Sabtu, 03 April 2010

akondroplasia

AKONDROPLASIA

PENDAHULUAN
Akondroplasia termasuk kelompok penyakit gangguan displasia murni ( gangguan pertumbuhan tulang) yang diturunkan secara autosomal dominan. 1,2 Penyakit ini merupakan bentuk kondrodisplasi yang paling banyak ditemukan.1,2 Insiden berkisar antara 1/15.000 sampai dengan 1/40.000 kelahiran, 75-80 % dari seluruh kejadian merupakan mutasi baru .1,2
Gambaran klinik utama kelainan ini adalah batang tubuh dan tungkai yang pendek, tungkai bengkok dan segmen proksismal tungkai lebih pendek (rhizomelia), pada akondroplasia perawakan pendek disproporsional, sehingga mudah dikenal, karena adanya kelainan struktur anatomi, dapat terjadi komplikasi dari yang ringan sampai berat bahkan kematian, oleh karena itu perlu pengenalan dan pemahaman penyakit ini secara keseluruhan .1-3
Berikut ini akan disajikan sebuah kasus akondroplasia, untuk mengingatkan kembali kelainan radiologis akondroplasia secara umum.

KASUS
Nr. Anak perempuan, usia 13 bulan berobat ke poliklinik RS. M. Djamil tanggal 15 Agustus 2008, kiriman RSUD Swl dengan keterangan suspek hipotiroid
Riwayat penyakit
Melalui alloanamnesis dari ibunya, diketahui bahwa pertumbuhan badan lambat sejak 10 bulan yang lalu. Sejak usia 4 bulan tangan dan kaki tampak pendek dan kepala terlihat lebih besar. Sampai saat ini anak duduk masih dibantu. Tidak ada batuk dan pilek , demam dan kejang. Nafas tidak sesak, buang air besar dan buang air kecil normal.
Anak ini lahir tanggal 21-7-2007 secara spontan, ditolong bidan, dengan berat badan 2600 gram, panjang badan 48 cm, langsung menangis, cukup bulan. Anak pulang dalam keadaan sehat. Tidak ada riwayat kuning, demam atau gangguan lain setelah pulang perawatan. ASI diberikan sampai sekarang semaunya, bubur susu diberikan mulai usia 6 bulan, diselingi dengan buah dan biskuit, nasi tim saring mulai usia 9 bulan. Saat ini anak diberi nasi tim saring 2 kali, bubur susu 3 kali, atau biskuit 4 kali dan ASI semaunya. Tiap porsi rata-rata habis.
Sejak usia 1 bulan anak telah dibawa ke Posyandu untuk mendapat imunisasi dan penimbangan berat badan secara teratur. Imunisasi dasar lengkap sesuai umur, sehingga sekarang anak telah mendapat BCG (Skar +), hepatitis B 3 kali. Polio 4 kali dan DPT 3 kali.
Saat ini anak hanya pandai bicara konsonan (mama, papa, tata), sudah pandai memegang pegang benda dengan ibu jari dan telunjuk, meraih benda disekitar, berespon apabila dipanggil, namun duduk masih dibantu. Tengkurap mulai usia 3 bulan dan sampai saat ini anak belum bisa merangkak.
Anak ini merupakan anak ke 2 dari ibu (usia 25 tahun, tinggi badan 150 cm dan pekerjaan rumah tangga) dan bapak (usia 32 tahun, tinggi 158 cm, pekerjaan buruh bangunan). Tidak ada riwayat keluarga kerdil atau pendek baik dipihak ibu maupun di pihak bapak .

Pemeriksaan fisik
Keadaan umum anak tampak sakit sedang, sadar, nadi 110 kali / menit, nafas 38 kali / menit, suhu 37,2 0C, tidak sesak nafas dan tidak sianosis. Bentuk tubuh terlihat tidak normal dengan tangan dan kaki pendek, kepala terlihat lebih besar, wajah dismorfik (midfacial hipoplasia), dahi menonjol. Tidak ditemukan kelainan di kulit. Ubun-ubun besar datar 4 x 4 cm, ubun-ubun kecil 2 x 2 cm, rambut sedikit pirang tak mudah dicabut, telinga tak ada kelainan, konjungtiva tak anemi, sklera tak ikterik. Tonsil T1-T1 tak hipermis dan faring tak hiperemis. Tidak teraba pembesaran kelenjar getah bening di leher atau tempat lain.
Dada terlihat simetris, tidak terlihat retraksi, fremitus paru kiri sama dengan kanan, sonor, suara nafas vesikuler, tidak ditemukan ronki. Iktus cordis teraba di linea medioclavicula, irama teratur dan tidak ditemukan bising. Abdomen tidak membuncit, hepar dan lien tak teraba, perkusi abdomen timpani, bising usus normal. Punggung lordosis. Ditemukan gibbus di vertebrae torakolumbal. Alat kelamin tak ada kelainan, status pubertas A1M1P1.
Lengan dan tungkai terlihat abnormal, segmen atas lebih pendek dari segmen bawah. (40 cm : 25 cm) Jari-jari lengkap, tampak sindaktili pada jari ke2 kedua tangan,. Tidak ditemukan genu varus atau valgus, tidak ditemukan angulasi pada tibia. Reflek fisiologis normal dan tidak ditemukan refleks patologis.

Antropometri
Hasil pengukuran antropometri adalah sebagai berikut : berat badan 4,8 kg, panjang badan 65 cm, lingkar kepala 46 cm, tinggi duduk 37 cm. rentang panjang lengan (arm span) 48 cm, panjang lengan 16 cm ( segmen atas 9 cm) , panjang tungkai 24 cm (segmen atas 13 cm). Dari antropometri tinggi dan berat badan anak masih dalam batas normal (-2 SD – 2 SD) (BB/TB 137 %, TB/U 100 %), Lingkar kepala berada antara -2 SD dan 2 SD grafik pertumbuhan kepala penderita akondroplasia.
Perbandingan segmen atas (U) badan (40 cm) terhadap segmen bawah (L) badan (65-40=25 cm) adalah 1,6, nilai ini merupakan nilai maksimal (1,6). Sehingga dapat disimpulkan bahwa perbandingan U/L adalah disproportional dan sesuai dengan short limb.
Berdasarkan klinis dan pemeriksaan fisik serta antropometri ditegakkan diagnosis kerja : akondroplasia dan keterlambatan psikomotor. Direncanakan pemeriksaan USG kepala dan bone survey. Anak diberikan terapi simptomatik dan dianjurkan pemeriksaan lanjutan diatas dan kontrol teratur ke poliklinik pediatrik sosial, konsul ke THT, ortopedik dan fisioterapi ( karena gangguan psikomotor) .

Pemeriksaan penunjang
Hasil pemeriksaan radiologi yaitu USG kepala dan bone survey sebagi berikut:
USG kepala: tak tampak pelebaran ventrikel lateral kanan dan kiri dan dianjurkan CT scan
kepala.
Bone survey
Kranium membesar dengan dasar mengecil. Thorax : strenum melebar, iga pendek dengan konkavitas yang dalam ke ujung anterior. Rangka : jarak interpedikel kaudal I – V lumbal berkurang, pedikel kecil dengan diameter sagital yang sempit. Pelvis : sayap os ilium bujursangkar. Rongga pervis seperti champagne glass. Tulang gerak : gambar mikromelia dengan tulang panjang melengkung dan metafisis melebar. Sambungan epifisis / metafisis seperti bola. Jari-jari melebar dan pendek. Kesan : susp achondroplasia.
CT scan tidak dilakukan karena alasan biaya






































































































Silsilah keluarga






TINJAUAN PUSTAKA

AKONDROPLASIA
Akondroplasia merupakan kelainan pertumbuhan tulang yang diturunkan yang memberikan gambaran kerdil, kelainan ini merupakan bagian dari gangguan pertumbuhan tulang yang disebut kondrodistrofi. Akondroplasia ditandai dengan pertumbuhan tulang yang tidak normal sehingga menimbulkan perawakan pendek dengan perbandingan yang disproporsional antara lengan dan tungkai, kepala yang lebih besar dengan penonjolan bagian frontal, thorak yang tipis serta gambaran wajah yang khas. Intelektual dan masa hidup penderita biasanya normal, walaupun resiko tinggi mengalami kematian akibat penekanan saraf servikal dan atau obstruksi saluran nafas atas.1,2
Akondroplasia merupakan kelainan yang diturunkan secara autosom dominan, namun demikian, sekitar 80 % kasus terjadi karena proses mutasi. Jika hanya 1 orang tua yang menderita akondroplasia, terdapat 50 % kemungkinan anaknya menderita akondroplasia, jika kedua orang tua, kemungkinan tersebut menjadi 75 %.1,2
Diagnosis akondroplasia ditegakkan berdasarkan karakteristik klinis dan gambaran radiologis. Untuk kasus yang sulit, tes genetik diperlukan untuk menentukan apakah terjadi mutasi pada gen FGFR3 (lokus 4p16).3

Etiologi
Usia orang tua yang lanjut merupakan faktor resiko pada kasus akhondroplasia sporadik. Bisa disebabkan replikasi DNA atau gangguan perbaikan selama spermatogenesis sehingga terjadi mutasi G1138 FGFR3 .2,3

Epidemiologi
Kejadian akondroplasia dilaporkan bervariasi, mulai dari 1 dalam 3000 sampai 9500 kelahiran. Kejadian akondroplasia di AS sekitar 1 dari 15.000-40.000 kelahiran, tidak ada predileksi ras pada kasus ini.1

Mortalitas dan morbiditas
Kematian mendadak dapat terjadi akibat kelainan craniocervical junction yang mengakibatkan kompresi medula spinalis. Kejadian sekitar < 3 %. Gambaran klinik yang sering dijumpai adalah angular deformitas ekstremitas, premature degenerative joint diseases, kelainan spinal, cervical instability . Gangguan pernafasan berupa : apnea sentral, obstructive apne, sumbatan jalan nafas berat (< 5 %). Pada CT scan dapat ditemukan kinking medula dan kelainan neuroanatomi yang sesuai dengan arrested hydrocephalus, termasuk pelebaran ventrikel dan hipoplasia korpus kolosum. Hidrosefalus dapat disebabkan peningkatan tekanan vena intrakranial akibat stenosis sinus sigmoid dipenyempitan foramen jugular. Kecerdasan adalah rata-rata, kadang-kadang terjadi keterlambatan pada penderita hidrosefalus. Perkembangan motorik terlambat, tetapi fungsi bahasa normal. 2,4,5

PATOFISIOLOGI
Kelainan skeletal pada akondroplasia timbul karena adanya hambatan pembentukan tulang endokondral, kelainan ini terjadi di epiphyseal osteochondral junction, tempat dimana terjadi proses kalsifikasi dan osifikasi, pada akondroplasia, terjadi proses penulangan yang lebih cepat sehingga tulang menjadi lebih pendek, namun karena pertumbuhan kearah samping tidak terpengaruh, tulang menjadi lebih lebar. Tulang tengkorak yang tidak tergantung pada pembentukan tulang endokondral, menjadi lebih besar. Panjang tulang vertebra umumnya normal, namun terdapat pendataran corpus vertebra, karena ada kelainan pada pertumbuhan tulang vertebra, lazim tampak kifoskoliosis atau kelainan bentuk tulang pungung yang lain.6,7
Komplikasi yang penting pada penderita akondroplasia adalah gangguan neurologis yang berhubungan dengan penyempitan tulang belakang seperti stenosis kanalis spinalis, prolaps discus intervertebra, osteofit dan kifosis.
Hidrosefalus bisa timbul pada akondroplasia karena terdapat penurunan aliran vena di sinus sagitalis superior karena penyempitan foramen magnum sehingga aliran cairan menjadi tidak lancar.

Pemeriksaan fisik
Gambaran klinis akondroplasia relatif tetap, sejak masa bayi sampai dengan masa dewasa. Bentuk badan yang tidak proporsional memudahkan kita untuk mengenal kelainan ini dan membedakannya dengan dwarfism (kerdil) yang baru muncul setelah usia 2 tahun. Pada pemeriksaan fisik secara umum ditemukan batang tubuh dan tungkai penderita akondroplasia lebih pendek, tungkai bengkok dan segmen tungkai proksismal lebih pendek Jika penderita berdiri, maka ujung jari tangan biasanya tidak akan mencapai trokanter.

Kepala
Untuk kepala tampak ukuran tulang kranium lebih besar dari ukuran normal disertai dengan penonjolan frontal (frontal bossing) dan jembatan hidung yang rata. Tulang calvaria besar sedangkan basis kranial dan tulang wajah kecil karena midfacial hypoplasia contracted skull base. Tulang maksila lebih datar karena mengalami hipoplasia sehingga muka tampak lebih datar, tulang maksilaris yang kecil ini menyebabkan gigi tumbuh lebih padat. Foramen magnum tampak menyempit sehingga mempermudah terjadinya hidrosefalus.

Ekstremitas
Segmen badan biasanya normal dan relatif lebih panjang, ukuran ekstremitas yang pendek merupakan gambaran utama kelainan ini. Terdapat rhizomelia, trident hands dan brakidaktili. Siku bisa berada pada posisi ekstensi dan pronasi, serta jari tangan kedua, tiga dan empat sama panjang. Extensi siku terbatas, genu varum displastik dan terdapat penyempitan sakroiliaka .

Badan
Pada tulang punggung bisa terdapat skoliosis, gibbus lumbal biasanya ditemukan pada masa bayi, gibbus torakolumbal yang bisa menghilang saat bisa berjalan. Penyempitan ruang interpedikuler pada lumbal, ilium displastik dengan penyempitan sacroiliaca groove, asetabulum mendatar. Tinggi rata-rata lelaki adalah 131 cm dan perempuan 124 cm.

Riwayat penyakit
Jika diagnosis telah ditegakkan perlu untuk menanyakan beberapa hal sehubungan dengan komplikasi yang akan terjadi seperti : nyeri, ataksia, inkontinensia, apnea, gangguan nafas dan kuadriparesis. Perlu ditanyakan tentang otitis media untuk mencegah ketulian dan gangguan perkembangan bahasa. Gangguan tidur dan peningkatan ukuran kepala perlu diwaspadai. Walaupun akondroplasia sering akibat mutasi baru, perlu untuk mendeteksi keluarga berisiko, yaitu orang tua heterozigot terhadap gen G1138A atau G1138C.

Pencitraan
Radiologi :
Pemeriksaan radiologi menunjukan disproporsional tubuh dan memberikan gambaran khas.

Ekstremitas
Tulang panjang tampak lebih pendek dan relatif tebal, kelainan pada tulang segmen proksismal lebih nyata dibandingkan dengan segmen distal, square-shaped long bones, Tulang jari lebih lebar dengan ukuran yang sama (trident hands), normal trunk length, proksimal femoral lebih radiolusens, chevron-shaped distal femoral epiphyseal, lempeng pertumbuhan lebih pendek.
Tulang femur tampak lebih pendek dibanding tulang tibia, fibula relatif lebih panjang dibanding tibia. Semua ujung tulang panjang tampak mencekung, dan pusat penulangan akan mengisi cekungan tersebut membentuk bayangan menyerupai “ball-and-socket pattern”. Pusat osifikasi tampak lebih kecil. Gambaran yang sama tampak pada ekstremitas atas, tulang humerus tampak lebih pendek



















Gambar 7
Khas pada akondroplasia. A, terdapat pemendekan tulang panjang, pemendekan tulang femur lebih tampak dibanding tulang tibia. Pada bagian ujung tulang panjang tampak mencekung dan pusat penulangan epifise akan mengisi cekungan tersebut sehingga membentuk gambaran “Shallow ball-and-epiphyseal” B, tampak pemendekan humerus seperti juga dialami oleh tulang panjang lainnya.6

Vertebra
Dari proyeksi vertikal dan sagital, corpus vertebra lebih pendek dibanding vertebra normal. Dari proyeksi anteroposterior, tulang vertebra akan melebar dari atas ke bawah , dan segmen lumbal 5 merupakan segmen yang terlebar, namun pada penderita akondroplasia, tulang vertebra akan menyempit dari atas kebawah, dan lumbal ke 5 merupakan vertebra yang terkecil. Pada proyeksi lateral, shaded pedikel lebih pendek dan kanalis spinalis lebih mendatar dibanding normal. Sudut bagian dorsal tampak lebih konkaf. Pada bagian ventral tulang vertebra bisa ditemukan gambaran ujung yang membulat (bullet nose) karena vertebra torakolumbal mengalami hipoplasi. Ruang intervertebra lebih dalam dengan korpus vertebra yang lebih kecil.



















Gambar 8
Perbandingan vertebra lumbal pada orang normal dan penderita akondroplasia dari proyeksi frontal (A) dan lateral (B), vertebra lumbal semakin melebar dari atas ke bawah dari proyeksi frontal, corpus L5 merupakan corpus paling sempit, hal ini berlawanan dengan gambaran vertebra penderita akondroplasia. Pada proyeksi lateral, tampak bayangan pedikel memendek dan kanalis spinalis memipih kurang dari setengah nilai normal, bagian dorsal dari tulang vertebra akondroplasia menjadi sedikit konkaf. Ruang intervertebra lebih dalam dan corpus vertebra lebih kecil dibanding vertebra normal. Gambar C menunjukan gambaran khas vertebra torakolumbar penderita akondroplasia. 6

Pelvis.
Terbatasnya pertumbuhan tulang iliaka akan menyebabkan berkurangnya ukuran pelvis, sehingga wanita yang menderita akondroplasia sulit untuk melahirkan pervaginam. Dari proyeksi vertikal, pelvis tampak lebih pendek dan relatif lebih lebar. Pada bayi, dengan bertambahnya ruang kartilago, mineralisasi tulang, iregularitas dan mangkok asetabulum, pelvis tampak lebih datar.
Sayap iliaka melebar, sementara sacroiliaka menyempit, sehingga menyerupai gelas sampanye ( champagne glass )
















Tulang tengkorak
Tulang tengkorak tampak lebih besar dengan dasar yang pendek. Dasar tengkorak tampak lebih pendek, hal ini disebabkan karena dasar tengkorak berasal dari kartilago. Hal ini menyebabkan foramen magnum menyempit dan menimbulkan stenosis spinal.














Gambar 10
Pandangan lateral (A) dan anteroposterior Towne (B) tengkorak akondroplasia, pada proyeksi lateral, tampak pemendekan kartilago yang kontras dengan pembesaran tulang calvaria. Proyeksi B menunjukan ukuran foramen magnum yang kecil, sehingga mempermudah timbulnya hidrosefalus. 6


UltraSonography (USG)
Pemeriksaan USG merupakan pemeriksaan non invasif untuk menilai keadaan ventrikel sebelum ubun-ubun besar menutup. Pada akondroplasia bisa ditemukan hidrosefalus. Pemeriksaan USG dilakukan pada usia 2,4 dan 6 bulan untuk memonitor ukuran ventrikel atau adanya hidrosefalus.

Computed Tomography (CT)
Pada pemeriksaan CT, tampak berkurangnya diameter transversal dan sagital foramen magnum jika dibanding dengan ukuran normal . Penekanan di foramen magnum atau di kanalis spinalis yang lebih sempit ini menyebabkan kelainan neurologis seperti sleep apnea dan defisit neurologis, yang akan membaik jika dilakukan dekompresi melalui laminektomi.
Melalui pemeriksaan CT juga tampak kelainan morfologi pada tulang temporal berupa ; tidak berkembangnya sel udara mastoid, pemendekan kanalis karotis, penipisan dasar tengkorak, peninggian tulang petrosus, terputarnya koklea yang semuanya bisa menimbulkan gangguan pendengaran dan mempermudah timbulnya otitis media.

Magnetic Resonance (MR)
Pemeriksaan MR menunjukan penyempitan ruang subarachnoid setinggi foramen magnum, dan bisa ditemukan kelainan yang disebabkan karena penekanan pada cervicomedullary junction”. Pemeriksaan MR merupakan pemeriksaan pilihan pada kasus akondroplasia dengan dugaan stenosis spinal















Gambar 11
Pemeriksaan MRI pada bayi dengan akondroplasia menunjukkan penyempitan foramen magnum sehingga menekan spinal cord.6


Tata laksana
Perlu dilakukan pemantauan pertumbuhan, berat badan dan lingkar pada tiap bulan selama tahun pertama, U/L ratio, pemeriksaan neurologik berkala, infeksi telinga tengah dan pertumbuhan gigi yang crowded, kontrol obesitas. Kadang-kadang perlu tindakan bedah, leg lengthening procedures, release compresion, lumbar laminectomy pada spinal stenosis. Perlu konsultasid pada neurolog, bedah saraf, THT dan konsultasi genetik.3,7-10
Pemberian growth hormon masih kontroversi. GH tidak bermanfaat untuk terapi akondroplasia karena kartrilago epifisis abnormal dan zone proliferasi tipis. Tetapi sebagian masih memberikannya sebagai terapi standar. Pemberian dosis standar dapat meningkatkan pertumbuhan. Empat belas pasien yang diobati di National Cooperative Growth Study (0,317 mg/kg/minggu) selama 2,6 tahun meningkatkan pertumbuhan 0,7 SD. Pada penelitian berikutnya kecepatan pertumbuhan bertambah dari 3,8 ke 6 cm pertahun pada tahun pertama dan 4,4 cm pertahun pada tahun ke dua. Ada pendapat bahwa dosis tinggi (0,6 cm / kg per minggu) merangsang kecepatan pertumbuhan pasien akondroplasia. Pemberian jangka pendek tidak merubah disproporsi. Begitu juga terhadap lingkaran foramen magnum,meskipun demikian respon terhadap tinggi akhir belum dapat diprediksi . 8-10

Pemantauan rawat jalan
Pertumbuhan dan lingkar kepala diplot pada grafik khusus perlu pemantauan : neurologi, CT scan, MRI, dan lain-lain. Deteksi adanya infesi telinga tengah dan periksa pertumbuhan gigi.1,2,4

Prognosis
Intelegensi dan harapan hidup normal.1,2,4

DISKUSI
Telah dilaporkan sebuah kasus akondroplasia pada seorang anak berumur 13 bulan dengan keluhan pertumbuhan yang terlambat. Keadaan ini ditemukan beberapa bulan setelah lahir sehingga sesuai dengan akondroplasia. Berbeda dengan bentuk lain seperti thanatropik displasia yang sudah terjadi prenatal, dan hipokondroplasia yang biasanya terjadi pada tahun pertama. Klinis dan pemeriksaan fisik lain yang menyokong adalah : perbandingan segmen atas dan segmen bawah, perawakan pendek dengan perbandingan yang disproporsional antara lengan dan tungkai, kepala yang lebih besar dengan penonjolan bagian frontal, thorak yang tipis serta gambaran wajah yang khas , punggung sedikit lordosis. Bone survey sesuai dengan ankondroplasia. Pada pasien ini tidak terdapat hidrosefalus yang bisa saja terjadi pada seorang anak dengan akondroplasia, namun ini perlu dikontrol untuk mengetahui secara dini kelainan hidrosefalus.
Akondroplasia pada pasien ini mungkin disebabkan mutasi baru yang terjadi pada salah satu orang tua. Hal ini berdasarkan tidak adanya riwayat keluarga pendek atau kerdil pada kedua keluarga dan usia kedua orang tua yang sudah lanjut. Anak ini cukup mendapat kebutuhan ASAH, ASIH, dan ASUH, namun keterlambatan motorik dan bicara mungkin disebabkan kelainan anatomis.
Prognosis pasien ini secara teoritis adalah baik. Dukungan moril pada keluarga perlu sekali agar anak tumbuh dan kembang optimal.







































Daftar Pustaka

1. Khan AN. Achondroplasia. Didapat dari http://www.emedicine.com. Last update Juli 2008.
2. Trotter TL, Hall JG and Committee of Genetics. Health supervision for children with achondroplasia. Pediatrics 2005;116:771-82.
3. Committee of genetics. Health supervision for children with achondroplasia.American academy of pediatric 1995;90:443-51.
4. Clark RN. Congenital dysplasias and dwarfism. Pediatr Rev 1990;12:149-59.
5. ------. Pediatric musculoskeletal radiology. Dalam : Petterson H, Ed. A global textbook of radiology.
6. ------ Skeletal dysplasias. Dalam: Silverman F, Kuhn J, Ed. Caffey’s pediatric x-ray diagnosis: an integrated imaging approach; Edisi ke-9 St.Louis: Mosby,1993; 1574-87.
7. Cocburn SB, Hilt NE. Manual of orthopaedics. Saint Louis: CV Mosby Co, 1980;
369-70.
8. Gordon IRS, Ross FGM. Diagnostic radiology in paediatrics. Boston: Butterworth Co
(Publ) Ltd, 1977; 2-3.
9. Lovel WW, Winter RB. Pediatric orthopaedics. Edisi ke-2; Philadelphia: JB
Lippincott Co, 1989; 45-8.
10. Sillerve DO. Genetic skeletal dysplasia. Kliegman RM, Nelson WE, Vaughan VC,
Eds. Nelson text book of pediatrics. Edisi ke-18; Philadelphia: WB Saunders Co,
1996; 638-9.
11. Brashear HR, Reney RB. Shands' handbook of orthopaedic surgery. Edisi ke-6: Saint
Louis: CV Mosby Co, 1978; 56-96.
12. Warkany J. Congenital malformation. Edisi 1; Chicago: Year Book Medical Publ Inc,
1971; 767-81.

pemantauan bayi prematur

PEMANTAUAN JANGKA PANJANG BAYI DENGAN PREMATURITAS


Pendahuluan
Angka kejadian bayi prematur di Indonesia, masih cukup tinggi dan merupakan bagian terbesar dari kelompok bayi dengan berat lahir rendah (BBLR).Angka kejadian BBLR di Indonesia adalah 14-20 % .1 Bayi prematur termasuk dalam kelompok bayi risiko tinggi yang memerlukan pemantauan tumbuh kembang secara berkala dan terus menerus. Banyak masalah yang akan timbul pada bayi prematur, antaralain gangguan pertumbuhan, gangguan perkembangan seperti palsi serebral, retardasi mental, gangguan pendengaran, gangguan penglihatan seperti retinopati prematuritas, gangguan perilaku serta gangguan belajar, semakin kecil masa gestasi, makin besar risiko terjadinya gangguan tumbuh kembang.1,2
Untuk mencapai perkembangan yang optimal, disamping asupan nutrisi yang tepat perlu dilaksanakan intervensi berupa stimulasi dini. Berbagai program intervensi telah dijalankan pada bayi prematur, untuk memperbaiki interaksi orang tua dan anak serta memperbaiki perkembangan neurologis. American Academy of Pediatric menyarankan untuk memantau pertumbuhan dan perkembangan bayi prematur sampai berusia 7-10 tahun sehingga bisa mengidentifikasi dini gangguan pertumbuhan, gangguan perkembangan, mengadakan konseling orangtua, identifikasi dan penanganan masalah medis anak.1-4
Penyajian kasus panjang ini bertujuan untuk mengetahui tentang tumbuh kembang seorang bayi prematur dan aspek lingkungan yang mempengaruhinya.

Kasus
Seorang neonatus laki-laki, usia 3 jam, dikirim dari RS Bersalin ke Bagian Perinatologi RS. Dr. M. Djamil pada tanggal 5 Juli 2008, dengan keterangan lahir prematur dan BBL 1100 gram. Nilai Apgar 5 pada menit pertama dan 6 pada menit kelima. Bayi belum diberi minum .

Riwayat Kehamilan / Persalinan
Ibu berusia 34 tahun, ini merupakan kehamilan kedua, anak pertama meninggal dalam kandungan karena ibu menderita hipertensi yang terjadi sebelum kehamilan, pada kehamilan kedua ini ibu masih menderita hipertensi. Hari pertama haid terakhir ibu (HPHT) tidak ingat. Selama hamil ibu kontrol teratur ke SpOG dan dinyatakan tekanan darah ibu tinggi, setiap kontrol tekanan darah berkisar 200/100 mmHg. Kualitas dan kuantitas makanan selama hamil cukup baik. Ibu hanya minum obat-obatan yang diresepkan dokter.

Riwayat Sosial / Ekonomi
Ibu pasien berpendidikan D3 (ekonomi), sebagai ibu rumah tangga dan ayah berusia 34 tahun, pendidikan S1, bekerja sebagai pedagang buku sekolah dengan penghasilan lebih kurang Rp. 2.000.000,- per bulan.





Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum : sakit berat, letargis dan menangis lemah, frekuensi nadi : 140 x/menit, nafas 50 x/menit, suhu 36,7 0C . Berat badan : 1100 gram, panjang badan : 44 cm.
Bentuk kepala normal, ubun-ubun besar 1,5 x 1,5 cm, ubun-ubun kecil 0,5 x 0,5 cm. Kulit : tipis dan licin. Mata : tidak ada kelainan. Telinga : terdapat pelipatan pada sebagian tepi pinna. Pinna lembek, mudah dilipat, rekoil pelan. Hidung : tidak ditemukan nafas cuping hidung. Mulut : tidak ditemukan sianosis sirkum oral. Leher : tidak ada kelainan. Toraks : tidak ditemukan retraksi, normochest, simetris, puting terlihat samar-samar, belum terlihat areola, teraba jaringan mammae, diameter < 0,5 cm. Jantung : irama teratur, tidak ditemukan bising. Paru : suara nafas bronkovesikuler, lendir / ronki tidak ada. Abdomen : datar, terlihat vena dan cabang-cabangnya di dinding abdomen. Perabaan supel, hepar teraba ¼ - ¼, lien tidak teraba. Tali pusat segar, warna putih, mengkilap, umbilikus normal. Genitalia : undensensus testis dekstra. Ekstremitas : garis telapak kaki terlihat pada ½ anterior, tidak ada edema. Anus : ada.Tulang-tulang: tidak ditemukan kelainan
Refleks neonatal (Moro, rooting, isap dan pegang) belum ditemukan.
Ukuran : Lingkaran kepala : 30 cm, lingkaran dada : 28 cm, lingkaran perut : 26 cm, simpisis kaki : 21 cm, panjang lengan : 16 cm, panjang kaki : 19 cm, kepala simpisis : 23 cm. Kriteria ballard : 12, Dubowitz : 7. Taksiran maturitas : 29-30 minggu, sesuai dengan masa kehamilan menurut kurva Battaglia dan Lubchenco

Pemeriksaan laboratorium : Hb : 15,2 g % , leukosit : 12.600 / mm3, hitung jenis : 0/1/1/53/28/17, gula darah random : 90 mg %

Diagnosis kerja: Neonatus BBLSR 1100 g, lahir Seksio sesaria ai hipertensi
Ibu hipertensi, ketuban jernih
Taksiran maturitas 29-30 minggu (SMK)
Nilai Apgar 5/6 (asfiksia sedang – partus luar)
Jejas persalinan tidak ada
Kelainan kongenital : undensensus testis dekstra
Keadaan sekarang : BBLSR 1100 gram

Bayi dirawat dalam inkubator dengan suhu 36ÂșC di ruang Peristi level II karena tidak bersedia dirawat di ruangan NICU dengan alasan keterbatasan biaya. Selama 15 hari perawatan bayi tidak mengalami distres pernafasan, demam,kejang dan ikterik. Tanda vital stabil dan tidak ditemukan kelainan pada pemeriksaan fisik. Pemberian cairan intravena mulai dikurangi seiring dengan meningkatnya pemberian ASI, ASI mulai diberikan hari ke-3 pada saat kondisi bayi stabil. Pada awalnya ASI diberikan melalui sonde, pada hari ke-6 telah mendapat ASI sesuai kebutuhan harian dan pemberian cairan intravena dihentikan pada saat ini, pada hari ke-8 perawatan refleks isap muncul dan bayi dicobakan menyusu langsung pada ibunya, buang air besar dan buang air kecil tidak ada masalah. Antibiotik ampisilin 2x 50 mg dan gentamisin 1 x 5 mg diberikan secara intravena, dan dihentikan hari ke-5 karena kultur darah steril.
Selama 15 hari perawatan terdapat peningkatan berat badan dari 1100 menjadi 1400 gram, bayi telah bisa menyusu langsung, tidak ada distress pernafasan. Pada ibu telah diajarkan merawat bayi dengan metode kangguru, sehingga saat perawatan di rumah ibu bisa melakukannya, juga diajarkan pijat bayi dengan demikian ibu juga memberikan rangsangan taktil pada bayi, serta memanggil anaknya dan memberi suara musik untuk rangsangan pendengaran.
Pada saat pulang, bayi tidak mengalami gangguan pernafasan, demam, kejang atau ikterik,menyusu kuat dengan toleransi minum baik, aktif, tidak ditemukan kelainan pada pemeriksaan fisik. Berat badan pulang 1400 gram dan ibu telah bisa melakukan perawatan pada bayinya. Pemeriksaan USG kepala tidak menunjukkan adanya kelainan.

Faktor genetik / heredokonstitusional
Pasien merupakan bayi prematur, lahir melalui sectio cesaria karena ibu mengalami hipertensi, mengalami asfiksia sedang (partus luar), dengan berat badan 1100 gram. Selama perawatan pasien tidak pernah tampak kebiruan,kuning atau kejang. Pada saat kehamilan pertama ibu juga mengalami hipertensi dan bayi meninggal dalam kandungan saat usia 8 bulan.
Ibu tidak mengkonsumsi jamu ataupun obat-obatan selain yang diresepkan oleh dokter spesialis kebidanan. Selama kehamilan ibu tidak mempunyai masalah dengan makanan, gizi ibu cukup baik dan rajin minum susu ibu hamil. Selama kehamilan ibu menderita hipertensi dan selalu kontrol pada dokter spesialis kebidanan.

Faktor lingkungan
a. Ekosistem mikro
Ibu berusia 34 tahun, Suku Minangkabau, pendidikan D3, sebagai ibu rumah tangga. Ibu sangat perhatian pada perkembangan bayi dan mau mengikuti nasehat dokter. Pendidikan ibu cukup tinggi, sehingga komunikasi antara dokter dan ibu cukup baik.

b. Ekosistem mini
Ayah berusia 34 tahun, pendidikan S1, bekerja sebagai pedagang buku sekolah.
Hubungan dalam keluarga terlihat cukup harmonis. Ayah dan ibu menjalankan fungsi masing-masing dengan cukup baik, keduanya saling menghormati serta mempunyai keinginan dan perhatian cukup besar untuk pemenuhan kebutuhan dasar anaknya. Ayah bertanggung jawab dalam mencari nafkah bagi keluarga.

c. Ekosistem Meso
Pasien sekeluarga tinggal di rumah permanen berstatus kontrak di sebuah kompleks perumahan. Rumah cukup besar, berukuran 10x8 meter, terdiri dari ruang tamu, ruang tidur, dapur dan kamar mandi, berlantai keramik, ada halaman dan garase. Rumah terlihat cukup bersih, ventilasi cukup, sumber listrik dari PLN dan sumber air berasal dari PAM. Tingkat ekonomi keluarga pasien cukup baik, dengan penghasilan ayah + Rp. 2.000.000./ bulan.
Sarana kesehatan mudah dicapai, Puskesmas terdekat berjarak + 1 km, terdapat dokter praktek swasta dan bidan sekitar 500 m. Keluarga mempunyai sepeda motor sebagai sarana transportasi. Untuk telekomunikasi ayah dan ibu mempunyai telepon seluler.

Pemenuhan kebutuhan dasar
Kebutuhan fisik-biomedis (ASUH)
Pasien mendapat ASI sejak perawatan, ibu telah diajarkan cara memberikan ASI yang benar, sebagai bayi yang lahir prematur dengan berat badan lahir sangat rendah, terdapat penyulit yang berhubungan dengan pencernaan, seperti mudah terjadi gastroesofageal refluks. Kepada ibu diterangkan hal ini dan dianjurkan untuk berhati-hati sewaktu memberikan anak minum.
Rumah permanen dan layak huni, sumber air dan penerangan baik, sampah diambil petugas keliling. Higiene dan sanitasi lingkungan baik. Kebutuhan sandang juga terpenuhi dengan baik.


Kebutuhan emosi / kasih sayang (ASIH)
Hubungan kedua orang tua dan anak tampak cukup erat. Di rumah sakit, telah diusahakan terjadinya komunikasi sedini mungkin. Ibu datang ke rumah sakit pada hari keempat perawatan dan terlibat langsung dalam perawatan bayinya.

Kebutuhan akan stimulasi mental (ASAH)
Stimulasi terhadap pasien telah dimulai sedini mungkin, sejak pasien masih di rumah sakit. Saat pasien masih dirawat dalam inkubator, ibu telah dilibatkan dalam perawatannya. Kepada ibu dianjurkan untuk mengajak bicara bayinya dengan lembut, walaupun bayi belum bisa digendong.
Setelah bayi cukup stabil, dimulai perawatan bayi lekat (kanggaroo baby care) dengan meletakkan bayi diantara kedua payudara ibu dan kemudian ditutupi dengan pakaian, sehingga terjadi kontak kulit dengan kulit antara bayi dan ibu yang berupa rangsangan taktil dan bayi mendengar detak jantung ibu yang merupakan rangsangan auditori terhadap bayi. Rangsangan taktil juga diberikan dengan cara memijat bayi, selain diajarkan secara langsung, kepada ibu juga diberikan satu buku tentang cara memijat bayi.
Selama di rumah sakit ibu diajarkan keterampilan membersihkan, memandikan, mengganti pakaian, memberi minum dan menenangkan bayi. Ibu dianjurkan sedekat mungkin dengan bayi, sehingga menghilangkan ketakutan dan kecemasan serta mendorong ibu untuk menikmati kebersamaan dengan bayinya.

Masalah yang dihadapi
Sebagai bayi yang lahir prematur dengan berat badan lahir sangat rendah, terdapat kemungkinan beberapa penyulit, seperti gangguan nutrisi, gangguan neurologis, pendengaran, penglihatan, dan tumbuh kembang. Kepada ibu diterangkan hal ini dan dianjurkan untuk membawa bayi untuk kontrol teratur ke RS. Dr. M. Djamil dan kedokter spesialis, juga akan dilakukan kunjungan kerumah untuk memantau pertumbuhan dan perkembangan. Pemeriksaan yang akan dilakukan antara lain pengukuran berat badan, panjang badan, lingkar kepala, pemeriksaan mata untuk melihat adanya retinopati prematuritas dan telinga untuk mengetahui adanya gangguan pendengaran serta pemberian vaksinasi. Skrining perkembangan juga akan dilakukan dengan Denver Development Screening Test II (DDST II) dan Early Language Milestone (ELM) scale 2 serta Bayley Infant Neurodevelopmental Screener (BINS). Setelah memperhatikan keadaan tersebut diatas, maka masalah yang akan dihadapi oleh pasien dan keluarga adalah sebagai berikut :

Masalah pasien ini :
1. Bayi berisiko tinggi akan mengalami gangguan pertumbuhan,
perkembangan, gangguan fungsi pendengaran, penglihatan dan kognitif.
2. Bayi berisiko mengalami gangguan dalam hal nutrisi (menerima asupan
makanan, refluks gastroesofageal), berisiko mengalami defisiensi vitamin dan mineral
( vitamin D,E,K, asam folat, besi dan zinc).
3. Bayi berisiko untuk mengalami tindakan bedah karena adanya undensensus testis.
4. Bayi berisiko tinggi mengalami komplikasi selama 1 tahun pertama berupa
komplikasi pada sistem respirasi (Sudden Infant Death Syndrome/SIDS,
mengi rekuren), mata (Retinopathy of Prematurity/ROP, strabismus,miopia), telinga
(tuli saraf, konduktif), gastrointestinal (muntah, konstipasi), neurologi (retardasi
mental, hipotoni, hemiplegi, hidrosefalus) dll.



Masalah keluarga :
1. Kedua orang tua belum memahami tentang risiko yang akan dihadapi oleh
anaknya yang prematur.
2. Kedua orang tua belum memahami kebutuhan nutrisi pada bayi prematur.
3. Kedua orang tua belum memahami pentingnya stimulasi dini pada bayi

Rencana pemecahan masalah.
Pasien :1. Melakukan pemantauan pertumbuhan pasien secara berkala dan merencanakan
pengukuran berat badan sampai usia 2 tahun, panjang badan sampai usia 40
bulan dan pengukuran lingkar kepala sampai usia 18 bulan, sesuai dengan usia
koreksi pematuritas dan memberikan tatalaksana jika ditemukan kelainan.
2. Memberikan nutrisi yang optimal bagi kebutuhan pertumbuhan dan perkem
bangan bayi berupa ASI eksklusif sampai usia 6 bulan, bubur susu, buah
biskuit, nasi tim saring, nasi tim dan makanan keluarga sesuai dengan usia
pasien.
3. Melakukan konsultasi ke Bagian THT untuk pemeriksaan fungsi pendengaran dan merencanakan penatalaksanaan jika ditemukan kelainan.
4. Melakukan konsultasi ke Bagian Mata untuk pemeriksaan fungsi penglihatan
dan merencanakan penatalaksanaan jika ditemukan kelainan.
5. Melakukan pemantauan perkembangan meliputi fungsi bahasa dan kemampuan motorik, perkembangan neurologi, perkembangan kognitif dengan tes DDST II, ELM scale 2 dan BINS secara berkala dan merencanakan penatalaksanaan jika ditemukan kelainan.
6. Memberikan vaksinasi bagi bayi sesuai anjuran IDAI.

Keluarga :
1. Menjelaskan kepada keluarga tentang risiko yang akan dihadapi oleh bayinya.
2. Mengajarkan ibu tentang pemberian asupan nutrisi yang lengkap bagi bayi.
3. Menjelaskan kepada keluarga tentang pentingnya stimulasi dini dan pemantauan terhadap bayi.
4. Mengajarkan ibu untuk memberikan stimulasi dini pada bayinya, seperti stimulasi taktil (pijat), penglihatan dan pendengaran (audio visual), dan kinestetik.

Rencana pemantauan selanjutnya :
1. Pemantauan pertumbuhan.
2. Pemantauan perkembangan berupa perkembangan bahasa dan kemampuan motorik perkembangan neurologi serta perkembangan kognitif.
3. Konsultasi dengan Bagian THT untuk penilaian fungsi pendengaran
4. Konsultasi dengan Bagian Mata untuk penilaian fungsi penglihatan (ROP)
5. Pemberian vaksinasi








Hasil pengamatan 1. Juli 2008 – Desember 2008.
Pada periode ini dilakukan 3 kali kunjungan rumah, yaitu 2 minggu setelah pasien dipulangkan, saat bayi berusia 4 bulan dan usia 6 bulan (usia kronologis)

Kunjungan pertama (2 minggu setelah pulang)
Pada pengamatan pertama, bayi mendapat ASI dan tampak menyusu kuat, tidak ada gangguan pernafasan dan gangguan pencernaan, tidak demam, buang air besar dan buang air kecil tidak ada keluhan. Berat badan saat kunjungan ini 1,5 kg.
Dari pemeriksaan fisik tidak ditemukan kelainan pada kepala, ukuran kepala 33 cm, normal menurut standar Nellhaus pada usia koreksi, tidak ditemukan kelainan pada mata, telinga, pada pemeriksaan jantung tidak ditemukan bising, abdomen dalam batas normal, tidak ditemukan hernia umbilikalis, kedua ekstremitas dalam batas normal, gerakan aktif, masih ditemukan undensensus testis dekstra.
Orangtua masih memberikan stimulasi pada anaknya, meliputi semua aspek yaitu stimulasi taktil, vestibular kinestetik, pendengaran dan visual. Saat pengamatan bayi telah bisa menatap muka orang tuanya, bereaksi terhadap bunyi bel dan bersuara walaupun belum jelas.

Kunjungan kedua (usia 4 bulan)
Pada pengamatan kedua, bayi masih mendapat ASI, menyusu kuat, tidak mengalami gangguan pencernaan dan pernafasan, bayi minum + 8 kali perhari dan tidak mengalami keluhan seperti berak encer atau muntah, bayi berganti pampers sekitar 6-8 kali perhari menunjukan bahwa kebutuhan nutrisi tercukupi, tidak pernah mengalami demam, kejang atau sesak nafas.Berat badan pada kunjungan ini 5,5 kg dan panjang badan 55 cm, dengan BB/U 119%, TB/U 100% dan BB/TB 119% dengan kesan overweight (pengukuran dengan usia koreksi), lingkar kepala 34,5 cm, normal sesuai standar Nellhaus.
Imunisasi diberikan sejak umur 1 bulan sesuai jadwal yang dianjurkan IDAI, imunisasi yang telah didapatkan pada usia 1 bulan adalah hepatitis B 1, usia 2 bulan ; hepatitis B 2, BCG, DPT 1 dan polio 1 serta pada usia 4 bulan; DPT 2 dan polio 2, imunisasi dilakukan oleh dokter spesialis anak .
Hubungan kedua orang tua dan anak sangat erat. Pasien tinggal bersama ayah dan ibu, namun karena ayah sering bertugas keluar kota, pasien tampak lebih dekat dengan ibu dibanding ayah.
Pada usia ini DDST II memberikan kesan normal, semua tugas dari 4 kelompok tes (motorik kasar, motorik halus, bahasa dan personal sosial) bisa dilakukan dengan baik.
Dari tes motorik kasar, bayi mulai mengangkat kepala walaupun tidak lama, untuk motorik halus bayi telah bisa mengikuti benda kegaris tengah, tes personal sosial bayi telah bisa menatap muka bahkan tersenyum pada ibunya, untuk tes bahasa, bayi telah bereaksi terhadap bunyi bel dan telah mengeluarkan suara ’ooo aaahh’
Tes Early Language Milestone Scale 2 (ELM scale 2) telah dilakukan dengan baik, dan memberikan hasil normal di ketiga tes (Auditori ekspresif, auditori reseptif,dan visual).
Orangtua masih memberikan stimulasi pada anaknya, meliputi semua aspek yaitu stimulasi taktil, vestibular kinestetik, pendengaran dan visual. Pada saat ini bayi bisa menatap muka orangtuanya, mengikuti bel yang digerakan didepannya, bersuara walaupun belum keras, dan menggerakan kepala.

Kunjungan ketiga (usia 6 bulan)
Pada kunjungan ketiga pasien sudah tidak mendapat ASI, hanya mendapat ASI sampai usia 5 bulan karena ibu merasa ASI kurang, sehingga ibu memberi susu formula. Ibu memberikan susu formula sesuai dengan takaran yang dianjurkan. Bayi minum + 8 kali perhari dan tidak mengalami keluhan seperti berak encer atau muntah, bayi berganti pampers sekitar 6-8 kali perhari, hal ini menunjukan kebutuhan nutrisi terpenuhi, tidak pernah mengalami demam, kejang atau sesak nafas.
Pada pemeriksaan fisik masih terdapat undensensus testis, sedangkan pemeriksaan lainnya dalam batas normal.
Stimulasi terhadap pasien masih diberikan, mencakup stimulasi taktil, vestibular kinestetik, pendengaran dan visual. Kepada ibu dianjurkan untuk mengajar bicara bayinya, ibu dianjurkan sering menatap mata bayi dan mengajak tersenyum. Rangsangan taktil juga diberikan dengan cara memijat bayi. Ibu dianjurkan untuk mengajak bayinya bercakap-cakap, kontak mata dan memberikan mainan sesuai umur yang bisa merangsang perkembangan bayi, seperti mainan berwarna terang, kerincingan dan lain-lain.
Pada ibu diajarkan usaha relaktasi untuk merangsang produksi ASI, diharapkan dengan relaktasi ibu bisa kembali memberikan ASI pada bayinya.
Pada usia ini pemeriksaan mata untuk mencari adanya ROP memberikan hasil normal, tidak ditemukan kelainan.

Masalah yang ditemukan :
Bayi hanya mendapatkan ASI sampai usia 5 bulan.
Pemecahan masalah :
Mengajarkan ibu untuk relaktasi

Analisis :
Pada periode ini dilakukan 3 kali kunjungan rumah, 2 minggu setelah pasien pulang, pada usia 4 dan 6 bulan (usia kronologis). Pada periode ini tidak ditemukan masalah klinis, bayi tidak mengalami gangguan pernafasan, gangguan menyusu dan cukup aktif. Berat badan meningkat sesuai dengan usia koreksi bahkan cenderung mengalami overweight, kemungkinan bayi dalam proses tumbuh kejar untuk mencapai berat badan sesuai dengan usia kronologisnya, terdapat penambahan panjang badan dan peningkatan ukuran lingkar kepala yang sesuai dengan usia koreksi, masih ditemukan undensensus testis, sedangkan pada pemeriksaan lain tidak ditemukan kelainan. Pada bayi ini juga tidak ditemukan tanda-tanda defisiensi nutrisi sehingga bisa tumbuh dengan optimal.

Kebutuhan fisik-biomedis (Asuh)
Kebutuhan asuh bagi bayi ini telah cukup terpenuhi, walaupun bayi tidak mendapatkan ASI eksklusif, tapi ibu tetap berusaha melakukan relaktasi sesuai dengan anjuran, namun hasilnya belum memuaskan, sehingga ibu memberikan susu formula agar kebutuhan nutrisi tetap terpenuhi. Selama masa ini, bayi mendapatkan imunisasi dasar sesuai dengan usianya, dan tidak mengalami masalah setiap setelah imunisasi, seperti demam atau bengkak di lokasi penyuntikan.

Kebutuhan emosi/ kasih sayang (Asih)
Kedua orangtua sangat menyayangi bayinya, demikian juga dengan keluarga besar pihak ayah ataupun ibu.

Kebutuhan akan stimulasi mental (Asah)
Sejak awal kedua orangtua telah diberitahukan tentang pentingnya stimulasi dini pada bayinya, meliputi stimulasi taktil, vestibular, pendengaran dan visual sehingga dalam perawatan sehari-hari di rumah, mereka bisa melaksanakan stimulasi. Bayi berkembang dengan baik, dapat dilihat dari DDST II dan ELM 2 yang dilakukan memberikan hasil yang baik, bayi dapat melakukan semua tes sesuai usia koreksinya.
Hasil pengamatan 2 : Januari 2009 – Juni 2009.
Kunjungan rumah keempat saat bayi berusia 7 bulan dan kunjungan kelima pada usia 10 bulan (usia kronologis).



Kunjungan keempat (usia 7 bulan)
Pada periode ini, bayi pernah mengalami satu periode diare tanpa dehidrasi, dan dilakukan usaha rehidrasi oral berupa pemberian oralit di pojok usaha rehidrasi oral (URO) Bangsal Anak RSUP dr M Jamil, setelah pemberian cairan selama 3 jam, terjadi perbaikan, sehingga bayi tidak perlu dirawat.
Usaha relaktasi telah dilakukan namun hasil belum memuaskan, sehingga ibu tetap memberikan susu. Bayi telah diberi bubur sereal, buah dan jus buah serta biskuit, bayi bisa menerima makanan yang diberikan, menghabiskan makanan dengan baik dan tidak mengalami muntah atau sesak nafas.
Pemeriksaan fisik pada saat ini tidak menunjukan kelainan, tekanan darah 100/60 mmHg, kepala dalam batas normal, tidak ditemukan kelainan pada mata, jantung dan paru dalam batas normal, abdomen tidak distensi, ekstremitas normal, tidak ditemukan kelemahan atau spastik, tidak ditemukan lagi undensensus testis. Berat badan bayi 7 kg terletak pada presentil 75 dan panjang badan 62 cm terletak pada presentil 25 dengan BB/U : 107 %, TB/U : 98 % dan BB/TB : 109 %, lingkar kepala 39 cm, ukuran ini normal sesuai standar Nellhaus.
Imunisasi yang telah diberikan pada saat ini adalah Hepatitis B 3, DPT3 dan polio3. Bayi tidak mengalami masalah setiap setelah imunisasi.
Bayi telah bisa menolehkan kepala kearah suara, bisa memegang kerincingan, mengamati manik-manik ditangan, telah bisa tengkurap dan mengangkat kepala, memasukkan sesuatu benda kedalam mulut, tertawa dan berteriak saat diajak bercanda oleh orangtua.
Pada saat ini DDST II memberikan kesan normal, semua tugas dari 4 kelompok tes (motorik kasar, motorik halus, bahasa dan personal sosial) bisa dilakukan dengan baik.
Tes ELM scale 2 telah dilakukan, dan memberikan hasil normal di ketiga tes (Auditori ekspresif, auditori reseptif,dan visual).
Orangtua tetap dianjurkan untuk memberikan stimulasi bagi anaknya, seperti bermain ciluk ba, melihatkan bayangan dirinya dicermin, memberikan musik, mainan, memanggil namanya, memanggil mama-papa, mengulang beberapa kata, membantu bayi untuk tengkurap, berguling, telentang dan posisi duduk, berdiri, melangkah dengan berpegangan, pada bayi diberikan biskuit untuk dipegang dan dimasukan kedalam mulut. Untuk rangsangan gerak halus, koordinasi visual, kognitif dan kemandirian, diajarkan bersalaman, bertepuk tangan, melambaikan tangan dan menunjuk kebenda-benda yang agak jauh.


Kunjungan kelima (usia 10 bulan)
Tidak ada keluhan, bayi tampak aktif, buang air besar dan buang air kecil normal. Saat ini bayi masih mendapat susu bantu dan telah diberi nasi tim saring 3 kali sehari, bayi bisa menerima makanan yang diberikan, menghabiskan makanan dengan baik dan tidak mengalami muntah ataupun sesak nafas.
Pemeriksaan fisik pada saat ini tidak menunjukan kelainan, tekanan darah 100/60 mmHg, kepala dalam batas normal, tidak ditemukan kelainan pada mata, jantung dan paru dalam batas normal, abdomen tidak distensi, ekstremitas normal, tidak ditemukan kelemahan atau spastik. Berat badan 9,5 kg dan panjang badan 68 cm dan BB/U : 110% TB/U : 100% dan BB/TB : 110% . Berdasarkan kenaikan berat badan dan panjang badan tampak pertumbuhan linear pasien cukup baik. Lingkar kepala 41 cm, normal sesuai standar Nellhaus. Tidak ditemukan tanda-tanda defisiensi nutrisi seperti pucat, depigmentasi kulit dan rambut, lesi menyerupai seborhoik, akrodermatitis, alopesia ataupun tungkai melengkung, dan rachitic rosasy.
Anak belum mendapat imunisasi campak karena dibawa ke Jakarta untuk menemui keluarga besar ibu. Pada saat ini DDST II memberikan kesan normal, semua tugas dari 4 kelompok tes (motorik kasar, motorik halus, bahasa dan personal sosial) bisa dilakukan dengan baik. Tes ELM scale 2 telah dilakukan dengan baik, dan memberikan hasil normal diketiga tes (Auditori ekspresif, auditori reseptif,dan visual).
Saat ini dianjurkan pada ibu untuk melakukan pemeriksaan hemoglobin pada anaknya, namun ibu menolak karena merasa anaknya sehat dan tidak menunjukkan gejala anemia. Pemeriksaan pendengaran yaitu tes Auditory Brainstem Response telah dilakukan dengan hasil normal, tidak ditemukan kelainan pendengaran.

Masalah :
Pasien menderita 1 kali periode diare tanpa dehidrasi
Belum mendapatkan imunisasi campak
Usaha relaktasi belum memuaskan

Pemecahan masalah :
Mengajarkan pada ibu untuk tetap memberikan oralit dan makanan pada saat diare.
Memberikan edukasi tentang pencegahan diare.
Memberikan imunisasi campak .
Meneruskan usaha relaktasi

Analisis :
Pada periode ini telah dilakukan 2 kali kunjungan rumah, saat pasien berusia 7 dan 10 bulan (usia kronologis). Pada periode ini bayi mengalami satu kali diare tanpa dehidrasi, kemungkinan disebabkan karena proses penyediaan makanan yang kurang bersih. Sampai usia ini, anak masih diberikan susu formula dengan botol, diduga botol yang kurang bersih menyebabkan diare pada anak.
Pada pemeriksaan fisik, tidak ditemukan kelainan, berat dan panjang badan meningkat sesuai dengan usia koreksi, diimbangi dengan peningkatan lingkaran kepala, tidak ditemukan kelainan pada sistem tubuh. Sampai pada saat ini tidak ditemukan tanda-tanda defisiensi nutrisi ini tampak dari pertumbuhan anak yang baik. Tes pendengaran telah dilakukan dengan hasil baik, tidak ditemukan kelainan pada pendengaran anak.

Kebutuhan fisik-biomedis (Asuh)
Kebutuhan asuh bagi bayi ini telah cukup terpenuhi, ibu telah memberikan bubur sereal, buah dan biskuit, nasi tim dan anak bisa menerimanya dengan baik, tidak ada gangguan pencernaan lain yang terjadi pada anak. Anak juga mendapatkan imunisasi dasar sesuai dengan usianya, kecuali imunisasi campak, dan tidak mengalami masalah setiap setelah imunisasi.

Kebutuhan emosi/ kasih sayang (Asih)
Kebutuhan akan kasih sayang telah terpenuhi dengan baik.


Kebutuhan akan stimulasi mental (Asah)
Kedua orangtua tetap memberikan stimulasi sehingga anaknya dapat melewati semua point dalam DDST II dan ELM 2 dengan baik, bayi dapat melakukan semua tes sesuai usia koreksinya. Bayi telah bisa berdiri dengan pegangan, mengucapkan papa dan mama walaupun belum jelas, mengambil dan memindahkan kubus, bertepuk tangan serta melambaikan tangannya. Tes DDST II telah sesuai untuk anak dengan usia kronologis 10 bulan, berarti bayi ini sedang mengalami tumbuh kejarnya.


Hasil pengamatan 3. Juli 2009 – Desember 2009.
Kunjungan keenam bayi berusia 13 bulan dan kunjungan ketujuh pada usia 17 bulan (usia kronologis).

Kunjungan keenam (usia 13 bulan).
Pada saat ini, tidak ada keluhan, anak tidak pernah menderita diare, tidak ada keluhan pernafasan, kejang, muntah dan lain-lain. Buang air besar dan buang air kecil tidak ada kelainan.
Pada saat ini anak masih tetap diberikan susu formula, ibu juga telah memberi makanan keluarga, tidak ada keluhan, tidak ada muntah atau konstipasi dan anak makan tanpa ada kesulitan. Anak bisa menghabiskan semua porsi yang diberikan. Imunisasi yang diberikan adalah campak, anak tidak demam setelah pemberian imunisasi.
Dari pemeriksaan fisik tidak ditemukan kelainan, berat badan bayi 11,5 kg terletak pada presentil 90 dan panjang badan 78 cm terletak pada presentil 50 dengan BB/U : 131 %, TB/U: 101 % dan BB/TB : 122 %, dengan kesan obesitas, lingkar kepala 43 cm, normal sesuai standar Nellhaus.
Pada saat ini anak telah bisa berjalan dengan baik, menyebutkan beberapa kata, mencoret-coret kertas, memegang dan menyusun 2-3 kubus dan bisa meletakkan kubus dalam gelas, menyepak bola dan menirukan kegiatan yang ditunjukkan padanya, menirukan suara, mengerti perintah sederhana, dan aktif bermain. Pada saat ini DDST II memberikan kesan normal, semua tugas dari 4 kelompok tes (motorik kasar, motorik halus, bahasa dan personal sosial) bisa dilakukan dengan baik. Tes ELM scale 2 telah dilakukan dengan baik, dan memberikan hasil normal di ketiga tes (Auditori ekspresif, auditori reseptif,dan visual).
Ibu tetap dianjurkan untuk memberikan stimulasi bagi anaknya, seperti bermain bersama, menyusun kubus, balok-balok, memasukkan dan mengeluarkan benda kecil dari wadahnya, memperdengarkan musik, mainan, memanggil namanya, memanggil mama-papa, mengulang beberapa kata, untuk gerakan motorik kasarnya, anak diajar berjalan mundur, memanjat kursi, menendang bola, serta diajarkan perintah sederhana.

Kunjungan ketujuh (usia 17 bulan).
Pada saat ini, tidak ada keluhan, anak tidak pernah menderita diare, tidak ada keluhan pernafasan, pencernaan, kejang, muntah dan lain-lain. Buang air besar dan buang air kecil tidak ada kelainan.
Pada saat ini anak masih tetap diberikan susu formula, ibu juga telah memberi makanan keluarga, tidak ada keluhan, tidak ada muntah atau konstipasi dan anak makan tanpa ada kesulitan. Anak bisa menghabiskan semua porsi yang diberikan.
Dari pemeriksaan fisik tidak ditemukan kelainan, dengan tekanan darah 100/60 mmHg, berat badan 13,5 kg terletak pada persentil 90, dan PB 78 cm terletak pada persentil 50. BB/U : 122 %, TB/U : 100% dan BB/TB : 100 % dengan kesan gizi baik, lingkar kepala 45 cm, normal sesuai standar Nellhaus. Tidak ditemukan tanda-tanda defisiensi nutrisi seperti Tembaga (pucat, depigmentasi kulit dan rambut, lesi menyerupai seborhoik), Seng/Zn (akrodermatitis, alopesia) ataupun defisiensi vitamin D (tungkai melengkung, rachitic rosasy).

Analisis :
Pada periode ini dilakukan 2 kali kunjungan rumah, saat pasien berusia 13 dan 17 bulan (usia kronologis). Pada periode ini anak tidak mengalami suatu penyakit, pada usia ini anak semakin aktif karena telah bisa berjalan sendiri dan adanya rasa ingin tahu yang tinggi. Secara fisik, tidak ditemukan kelainan, berat badan meningkat sesuai dengan usia koreksi, demikian juga dengan lingkaran kepala, tidak ditemukan kelainan pada sistem tubuh. Sampai pada saat ini tidak ditemukan tanda-tanda defisiensi nutrisi, ini tampak dari pertumbuhan anak yang baik.

Kebutuhan fisik-biomedis (Asuh)
Kebutuhan asuh bagi bayi ini telah cukup terpenuhi, sampai saat ini ibu telah memberikan nasi tim saring sampai pada makanan keluarga, dan anak bisa menerimanya dengan baik, tidak ada gangguan pencernaan lain yang terjadi pada anak. Anak juga men-
dapatkan imunisasi dasar sesuai dengan usianya, walaupun imunisasi campak terlambat karena anak dibawa ke Jakarta dan tidak mengalami masalah setelah imunisasi.

Kebutuhan emosi/ kasih sayang (Asih)
Kebutuhan kasih sayang telah terpenuhi dengan baik.

Kebutuhan akan stimulasi mental (Asah)
Sampai saat ini kedua orangtua masih tetap memberikan stimulasi sehingga anaknya dapat melewati semua point dalam DDST II dan ELM 2 dengan baik, bayi dapat melakukan semua tes sesuai usia koreksinya.


Diskusi

Prematuritas
Kelahiran prematur sampai saat ini masih merupakan masalah penting karena menjadi penyebab 75-90 % kematian neonatal yang bukan disebabkan oleh kelainan letal. Kelainan yang sering dijumpai pada kelahiran prematur berhubungan dengan belum matangnya organ-organ, termasuk diantaranya sindrom gagal nafas, displasia bronkopulmoner, duktus arteriosus paten, enterokolitis nekrotikans, hiperbilirubinemia, apnea permaturitas, perdarahan intraventrikuler, retinopati prematuritas dan sepsis neonatal. Jika seorang bayi prematur dapat bertahan hidup, ia dihadapkan pada beberapa risiko seperti kebutaan, ketulian, kelumpuhan otak atau keterbelakangan mental.5-7

Definisi
Organisasi kesehatan dunia (WHO), mendefinisikan bayi prematur sebagai bayi lahir hidup sebelum 37 minggu kehamilan (dihitung dari hari pertama haid terakhir), sedangkan The American Academy of Pediatrics mengambil batasan 38 minggu.8

Berdasarkan umur kehamilan, Usher (1975) menggolongkan bayi prematur menjadi: 8-10
1. Bayi yang sangat prematur (extremely premature), masa gestasi 24-30 minggu .
2. Bayi prematur sedang (moderately prematur), masa gestasi 31-36 minggu
3. Borderline premature, masa gestasi 37-38 minggu


Berdasarkan berat badannya bayi prematur digolongkan menjadi : 8
1. BBLR (Bayi berat lahir rendah), 1500-2500 gram
2. BBLSR (Bayi berat lahir sangat rendah), 1000-1499 gram
3. BBLASR (Bayi berat lahir amat sangat rendah), < 1000 gram

Menurut kurva pertumbuhan janin, terdapat 3 golongan BKB / prematur, yaitu : 9,10
1. BKB SMK (Sesuai dengan masa kehamilan)
2. BKB KMK (Kecil untuk masa kehamilan)
3. BKB BMK (Besar untuk masa kehamilan)

Berdasarkan ciri kematangan fisis menurut Ballard dan kurva Battaglia dan Lubchenko, bayi ini tergolong pada prematur BBLSR sesuai masa kehamilan.

Etiologi
Pada umumnya bayi prematur (SMK) disebabkan oleh tidak sanggupnya uterus menahan janin, gangguan selama hamil, lepasnya plasenta lebih cepat dari waktunya, atau rangsangan yang menimbulkan kontraksi uterus sebelum cukup bulan.8 Beberapa kemungkinan etiologi kelahiran prematur bisa dilihat pada tabel 1 berikut.

Tabel 1. Kemungkinan etiologi kelahiran prematur. 8

Abrupsio plasenta
Amnionitis
Cacat bawaan
Eritroblastosis fetalis
Iatrogen
Inkompetensi serviks
Plasenta previa Polihidramnion
Preeklampsi
Ketuban pecah dini
Penyakit ibu yang berat
Kehamilan ganda
Infeksi saluran kemih
Tidak diketahui


Masalah Pada Prematuritas
Berbagai masalah klinis yang sering dijumpai pada prematuritas muncul sebagai akibat imaturitas sistem organ. Risiko terjadinya masalah akibat imaturitas ini berbanding terbalik dengan lamanya masa gestasi, semakin muda umur gestasi, semakin sering ditemukan masalah klinis. Masalah yang sering dihadapi oleh bayi-bayi prematur adalah: 8,11-13
1. Asfiksia perinatal
2. Masalah pada susunan saraf pusat
• Perdarahan periventrikuler – intraventrikuler (PPV – IV)
• Leukomalasia periventrikuler
3. Masalah pada sistem pernafasan
• Sindrom gawat nafas karena penyakit membran hialin (PMH)
• Apnea pada bayi prematur
• Sindrom kebocoran udara (air leak syndrome)
• Displasia bronkopulmoner
• Pneumotoraks
4. Hipotermia
5. Hipoglikemia
6. Komplikasi kardiovaskuler
• Duktus arteriosus persisten (DAP)
• Hipotensi sistemik
7. Imaturitas regulasi cairan
8. Hiperbilirubinemia
9. Hipokalsemia
10. Retinopati prematuritas (ROP)
11. Sepsis, karena ketahanan yang rendah terhadap infeksi
12. Enterokolitis Nekrotikans (EKN)
13. Perdarahan

Selama pengamatan sejak awal dirawat, tidak ditemukan masalah seperti yang tertera diatas, bayi tidak mengalami asfiksia berat, tidak mengalami apnu prematuritas, penyakit membran hialin, hipotermi, ROP ataupun EKN.

Pemberian nutrisi
Bayi prematur mungkin akan membutuhkan beberapa hari sebelum stabil dan bisa diberi makan enteral, sementara itu, cairan dekstrose intravena harus segera dimulai, diikuti dengan pemberian nutrisi parenteral jika makanan belum diberikan dalam waktu 3 hari. 1,12
Nutrisi parenteral bertujuan untuk menyediakan kalori yang cukup, sehingga protein yang ada bisa digunakan semaksimal mungkin untuk pertumbuhan. Tiga komponen penting pada nutrisi parenteral adalah glukosa, asam amino dan lipid. Cairan infus harus mengandung asam amino sintesis 2,5-3 gram/dl dan glukosa 10-25 gram/dl serta ditambah dengan elektrolit, mineral dan vitamin. Emulsi lemak intravena seperti intralipid 20 % (2,2 kkal/ml) bisa digunakan untuk menyediakan kalori. Glukosa bisa lebih awal diberikan, sedangkan asam amino dan intralipid menyusul kemudian ketika bayi belum bisa minum penuh dalam waktu dekat. Pemberian intralipid bisa dimulai dengan 0, 5 gram/kg BB/hari dan bisa dinaikkan sampai 3-4 gram/kgBB/hari. 1,12
Pemberian makanan enteral bersifat individual. Beberapa hal yang harus diperhatikan adalah perkembangan refleks isap dan menelan, bayi perlu mengkoordinasi gerakan ini dengan pernafasan. Sangat penting untuk mencegah kelelahan, regurgitasi dan aspirasi. Beberapa kondisi yang dapat dijadikan pegangan untuk memulai nutrisi enteral antara lain: 1,12
1. Tanda vital stabil
2. Terdengar bising usus
3. Abdomen tidak membuncit
4. Tidak ditemukan faktor risiko (asfiksia, SGN, apnea, bradikardia dll)
Bila ASI tersedia dan tidak ada indikasi kontra pemberian, maka untuk mencapai kecepatan pertumbuhan pada bayi prematur harus diberikan ASI sebanyak 180 -200 cc/kgBB /hari. 1,2,12
Bayi prematur bisa dipulangkan jika sudah mampu minum sendiri, dengan kenaikan berat badan 10-30 gram perhari dan suhu tubuh tetap normal di ruangan biasa. Tidak menderita apnea atau bradikardia dan tidak memerlukan oksigen atau obat-obat intravena. Selanjutnya bayi harus dipantau secara teratur untuk melihat pertumbuhan dan perkembangannya, serta menemukan kelainan yang mungkin baru timbul kemudian dan kalau mungkin mengobati / mencegah berlanjutnya proses penyakit yang dideritanya. 1,2,12
Pada pasien ini selama perawatan mendapatkan cairan glukosa parenteral, tidak mendapatkan protein dan lemak parenteral, karena telah bisa mendapatkan ASI pada hari ke-3 rawatan, dan berangsur-angsur mendapatkan ASI OD karena toleransi minum yang baik pada hari ke-8. Kebutuhan kalori telah terpenuhi dengan pemberian ASI, terlihat dengan penambahan berat badan selama perawatan.
Selama pemantauan, pasien mendapatkan ASI, walaupun hanya 5 bulan, mendapatkan susu formula, dan dilanjutkan dengan pemberian makanan tambahan, berupa bubur susu, nasi tim saring, nasi tim, nasi lunak dan akhirnya makanan keluarga sesuai dengan usianya. Tidak ada masalah toleransi makanan pada pasien, semua makanan yang diberikan bisa dihabiskan, ibu memberikan menu yang bervariasi sehingga anak tetap mau makan.

Pemantauan jangka panjang
Bayi prematur termasuk bayi risiko tinggi, yaitu bayi yang secara klinis belum menunjukkan hambatan perkembangan tapi berpotensi untuk mengalami gangguan perkembangan. Untuk itu bayi prematur harus dipantau secara teratur untuk melihat pertumbuhan dan perkembangannya, menemukan secara dini kelainan yang mungkin timbul, serta melakukan tindakan pencegahan dan penatalaksanaan terhadap kelainan yang timbul. 4

Jadwal pemantauan bayi.
Secara umum pemantauan bayi risiko tinggi adalah 4-5 kali dalam satu tahun pertama, kemudian bisa lebih jarang setelah lewat umur 1 tahun. Sebaiknya setelah umur 12 bulan, kunjungan berikutnya pada umur 18 bulan, karena ada beberapa masalah yang baru tampak pada awal kegiatan sekolah, seperti gangguan kognitif, kemudian dua setengah tahun dan umur empat setengah tahun. 4,13

Parameter yang dibutuhkan dalam pemeriksaan tindak lanjut. 4
1. Pertumbuhan. 5. Penglihatan
2. Tekanan darah 6. Bahasa dan kemampuan motorik
3. Kelainan pernafasan 7. Perkembangan neurologik
4. Pendengaran 8. Perkembangan kognitif.


Koreksi prematuritas

Koreksi prematuritas dalam menilai pertumbuhan fisis maupun perkembangan, merupakan hal yang kontroversial. Berdasarkan konvensi tahun 2001, digunakan umur koreksi yaitu umur kronologis dikurangi jumlah minggu prematuritas sampai bayi tersebut mencapai umur 2 tahun. Berdasarkan antropometri, yaitu berat badan dikoreksi sampai umur 2 tahun, panjang badan sampai 1 ½ tahun dan lingkar kepala sampai 18 bulan. Berdasarkan masa gestasi, yaitu bila masa gestasi kurang atau sama dengan 28 minggu,koreksi dilakukan sampai umur 4 tahun, masa gestasi 29-31 minggu, koreksi sampai umur 2 tahun; untuk 32 – 34 minggu sampai 1 tahun dan untuk 35 minggu atau lebih tidak perlu koreksi umur, dianjurkan untuk mengoreksi masa gestasi pada bayi prematur sampai minimal umur 3 tahun. 1

1. Pemantauan pertumbuhan dan perkembangan
Parameter pertumbuhan harus dimonitor pada setiap kunjungan, meliputi panjang badan, berat badan dan lingkar kepala. Perkembangan kepala yang jelek merupakan indikator awal keterlambatan perkembangan dan kecacatan. 1,2,4
Untuk bayi ini, selama pengamatan, tidak terdapat gangguan pertumbuhan, tampak dari pengukuran berat dan panjang badan berdasarkan grafik CDC 2000 yang telah disesuaikan dengan usia koreksi, demikian juga dengan pengukuran lingkar kepala, sesuai dengan standar Nellhaus. Peningkatan berat badan sangat pesat, bahkan pada usia koreksi 1 bulan telah mencapai berat ideal untuk bayi dengan usia kronologis 2,5 bulan.
Perkembangan bayi prematur dalam 2 tahun pertama dinilai berdasarkan umur koreksi. Kemajuan perkembangan dipengaruhi oleh banyak faktor antara lain umur kehamilan, nutrisi, penyakit, stimulasi oleh lingkungan dan pemberian kasih sayang. Untuk pemantauan perkembangan dapat digunakan kuesioner untuk orang tua, di Indonesia tersedia Kuerioner Pra Skrining Perkembangan, DDST II yang merupakan revisi Denver Developmental Sreening Test (DDST) ataupun Bayley Scales of Infant Development. Perlu diingat, penggunaan uji yang telah distandardisasi lebih penting daripada pemilihan uji itu sendiri. Bila hasil skrinning menunjukkan hasil yang tidak normal, perlu dilanjutkan dengan pemeriksaan neurologis.
Agar perkembangan bayi menjadi optimal, perlu diberikan intervensi berupa stimulasi dini. Berbagai program intervensi telah dijalankan untuk bayi prematur ataupun berat lahir rendah. Intervensi ini memperbaiki interaksi orang tua anak dan dapat memperbaiki kelainan neurologis. Untuk kasus pasien ini, pada orangtua telah diterangkan cara memberikan stimulasi dini, dan telah melakukannya sejak kepulangan bayi, meliputi semua aspek; taktil, penglihatan, vestibular dan pendengaran, dan bayi menunjukkan perkembangan yang baik sesuai usianya. Berdasarkan tes DDST II dan ELM 2, pasien tidak menunjukkan adanya suatu keterlambatan, semua point bisa dilewati dengan baik sesuai dengan usia koreksi, bahkan bayi telah bisa melewati sebagian tes untuk usia 1 bulan berikutnya, ini menunjukkan bahwa stimulasi yang diberikan oleh orangtua cukup baik.

2. Tekanan darah 4.
Hipertensi jarang terjadi, namun merupakan masalah serius pada bayi, terutama bayi prematur. Insidens hipertensi pada bayi sekitar 0,2–3%. Hipertensi pada bayi bisa disebabkan sekunder karena kateterisasi umbilikal, obat-obatan, atau adanya penyakit ginjal atau jantung. Pengukuran tekanan darah hendaknya dilakukan terhadap semua BBL secara periodik. Selama pengamatan pengukuran tekanan darah memberikan hasil normal.

3. Gangguan pernafasan
BBLSR yang karena suatu sebab terpaksa pulang dengan umur kehamilan belum genap 34 bulan, kemungkinan terjadi apnea sangat mungkin dan sering. Bayi baru lahir membutuh-kan monitor ketat di rumah untuk memantau apnea. 4
Sejak awal perawatan, bayi tidak mengalami apnea ataupun kegawatan nafas lain, dan selama pengamatan di rumah, tidak ada periode apnea. Selama perawatan di rumah, bayi tidak mengalami masalah dengan sistem pernafasan sehingga dapat tumbuh dan berkembang dengan baik.

4. Pendengaran
Tuli kongenital terdapat pada 0,1 % populasi umum dan lebih sering pada bayi risiko tinggi (1-2%). Intervensi sebelum usia 6 bulan setelah terdeteksi memberikan perubahan bermakna pada perkembangan bicara. 14,15
Faktor risiko yang berhubungan dengan tuli konduktif dan / atau kelainan neurosensoris pada bayi baru lahir adalah: 1,4,14
• Riwayat keluarga dengan tuli kongenital
• Infeksi kongenital
• Anomali kraniofasial
• Berat lahir < 1500 g
• Hiperbilirubinemia yang mendapatkan transfusi tukar
• Pernah mendapatkan obat yang bersifat ototoksik seperti gentamisin
• Meningitis bakterialis
• Nilai apgar 0-4 pada menit pertama atau 0-6 pada 5 menit pertama
• Mendapatkan ventilasi mekanik lebih dari 4 hari
• Mempunyai sindrom yang diketahui meliputi tuli

Berdasarkan tingginya angka kejadian tuli persisten pada neonatus yang mendapatkan perawatan NICU, maka The National Institutes of Health menyarankan skrining pendengaran pada semua neonatus yang telah mendapatkan perawatan NICU. Skrining dengan Automated Auditory Brainstem Response Hearing (AABR) direkomendasikan sejak usia gestasi 34 minggu. Intervensi dini sebelum usia 3 bulan berhubungan dengan perbaikan perkembangan kognitif pada usia 3 tahun. Fungsi pendengaran perlu dievaluasi ulang pada umur 12 – 24 bulan. 4,14-18
Tes BERA telah dilakukan pada pasien ini, dengan hasil baik, yang berarti tidak ada gangguan pendengaran pada pasien, selama pengamatan pasien menunjukan perhatian terhadap bunyi, seperti suara musik di televisi atau tape, suara binatang, telah mengerti instruksi sederhana yang diberikan oleh orangtuanya, hal ini menggambarkan bahwa pendengaran pasien cukup baik.

5. Penglihatan
Kelainan mata yang sering dijumpai pada bayi prematur kurang dari 32 minggu adalah retinopathy of prematurity (ROP). Pada bayi dengan berat lahir 1700 g atau kurang, 50 % bayi menderita ROP dan 5 % diantaranya menderita ROP berat, insiden ROP meningkat hampir 90% pada bayi dengan berat badan < 1000 g. Diagnosis dibuat berdasarkan pemeriksaan oftalmologi. Pada semua bayi dengan risiko tinggi harus dilakukan pemeriksaan mata pada usia 4-6 minggu atau sebelum bayi dipulangkan. 2,4,13
American Academic of Pediatrics (AAP), The American Assocation for Pediatric Ophthalmology and Strabismus, dan The American Academy of Ophthalmology merekomendasikan pemeriksaan oftalmologi terhadap semua bayi dengan berat lahir < 1500 g atau dengan masa gestasi < 28 minggu atau punya risiko lain seperti mendapatkan terapi oksigen. Skrining dianjurkan pada umur pasca menstruasi 31-33 minggu atau usia kronologis 4-6 minggu.19
Bila tidak ditemukan kelainan, pemeriksaan mata diulangi pada umur 12 – 24 bulan. Bila ditemukan kelainan, diperlukan pemeriksaan berkala setiap 2 minggu sehingga progresifitas penyakit dapat segera diketahui. Bila penyakit sangat progresif, pemeriksaan harus lebih sering dilakukan sehingga bila perlu terapi ablasi retina dengan cryo atau laser dapat segera dilaksanakan.1,2
Pada pasien ini telah dilakukan pemeriksaan mata dengan hasil normal, tidak ditemukan kelainan, tidak ditemukan ROP, ini bisa disebabkan karena selama perawatan, bayi tidak lama terpapar oleh oksigen, namun demikian, setiap bayi dengan berat lahir <1700 gram tetap berisiko tinggi menderita ROP.



6. Bahasa dan kemampuan motorik. 3,5
Setiap BBL harus dicatat riwayat perkembangan berbahasa dan kemampuan motoriknya dan dibandingkan dengan kemampuan normal sesuai usia. Selama pengamatan bayi menunjukan perkembangan bahasa dan kemampuan motorik yang cukup baik, ini dapat dilihat pada DDST II yang diberikan sesuai dengan usia koreksi, bayi bisa melewati semua komponen tes, demikian juga pada tes Early Language Milestone Scale 2, untuk tes visual, auditori reseptif dan auditori ekspresif, memberikan hasil yang baik. Ibu telah terangkan tentang pemberian stimulasi dini dan melakukannya sesering mungkin.

7. Perkembangan neurologi
Beberapa pengamatan menunjukan bahwa bayi prematur berisiko tinggi mengalami gangguan neurosensori, dari derajat ringan sampai berat. Bayi tersebut dapat mengalami gangguan tuli, penglihatan, gangguan bicara, yang bisa ditemukan bersamaan. Bayi prematur bisa menunjukan kelainan neurologi selama satu tahun pertama, seperti gangguan keseimbangan, kurang konsentrasi dan masalah prilaku, namun kelainan ini akan menghilang setelah usia 1 tahun. 1,4,5
Pada bayi ini tidak ditemukan kelainan neurologis selama pengamatan, tidak ditemukan gangguan tonus otot, hipotoni atau hipertoni, gangguan postur, tidak ada gerakan involunter, dan tidak ditemukan masalah pemberian makan. Bayi menunjukan perkembangan yang baik sesuai dengan usianya, mulai dari duduk, tengkurap, merangkak, berjalan tertatih dan berjalan lancar, tidak ditemukan masalah selama pengamatan.

8. Perkembangan kognitif.
Perkembangan kognitif, bahasa dan perhatian mata adalah prediktor yang bagus untuk kecerdasan dan dapat membantu mengidentifikasi anak dengan gangguan kognitif. Anak dengan risiko tinggi harus menjalani evaluasi psikologi sebelum bersekolah karena adanya risiko gangguan belajar. 3-6
Bayi ini berisiko tinggi mengalami gangguan belajar diusia sekolah, hal ini lebih dipengaruhi oleh faktor keluarga, sehingga proses pembelajaran telah dimulai sejak dini. Usia koreksi 2 tahun merupakan usia yang tepat untuk mengetahui adanya gangguan fungsi kognitif, namun demikian terdapat panduan penapisan untuk bayi risiko tinggi, seperti pemeriksaan USG kepala, mata, pendengaran, dan selama pengamatan tidak ditemukan masalah atau kelainan pada bayi ini.


Pemberian imunisasi 2,13,20
American Academy of Pediatric tahun 2003 telah merekomendasikan semua bayi prematur harus mendapatkan dosis lengkap semua vaksinasi rutin yang direkomendasikan pada usia kronologis sesuai dengan jadwal yang digunakan pada bayi aterm, kecuali vaksin hepatitis B yang jadwal pemberiannya sedikit dibedakan.
Vaksin Hepatitis B
Bayi prematur yang stabil atau yang berat lahirnya lebih dari 2000 gram diperlakukan seperti bayi aterm. Dosis pertama vaksin hepatitis B monovalen diberikan tidak lama setelah lahir, atau sebelum bayi dipulangkan dari rumah sakit. Dosis terakhir vaksin hepatitis B sebaiknya diberikan setelah 6 bulan usia kronologis.
Untuk bayi prematur atau BBLR, vaksin hepatitis B pertama diberikan pada 1 bulan usia kronologis jika stabil, atau pada saat dipulangkan dari rumah sakit (pilih yang lebih cepat), imunisasi dengan 3 dosis, diberikan pada 1-2, 2-4 dan 6-18 bulan usia kronologis.

Vaksin DTPa, Hib, dan VPI
Semua bayi prematur dan bayi berat lahir rendah yang stabil harus mulai mendapatkan imunisasi DTPa atau DTPw, Hib, VPI, dan VPO pada 2 bulan usia kronologis tanpa mempertimbangkan usia gestasi ataupun berat lahir.
Pasien ini telah mendapatkan imunisasi dasar, walaupun terdapat keterlambatan imunisasi campak pada usia > 9 bulan karena orangtua membawa bayi keluar kota dan bayi tidak mengalami masalah setiap selesai imunisasi.

Permasalahan medis dan bedah yang umum dijumpai pada bayi prematur

Anemia pada bayi prematur, bisa terjadi pada usia 1-3 bulan, sehingga diperlukan suplementasi zat besi. Selama pengamatan ibu menolak untuk dilakukan pemeriksaan hemoglobin, namun demikian tidak ditemukan adanya tanda anemia pada bayi, disamping itu ibu memberi susu formula, sehingga kebutuhan zat besi tercukupi dan tidak memerlukan suplementasi zat besi. 2
Hampir 10-20 % bayi prematur akan mengalami gangguan perkembangan (retardasi mental, palsi serebral dan gangguan belajar) yang disebabkan oleh perdarahan intraventrikular dan leukomalasia periventrikular. Pada bayi ini telah dilakukan pemeriksaan USG kepala dengan hasil normal, tidak ditemukan kelainan, dan dari pengamatan, pemeriksaan dan tes yang telah dilakukan selama 1,5 tahun, tidak ditemukan keterlambatan perkembangan, sehingga diharapkan kemungkinan mengalami retardasi mental, palsi serebral dan gangguan belajar relatif rendah. 2,20
Refluks gastroesofageal (RGE) banyak terjadi pada bayi prematur, terjadi dengan frekuensi rata-rata 3-5 kali perjam, RGE timbul karena sfingter bawah esofagus berelaksasi, bisa dipicu oleh pemberian minum dalam jumlah banyak. Masalah yang bisa timbul karena RGE seperti apnea, gagal tumbuh dan gangguan saluran nafas, seperti mengi dan aspirasi berulang. 2,22
Pada bayi ini tidak ditemukan adanya RGE, ibu awalnya memberikan ASI OD dan bayi bisa mentolerir pemberian minum, dilanjutkan dengan pemberian susu formula tanpa adanya kesulitan, diikuti dengan pemberian bubur susu dan nasi tim sampai akhirnya makanan keluarga, dan selama pemberian minum atau makan tidak terjadi RGE, sehingga bayi dapat bertumbuh dan berkembang dengan baik.
Kasus bedah yang mungkin dijumpai pada bayi ini adalah penanganan kriptokismus, 23 pada awal kelahiran, terdapat undensensus testis dekstra, namun pada pengamatan periode kedua, kedua testis telah berada dalam skrotum, sehingga tidak diperlukan tindakan bedah.














Daftar pustaka

1. Gunardi H. Pemantauan bayi prematur. Dalam: Trihono PP, Pudjarto PS, Syarif DR, et al, penyunting. Hot topics in pediatrics II. Pendidikan Kedokteran Berkelanjutan Ilmu Kesehatan Anak FKUI XLV.Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2002.h.17-26
2. Kaban RK, Efar P. Pemantauan bayi prematur di poliklinik. Dalam Prawitasari T, Kaswandani N, penyunting. Manajemen penyakit pediatri di poliklinik. Pendidikan Kedokteran Berkelanjutan Ilmu Kesehatan Anak FKUI V.Jakarta : Balai Penerbit FKUI; 2008. h.13-35.
3. Casey PH, Mansell LW, Barrett K, Bradley RH, Garyus R. Impact of prenatal and/or postnatal growth problems in low birth weight preterm infants on scholl age outcomes: an 8 year longitudinal evaluation. Pediatric 2006;118:h.107-84.
4. Indarso F. Pemantauan jangka panjang pada bayi berat lahir sangat rendah. Dalam: Korin MS, Yunarto A, Dewi R, Sarosa GI, Usman A, penyunting. Buku ajar neonatologi. Jakarta: Balai Penerbit IDAI;2008.h.268-83.
5. Chundrayenti E. Kesakitan dan kematian neonatal dini pada bayi dengan berat badan lahir rendah dan beberapa faktor yang mempengaruhi di RSUP Dr. M. Djamil Padang. Tesis, Padang : Bagian Ilmu Kesehatan Anak FK-UNAND, 1998.
6. --------- Follow up care of high risk infants. Pediatric 2004;114:1377-94.
7. Mutch L, Newdick M, Lodmick A, Chalmers I. Secular changes in rehospitalization of very low birth weight infants. Pediatric 1986;78:h.164-70.
8. Janin dan neonatus. Dalam : Markum AH, Ismael S, Alatas H, et al, penyunting. Buku ajar ilmu kesehatan anak jilid I. Jakarta : Balai Penerbit FKUI; 1991.h.218-21.
9. Wibowo N. Risiko dan pencegahan kelahiran prematur. Dalam :L Suradi R, Monintja HE, Amalia P, Kusumowardhani D, penyunting. Penanganan mutakhir bayi perematur : memenuhi kebutuhan bayi prematur untuk menunjang berkelanjutan. Ilmu Kesehatan Anak FKUI XXXVIII. FKUI; 1997.
10. Budjang FR. Bayi berat badan lahir rendah. Dalam: Wiknjosastro H, Saifuddin B, Rachimhadhi T, penyunting. Ilmu kebidanan. Edisi ke-3. Jakarta : Pustaka Sarwono; 1999. h. 77-184.
11. Lee KG, Cloherty JP. Identifying the high-risk newborn and evaluating gestational age, prematurity infants. Dalam: Cloherty JP, Eichenwald EC, Stark AR, penyunting. Manual of neonatal care. Edisi ke-5.Philadelphia. Lippincott Williams & Wilkins,2003.h.42-51
12. Hay WW, Lucas A, Heird WC, Ziegler E, Levin E, Grave GD dkk. Workshop summary: Nutrition of the extremely low birth weight infant. Pediatric 1999;104:h.1360-7.
13. Gomela TL, Cunningham MD, Eyal FG, Zenk KE. Follow up of high-risk infant. Dalam:Neonatology, management, procedure, on call problems, disease and drugs. Edisi ke-5. New York:Mc Graw Hill,2004;139-42,278-82.
14. Joint Committee on infant hearing 1994 position statement. Pediatric 1995;95:h.152-5.
15. Billing KR, Kenna MA. Causes of pediatric sensorineural hearing loss. Archotolaryngol head neck surg 1999;125:h.517-21.
16. Committee on environmental health. Noise: a hazard for the fetus and newborn. Pediatric 1997;100:h.724-6.
17. Meyer C, Witte J, Hildmann A, Hanneeke KH, Schunck KU, Maul. Neonatal screening for hearing disorders in infant at risk: incidence, risk factors and follow up. Pediatric 1999;104:h.900-3.
18. Nelson H, Bougatsus C, Nygren P. Universal newborn hearing screening: Systematic review to update the 2001 US preventive series task force recommendation. Pediatric 2008;122:e266-74.
19. Phelps DL. Retinopathy of prematurity. Pedsinreview 1995;16:h.50-6.

20. Canadian Pediatric Society. Routine screening cranial ultrasound examinations for the prediction of longterm neurodevelopmental outcomes in preterm infant. Canadian paediatric society 2001.6(1):39-43.
21. Saari TN. Committee on infectious diseases. Imunization of preterm and low birth weight infants. Pediatric 2003;112:h.193-7.
22. Poets CF. Gastroesophageal reflux : a critical review of its role in preterm infants. Pediatric 2004;113:e128-31.
23. Trachtenberg DE, Golemon TB. Office care of the premature infant: Part II. Common meical and surgical problems. Am Fam Physician. 1998;57(10):2383-404.