Kamis, 30 Oktober 2008

PEMANTAUAN JANGKA PANJANG BBLR DENGAN PREMATURIES

PEMANTAUAN JANGKA PANJANG BBLR DENGAN PREMATURIES

Pendahuluan
Angka kejadian bayi prematur di Indonesia, masih cukup tinggi dan merupakan bagian terbesar dari kelompok bayi dengan berat lahir rendah (BBLR). Angka kejadian BBLR di Indonesia adalah sekitar 17-20 %. Di RSCM, angka kejadian BBLR pada tahun 1998 adalah 17,8 %, sedangkan di RS. Dr. M. Djamil Padang pada tahun 1997 didapatkan bayi 12,6 %.
Bayi prematur termasuk dalam kelompok bayi resiko tinggi yang memerlukan pemantulan tumbuh kembang secara berkala dan terus menerus. Masalah medis yang mungkin timbul adalah gangguan pertumbuhan, gangguan perkembangan seperti palsi serebral, retardasi menta, gangguan pendengaran, gangguan penglihatan seperti retinopati prematuritas, gangguan perilaku serta gangguan belajar. Makin kecil masa gestasi, makin besar resiko terjadinya gangguan tumbuh kembang.
Agar perkembangan bayi menjadi optimal, perlu diberikan intervensi berupa stimulasi dini. Berbagai program intervensi telah dijalankan untuk bayi permatur, untuk memperbaiki interaksi orang tua dan anak serta memperbaiki perkembangan neurologis. Penyajian kasus ini bertujuan untuk mengetahui tentang tumbuh kembang seorang bayi BBLR dengan prematuritas dan berbagai aspek yang mempengaruhinya, seperti asuh, asih, asah serta lingkungan ( mikro, mini dan meso).

Kasus
Seorang neonatus laki-laki, usia 3 jam, dikirim dari RS Bersalin ke bagian perinatologi patologi RS. Dr. M. Djamil pada tanggal 14 Oktober 2003, dengan diagnosis BBLR 1200 gram, lahir spontan. Nilai Apgar 4 pada menit pertama dari 6 pada menit kelima. Bayi tampak sesak nafas sejak usia setengah jam, merintih dan sianosis. Belum pernah diberi minum sebelumnya.



Riwayat Kehamilan / Persalinan
Hari pertama haid terakhir ibu (HPHT) tidak diketahui. Selama hamil ibu kontrol teratur ke SpOG. Pada b u lan kehamilan ibu mengeluh keluar bercak-bercak kecoklatan terus menerus selama 2 minggu dan diberi obat oleh SpOG. Perdara han terus berlangsung sampai usia kehamilan 3 bulan. Kualitas dan kuantitas makanan selama hamil cukup baik. Ib u hanya minum obat-obatan yang dianjurkan dokter.

Tiga hari sebelum melahirkan, ketuban pecah dan ibu dirawat di rumah sakit. Selama perawatan ibu mendapatkan terapi antibiotik dan kortikosteriod. Hari ke empat perawatan, ibu mendapatkan terapi antibiotik dan kortikosteroid. Hari ke mpat perawatan, ibu melahirkan spontan, air ketuban tinggal sedikit, jernih.

Riwayat Sosial / Ekononomi
Pasien merupakan anak kedua dari ibu berusia 26 tahun, pendidikan sarjana (hukum), tidak bekerja dan ayah berusia 28 tahun, pendidikan SMA. Polisi. Penghasilan ayah lebih kurang Rp. 1.500.000,- per bulan. Anak pertama juga lahir spontan (tahun 2002), prematur 1200 gram, meninggal pada usia 1 mingu.

Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum : sakit berat, bai yang kurang aktif, merintih dan sianosis
Frekuensi jantung : 140 x/menit, nafas 66 x/menit, suhu 35 0C
Berat badan : 1200 gram, panjang badan : 41 cm
Bentuk kepala normal, ubun-ubun besar 1,5 x 1,5 cm, ubun-ubun kecil 0,5 x 0,5 cm.
Mata : tidak ada kelainan
Teliga : terdapat pelipatan pada sebagian tepi pinna. Pinna lembek, mudah dilipat, rekoil pelan.
Hidung : ditemukan nafas cuping hidung
Mulut : sianosis pada sirkum – oral dan mukosa
Leher : tidak ada kelainan
Toraks : no rmochest, simetris, terdapat retraksi di epigastrium dan interkostal. Puting terlihat samar-samar, tanpa areola. Teraba jaringan mammae di kanan, diameter < 0.5 cm.
Jantung : irama teratus, bising tidak ada
Paru : suara nafas bronkovesikuler, lendir / ronki tidak ada
Abdomen : datar, terlihat vena dan cabang-cabangnya di dinding abdomen. Perabaan supel, hepar teraba ¼ - ¼, lien tidak teraba. Tali pusat segar, warna putih, mengkilap, umbilikus normal.
Genitalia : tidak ditemukan kelainan. Pada ½ anterior telapak kaki terlihat garis merah yang samar-samar. Edema tidak ada
Kulit : tipis dan licin
Anus : positif
Tulang-tulang : tidak ditemukan kelainan
Refleks neonatal ;
Moro : Negatif - Isap : Negatif
Rootinng : Negatif - Pegang : Negatif
Ukuran :
Lingkaran kepala : 28 cm
Lingkaran dada : 27 cm
Lingkaran perut : 26 cm
Simpisis kaki : 13 cm
Panjang lengan : 12 cm
Panjang kaki : 15 cm
Kepala simpisis : 28 cm
Kriteria ballard : 11, Dubowitz : 11 (setelah umur 24 jam)
Taksiran maturitas : 30-31 minggu, sesuai dengan masa kehamilan pada kurva Battaglia dan Lubchenco

Pemeriksaan laboratorium :
Hb : 16,2 g %
Leukosit : 13.000 / mm3
Hitung jenis : 0/2/2/51/30/15
Gula darah random : 92 mg %
Diagnosis :
Neonatus BBLSR 1200 g, lahir spontan
Ibu baik
Ketuban pecah dini (> 18 jam), sisa ketuban jernih
Taksiran maturitas 30-31 minggu
Nilai Apgar 4/6 (asf iksia sedang – partus luar)
Jejas persalinan tidak ada
Kelainan kongenital : undesensus testis sinistra
Sindrom gawat nafas e.c sups HMD DD / - bronkopneumonia
- timus hiperplasia
Hipotermia
Hipotermia teratasi setelah 3 jam perawatan (t : 36,8 0C)
Foto toraks : kedua paru berkembang cukup baik, infiltrat diperihiler dan para kardial ke 2 paru. Tidak jelas gambaran HMD
Kesan : Bronkopneumonia

Pemantauan
Hari pertama sampai hari ketiga pasien masih dipuaskan dan diberikan nutrisi parenteral (aminofusin 25 cc pada hari ketiga), berat badan turun 50 gr pada hari kedua sampai empat dan kembali menjadi 1200 gr pada hari kelima. Sesak nafas berkurang pada hari ketiga. Cairan intravena dihentikan pada hari kelima, oksigen dan antibiotik pada hari ketujuh. Pemberian ASI dimulai pada hari keempat melalui sonde oral sebanyak 10 x 5 cc, jumlahnya dinaikkan secara bertahap 2-3 cc/kali minum sampai mencapai 200 cc/kg/BB/hari pada hari ke 12. selama pemberian ASI, tidak ditemui dilatih pada intoleransi. ASI mulai disendokkan pada hari ke-20 dan refleks isap mulai dilatih pada hari ke-22. pada hari ke-22 juga mulai diajarkan metode kangguru kepada ibu. Ibu bisa melakukannya selam 3-6 jam/hari. Disamping itu, ibu juga dianjurkan untuk memula i memijat bayinya sebagai upaya untuk memberikan rangsangan taktil dan stimulasi fisik terhadap bayi. Hari ke-24, isapan mulai kuat dan ASI diberikan langsung.
Lendir banyak disaluran nafas. Dilakukan pembersihan jalan nafas, pemasangan infus, pemberian antibiotik dan oksigen. Foto toraks (ulangan) memperlihatkan adanya infiltrat di perihiler dan parakardial. Pasien juga tampk anemis Hb, 10, 1 gr %, leukosit 7600/mm3, Ht 29 % dengna hitung jenis 0/3/2/64/29/2. dilakukan tranfsi PRC sebanyak 25 cc. Hb lendir masih ada, tetapi tidak pernah lagi. Hari ke-32, oksigen dihentikan. Antiboitik dihentikan pada hari ke-35.
Hari ke-34 dilakukan konsultasi ke bagian mata untuk menilai ROP, tetapi bagian mata belum bisa memeriksa karena bayi masih terlalu kecil.
Selama perawatan berat badan meningkat menjadi 1250 gram mulai hari ke-enam dan terus bertambah secara bertahap sampai 1800 gr (hari ke 37), saat pasien dipulangkan. Pasien pulang dalam keadaan baik, refleksi isap baik, menangis kuat, anemis tidak ada, sianosis tidak ada. Tanda vital normal. Panjang badang 43 cm dan lingkaran kepala 30,5 cm.

Tanggal 1 Desember 2003 (umur 48 hari)
Pasien dibawa untuk kontrol. Keluhan tidak ada menyusu kuat (ASI). Berat badan 2000 gr, panjang badan 45 cm dan lingkaran kepala 32,5 cm. Pemeriksaan fisik normal. Kedua testis telah turun.

Tanggal 19 Desember 2003 (umur 2 bulan, koreksi 0 bulan)
Pasien dibawa ke poliklinik untuk imunisasi BCG. Keluhan tidak ada, menyusu kuat (ASI). Berat badan 2200 gr, panjang badan 49 cm dan lingkaran kepala 33,5 cm. Pemeriksaan fisik normal.

Tanggal 16 Juni 2004 (umur 8 bulan, koreksi 6 bulan)
Pasien tampak aktif, sudah bisa bergumam (babling), telungkup, membalik sendiri, serta duduk dengan bantuan. Tertawa sudah bisa sejak umur 3 bulan. Imunisasi yang s udah didapatkan antara lain DPT (tanggal 16/1, 20/2, 19,3), polio (sama dengan DPT, polio IV tanggal 20/4) dan hepatitis (2/1 dan 6/2, hepatitis III belum dilakukan). Pasien masih minum ASI, ditambah dengan susu formula sejak usia 5 bulan karena ASI ibu tidak cukup. Pasien diberikan makanan tambahan sejak umur 6 bulan berupa bubur susu 2-3 kali sehari.
Sejak umur 8 bulan ini, pasien sudah dicoba makan nasi tim saring. Tanpa vital normal. Berat badan 8,3 kg, panjang badan 68 cm dan lingkaran kepala 43
Ubun-ubun besar masih membuka. Gigi seri sudah tumbuh 2 buah dirahan bawah.
Uji pendengaran dilakukan dengan bertepuk dibelakang pasien. Pasien menoleh saat pemeriksaan bertepuk. Pemeriksaan mata untuk menilai ROP memberikan hasil normal.
Pemeriksaan fisik lain dalam batas normal.
Pada pemeriksaan BINS (Bayley Infant Neurodevelopment Screening) didapatkan bahwa pasien lulus pada 11 dari 13 point (terlampir). Yang tidak lulus yaitu pada point traction response (fungsi neurologis, masih ada head lag), dan meniru (fungsi konitif). Pada DDST II didapatkan hasil normal ( lulus sesuai umur), kecuali pada kemampuan motorik halus ”mencari benang”, didapatkan hasil N.O (Tidak dapat dinilai.

Tanggal 24 Agustus 2004 (umur 10 bulan, koreksi 8 bulan).
Imunisasi dasar sudah lengkap. Hepatitis III tanggal 9/7 dan Campak pada tanggal 20/ 8. Pasien sudah bisa duduk. Datang dengan keluhan demam ringan dan buang air besar encer 3-4 kali sehari.
Pemeriksaan fisik : keadaan umum sakit sedang, sadar, tanda vital dalam batas normal. Berat badan 9,2 kg , panjang badan 71 cm dan lingkaran kepala 45 cm. Tanda-tanda dehidrasi tidak ada, tonsil-faring normal, jantung paru-normal, abdomen normal, turgor baik, bising usus normal. Pasien dianjurkan untuk minum oralit dan diberikan parasetamol (diminum kalau demam).
Pada pemeriksaan BINS didapatkan nilai 12 dari 13 point. Pasien belum bisa berdiri berpengang (fungsi ekspresif, motorik kasar). Pemeriksaan DDST II dalam batas normal, walaupun pasien belum dapat berjalan dengan baik (fungsi motorik kasar).

Tanggal 4 November 2004 (umur 12 bulan, koreksi 10 bulan).
Pasien sudah bisa berjalan di tuntun, makan nasi tim, ASI ditambah dengan susu formula.
Berat badan 9,8 kg, panjang badan 75 cm dan lingkaran kepala 46 cm.
Tanda vital dalam batas normal.

Tanggal 5 Januari 2005 (umur 14 bulan, koreksi 12 bulan)
Pasien sehat, aktif, sudah bisa jalan sendiri + 5 langkah, bisa memanggil ”maa” dan ”baa”, serta suka main ”ciluk baa”. Gigi sudah tumbuh 6 buah.
Tanda vital dalam batas normal, berat badan 10 ,2 kg, tinggi badan 77 cm dan lingkaran kepala 47 cm.
Pada pemeriksaan BINS didapatkan bahwa pasien lolos pada 10 dari 11 point (terlampir).
Point yang tidak lolos adalah pada meniru garis krayon (fungsi kognitif).
Pasien dibawah konsultasi ke spesialis THT untuk pemeriksaan pendengaran, didapatkan hasil baik dan pemeriksaan fisik telinga dalam batas normal .

Pemeriksaan oftalmoskopi dengan midriatik dilakukan untuk menilai adanya retinopati prmaturitas. Didapatkan pemucatan di daerah papil dengan batas yang kurang tegas, dengan kesan retinopati prematuritas (zona dan derajat belum bisa ditentukan karena pasien sangat gelisah saat diperiksa). Retina bagian perifer belum bisa diperksa sehingga dianjurkan pemeriksaan dalam sedasi, tetapi orang tua belum setuju.

Tinjauan Pustaka
Prematuritas
Kelahiran prematur sampai saat ini masih merupakan masalah penting di dalam bidang reproduksi manusia karena secara langsung bertanggung jawab terhadap 75-90 % kematian neonatal yang bukan disebabkan oleh kelainan letal. Kelahi ran prematur juga merupakan penyumbang besar pada kematian perinatal dan kesakitan neonatus jangka pendek maupun panjang. Kelainan yang sering dijumpai pada kelahiran prematur berhubungan dengan belum matangnya organ-organ, termasuk diantaranya sindrom gagal nafas, displasia bronkopulmoner, duktus arterio suspaten, enterokolitis nekrotikans, hiperbilirubinemia, apne permaturitas, perdarahan intraventrikuler, retinopati prematuritas dan sepsis neonatal. Jika seorang bayi prematur dapat bertahan hidup, ia dihadapkan pada beberapa resiko seperti kebutaan, ketulian, kelumpuhan otak atau keterbelakangan mental.
Defenisi
Bayi kurang bulan (BKB/prematur) adalah bayi yang lahir pada masa kehamilan kurang dari 37 minggu (dihitung dari pertama haid terakhir) tanpa memandang berat lahirnya. The American Academic of Pediatrics mengambil batasan 38 minggu untuk menunjukkan prematuritas.
Berdasarkan umur kehamilan Usher (1975) menggolongkan bayi prematur menjadi :
1.Bayi yang sangat prematur (extremely premature), masa gestasi 24-30 minggu
2.Bayi prematur sedang (moderately prematur), masa gestasi 31-36 minggu
3.Borderline premature, masa gestasi 37-38 minggu

Menurut kurva pertumbuhan janin, terdapat 3 golongan BKB / prematur, yaitu :
1.BKB SMK (Sesuai dengan masa kehamilan)
2.BKB KMK (Kecil untuk masa kehamilan)
3.BKB BMK (Besar untuk masa kehamilan)
Berdasarkan berat badannya bayi prematur digolongkan menjadi :
1.BBLR (Bayi berat lahir rendah), 1500-2500 gram
2.BBLSR (Bayi berat lahir sangat rendah), 1000-1499 gram
3.BBLASR (Bayi berat lahir amat sangat rendah), < 1000 gram

Faktor Resi ko
Sampai sekarang penyebab terjadinya kelahiran prematur belum diketahui. Beberapa keadaan yang tampaknya mempunyai hubungan erat dengan terjadinya kelahiran prematur ini yaitu :
Introgenik
Induksi persalinan
Sectio caesarea elektif berulang
Maternal
Penyakit sistematik berat
Adanya patologi nyata di abdomen non obstetrik
Penyalahgunaan obat terlarang
Trauma
Berat badan yang rendah sebelum kehamilan
Perawatan pendek
Penyakit selama hamil
Cairan amnion
Olig ohidramnion dengan selaput ketuban utuh
Ketuban pecah dini
Polihidramnion
Infeksi intra amnion subklinis
Korioamn ionitis klinis
Uterus
Malformasi uterus kongenital
Overdistensi akut
Mioma besar
Desiduitis
Aktivitas uterus idiopatik
Plasenta
Solusi plasenta
Plasenta previa
Sinus marganalis
Korioangioma besar
Disfungsi plasenta
Janin
Malformasi janin
Kehamilan majemuk
Janin hidrops
Pertumbuhan janin terhambat
Gawat janin
Kematian janin
Serviks
Inkompetensi serviks
Servisitis / vaginitas akut

Masalah Pada Prematuritas
Berbagai masalah pada prematuritas muncul sebagai akibat imaturitas organ dari sistem.
Resiko terjadinya masalah akibat imaturitas ini berbanding terbalik dengan lamanya masa gestasi, semakin sering ditemukan. Masalah yang sering dihadapi oleh bayi-bayi prematur adalah :
1.Asfiksia perinatal
2.Masalah pada susunan saraf pusat
Perdarahan periventrikuler – intraventrikuler (PPV – IV)
Leukomalasia periventrikuler
3.Masalah pada sistem pernafasan
Sindroma gawat nafas karena penyakit membran hialin (PMH)
Apne pada bayi prematur
Sindrom kebocoran udara (air leak syndrome)
Displasia bronkopulmoner
4.Hipotemia
5.Hipoglikemia
6.Komplikasi kardiovaskuler
Duktus arteriosus persisten (DAP)
Hipotensi sistemik
7.Imaturitas regulasi cairan
8.Hiperbilirubinemia
9.Retinopati prematuritas (ROP)
10.Ketahanan yang rendah terhadap infeksi
11.Enterokolitis Nekrotikans (EKN)
12.Perdarahan

Pelaksanaan
Resusitansi harus dilakukan secara benar pada bayi prematur
Perawatan di dalam inkubator, serta memperhatikan ventilasi dan reprirasi
1.Meletakkan bayi dalam inkubator dengan suhu lingkungan sesuai NTE (Normal Thermal Environment)
2.Memastikan pasokan oksigen bayi cukup baik. Saturasi 92-95 % sudah cukup memadai. Bila tidak tersedia oksimeter, oksigen bisa diberikan sampai tubuh bayi tampak kemerahan
3.Analisis gas darah penting dilakukan, karena seringkali bayi tidak dapat mengeliminasi CO2 meskipun oksigenasi berlangsung baik
4.Radiografi toraks untuk memastikan seberapa berat kelainan paru
5.Pemasangan akses arteri (kalau diperlukan) untuk mempermudah pengambilan sampel darah berkali-kali dan kalau mungkin untuk memonitor tekanan darah
6.Pemberian surfaktan tambahan
7.Pemakaian ventilator pada kasus-kasus tertentu

Nutrisi Parenteral
Bayi prematur mungkin akan membutuhkan beberapa hari sebelum stabil dan bisa diberi makan enteral. Sementara itu, cairan dekstrose intravena harus segera dimulai, diikuti dengan pemberian nutrisi parenter al jika makanan belum diberi kan dalam waktu 3 hari.
Nutrisi parenteral bertujuan untuk menyediakan kalori non-protein yang cukup, sehingga protein yang ada bisa digunakan semaksimal mungkin untuk pertumbuhan. Tiga komponen penting pada nutrisi parenteral adalah glukosa, asam amino dan lipid. Cairan infus harus mengandung asam amino sintesis 2,5-3 gram / dl dan glukosa hipertonik 10-25 gram/dl serta ditambah dengan elektrolit, trace minerals dan vitamin. Emulsi lemak intravena seperti intralipid 20 % (2,2 kka l/ml) bisa digunakan untu menyediakan kalori tanpa beban osmotik yang berarti. Glukosa sudah lebih awal diberikan, sedangkan asam amino dan intralipid menyusul kemudian ketika bayi tidak diharapkan akan minum penuh dalam waktu dekat. Pemberian intralipid bisa dimulai dengan 0, 5 gram/Kg BB/hari dan bisa dinaikkan sampai 3-4 gram/kgBB/hari.

Pemberian Makanan Enteral
Pemberian makanan bersifat individual. Beberapa hal yang harus diperhatikan adalah perkembangan refleks hisap, menelan, bayi perlu mengkoordinasi gerakan ini dengan pernafasan. Sangat penting untuk mencegah kelelahan, regurgitasi dan aspirasi. Beberapa kondisi yang dapat dijadikan pegangan untuk memulai nutrisi enteral antara lain :
1.Tanda vital stabil
2.Terdengar bising usus
3.Abdomen tidak membuncit
4.Tidak ditemukan faktor-faktor resiko (asfiksia, SGN, apneu, bradikardia dll)
Makanan harus di hentikan pada bayi dengan SGN, hipoksia, sirkulasi tidak memuaskan, sekresi yang berlebihan, sepsis, depresi susunan syaraf pusat atau bayi dengan tanda penyakit berat. Bayi-bayi dengan keadaan seperti ini harus diberikan nutrisi parenteral untuk penyediaan kalori, cairan, dan elektrolit.
Bila ASI tersedia dan tidak ada indikasi kontra pemberian, maka untuk mencapai kecepatan pertumbuhan pada bayi prematur harus diberikan ASI sebanyak 180 -200 cc/kgBB /hari.
Bayi prematur bisa dipulangkan jika sudah mampu minum sendiri, dengan kenaikan berat badan 10-30 gram perhari dan suhu tubuh tetap normal di ruangan biasa. Tidak menderita apne atau bradikardia dan tidak memerlukan oksgien atau obat-obat intravena.
Selanjutnya bayi harus dipantau secara teratur untuk melihat pertumbuhan dan perkembangannya, serta menemukan kelalaian yang mungkin baru timbul kemudian dan kalau mungkin mengobati / mencegah berlanjut nya proses penyakit yang dideritanya.
Pemantauan pertumbuhan
Untuk memantau pertumbuhan bayi prematur dapat digunakan kurva seperti kura Babson and Benda, IHDP (Infant Health and Develompment Program), Gairdner and Pearson serta kurva CDC.
Berdasarkan konvensi, untuk memantau pertumbuhan digunakan untuk koreksi, yaitu umur kronologis jumlah minggu prematuritas sampai bayi mencapai 2 tahun.

Pengukuran dilakukan terhadap :
1.Berat badan. Sejak umur pasca menstruasi 32 minggu sampai 1 bulan setelah aterm, rerat meningkat persentil ke 10 kurve pertumbuhan intra uteri aterm. Rerata berat badan bayi umur 2-18 bulan, berkisar antara 0-1 SD dibawah rerata bayi aterm.
2. Panjang badan. Panjang badan bayi prematur rerata umur pasca menstruasi 30-40 minggu, turun di bawah persentil 50 kurve pertumbuhan intera uterin. Tumbuh umur 1,5-7,5 bulan. Dari umur 7,5 bulan sampai 5 tahun, pertumbuhannya sama atau sedikit lebih cepat dari bayi-bayi aterm
3.Lingkar kepala. Setelah umur kronologis 3-4 minggu, pertumbuhan kepala bayi prematur sub-optimal yaitu 0,2 cm/minggu, kemudian diikuti dengan pertumbuhan cepat (1 cm/minggu) selama 1-2 bulan. Setelah itu tumbuh dengan laju normal, yaitu 1 cm/bulan dalam 6 bulan pertama dan 0,5 cm/bulan untuk 6 bulan berikutnya. Pertumbuhan kepala yang tidak memadai merupakan indikator awal adanya gangguan perkembangan .

Pemantauan Perkembangan
Perkembangan bayi prematur dalam 2 tahun pertama dinilai berdasarkan umur koreksi.
Kemajuan perkembangan dipengaruhi oleh banyak faktor, antara lain umur kehamilan, nutrisi, penyakit, stimulasi dan pemberian kasih sayang.
Untuk pemantauan perkembangan sering digunakan DDST II (Denver Development Screening Test II) atau BINS (Bayley Infant Neurodevelopment Screening).
Pada DDST yang dinilai adalah 4 sektor perkembangan, yaitu perilaku sosial, gerakan motorik halus, gerakan motorik kasar dan bahasa. Setiap kemampuan dalam kotak persegi panjang horizontal yang berurutan menurut umur. Penilaian dilakukan dengan memberikan nilai lulus (passed = P), tidak lulus (failed = F) atau tidak melakukan (no opprtunity = N.O). saat ini digunakan DDST II, hasil revisi dari Frakenbrurg y ang merupakan pengembangan dari DDST dan DDST-R.
BINS adalah suatu metode untuk menilai perkembangan anak yang berusia 3-24 bulan. Pada BINS yang dinilai adalah fungsi neurologis (N), reseptif (R), ekspresif (E), dan kognitif (K). Resiko untuk terjadi gang guan perkembangan dilihat dari beberapa nilai yang didapatkan, anak digolongkan menjadi resiko rendah, rendah dan tinggi.
Bila hasil skrining menunjukkan hasil yang tidak normal, perlu dilanjurkan dengan pemeriksaan neurologis. Agar perkembangan bayi menjadi optimal perlu diberikan intervensi berupa stimulasi dini.

Pemeriksaan lain
1.Pemeriksaan fungsi penglihatan. Pada bayi dengan berat lahir < 1700 gr, 50 % menderita ROP, 5 % di antaranya ROP berat. Semua bayi dengan resiko tinggi harus dilakukan pemeriksaan mata pada umur 4-6 minggu atau sebelum bayi dipulangkan.
Bila ditemukan kelainan, diperlukan pemeriksaan berkala tiap 2 minggu, sehingga progesivitas penyakit dapat sangat diketahui. Bila tidak ditemukan kelainan, pemeriksaan mata diulangi pada umur 12-24 bulan.
2.Pemeriksaan fungsi pendengaran. Tuli kongenital lebih sering ditemukan pada bayi beresiko tinggi, termasuk bayi prematru. Intervensi dini akan memberikan perubahan bermakna pada kesempatan bicara. Fungsi pendengaran perlu dievaluasi ulang pada umur 12-24 bulan
3.Pemantauan morbiditas. Bayi prematur mempunyai angka kejadian morbiditas yang lebih tinggi dengan bayi aterm. Bayi-bayi ini mempunyai kemungkinan empat kali lebih tinggi untuk dirawat kembali di rumah sakit dalam ben tuk pertama kehidupan. Morbiditas yang mungkin timbul adalah komplikasi prematuritas sendiri, anemia defisiensi besi dan hipert ensi.

Stimulasi psikososial
Bayi resiko tinggi adalah bayi yang secara klinis belum menunjukkan hambatan perkembangan, t etai berpotensi untuk mengalami gangguan perkembangan akibat faktor-faktor resiko biomedik ataupun lingkungan psikososial atau ekonomi, yang dialami sejak masa konsepsi sampai masa neonatal.
Prematuritas termasuk salah satu resiko biomedik yang tersering ditemukan dan berpotensi untuk menghambat tumbuh kembang. Umumnya gangguan perkembangan bersumber pada gangguan perkembangan otak.
Plastisitas otak adalah kemampuan susunan syaraf untuk menyesuaikan diri terhadap perubahan atau kerusakan yang disebabkan oleh faktor eksternal dan internal. Pada bayi, kemampuan plastisitas ini tinggi karena jumlah neuron, percabangan akson, dendrit serta jumlah sinaps jauh lebih banyak dibandingkan dengan dewasa. Struktur yang dimanfaatkan akan menetap bahkan berkembang menjadi rangkaian fungsional, tetapi bila tidak dimanfaatkan maka struktur tersebut akan mengalami eliminasi. Untuk itu diperlukan rangsangan yang terus menerus me lalui beragai sistem agar struktur yang masih ada dapat dioptimalkan.
Intervensi yang dilakukan sejak dini dan berlangsung lebih lama akan memberikan manfaat lebih besar di bandingkan dengan intervensi yang terlambat atau dilakukan dalam waktu singkat.
Umumnya untuk bayi dianjurkan pendekatan rangsangan multimodal yang meliputi rangsangan.
1.Taktil (pijat, fleksi, ekstensi, posisi)
2.Vestibular kinestetik (mengg yang, mengayun)
3.Pendengaran (menanyi, musik, rekaman suara ibu, irama jantung ibu)
4. Visual (gerakan, warna, bentuk)
Sebelum usia 3 tahun, stimulasi diarahkan untuk mencapai semua aspek perkembangan (pengliha tan, kognitif, sosial-kemandirian, gerak halus, kasar). Sesudah umur 3 tahun stimulasi diarahkan lebih spesifik untuk kesiapan akademik, seperti menggambar, mengenal bentuk, huruf, angka, menulis, membaca dan berhitung, disamping emosi-sosial dan kemandirian.

Analisis kasus
Data awal
Kasus ini mempresentasikan seorang bayi BBLR dengan prematuritas murni, SMK. Pasien Isir secara spontan, asfiksia sedang (partus luar), dengan berat badan 1200 gram. Saat datang (usia 3 jam) pasien tampak sesak nafas. Hasil rontgent toraks memperlihatkan adanya infiltrat dan tidak jelas adanya HMD. Bronkopneumonia bisa disebabkan karena percah ketuban yang telah berlangsung selama 3 hari sebelum kelahiran, sedangkan maturitas paru terpacu karena pemberian kortikosterioid sehingga pasien tidak menderita HMD. Selama perawatan pasien sering sianosis dan mendapatkan oksigen dalam waktu yang cukup lama. Tidak pernah tampak kuning.

Faktor genetik / heredokonstitusional
Pasien merupakan anak kedua. Anak pertama juga BBLR dengan prematuritas (1200 gr) yang lahir spontan dan meninggal pada umur 1 minggu. Pada riwayat keluarga juga ditemukan adanya riwayat prematuritas. Kakak kandung ibu juga tahu prematur 1800 gr/sekarang baik.

Faktor lingkungan (ekosistem)
Pranatal
Kehamilan ibu merupakan kehamilan yang tidak disangka sebelumnya karena ibu masih belum mendapatkan haid saat mulai hamil (setelah melahirkan anak pertama), tetapi ibu mensyukuri kehamilannya dan telah kontrol sejak awal pada dokter spesialis kandungan. Ibu tidak mengkonsumsi jamu ataupun obat-obatan selain yang diberikan oleh dokter kandungan. Selama kehamilan ibu tidak mempunyai masalah dengan makanan, gizi ibu cukup baik dan rajin meminum susu ibu hamil.
Kira-kira bulan kedua kehamilan, terjadi komplikasi berupa perdarahan sampai bulan ketiga. Ketuban pecah dini terjadi pada kehamilan tujuh bulan. Ibu melahirkan setelah dirawat selama tiga hari dan telah mendapatkan terapi antibiotik serta kotikosteroid. Kedua komplikasi ini potensial menimbulkan masalah. Perdarahan pada waktu kehamilan muda bisa menimbulkan gangguan pada organogenesis dan perkembangan janin, hal ini tidak ditemukan pada kasus. Sedangkan ketuban pecah dini (lebih kurang 3 hari) sangat potensial untuk menimbulkan gangguan pada organogenesis dan perkembangan janin, hal ini tidak ditemukan pada kasus. Sedangkan ketubah pecah dini (lebih kurang 3 hari) sangat potensial untuk menimbulkan infeksi karena adanya hubungan antara dunia luar dengan intra uterin. Pada kasus ini, ibu segera dirawat setelah ketubah pecah dan dokter spesialis kebidanan segera memberikan antibiotik profilaks. Walaupun pasien masih menderita bronkopneumonia setelah lahir, tetapi tidak terlalu berat.
Pecahnya ketuban juga merupakan salah satu faktor penyebab terjadinya persalinan prematur. Hal ini sudah diantisipasi oleh dokter kebidanan dengan memberikan kontikosterioid antenatal untuk mempercepat pematangan paru janin. Pemberian ini terbukti membantu karena pada kasus ini tidak ditemukan adanya HMD yang disebabkan oleh kurangnya surfaktan pada bayi prematur.

Postnatal
Ekosistem Mikro
Ibu berusia 26 tahun, Suku Minangkabau, pendidikan Sarjana, tidak bekerja. Ibu sama sekali belum berpengalaman dalam membesarkan anak. Anak pertama prematur 1200 gram dan meninggal setelah usia satu minggu. Ini merupakan pengalaman yang cukup traumatis bagi ibu sehingga ibu terus merasa khawatir dengan keadaan anaknya. Hal positif dari keadaan ini adalah bahwa ibu suka ”cerewet” menanyakan segala hal tentang perawatan bayi dan mau mengikuti nasehat dokter. Pendidikan ibu yang tinggi, membuat komunikasi antara dokter dan ibu cukup baik. Seteiap ada masalah dengan anak, ibu selalu membawa anak ke dokter maupun menelepon.

Ekosistem mini
Ayah berusia 28 tahun, suku Minangkabau, pendidikan SMA, bekerja sebagai Polisi. Ayah juga cukup kooperatif dan pada saat pasien rumah sakit selalu mendapmpingi ibu dalam merawat bayinya setiap ada kesempatn (walaupun di luar lapangan). Pada saat pasien berusia 4 bulan, ayah ditugaskan ke Aceh selama 8 bulan dan dilanjutkan ke Pekanbaru selama 1 bulan. Walaupun demikian, ayah selalau berusaha mendekati pasien, sehingga pasien tidak begitu asing dengan ayahnya.
Hubungan dalam keluarga cukup harmonis. Ayah dan ibu menjalankan fungsi masing-masing dengan cukup baik, keduanya saling menghormati serta mempunyai keinginan dan perhatian cukup besar untuk pemenuhan kebutuhan dasar anaknya.
Pasien sekeluarga tanggal di rumah permanen milik keluarga ibu. Rumah cukup besar, bertingkat, berlantai keramik, halaman dan garasi ada, dengan beberapa kamar kos yang disewakan. Ventilasi cukup, penerangan dengan listrik PLN, sumber air dari PAM dan pompa listrik, air jenirh, tidak berwarna dan tidak berbau. Sampah dibawa oleh petugas. Keluar yang tinggal serumah adalah nenek dari pihak ibu, kakek (meninggal pada waktu pasien berusia 10 bulan), adik ibu, anak kakak ibu – perempuan berusia 8 bulan, ayah, pasien dan 2 orang anak kos (perempuan, bekerja). Kakek adalah mantan kepala kejaksaan diBengkalis. Tingkat ekonomi keluarga ibu cukup baik (menengah ke atas).

Ekosistem Meso
Keluarga pasien tinggal di daerah penduduk asli (bukan kompleks), ditepi jalan raya. Tetangga pada umumnya adalah penduduk asli daerah tersebut (Gurun Lawas) dengan tingkat sosial ekonomi menegah. Hubungan dengan tetangga cukup rukun. Sarana kesehatan mudah dicapai, ibu memilih membawa anak ke RS Dr. M. Djamil atau ke praktek Dokter spesialis jika ada masalah. Keluarga mempunyai mobil pribadi sebagai sarana transportasi. Untuk telekomunikasi ibu mempunyai telepon rumah dan telepon genggam.

Pemenuhan kebutuhan dasar
Kebutuhan fisik-biomedis (ASUH)
Pasien mendapat ASI sampai sekarang, walauun pada usia 5 bulan ditambah dengan susu formula karena ASI ibu kurang. Pemberian makanan tambahan dimulai pada usia 6 bulan, berupa bubur susu dan buah-buahan. Nasi tim dimulai diberikan pada usia 8 bulan dan nasi tim biasa mulai usia 10 bulan. Saat ini pasien sudah diberikan nasi lunak dengan lauk, telur, ikan, daging (berganti-ganti) dan sayuran. Kualitas maupun kuantitas akanan cukup.
Imunisasi diberikan sejak umur 2,5 bulan dianjurkan sesuai jadwal dan lengkap pada usia 10 bulan. Penimbangan dilakukan dengan teratur setiap bulan, ke rumah sakit atau ke dokter. Kalau sakit, anak segera dibawa berobat ke RS. Dr. M. Djamil atau ke dokter spesialis anak.
Rumah tinggal keluarga sangat layak, sumber air dan penerangan baik, sampah dibawa petugas. Higiene dan sanitasi lingkungan baik. Sandang juga terpenuhi dengan baik. Setiap 1-2 minggu sekali, anak dibawa reaksi oleh ibu dan ayah (kalau ada di rumah) ke temat-tempat di kota padang. Pada usia 10 bulan anak bahkan telah dibawa ke Jakarta, untuk menghadiri pesta perkawinan kakak ibu sekaligus berekreaksi.
Sebagai bayi yang lahir prematur dengan berat badan lahir sangat rendah, terdapat kemungkinan beberapa komplikasi, seperti gangguan neurologis, pendengaran, penglihatan, dan tumbuh kembang. Kepada ibu diterangkan hal ini dan dianjurkan untuk membawa bayi untuk kontraol teratur ke RS. Dr. M. Djamil dan ke dokter spesialis, juga dilakukan kunjungan krumah untuk memantau perkembangan.
Pemeriksaan yang dilakukan antara lain pemeriksaan mata dan teliga, pada umur 6 bulan (koreksi) dan umur 1 tahun (koreksi). Skrining perkembangan juga dilakukan dengan DDST II dan BINS

Kebutuhan emosi / kasih sayang (ASIH)
Hubungan ibu dan anak sangat erat dan mesra. Sejak di rumah sakit, telah diucahakan terjadinya komunikasi sedini mungkin. Ibu telah datang ke rumah sakit sejak hari ketiga dan telihat langsung dalam perawatan bayinya.
Ayah juga cukup dekat dengan bayinya, tetap kedekatan ini terganggu karena tugas ayah sebagai polisi yang mengharuskannya bertugas di luar daerah.
Anggota keluarga lain seperti nenek, adik, ibu dan juga sepupu yang berusia 8 tahun juga terlihat dalam mengasuh pasien. Pasien sangat dekat dengan sepupu yang sudah seperti kakak sendiri.
Kebutuhan akan stimulasi mental (ASAH)
Stimulasi terhadap pasien telah dimulai sedini mungkin, sejak pasien masih di rumah sakit. Saat pasien inkubator, ibu telah dilibatkan dalam perawatannya. Kepala ibu dianjurkan untuk mengajar bicara bayinya dengan lembut, walaupun bayi belum bisa digendong.
Setelah bayi cukup stabil, dimulai perawatan bayi lekat (kanggaroo baby care) dengan meletakkan bayi dalam posisi tegak diantara kedua payudara ibu dan kemudian ditutupi dengan pakaian khusus (ada bagian perinatologi), sehingga terjadi kontak kulit dengan kulit antara bayi dan ibu yang berupa rangsangan taktil dan bayi akan mendengar detak jantung ibu yang merupakan rangsangan auditori terhadap bayi. Rangsangan taktil juga diberikan dengan cara meminjat bayi, selain diajarkan secara langsung, kepada ibu juga diberikan satu copy buku tentang memijat bayi.
Selama di rumah sakit ibu juga diajarkan keterampilan membersihkan, memandikan. Mengganti pakaian, memberi minum dan menenangkan bayi. Ibu dianjurkan sedekat mungkin dengan bayi, sehingga menghilangkan ketakutan dan kecemasan ibu serta mendorong ibu untuk menikmati kebersamaan dengan bayinya.
Di rumah, ibu dianjurkan untuk mengajak bayinya bercakap-cakap, kontak mata dan membelikan mainan sesuai umur yang bisa merangsang perkembangan bayi, seperti mainan berwarna terang, kerincingan dan lain-lain serta meminta ibu untuk bermain dengan bayinya.

Hasil penanganan jangka panjang
Dari penangan jangka panjang yang dilakukan, sampai saat ini belum terlihat gangguan tumbuh kembang yang berarti. Pertumbuhan pasien sangat baik, terjadi tumbuh kejar pada usia 4-12 bulan (kronologis), sehingga berat badan pada usia 14 bulan telah sesuai dengan bayi aterm (antara P25-50 kurva CDC 2000). Imunisasi dilakukan dengan lengkap, walaupun tidak sesuai jadwal.
Pada pemeriksaan BINS yang dilakukan 3 kali jangka waktu, didapatkan bahwa pasien tergolong beresiko rendah untuk kelainan neurodevelopmental. DDST II juga dalam batas perkembangan masih mungkin terjadi pada umur yang lebih tua.
Pemeriksaan teliga yang dilakukan 2 kali (umur 6 bulan dan 1 tahun) mendapatkan hasil dalam batas normal.
Pemeriksaan mata terhadap kemungkinan ROP sudah dilakukan, tetapi hasil belum maksimal. Pada pemeriksaan pertama (umur kronologis 5-6 minggu), ROP belum dapat dinilai karena pasien masih terlalu kecil, sedangkan umur 6 bulan didapatkan hasil dalam batas normal. Pemeriksan terakhir (umur 14 bulan-kronologis), ditemukan adanya ROP, tetapi derajat belum bisa ditentukan. Seharusnya pemeriksaan ini diulang dalam keadaan anak tertidur, tetapi orang tua mencemaskan prosedur pemeriksaan (pemakaian sedatif terhadap anaknya, sehingga memutuskan untuk menunggu.






















Daftar pustaka
1.Gunardi H. Pemantulan bayi prematur. Dalam Trihono PP, Pudjarto PS, Syarif DR, et al, penyunting. Hot topics in pediatrics II. Pendidikan Kedokteran Berkelanjutan Ilmu Kesehatan Anak FKUI XLV.FKUI; 2002 18-19 Februari : Balai Penerbit FKUI, 2002.
2.Chundrayenti E. Kesakitan dan kematian neonatal dini pada bayi dengan berat badan lahir rendah dan beberapa faktor yang mempengaruhi di RSUP Dr. M. Djamil Padang. Tesis, Padang : Bagian Ilmu Kesehatan Anak FK-UNAND, 1998.
3.Wibowo N. Resiko dan pencegahan kelahiran prematur. Dalam :L Suradi R, Monintja HE, Amalia P, Kusumowardhani D, penyunting. Penanganan mutakhir bayi perematur : memenuhi kebutuhan bayi prematur untuk menunjang berkelanjutan Ilmu Kesehatan Anak FKUI XXXVIII. FKUI;l 1997.
4.Monintja HE. Beberapa aspek kebutuhan bayi kurang bulan. Dalam : Suradi R, Monintja HE, Amalia P, Kusumowardhani prematur untuk menunjang peningkatan kualitas sumber daya manusia.. Naskah Lengkap Pendidikan, Kedokteran berkelanjutan Ilmu Kesehatan Anak FKUI XXXXVII . FUI; 1997; Jakarta Balai Penerbit, 1997
5.Janin dan neonatus. Dalam : Markam Ah, Ismael S, Alatas H, et al, penyunting. Buku ajar ilmu kesehatan anak jilid I. Jakarta : Balai Penerbit FKUI, 1991.h.218-21.
6.Budjang FR, Bayi yang berat badan lahir rendah. Dalam Wiknojosastro H, Sifuddin B, Rachimhadi T, penyunting. Ilmu Kebidanan Edisi ke – III. Jakarta : Pustaka Sarwono, 1999. h. 77-184.
7.Lumley J. Epidemiology of rematurity. Dalam : Yu VYH, Wood, EC, penyunting. Prematurity. Endibrugh : Churchill livingstone, 1987.h. 1-24.
8.Stool BJ, Kliegman RM. The newborn infant. Dalam : Behrman RE, Kliegman RM, Jenson HB, penyunting Nelson Textboox of pediatrics. Edisi Ke 17. Phidelphia : Sauders, 2004. h. 523-35.
9.Yu VYH. Neonatal complications in preterm infants. Dalam Yu : VYH, Wood EC, penyunting, Prematurity. Endinburgh. : Churchill livingstone, 1987.h.148-69.

Tidak ada komentar: