial ( Partial Tromboplastin Time ), hitung trombosit, penghitungan faktor pembekuan dan analisa DNA..
Pengobatan utama pada penderita adalah pemberian faktor pembekuan yang kurang, karena penderita secara rutin mendapatkan penggantian faktor pembeku, ini meningkatkan resiko untuk terkena penyakit yang ditularkan melalui produk darah seperti hepatitis dan HIV.

Saat ini sedang dikembangkan terapi gen untuk penderita hemofilia, walaupun belum memberikan hasil yang diinginkan , diharapkan dimasa datang terapi gen bisa diterapkan pada penderita hemofilia dengan hasil yang memuaskan.

Tidak ada komentar: