Kamis, 30 Oktober 2008

PATOGENESIS DHF

PATOGENESIS DHF

Infeksi virus Dengue merupakan penyakit yang ditularkan oleh nyamuk yang paling penting di dunia. Infeksi ini mengenai lebih dari 100 negara tropis, 2,5 milyar penduduk mempunyai risiko untuk terinfeksi virus ini dan diperkirakan 50 juta infeksi terjadi setiap tahunnya. Virus ini ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes yaitu A. aegypti, A albopictus, A polynesiensis , namun A. aegypti merupakan vektor terpenting, penyakit ini dapat mengenai semua orang dan dapat mengakibatkan kematian terutama pada anak dan penyakit ini sering menimbulkan wabah.



Gambar 1. Distribusi Aedes aegypti dan area epidemik dunia.
Dikutip dari : Malavige GN, Fernando S, Fernando DJ, Seneviratne SL



Manifestasi klinis

Infeksi ini memberikan gambaran klinis yang beragam, mulai dari tanpa gejala (asimptomatik) , demam ringan yang tidak khas (undifferensiated febrile illness) , demam dengue (DD), demam berdarah dengue (DBD) sampai munculan yang berat dan mengancam kehidupan yaitu sindroma syok dengue (SSD) akibat kegagalan sirkulasi.





Infeksi virus Dengue


Asimptomatik Simptomatik



Demam tidak spesifik Demam dengue


Perdarahan (-) Perdarahan (+) Syok (-) Syok (+)
(SSD)
DD DBD

Gambar 2. Spektrum Klinis Infeksi virus dengue
Dikutip dari : Sumarmo PS


Karakteristik virus dengue
Virus dengue merupakan rantai tunggal RNA yang termasuk dalam famili flaviviridae. Berdasarkan kriteria biologi dan imunologi terdapat 4 serotipe yaitu DEN 1, DEN 2, DEN3, dan DEN 4. Virus dengue terdiri dari 3 struktur protein yaitu Core (C),Membrane(M) dan Envelope (E) dan protein Non-Structural ( NS1, NS2a, NS2b, NS3, NS4a, NS4b dan NS5). Protein envelope berperan penting dalam fungsi biologis virus ini. Protein tersebut akan berikatan dengan reseptor pada sel, sehingga virus bisa masuk kedalam sel, menimbulkan hemaglutinasi eritrosit serta merangsang neutralizing antibody dan respons imun protektif.

Patofisiologi
Patofisiologi primer DBD dan SSD adalah peningkatan akut permeabilitas vaskuler sehingga terjadi kebocoran plasma ke dalam ruang ekstravaskuler yang menimbulkan hemokonsentrasi dan penurunan tekanan darah. Volume plasma menurun lebih dari 20% pada kasus-kasus berat(6). Pada vaskuler tidak ditemukan lesi destruktif yang menunjukkan bahwa peningkatan permeabilitas vaskuler ini merupakan perubahan sementara fungsi vaskuler akibat adanya mediator kerja singkat. Jika penderita sudah stabil dan mulai sembuh, cairan ekstravasasi diabsorbsi dengan cepat kembali ke dalam vaskuler, menimbulkan penurunan hematokrit.
Perubahan hemostasis pada DBD dan SSD melibatkan 3 faktor: perubahan vaskuler, trombositopeni dan kelainan koagulasi. Hampir semua penderita DBD mengalami peningkatan fragilitas vaskuler dan trombositopeni, dan banyak diantaranya penderita menunjukkan koagulogram yang abnormal.
Walaupun DD dan DBD disebabkan oleh virus yang sama, tapi mekanisme patofisiologisnya berbeda sehingga menyebabkan perbedaan klinis. Perbedaan yang utama adalah pada DBD terjadi peningkatan permeabilitas vaskuler yang mengakibatkan kebocoran plasma yang apabila berat dapat menyebabkan renjatan (SSD). Kebocoran plasma ini diduga karena proses imunologi, sedangkan pada DD hal ini tidak terjadi.(6)

Patogenesis

Infeksi dengue bisa disebabkan oleh beberapa jenis serotipe virus DEN, setelah terinfeksi oleh salah satu serotipe virus, tubuh akan membentuk kekebalan terhadap serotipe tersebut, namun tidak terhadap jenis serotipe lain, sehingga jika tubuh terinfeksi lagi oleh jenis serotipe lain (secondary infection), bisa menimbulkan infeksi yang lebih berat. Hal ini disebabkan adanya antibody dependent enhancement, dimana tubuh akan menghancurkan serotipe pertama disamping membentuk antibodi non netralisasi yang justru akan mempermudah sel terinfeksi oleh virus, sehingga melepaskan sitokin yang bersifat vasoaktif atau prokoagulasi, seperti IL-1 IL-6, TNF α dan Platelet Activating Factor (PAF). Bahan- bahan mediator tersebut akan mempengaruhi sel-sel endotel dinding pembuluh darah dan sistem hemostatik yang akan mengakibatkan kebocoran plasma dan perdarahan. Namun demikian, hanya 2-4% penderita secondary infection akan mengalami infeksi yang berat, belum diketahui kenapa hal ini bisa terjadi.
Setelah virus masuk kedalam tubuh, virus akan berkembang biak dalam sel makrofag, monosit dan sel B, virus juga bisa menginfeksi sel mast, sel dendritik dan sel endotel. Manifestasi klinis DD timbul akibat reaksi tubuh terhadap masuknya virus. Viremia terjadi selama 2 hari sebelum timbul gejala dan berakhir setelah lima hari gejala demam mulai. Makrofag akan segera bereaksi dengan menangkap virus dan memprosesnya sehingga makrofag menjadi Antigen Presenting Cell (APC) .

Sistim respon imun

Setelah virus dengue masuk dalam tubuh manusia, virus berkembang biak dalam sel retikuloendotelial yang selanjutnya diikuti dengan viremia yang berlangsung 5-7 hari. Akibat infeksi virus ini muncul respon imun baik humoral maupun selular, antara lain neutralizing antibody, hemaglutination dan complement fixation antibody.(5). Antibodi yang muncul pada umumnya adalah IgG dan IgM, pada infeksi dengue primer antibodi mulai terbentuk, dan pada infeksi sekunder kadar antibodi yang telah ada meningkat (booster effect).


Gambar 3.. Respon Imun Infeksi Virus dengue.
Dikutip dari: Suroso, Torry C. Panbio

Antibodi terhadap virus Dengue dapat ditemukan di dalam darah sekitar demam hari ke-5, meningkat pada minggu pertama sampai Dengan ketiga, dan menghilang setelah 60-90 hari. Kinetik kadar IgG berbeda dengan kinetik kadar antibodi IgM, oleh karena itu kinetik antibodi IgG harus dibedakan antara infeksi primer dan sekunder. Pada infeksi primer antibodi IgG meningkat sekitar demam hari ke-14 sedang pada infeksi sekunder antibodi IgG meningkat pada hari kedua. Oleh karena itu diagnosa dini infeksi primer hanya dapat ditegakkan dengan mendeteksi antibodi IgM setelah hari sakit kelima, diagnosis infeksi sekunder dapat ditegakkan lebih dini dengan adanya peningkatan antibodi IgG dan IgM yang cepat.(8)
Secara in vitro antibodi terhadap virus DEN mempunyai 4 fungsi biologis: netralisasi virus; sitolisis komplemen; Antibody Dependent Cell-mediated Cytotoxity (ADCC) dan Antibody Dependent Enhancement. (9)
Virion dari virus DEN ekstraseluler terdiri atas protein C (capsid), M (membrane) dan E (envelope), sedang virus intraseluler mempunyai protein pre-membran atau pre-M.
Glikoprotein E merupakan epitop penting karena mampu membangkitkan antibodi spesifik untuk proses netralisasi, mempunyai aktifitas hemaglutinin, berperan dalam proses absorbsi pada permukaan sel, (reseptor binding), mempunyai fungsi biologis antara lain untuk fusi membran dan perakitan virion.
Antibodi memiliki aktifitas netralisasi dan mengenali protein E yang berperan sebagai epitop yang memiliki serotip spesifik, serotipe-cross reaktif atau flavivirus-cross reaktif. Antibodi netralisasi ini memberikan proteksi terhadap infeksi virus DEN. Antibodi monoklonal terhadap NS1 dari komplemen virus DEN dan antibodi poliklonal yang ditimbulkan dari imunisasi dengan NS1 mengakibatkan lisis sel yang terinfeksi virus DEN.
Antibodi terhadap virus DEN secara in vivo dapat berperan pada dua hal yang berbeda : (9)
a. Antibodi netralisasi atau “neutralizing antibodies” memiliki serotipe spesifik yang
dapat mencegah infeksi virus.
b. Antibodi non netralising serotipe memiliki peran cross-reaktif dan dapat meningkatkan
infeksi .


Teori respon imun :
Pada infeksi pertama terjadi antibodi yang memiliki aktifitas netralisasi yang mengenali protein E dan monoklonal antibodi terhadap NS1, Pre M dan NS3 dari virus, akibatnya terjadi lisis sel yang telah terinfeksi virus tersebut melalui aktifitas netralisasi atau aktivasi komplemen, sehingga virus dilenyapkan dan penderita mengalami penyembuhan, selanjutnya terjadilah kekebalan seumur hidup terhadap serotipe virus tersebut, jika terjadi infeksi kedua dengan serotipe virus yang berbeda maka antibodi yang telah ada di hospes tidak sesuai dengan epitop virus yang masuk (non- netralisasi). Antibodi non-netralisasi ini memiliki sifat memacu replikasi virus dan keadaan penderita menjadi lebih berat.
Pada infeksi kedua yang dipicu oleh virus Dengue dengan serotipe yang berbeda terjadilah proses berikut : Virus Dengue tersebut berperan sebagai super antigen setelah difagosit oleh monosit atau makrofag. Makrofag ini menampilkan APC. Antigen ini membawa muatan polipeptida spesifik yang berasal dari Mayor Histocompatibility Complex (MHC II).
Antigen yang bermuatan peptida MHC II akan berikatan dengan CD4+ (TH-1 dan TH-2) dengan perantaraan T Cell Receptor (TCR) sebagai usaha tubuh untuk bereaksi terhadap infeksi tersebut, maka limfosit T akan mengeluarkan substansi dari TH-1 yang berfungsi sebagai imuno modulator yaitu INF γ, IL-2 dan Colony Stimulating Factor (CSF).(9,10) Dimana IFN γ akan merangsang makrofag untuk mengeluarkan IL-1 dan TNF α . IL-1 sebagai mayor imunomodulator yang juga mempunyai efek pada sel endotel, termasuk didalamnya pembentukan prostaglandin dan merangsang ekspresi Intercellular Adhesion Moleculer 1 (ICAM 1).






Gambar 4. Patogenesis demam berdarah dengue
Dikutip dari : Clyde K, Kyle JL, Harris E

Selanjutnya CSF akan merangsang netrofil, oleh pengaruh ICAM 1 netrofil yang telah terangsang oleh CSF lebih mudah mengadakan adhesi. Netrofil yang beradhesi dengan endotel akan mengeluarkan lisozim yang akan menyebabkan dinding endotel lisis dan akibatnya endotel terbuka. Netrofil juga membawa superoksid, yang termasuk dalam radikal bebas, yang akan mempengaruhi oksigenasi pada mitokondria dan siklus GMPs. Akibatnya endotel menjadi nekrosis, sehingga terjadi gangguan vaskuler dan terjadi syok.
Antigen yang bermuatan MHC II akan diekspresikan dipermukaan virus sehingga dikenali oleh limfosit T CD8+, limfosit T akan teraktivasi dan berubah sifat menjadi sitolitik, sehingga semua sel yang mengandung virus dihancurkan, limfosit T juga mensekresi IFN γ dan TNF α..


Di dalam tubuh manusia, virus berkembang biak dalam sistim retikuloendotelial tapi sel Kuffer hepar dan sel endotel juga dapat terkena. Virus DEN mampu bertahan hidup dan mengadakan multiplikasi di dalam sel tersebut. Infeksi virus Dengue dimulai dengan menempelnya virus genomnya masuk ke dalam sel dengan bantuan organel-organel sel, genom virus membentuk komponen-komponennya, baik komponen perantara maupun komponen struktural virus. Setelah komponen struktural dirakit, virus dilepaskan dari dalam sel. Proses perkembangan biakan virus DEN terjadi di sitoplasma sel.
Semua flavivirus memiliki kelompok epitop pada selubung protein yang menimbulkan reaksi silang pada uji serologis, hal ini menyebabkan diagnosis pasti dengan uji serologi sulit ditegakkan. Kesulitan ini dapat terjadi diantara ke empat serotipe virus DEN. Infeksi oleh satu serotipe virus DEN menimbulkan imunitas protektif terhadap serotip virus tersebut, tetapi tidak ada reaksi silang terhadap serotip virus yang lain. (9,15,16)
Virus beredar dalam darah perifer, di dalam sel monosit/makrofag, sel limfosit B dan sel limfosit T. Makrofag dan sel monosit yang telah memfagosit virus ini akan menjadi APC.Antigen yang menempel di makrofag ini akan mengaktivasi sel T-Helper dan menarik makrofag lain untuk memfagosit lebih banyak lagi virus. T-helper akan mengaktifkan sel T-sitotoksik yang akan melisis makrofag yang sudah memfagosit virus, juga menyebabkan terlepasnya mediator-mediator yang merangsang makrofag lain untuk memfagosit lebih banyak virus,Sel B juga akan diaktifkan dan akan melepaskan antibodi. Ada 3 jenis antibodi yang telah dikenali yaitu neutralizing antibody, haemagglutination dan complement fixation antibody.(6)
Kemudian terjadi regulasi ekspresi CD8, kostimulator lainnya serta molekul HLADR untuk mempresentasikannya ke sel T sehingga dimulailah aktivasi sistim imun dan dilepaskannya kaskade sitokin yang menimbulkan efek sistemik yaitu kebocoran plasma dan gangguan sirkulasi. Sejumlah sitokin dilepaskan, termasuk TNF-α dan IFN-γ yang mempunyai peranan spesifik dalam patogenesis. TNF-α dan IFN-γ juga mengakibatkan aktivasi sel dentrit yang terinfeksi dan sel dentrit yang tidak terinfeksi. Secara bersamaan juga terjadi pelepasan IL-12P70 dalam kadar rendah, yaitu suatu sitokin kunci dalam perkembangan cell mediated immunity (CMI). Interferon-γ pada tingkat ini menyebabkan peningkatan sistesis IL-12P70. Ini mungkin merupakan mekanisme regulasi untuk mencegah potensi yang membahayakan respon imun dini dari Th1 pada patogenesis infeksi akut virus Dengue tanpa keterlibatan pengenalan sitokin.
Pada infeksi kedua virus Dengue, sel T memori akan menghasilkan IFN- γ dan CD 40L sehingga mengaktifkan sel dentrit sehingga terjadi stimulasi sel T dan pelepasan sitokin khususnya IL-12P70. Virus bisa tidak ditemukan lagi dalam darah, tetapi kaskade yang telah dimulai ini serta buruknya kontrol respon sitokin tipe 1 berperan pada patogenesis DHF/SSD. Beberapa studi memperlihatkan kadar TNF-α, reseptor TNF- α soluble dan IFN-γ lebih tinggi pada pasien DBD/SSD dibanding pada pasien DD.
.

Gambar 5. Respons imun infeksi virus dengue
Dikutip dari CDC


Imunopatogenesis DBD dan SSD masih merupakan masalah yang kontroversial. Dua teori yang digunakan untuk menjelaskan perubahan patogenesis pada DBD dan SSD yaitu hipotesis infeksi sekunder (teori secondary heterologous infection) dan hipotesis antibody dependent enhancement ( ADE ). Teori infeksi sekunder menyebutkan bahwa apabila seseorang mendapatkan infeksi pertama kali (primer) dengan satu jenis virus, akan terjadi proses kekebalan terhadap jenis virus tersebut (homolog) untuk jangka waktu yang lama. Perhatikan Gambar 6.a










a b c

Gambar 6. Imunopatogenesis berdasarkan teori infeksi sekunder.
Dikutip dari CDC

Jika orang tersebut mendapatkan infeksi kedua (sekunder) dengan jenis serotipe virus yang lain, maka terjadi infeksi yang berat, karena pada infeksi berikutnya antibodi heterologous yang telah terbentuk dari infeksi primer akan membentuk kompleks dengan infeksi virus Dengue baru dari serotipe berbeda; namun tidak dapat dinetralisasi virus baru bahkan membentuk kompleks yang infeksius.Gambar 6.b.


Akibat adanya infeksi sekunder oleh virus yang heterolog (virus Dengan serotipe lain atau virus lain) karena adanya non neutralising antibody maka partikel virus DEN dan molekul antibodi IgG membentuk kompleks virus-antibodi dan ikatan antara kompleks tersebut dengan reseptor Fc γ pada sel melalui bagian Fc dari IgG menimbulkan peningkatan (enhancement) infeksi virus DEN. Kompleks virus-antibodi ini akan meliputi sel makrofag yang beredar dan antibodi tersebut akan bersifat opsonisasi, internalisasi sehingga makrofag mudah terinfeksi sehingga akan teraktivasi dan akan memproduksi IL-1, IL-6 dan TNF α dan juga “Platelet Activating Faktor” (PAF). Karena antibodi yang terbentuk ini bersifat heterolog, maka virus tidak dapat di netralisasi tetapi sebaliknya bebas bereplikasi di dalam makrofag. Gambar 6.c.

TNF α baik yang terangsang IFN γ maupun dari makrofag teraktivasi antigen antibodi kompleks, dan selanjutnya akan menyebabkan kebocoran dinding pembuluh darah, merembesnya cairan plasma ke jaringan tubuh yang disebabkan kerusakan endotel pembuluh darah yang mekanismenya sampai saat ini belum jelas, yang selanjutnya akan mengakibatkan syok.(11)
Virus-Ab kompleks (kompleks imun) yang terbentuk akan merangsang komplemen, yang farmakologis cepat dan pendek. Bahan ini bersifat vasoaktif dan prokoagulan sehingga menimbulkan kebocoran plasma (syok hipovolemik) dan perdarahan. (12)
Pada anak yang lahir dari ibu dengan riwayat pernah terinfeksi virus DEN, terjadi infeksi virus dari ibu ke anak maka dalam tubuh anak tersebut telah terjadi “Non Neutralizing Antibodies” akibat adanya infeksi yang persisten, sehingga jika anak terinfeksi pertama kali, dalam tubuh anak tersebut sudah terjadi proses “Enhancing” yang akan memacu makrofag sehingga mudah terinfeksi dan teraktivasi dan akan mengeluarkan IL-1, IL-6 dan TNF α juga PAF. Bahan-bahan mediator tersebut akan mempengaruhi sel-sel endotel dinding pembuluh darah dan sistem hemostatik yang akan mengakibatkan kebocoran plasma dan perdarahan.(12,13,14)



Gambar 7. Teori Enhancing Antibody
Dikutip dari : CDC



Pada teori kedua, antibody dependent enhancement (ADE), menerangkan tiga hal yaitu antibodies enhance infection, T-cells enhance infection serta limfosit T dan monosit yang akan melepaskan sitokin yang berperan terhadap terjadinya DBD dan SSD. Secara umum ADE dapat dijelaskan, jika terdapat antibodi spesifik terhadap jenis virus tertentu, maka antibodi tersebut dapat mencegah penyakit, tetapi sebaliknya apabila antibodi yang terdapat dalam tubuh merupakan antibodi yang tidak dapat menetralisasi virus, justru dapat menimbulkan penyakit yang berat.
Kinetik dari kelas imunoglobulin spesifik terhadap virus Dengue di dalam serum pasien DD, DBD dan SSD ternyata didominasi oleh IgM, IgG1 dan IgG3, sedangkan IgA level tertinggi dijumpai pada fase akut dari SSD. Dikatakan pula bahwa IgA, IgG1 dan IgG4 dapat digunakan sebagai marker dari risiko berkembangnya DBD dan SSD, oleh karenanya pengukuran kadar imunoglobulin tersebut sejak awal pengobatan dapat membantu mengetahui perkembangan penyakit.(17)
Selain teori-teori tersebut masih ada teori lain tentang patogenesis DBD, seperti teori virulensi virus yang mendasarkan pada perbedaan serotipe virus Dengue DEN-1, DEN-2, DEN-3 dan DEN-4 yang kesemuanya dapat ditemukan pada kasus-kasus yang fatal, tetapi berbeda antara daerah yang satu dengan yang lain. Teori antigen-antibodi, teori ini berdasarkan kenyataan bahwa pada penderita DBD terjadi penurunan aktivitas sistem komplemen yang ditandai dengan penurunan dari kadar C3, C4 dan C5. Disamping itu 48-72% penderita DBD terbentuk kompleks imun antara IgG dengan virus Dengue, selanjutnya kompleks imun tersebut menempel pada trombosit, sel B, dan sel-sel dalam organ tubuh lain. Terbentuknya kompleks imun tersebut akan mempengaruhi aktivitas komponen sistem imun yang lain. Teori mediator, dimana makrofag yang terinfeksi virus Dengue akan melepas berbagai mediator seperti interferon, IL-1, IL-6, IL-12, TNF dll. Diperkirakan mediator dan endotoksin bertanggung jawab atas terjadinya syok septik, demam dan peningkatan permeabilitas kapiler.(18)
















Gambar 8. Teori mediator dalam patogenesis DBD.
Dikutip dari : CDC

Pada infeksi virus Dengue, viremia terjadi sangat cepat, hanya berselang beberapa hari dapat terjadi infeksi di beberapa tempat, akan tetapi derajat kerusakan jaringan (tissue destruction) yang ditimbulkan tidak cukup untuk menjadikan penyebab kematian dari infeksi virus tersebut melainkan lebih disebabkan oleh gangguan metabolik.
Replikasi virus di dalam sel menyebabkan terjadinya stres sel sampai kematian sel apoptotik. Peristiwa apoptosis dan aktivasi sel-sel fagosit dapat menimbulkan jejas jaringan lokal (local tissue injury) atau ketidakseimbangan homeostasis dan selanjutnya memicu efek yang lain.





Gambar 9. Teori Apoptosis sel


Sistem HLA/MHC berperan dalam regulasi respons imun, berupa proses pengenalan antigen, yang berlanjut pada proses aktivasi sistem imun dan proses sitotoksisitas antigen berdasarkan ekspresi molekul HLA/MHC kelas I (lokus A,B,C) dan kelas II (lokus D/DR,DQ,DP). Penelitian oleh Azaredo EL dkk, 2001 membuktikan bahwa patogenesis DBD/SSD umumnya disebabkan oleh disregulasi respon imunologik. Monosit/makrofag yang terinfeksi virus Dengue akan mensekresi monokin yang berperan dalam proses patogenesis dan gambaran klinis DBD/SSD.
Pada penelitian invitro oleh Ho LJ dkk 2001, ternyata sel dendritik yang terinfeksi virus Dengue dapat mengekspresi antigen HLA B7-1, B7-2, HLA-DR, CD11b dan CD83. DC yang terinfeksi virus Dengue ini sanggup memproduksi TNF- dan IFN-, namun tidak mensekresi IL-6 dan IL-12. Oberholzer dkk, 2002, menjelaskan bahwa IL-10 dapat menekan proliferasi sel T.Jadi IL-10 sebagai sitokin proinflamasi tampaknya berperan dalam respons imun yang diperantarai limfosit Th1.


Gambar 10. Teori Dendritik Sel.



Pada infeksi fase akut terjadi penurunan dari populasi limfosit CD2+ dan berbagai subsetnya CD4+ dan CD8+. Juga terjadi penurunan respon proliferatif dari sel-sel mononuklear baik terhadap rangsangan mitogen maupun antigen virus Dengue, sebaliknya pada fase konvalesen respon proliferatif kembali normal. Terjadi peningkatan konsentrasi IFN-, TNF-, IL-10 dan reseptor TNF terlarut di dalam plasma pasien DBD/SSD. Peningkatan TNF- berkorelasi dengan manifestasi hemoragik, sedangkan kenaikan IL-10 berhubungan Dengan platelet decay. Disimpulkan bahwa pada infeksi virus Dengue fase akut terjadi penekanan jumlah maupun fungsi dari limfosit T, sedangkan sitokin proinflamasi TNF- berperan penting dalam severity dan patogenesis DBD/SSD, begitu juga meningkatnya IL-10 akan menurunkan fungsi limfosit T dan fungsi trombosit.
Hipotesis tentang patogenesis DBD/SSD seperti antibody-dependent enhancement, virus virulence dan imunopatogenesis yang diprakarsai oleh IFN-/TNF- dianggap belum cukup untuk menjawab terjadinya trombositopenia dan hemokonsentrasi pada DBD/SSD. Menurut Lei HY dkk, 2001, infeksi virus Dengue akan mempengaruhi sistem imun tubuh berupa perubahan dari rasio CD4/CD8, overproduksi dari sitokin dan dapat menginfeksi sel-sel endotel dan hepatosit, dengan akibat terjadinya apoptosis serta disfungsi dari sel-sel tersebut. Begitu juga sistem koagulasi dan fibrinolisis ikut teraktivasi selama infeksi virus Dengue. Gangguan terhadap respon imun tidak hanya berupa gangguan dalam pembersihan virus dari dalam tubuh, akan tetapi over produksi sitokin dapat mempengaruhi sel-sel endotel, monosit dan hepatosit. Kerusakan trombosit akibat dari reaksi silang autoantibodi anti-trombosit, karena overproduksi IL-6 yang berperan besar dalam terbentuknya autoantibodi anti-trombosit dan anti-sel endotel, serta meningkatnya level dari tPA dan defisiensi koagulasi.
Disimpulkan bahwa penyebab dari kebocoran plasma yang khas terjadi pada pasien DBD/SSD disebabkan oleh ; aktivasi komplemen, induksi kemokin dan kematian sel apoptotik.(19) . Diduga peningkatan sintesis IL-8 berperan penting dalam terjadinya kebocoran plasma pada pasien DBD dan SSD. Hal ini dapat dilihat dalam serum pasien DBD/SSD berat terjadi peningkatan level IL-8

Rangkuman

Pola penyakit virus dengue bervariasi mulai demam yang tidak spesifik, demam Dengue Dengan/tanpa perdarahan dan demam berdarah Dengue Dengan/tanpa syok. Hal ini bertumpu pada interaksi penyebab, penjamu dan lingkungan dan berbagai faktor yang berperan, selanjutnya beberapa kasus menunjukkan manifestasi klinis sebagai tampilan respon imun primer dan sekunder berdasarkan temuan rasio IgM/IgG yang diperoleh dari tes serologi.
Kejadian syok pada penderita demam berdarah dengue dapat terjadi karena kebocoran plasma dari dalam pembuluh darah keluar ke jaringan ikat disekitarnya . Hal ini dapat dijelaskan dengan teori reaksi antigen antibodi, dimana kompleks antibodi dan antigen virus akan merangsang sistem imun menghasilkan bahan anafilatoksin atau bahan serupa histamin sehingga terjadi peningkatan permeabilitas dinding vaskuler dan kebocoran plasma.
Kasus demam berdarah Dengue dapat juga menunjukkan manifestasi yang berat hal ini dapat dijelaskan sebagai akibat ADE dan mungkin sebagai akibat keganasan virus Dengue yang langsung berpotensi menimbulkan apoptosis. Virus Dengue yang ganas berpotensi besar menyerang sel retikuloendotelial sistem termasuk organ hati dan sel endotel, akibatnya hati meradang, membengkak dan faal hati terganggu dan berlanjut dengan kejadian perdarahan yang hebat disertai kesadaran menurun dan menunjukkan manifestasi ensefalopati.



Daftar Pustaka

1.Malavige GN, Fernando S, Fernando DJ, Seneviratne SL, (2004). Dengue viral infection.Postgrad Med J 2004;80:588-601.
2.Stevanus Lawuyan, (1996). DBD di Kotamadya Surabaya. Diajukan pada seminar sehari DBD di TDRC FK Unair Surabaya 28 Oktober.
3.Sumarmo PS, ( 1999 ). Masalah demam berdarah Dengue di Indonesia. Dalam: Sri Rezeki HH, Hindra IS. Demam berdarah Dengue. Naskah lengkap. Pelatihan bagi pelatih dokter spesialis anak & dokter spesialis penyakit dalam dalam tatalaksana kasus DBD. Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Hal. 1-12.
4.DarwisD, ( 1999 ). Kegawatan Demam Berdarah Dengue pada anak. Dalam: Sri Rezeki HH, Hindra IS. Demam berdarah Dengue. Naskah lengkap. Pelatihan bagi pelatih dokter spesialis anak & dokter spesialis penyakit dalam dalam tatalaksana kasus DBD. Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Hal. 1-12.
5.Emery AEH, ( 1988). Immunogenetics. In : Elements of Medical Genetics.Edited by Emery AEH, Muller R. 7th ed. Churchill-Livingstone. Edinburgh.: 88-106.
6.Harikushartono, Hidayah N, Darmowandowo W,Soegijanto S, (2002), Demam Berdarah Dengue: Ilmu Penyakit Anak, Diagnosa dan Penatalaksanaan, Jakarta, Penerbit Salemba Medika.
7.Gubler D.J, (1998). The Global pandemic of Dengue/Dengue Haemorrhagic Fever current status and prospects for the future. Dengue in Singapore. Technical Monograph Series no:2 WHO.
8.Gubler DJ et al, (1994): Infect Agents Dis. 2: 383.
9.Howarth MC, Miyajima A, Coffman R, (1994). Sitokins Paul Fundamental Imunology. Third Edition: 763-790.
10.Oppenheim J.J et al, (1995). Sitokins Basic and Clinical Immunology. Seven edition. 78-98.
11.Cohen J, (1996). Sepsis Syndrome. In Journal of Medical Int. 355: 10-31.
12.Sowandoyo E, (1998). Demam Berdarah Dengue pada Orang Dewasa, Gejala Klinik dan Penatalaksanaannya. Makalah Seminar Demam Berdarah Dengue di Indonesia. RS.Sumber Waras Jakarta.
13.Wang S, He R, Patarapotikul, J et al, (1995). Antibody-Enhanced Binding of Dengue Virus to Human Platelets. J.Virology. October 213: page:1254-1257.
14.Kurane I, Ennis E Francis, (1992). Immunity and immunopathologi in Dengue virus infections. Seminars in Imunology., vol.4;121-127.
15.Khana M, Chaturvedi UC, Sharma MC, Pandey VC, Mathur A, (1990). Increased Capillary permeability Mediated by A Dengue Virus Induced Limphokine. Immunology Mart, 69;33 : 449-53.
16.Koraka P, Suharti C, Setiati TE, Mairuhu AT, Van Gorp E, Hack CE, Juffrie M, Sutarjo J, Van Der Meer GM, Groen J, Osterhaus AD, ( 2001 ). Kinetics of Dengue virus-specific immunoglobulin classes and subclasses correlate with clinical outcome of infection. J Clin Microbiol 39: 4332-4338.
17.Soegijanto S, ( 2003 ). Prospek Pemanfaatan Vaksin Dengue untuk menurunkan prevalensi di masyarakat. Dipresentasikan di Peringatan 90 tahun Pendidikan Dokter di FK Unair.Surabaya.
18.Avirutnan P, Malasit P, Seliger B, Bhakdi S, Husmann M, ( 1998 ). Dengue virus infection of human endothelial cells leads to chemokin production, complemen activation, and apoptosis. J Immunol 161: 6338-6346.
19.Klein J, ( 1986 ). The population. In : Natural History of the MHC. Edited by Allan
Mc Gregor. MTP
20.Clyde K, Kyle J, Harris E. Recent advances in defiphering viral and host determinants
of dengue virus replication and pathogenesis. Jvi.asm 2006;80:11418-31.

Tidak ada komentar: