Jumat, 14 Maret 2008

Sepatah kata dari Satgas Imunisasi Ikatan Dokter Anak Indonesia

Penulis: Sri Rezeki S. Hadinegoro

Imunisasi telah diakui oleh dunia secara global telah berhasil menurunkan berbagai infeksi, seperti difteria, batuk rejan, tetanus, campak, hepatitis B, meningitis dan pneumonia yang disebabkan oleh Haemophillus influenzae tipe B (Hib); malahan penyakit cacar (variola) telah musnah dari muka bumi akibat semua orang telah dicacar. Harapan terbuka lebar dalam waktu dekat penyakit poliomielitis akan tidak dapat dijumpai lagi di seluruh dunia.
Hal yang mendasar dari perbedaan antara obat dan vaksin adalah obat diberikan kepada orang sakit sedangkan vaksin diberikan pada bayi & anak sehat. Maka anak yan semula sehat harus tidak menjadi sakit setelah diimunisasi; oleh karena itu keamanan vaksin yang akan diberikan pada bayi dan anak merupakan salah satu prioritas penting yang selalu diperhatikan oleh pengelola program imunisasi. Apabila dibandingkan dengan sepuluh tahun terakhir, vaksin yang berada di pasaran jauh lebih aman dalam menimbulkan kekebalan (antibodi). Kemajuan ilmu kedokteran ditunjang oleh teknologi mutakhir menyebabkan vaksin yang diproduksi menjadi lebih aman, misalnya teknologi vaksin kombinasi (vaksin kombo), vaksin rekombinan, vaksin konjugasi, dan lain-lain.
Untuk menentukan imunisasi apa yang diperlukan oleh anak-anak yang tinggal di suatu negara, diperlukan beberapa pertimbangan, antara lain berapa banyak anak yang menderita penyakit tersebut, bagaimana penyebaran penyakit, dan berapa banyak anak meninggal atau cacat akibat penyakit tersebut (epidemiologi penyakit). Tentu saja hal tersebut tidak cukup tanpa diikuti dengan data vaksin baik mengenai cara menimbulkan kekebalan maupun keamanannya. Pertimbangan terakhir adalah bagaimana policy pemerintah setempat terhadap program imunisasi terutama menyangkut pendanaan.
Mengenai keamanan vaksin, perlu diketahui bahwa secara garis besar terdapat dua jenis vaksin yaitu vaksin mati dan vaksin hidup. Khususnya vaksin mati, untuk menghasilkan kekebalan yang optimal diperlukan zat-zat aditif yang berfungsi sebagai ajuvan (menambah potensi untuk membentuk kekebalan), antibiotik (untuk memerangi masuknya kuman ke dalam vaksin), ataupun preservasi dan pengawet, seperti formaldehid, thimerosal, dan aluminium. Dalam kajian ini akan disajikan ulasan tanya jawab mengenai thimerosal yang akhir-akhir ini bayak dibicarakan pada orang tua yang mempunyai perhatian pada imunisasi putra-putrinya.

Ketua Satgas Imunisasi Ikatan Dokter Anak Indonesia


Prof. Dr.dr. Sri Rezeki S.Hadinegoro




Tanya Jawab Mengenai Thimerosal

Disadur oleh
Sri Rezeki S.Hadinegoro,

Satgas Imunisasi Ikatan Dokter Anak Indonesia
KOMNAS Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI) Depkes

1. Apa thimerosal itu?

Thimerosal (juga disebut thiomersal atau mercurothiolate) adalah komponen merkuri yang digunakan sebagai trace amounts untuk mencegah kontaminasi bakteri atau mikroorganisme lain, terutama pada vial multi dosis (multi dose vial=MDV) yang telah digunakan.

2. Apakah thimerosal merupakan komponen baru di dalam vaksin?

Tidak, thimerosal dalam kemasan vaksin telah dipergunakan oleh produsen vaksin sejak 60 tahun yang lalu. Selama ini tidak pernah dilaporkan efek samping vaksin akibat thimerosal kecuali sangat sedikit data akibat sensitisasi berupa ruam pada kulit.

3. Mengapa thimerosal dipakai dalam vaksin?

Thimerosal diperlukan sebagai stabilisator dan pengawet (pengamanan) terhadap kontaminasi bakteri & mikroba yang dapat mematikan, terutama pada vaksin dosis ganda (multi-dose vial).


4. Siapa yang mempunyai risiko tinggi terhadap merkuri?

Merkuri tidak baik untuk semua orang, namun kelompok yang berisiko tinggi adalah janin di dalam kandungan dan bayi baru lahir. Otak merupakan organ yang sangat sensitif terhadap merkuri. Jenis merkuri di dalam thimerosal tidak sama dengan merkuri yang dapat menyebabkan kecelakaan dalam industri dan tidak sama bahayanya. Molekul thimerosal di dalam tubuh akan diikat oleh molekul lain, tidak berada bebas di dalam darah sehingga tidak mudah bereaksi dengan jaringan tubuh. Demikian juga jumlah merkuri di dalam vaksin sangat sangat sedikit dibandingkan dengan jumlah yang biasa terdapat pada kecelakaan industri.



5. Batas keamanan kadar merkuri

WHO dan US Food Drug and Administration tidak menetapkan batasan kadar konsumsi etil merkuri, namun berdasarkan struktur kimiawi substansi diperkirakan sama dengan batasan kadar konsumsi metil merkuri (hasil metabolisme merkuri yang terdapat dalam makanan). Batas keamanan merkuri di dalam makanan (metil merkuri) menurut Environment Protection Agency (EPA) 34 mcg/BB/minggu sedangkan WHO 159 mcg /BB/ minggu.

6. Berapa kadar merkuri di dalam Program Pengembangan Imunisasi?

Di Indonesia jadwal imunisasi PPI selama 6 bulan pertama kehidupan bayi mendapat imunisasi sebagai berikut.

Kadar merkuri dalam vaksin PPI
Jumlah Vaksin Kadar merkuri (mcg)
BCG, OPV-0, HB-1 25
DTP-1, OPV-1, HB-2 50
DTP-2, OPV-2 25
DTP-3, OPV-3, HB-3 50

Jumlah
150

Ket. OPV = vaksin polio oral, HB=hepatitis B
mcg = mikrogram

Pada bayi yang mendapat Hib pada umur 2, 4, dan 6 bulan tidak menambah jumlah kandungan merkuri karena vaksin Hib yang beredar di Indonesia tidak mengandung thimerosal.

7. Apakah kadar merkuri 150 mcg dalam waktu 6 bulan tidak melampaui batas aman?

Bayi umur 6 bulan mempunyai berat badan rata-rata 5 kg
Dalam 6 bulan bayi mendapat 150 mcg Hg
Rata-rata 1 bulan mendapat 150 : 6 = 25 mcg Hg
Rata-rata per bulan/ kg berat badan 5 : 5 = 5 mcg
Rata-rata per minggu 5 : 4 = 1,25 mcg/BB/minggu

Jadi, apabila dikonversikan ke berat badan, maka total dosis kumulatif etil merkuri yang diberikan selama vaksinasi sampai anak usia 6 bulan (masing-masing tiga dosis dari vaksin DTP, hepatitis B) kurang dari batas minimal yang direkomendasikan oleh WHO.

8. Apakah semua vaksin mengandung thimerosal?

Tidak, tidak semua vaksin mengandung thimerosal. Semua vaksin "hidup" tidak mengandung thimerosal, seperti BCG, polio oral, campak, dan MMR. Beberapa vaksin yang diberikan dalam semprit satu kali pakai (kemasan single dose, monodosis) tidak mengandung thimerosal. DTP yang tidak mengandung thimerosal adalah DTP aselular (DTaP).

9. Apakah ada bahan lain untuk menggantikan thimerosal dalam vaksin?

Terdapat beberapa bahan kimia lain seperti 2-phenooxyethanol, dapat dipakai sebagai bahan preservasi dalam vaksin; namun daya kerjanya tidak dapat menandingi thimerosal. Maka apabila telah ada bahan lain yang dapat menggantikan efektifitas thimerosal, sebaiknya digantikan oleh bahan lain. Namun perlu diperhatikan bahwa hal ini akan memakan waktu panjang sampai vaksin tersebut dapat dipergunakan. Oleh karena, menggantikan preservasi vaksin berarti membuat produk "baru", sehingga harus mengikuti peraturan pembuatan vaksin baru yang memerlukan berbagai uji dan lisensi untuk menjamin vaksin baru tersebut dinyatakan aman.

10. Apakah di dalam kemasan vaksin ditulis bahwa vaksin tersebut mengandung thimerosal?

Ya, semua vaksin berisi semua kandungan yang berada di dalam vaksin, termasuk kadar thimerosal.

11. Siapa yang mempunyai risiko tinggi terhadap merkuri?

Merkuri tidak baik untuk semua orang, namun kelompok yang berisiko tinggi adalah janin di dalam kandungan dan bayi baru lahir. Otak merupakan organ yang sangat sensitif terhadap merkuri. Jenis merkuri di dalam thimerosal tidak sama dengan merkuri yang dapat menyebabkan kecelakaan dalam industri dan tidak sama bahayanya. Molekul thimerosal di dalam tubuh akan diikat oleh molekul lain, tidak berada bebas di dalam darah sehingga tidak mudah bereaksi dengan jaringan tubuh. Demikian juga jumlah merkuri di dalam vaksin sangat sangat sedikit dibandingkan dengan jumlah yang biasa terdapat pada kecelakaan industri.

12. Apa yang harus dilakukan oleh orang tua (divaksinasi atau tidak divaksinasi dengan vaksin yang mengandung thimerosal?)

Untuk semua negara, risiko terjadinya kematian dan komplikasi akibat penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi adalah nyata dan merupakan masalah besar. Sedangkan risiko efek samping thimerosal dalam vaksin masih merupakan teori, belum pasti, dan apabila ada, sangat kecil kemungkinannya. Saran yang terbaik adalah tetap melanjutkan imunisasi untuk anak-anaknya. Melanjutkan pemberian imunisasi jelas lebih menguntung kan daripada menghentikannya. Percayakanlah mengenai kualitas dan keamanan vaksin kepada WHO, Badan Pengawas Obat & Makanan, dan produsen vaksin.

13. Adakah dasar ilmiah yang dapat dipercaya oleh orang tua bahwa vaksin yang diberikan kepada anaknya tersebut aman?

Vaksin yang mengandung thimerosal telah dipergunakan selama 60 tahun tanpa dilaporkan adanya efek samping thimerosal. Tidak ada informasi ilmiah satupun yang menemukan bahwa thimerosal dalam vaksin berbahaya. Semua diskusi yang berjalan selama ini berdasarkan pada teori.

14. Bagaimana dokter dan petugas imunisasi mengatasi kekhawatiran orang tua?

Orang tua dapat bertanya hal-hal yang ingin diketahui untuk mendapat informasi yang benar. Isu ini sangat kompleks pada umumnya orang tua tidak ingin mengetahui semua segi ilmiahnya; mereka hanya ingin mendapat kepastian dari seseorang yang dipercayainya, apakah hal ini aman atau tidak


15. Apakah anak yang telah mendapat vaksin yang mengandung thimerosal mempunyai risiko terjadinya efek samping? Apa saja kemungkinan efek samping tersebut? Apakah ada pengobatan untuk anak-anak tersebut?

Kemungkinan risiko yang terjadi pada semua produk yang mengandung merkuri adalah rangsangan (sensitisasi) pada kulit sehingga menyebabkan ruam (skin rash). Jumlah thimerosal dalam vaksin sangat sangat kecil, maka risiko efek samping hanya sebatas teori. Walaupun demikian adanya kadar merkuri yang tinggi pada ibu hamil dapat menyebabkan kerusakan otak bayi yang dikandungnya. Hal ini sangat jarang terjadi, dilaporkan pernah terjadi karena ibu hamil makan gandum yang terkontaminasi merkuri. Anak-anak yang telah mendapat thimerosal dalam vaksin tidak perlu pengobatan.

16. Berapa banyak anak-anak di dunia yang telah mendapat vaksin yang mengandung thimerosal yang direkomendasikan oleh WHO?

WHO memperkirakan tidak ada seorang anakpun yang mendapatkan merkuri dari vaksin yang melebihi rekomendasi WHO. Negara yang masyarakatnya yang banyak meng- konsumsi ikan (ikan mungkin mengandung merkuri dalam kadar tinggi) dapat mempunyai merkuri di atas kadar yang direkomendasikan.

17. Apakah negara harus mengikuti saran WHO untuk memberikan vaksin hepatitis B pada saat lahir?

Negara yang mempunyai risiko transmisi hepatitis B dari ibu ke bayinya tinggi (termasuk Indonesia), WHO merekomendasikan pemberian vaksin hepatitis B pada bayi baru lahir tetap dilanjutkan. WHO tidak menyarankan dilakukan skrining sebelum imunisasi. Di dunia terdapat jutaan kasus hepatitis B baru yang mengakibatkan ribuan kematian pada dewasa setiap tahunnya. Risiko penyakit ini sangat besar sedangkan risiko thimerosal dalam vaksin masih teoritis, belum jelas, dan apabila ada sangat kecil.

18. Apa kesepakatan global mengenai thimerosal dalam vaksin?

WHO, UNICEF, dan semua pihak yang mempunyai tugas pada kesehatan masyarakat menegaskan bahwa tidak ada alasan untuk menghentikan vaksin yang sedang beredar saat ini. Apabila masyarakat dapat menerima pendapat ini, maka tidak ada masalah. Namun apabila para pengambilkeputusan menjadi panik, masyarakat akan menolak pemakaian vaksin yang mengandung thimerosal. Padahal produsen vaksin belum dapat mengalihkan ke produk alternatif lain untuk memenuhi kebutuhan anak di seluruh dunia.

19. Apakah dapat semua vaksin dibuat tanpa thimerosal (thimerosal free)? Berapa lama?

Beberapa jenis vaksin dapat segera dibuat bebas thimerosal, namun vaksin tersebut tidak mengandung preservasi. Hal ini berbahaya untuk vaksin multi dosis tanpa thimerosal. Solusi pertama adalah membuat vaksin dosis tunggal (single-dose vial), namun akan mahal sekali harganya dan secara teknis tidak semua vaksin dapat diperlakukan sama. Alternatif kedua mengganti dengan preservasi lain, maka diperlukan re-lisensi vaksin yang akan mengambil waktu cukup lama. Re-lisensi tersebut juga berlaku untuk vaksin "baru" tanpa thimerosal.

20. Apa yang dilakukan oleh WHO = world health organization (badan kesehatan dunia) mengenai thimerosal dalam vaksin?

1. WHO sedang berupaya untuk menghilangkan penggunaan thimerosal dari vaksin apabila telah ada penggantinya yang cukup efektif, untuk hal ini WHO bekerja sama dengan national regulatory authorities = RNA (di Indonesia dikenal dengan Badan POM) dan produsen vaksin.
2. WHO menerangkan bahwa risiko anak yang tidak diimunisasi adalah kematian dan komplikasi akibat menderita penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi adalah nyata dan merupakan masalah besar. Sedangkan risiko efek samping thimerosal dalam vaksin masih merupakan teori, belum pasti, dan terutama sangat kecil kemungkinannya.
3. WHO bertujuan mengganti thimerosal dengan komponen preservasi lain di masa mendatang.
4. WHO menguji kemungkinan mengkombinasikan beberapa vaksin dalam kemasan satu vial (botol). Dengan cara ini, jumlah thimerosal yang sama untuk beberapa vaksin sekaligus sehingga dengan demikian jumlah thimerosal akan berkurang.

Sumber bacaan

1. http://www.who.int/vaccines-diseases/safety/hottop/thiomersal July 1999 Joint statemant of AAFP, AAP, ACIP and USPHS on thimerosal in childhood vaccines. www.vaccinesafety.edu/AAFP-AAP-ACP-thimerosal.htm
2. Infomation on Thimerosal from ACIP Meeting, June 2001. www.vaccinesafety.edu/ACIP-thim-0261.htm
3. WHO SEARO. Safety on vaccine in Indonesia. Notes from meeting 7 February 2001.
4. Slamet L. Keamanan thimerosal sebagai pengawet dalam vaksin. Pertemuan IDAI Jakarta 15 Februari 2001.
5. Sumara L. Thimerosal dan vaksin. Sari Pediatri 2001.
6. American Association of Pediatric. Use of hepatitis B vaccine related to thimerosal in vaccine Q & A. www.aap.org/new/hepbqa.htm
7. CDC. Implementation guidance for immunization grantees during the transition period to vaccine without thimerosal. July 14, 1999. www.cdc.gov/nip/news/thimerosal-guidance.htm
8. MMWR. Recomendations regarding the use of vaccine that contain thimerosal as a preservative. Nov 5, 1999/ 48(43);996-8. www.cdc.gov/epo/mmwr/preview/mmwrhtm/mm4843a4.htm

Tidak ada komentar: