Jumat, 14 Maret 2008

Deteksi Dini Fungsi Pendengaran Bayi dan Anak

Penulis: Sri Sofyani

Pendengaran yang normal adalah modal yang penting untuk anak agar dapat berbicara dan berkomunikasi dengan lingkungannya.

Organ pendengaran memegang dua peranan yang sangat penting dalam proses perkembangan bicara yaitu:

1. Merupakan jalur input suara
2. Jalur umpan balik suara yang diucapkan pembicara sendiri sehingga dapat memonitor suara/kata-kata sendiri yang diucapkannya.

Dengan kata lain anak belajar berbicara berdasarkan apa yang dia dengar, sehingga gangguan pendengaran yang dialami anak sejak lahir akan mengakibatkan keterlambatan berbicara dan berbahasa. Pengaruh gangguan pendengaran terhadap perkembangan bicara pada anak tergantung pada waktu terjadinya, jenis, derajat dan proses berlangsungnya: menetap atau sementara; selain itu juga tergantung pada waktu diagnosis ditegakkan dan program rehabilitasi termasuk pemberian amplifikasi dengan alat bantu dengar dimulai. Oleh karena itu sangat penting untuk mengetahui bagaimana fungsi pendengaran seorang anak sejak dini. Bayi yang mempunyai alat pendengaran yang normal akan menjalani suatu "speech-language-auditory milestones" tertentu pada perkembangannya. Neonatus sampai usia 3 bulan biasanya akan terbangun mendengar suara keras, akan berkedip jika seseorang bertepuk di dekat telinganya. Usia 4 bulan dia akan tenang mendengar suara ibunya, mencari arah suara baru dari sumber yang tidak terlihat. Usia 6-9 bulan : menikmati musik dari mainannya dan mulai bisa mengatakan "mama". Usia 12 sampai 15 bulan bereaksi jika namanya dipanggil, mengerti perintah sederhana, dapat meniru beberapa suara, dan mempunyai perbendaharaan 3-5 kata. Usia 18-24 bulan sudah mengerti bagian-bagian tubuh, dan 50% perkataannya dapat dimengerti orang yang mendengar serta sudah mempunyai perbendaharaan 20 -50 kata. Mulai usia 36 bulan sudah bisa menyusun kalimat yang terdiri dari 4-5 kata dan 80 % pembicaraannya sudah dapat dimengerti orang yang mendengar. Jika anak gagal mencapai milestone ini kemungkinan ada gangguan pada fungsi pendengarannya dan diperlukan suatu "audiologic testing". Karena masa perkembangan fungsi pendengaran sedang berlangsung maka teknik pemeriksaan disesuaikan dengan usia anak.

Untuk neonatus sampai bayi usia 9 bulan dilakukan pemeriksaan "Automated ABR"; untuk bayi usia 9 bulan sampai 2,5 tahun dilakukan pemeriksaan "Conditioned Oriented Responses" (CORs) atau "Visual Reinforced Audiometry" (VRA). Untuk anak usia 2,5 sampai 4 tahun dapat dilakukan pemeriksaan "Play Audiometry", sementara anak usia 4 tahun sampai remaja sudah dapat dilakukan pemeriksaan "Conventional Audiometry". Pemeriksaan "Evoked Oto Acoustic Emissions" (OAE) dan skrining/automated Brainstem Evoked Response Audiometry (BERA) dapat dilakukan pada semua usia.

Pemeriksaan fungsi pendengaran menurut American Academy of Pediatrics selayaknya dilakukan pada semua anak, terutama pada anak yang termasuk berisiko mengalami gangguan pendengaran yaitu: bayi dari ibu hamil 3 bulan pertama menggunakan obat Kina, salisilat atau antibiotik tertentu ; mempunyai keluarga tuli sejak lahir; lahir kurang bulan (prematur); berat badan lahir rendah (<1500 gr); kadar bilirubin tinggi atau bayi kuning; nilai Apgar rendah atau tidak langsung menangis pada saat lahir; proses kelahiran melalui operasi; lahir dengan bantuan alat (forcep); pada saat hamil ibu mengalami infeksi Toksoplasma, Rubela, Cytomegalovirus, Herpes, Sifilis (TORCHS); terdapat kelainan pada kepala & leher saat lahir; memakai alat bantu nafas lebih dari 5 hari, bayi yang mendapat obat bersifat ototoksik (seperti gentamicin) selama lebih 5 hari atau kombinasi dengan "loop diuretics": bayi/anak demam disertai kejang; mengalami infeksi yang berhubungan dengan "sensoryneural hearing loss" (SNHL) (misalnya meningitis , mumps, measles); kelainan neurodegeneratif (seperti sindrom Hunter) atau penyakit-penyakit demielinisasi (seperti Friedreich ataxia, sindrom Charcot-Marie-Tooth).

Dengan uji tapis yang objektif pada semua bayi dan anak terutama yang berisiko mengalami gangguan pendengaran maka program rehabilitasi dapat segera dilakukan sehingga efek lanjut dari gangguan pendengaran/tuli seperti keterlambatan / gangguan berbicara dan berbahasa, nilai akademis yang buruk, gangguan emosi dan personal sosial dapat dicegah atau ditatalaksana sedini mungkin.

Tidak ada komentar: