Sabtu, 03 April 2010

akondroplasia

AKONDROPLASIA

PENDAHULUAN
Akondroplasia termasuk kelompok penyakit gangguan displasia murni ( gangguan pertumbuhan tulang) yang diturunkan secara autosomal dominan. 1,2 Penyakit ini merupakan bentuk kondrodisplasi yang paling banyak ditemukan.1,2 Insiden berkisar antara 1/15.000 sampai dengan 1/40.000 kelahiran, 75-80 % dari seluruh kejadian merupakan mutasi baru .1,2
Gambaran klinik utama kelainan ini adalah batang tubuh dan tungkai yang pendek, tungkai bengkok dan segmen proksismal tungkai lebih pendek (rhizomelia), pada akondroplasia perawakan pendek disproporsional, sehingga mudah dikenal, karena adanya kelainan struktur anatomi, dapat terjadi komplikasi dari yang ringan sampai berat bahkan kematian, oleh karena itu perlu pengenalan dan pemahaman penyakit ini secara keseluruhan .1-3
Berikut ini akan disajikan sebuah kasus akondroplasia, untuk mengingatkan kembali kelainan radiologis akondroplasia secara umum.

KASUS
Nr. Anak perempuan, usia 13 bulan berobat ke poliklinik RS. M. Djamil tanggal 15 Agustus 2008, kiriman RSUD Swl dengan keterangan suspek hipotiroid
Riwayat penyakit
Melalui alloanamnesis dari ibunya, diketahui bahwa pertumbuhan badan lambat sejak 10 bulan yang lalu. Sejak usia 4 bulan tangan dan kaki tampak pendek dan kepala terlihat lebih besar. Sampai saat ini anak duduk masih dibantu. Tidak ada batuk dan pilek , demam dan kejang. Nafas tidak sesak, buang air besar dan buang air kecil normal.
Anak ini lahir tanggal 21-7-2007 secara spontan, ditolong bidan, dengan berat badan 2600 gram, panjang badan 48 cm, langsung menangis, cukup bulan. Anak pulang dalam keadaan sehat. Tidak ada riwayat kuning, demam atau gangguan lain setelah pulang perawatan. ASI diberikan sampai sekarang semaunya, bubur susu diberikan mulai usia 6 bulan, diselingi dengan buah dan biskuit, nasi tim saring mulai usia 9 bulan. Saat ini anak diberi nasi tim saring 2 kali, bubur susu 3 kali, atau biskuit 4 kali dan ASI semaunya. Tiap porsi rata-rata habis.
Sejak usia 1 bulan anak telah dibawa ke Posyandu untuk mendapat imunisasi dan penimbangan berat badan secara teratur. Imunisasi dasar lengkap sesuai umur, sehingga sekarang anak telah mendapat BCG (Skar +), hepatitis B 3 kali. Polio 4 kali dan DPT 3 kali.
Saat ini anak hanya pandai bicara konsonan (mama, papa, tata), sudah pandai memegang pegang benda dengan ibu jari dan telunjuk, meraih benda disekitar, berespon apabila dipanggil, namun duduk masih dibantu. Tengkurap mulai usia 3 bulan dan sampai saat ini anak belum bisa merangkak.
Anak ini merupakan anak ke 2 dari ibu (usia 25 tahun, tinggi badan 150 cm dan pekerjaan rumah tangga) dan bapak (usia 32 tahun, tinggi 158 cm, pekerjaan buruh bangunan). Tidak ada riwayat keluarga kerdil atau pendek baik dipihak ibu maupun di pihak bapak .

Pemeriksaan fisik
Keadaan umum anak tampak sakit sedang, sadar, nadi 110 kali / menit, nafas 38 kali / menit, suhu 37,2 0C, tidak sesak nafas dan tidak sianosis. Bentuk tubuh terlihat tidak normal dengan tangan dan kaki pendek, kepala terlihat lebih besar, wajah dismorfik (midfacial hipoplasia), dahi menonjol. Tidak ditemukan kelainan di kulit. Ubun-ubun besar datar 4 x 4 cm, ubun-ubun kecil 2 x 2 cm, rambut sedikit pirang tak mudah dicabut, telinga tak ada kelainan, konjungtiva tak anemi, sklera tak ikterik. Tonsil T1-T1 tak hipermis dan faring tak hiperemis. Tidak teraba pembesaran kelenjar getah bening di leher atau tempat lain.
Dada terlihat simetris, tidak terlihat retraksi, fremitus paru kiri sama dengan kanan, sonor, suara nafas vesikuler, tidak ditemukan ronki. Iktus cordis teraba di linea medioclavicula, irama teratur dan tidak ditemukan bising. Abdomen tidak membuncit, hepar dan lien tak teraba, perkusi abdomen timpani, bising usus normal. Punggung lordosis. Ditemukan gibbus di vertebrae torakolumbal. Alat kelamin tak ada kelainan, status pubertas A1M1P1.
Lengan dan tungkai terlihat abnormal, segmen atas lebih pendek dari segmen bawah. (40 cm : 25 cm) Jari-jari lengkap, tampak sindaktili pada jari ke2 kedua tangan,. Tidak ditemukan genu varus atau valgus, tidak ditemukan angulasi pada tibia. Reflek fisiologis normal dan tidak ditemukan refleks patologis.

Antropometri
Hasil pengukuran antropometri adalah sebagai berikut : berat badan 4,8 kg, panjang badan 65 cm, lingkar kepala 46 cm, tinggi duduk 37 cm. rentang panjang lengan (arm span) 48 cm, panjang lengan 16 cm ( segmen atas 9 cm) , panjang tungkai 24 cm (segmen atas 13 cm). Dari antropometri tinggi dan berat badan anak masih dalam batas normal (-2 SD – 2 SD) (BB/TB 137 %, TB/U 100 %), Lingkar kepala berada antara -2 SD dan 2 SD grafik pertumbuhan kepala penderita akondroplasia.
Perbandingan segmen atas (U) badan (40 cm) terhadap segmen bawah (L) badan (65-40=25 cm) adalah 1,6, nilai ini merupakan nilai maksimal (1,6). Sehingga dapat disimpulkan bahwa perbandingan U/L adalah disproportional dan sesuai dengan short limb.
Berdasarkan klinis dan pemeriksaan fisik serta antropometri ditegakkan diagnosis kerja : akondroplasia dan keterlambatan psikomotor. Direncanakan pemeriksaan USG kepala dan bone survey. Anak diberikan terapi simptomatik dan dianjurkan pemeriksaan lanjutan diatas dan kontrol teratur ke poliklinik pediatrik sosial, konsul ke THT, ortopedik dan fisioterapi ( karena gangguan psikomotor) .

Pemeriksaan penunjang
Hasil pemeriksaan radiologi yaitu USG kepala dan bone survey sebagi berikut:
USG kepala: tak tampak pelebaran ventrikel lateral kanan dan kiri dan dianjurkan CT scan
kepala.
Bone survey
Kranium membesar dengan dasar mengecil. Thorax : strenum melebar, iga pendek dengan konkavitas yang dalam ke ujung anterior. Rangka : jarak interpedikel kaudal I – V lumbal berkurang, pedikel kecil dengan diameter sagital yang sempit. Pelvis : sayap os ilium bujursangkar. Rongga pervis seperti champagne glass. Tulang gerak : gambar mikromelia dengan tulang panjang melengkung dan metafisis melebar. Sambungan epifisis / metafisis seperti bola. Jari-jari melebar dan pendek. Kesan : susp achondroplasia.
CT scan tidak dilakukan karena alasan biaya






































































































Silsilah keluarga






TINJAUAN PUSTAKA

AKONDROPLASIA
Akondroplasia merupakan kelainan pertumbuhan tulang yang diturunkan yang memberikan gambaran kerdil, kelainan ini merupakan bagian dari gangguan pertumbuhan tulang yang disebut kondrodistrofi. Akondroplasia ditandai dengan pertumbuhan tulang yang tidak normal sehingga menimbulkan perawakan pendek dengan perbandingan yang disproporsional antara lengan dan tungkai, kepala yang lebih besar dengan penonjolan bagian frontal, thorak yang tipis serta gambaran wajah yang khas. Intelektual dan masa hidup penderita biasanya normal, walaupun resiko tinggi mengalami kematian akibat penekanan saraf servikal dan atau obstruksi saluran nafas atas.1,2
Akondroplasia merupakan kelainan yang diturunkan secara autosom dominan, namun demikian, sekitar 80 % kasus terjadi karena proses mutasi. Jika hanya 1 orang tua yang menderita akondroplasia, terdapat 50 % kemungkinan anaknya menderita akondroplasia, jika kedua orang tua, kemungkinan tersebut menjadi 75 %.1,2
Diagnosis akondroplasia ditegakkan berdasarkan karakteristik klinis dan gambaran radiologis. Untuk kasus yang sulit, tes genetik diperlukan untuk menentukan apakah terjadi mutasi pada gen FGFR3 (lokus 4p16).3

Etiologi
Usia orang tua yang lanjut merupakan faktor resiko pada kasus akhondroplasia sporadik. Bisa disebabkan replikasi DNA atau gangguan perbaikan selama spermatogenesis sehingga terjadi mutasi G1138 FGFR3 .2,3

Epidemiologi
Kejadian akondroplasia dilaporkan bervariasi, mulai dari 1 dalam 3000 sampai 9500 kelahiran. Kejadian akondroplasia di AS sekitar 1 dari 15.000-40.000 kelahiran, tidak ada predileksi ras pada kasus ini.1

Mortalitas dan morbiditas
Kematian mendadak dapat terjadi akibat kelainan craniocervical junction yang mengakibatkan kompresi medula spinalis. Kejadian sekitar < 3 %. Gambaran klinik yang sering dijumpai adalah angular deformitas ekstremitas, premature degenerative joint diseases, kelainan spinal, cervical instability . Gangguan pernafasan berupa : apnea sentral, obstructive apne, sumbatan jalan nafas berat (< 5 %). Pada CT scan dapat ditemukan kinking medula dan kelainan neuroanatomi yang sesuai dengan arrested hydrocephalus, termasuk pelebaran ventrikel dan hipoplasia korpus kolosum. Hidrosefalus dapat disebabkan peningkatan tekanan vena intrakranial akibat stenosis sinus sigmoid dipenyempitan foramen jugular. Kecerdasan adalah rata-rata, kadang-kadang terjadi keterlambatan pada penderita hidrosefalus. Perkembangan motorik terlambat, tetapi fungsi bahasa normal. 2,4,5

PATOFISIOLOGI
Kelainan skeletal pada akondroplasia timbul karena adanya hambatan pembentukan tulang endokondral, kelainan ini terjadi di epiphyseal osteochondral junction, tempat dimana terjadi proses kalsifikasi dan osifikasi, pada akondroplasia, terjadi proses penulangan yang lebih cepat sehingga tulang menjadi lebih pendek, namun karena pertumbuhan kearah samping tidak terpengaruh, tulang menjadi lebih lebar. Tulang tengkorak yang tidak tergantung pada pembentukan tulang endokondral, menjadi lebih besar. Panjang tulang vertebra umumnya normal, namun terdapat pendataran corpus vertebra, karena ada kelainan pada pertumbuhan tulang vertebra, lazim tampak kifoskoliosis atau kelainan bentuk tulang pungung yang lain.6,7
Komplikasi yang penting pada penderita akondroplasia adalah gangguan neurologis yang berhubungan dengan penyempitan tulang belakang seperti stenosis kanalis spinalis, prolaps discus intervertebra, osteofit dan kifosis.
Hidrosefalus bisa timbul pada akondroplasia karena terdapat penurunan aliran vena di sinus sagitalis superior karena penyempitan foramen magnum sehingga aliran cairan menjadi tidak lancar.

Pemeriksaan fisik
Gambaran klinis akondroplasia relatif tetap, sejak masa bayi sampai dengan masa dewasa. Bentuk badan yang tidak proporsional memudahkan kita untuk mengenal kelainan ini dan membedakannya dengan dwarfism (kerdil) yang baru muncul setelah usia 2 tahun. Pada pemeriksaan fisik secara umum ditemukan batang tubuh dan tungkai penderita akondroplasia lebih pendek, tungkai bengkok dan segmen tungkai proksismal lebih pendek Jika penderita berdiri, maka ujung jari tangan biasanya tidak akan mencapai trokanter.

Kepala
Untuk kepala tampak ukuran tulang kranium lebih besar dari ukuran normal disertai dengan penonjolan frontal (frontal bossing) dan jembatan hidung yang rata. Tulang calvaria besar sedangkan basis kranial dan tulang wajah kecil karena midfacial hypoplasia contracted skull base. Tulang maksila lebih datar karena mengalami hipoplasia sehingga muka tampak lebih datar, tulang maksilaris yang kecil ini menyebabkan gigi tumbuh lebih padat. Foramen magnum tampak menyempit sehingga mempermudah terjadinya hidrosefalus.

Ekstremitas
Segmen badan biasanya normal dan relatif lebih panjang, ukuran ekstremitas yang pendek merupakan gambaran utama kelainan ini. Terdapat rhizomelia, trident hands dan brakidaktili. Siku bisa berada pada posisi ekstensi dan pronasi, serta jari tangan kedua, tiga dan empat sama panjang. Extensi siku terbatas, genu varum displastik dan terdapat penyempitan sakroiliaka .

Badan
Pada tulang punggung bisa terdapat skoliosis, gibbus lumbal biasanya ditemukan pada masa bayi, gibbus torakolumbal yang bisa menghilang saat bisa berjalan. Penyempitan ruang interpedikuler pada lumbal, ilium displastik dengan penyempitan sacroiliaca groove, asetabulum mendatar. Tinggi rata-rata lelaki adalah 131 cm dan perempuan 124 cm.

Riwayat penyakit
Jika diagnosis telah ditegakkan perlu untuk menanyakan beberapa hal sehubungan dengan komplikasi yang akan terjadi seperti : nyeri, ataksia, inkontinensia, apnea, gangguan nafas dan kuadriparesis. Perlu ditanyakan tentang otitis media untuk mencegah ketulian dan gangguan perkembangan bahasa. Gangguan tidur dan peningkatan ukuran kepala perlu diwaspadai. Walaupun akondroplasia sering akibat mutasi baru, perlu untuk mendeteksi keluarga berisiko, yaitu orang tua heterozigot terhadap gen G1138A atau G1138C.

Pencitraan
Radiologi :
Pemeriksaan radiologi menunjukan disproporsional tubuh dan memberikan gambaran khas.

Ekstremitas
Tulang panjang tampak lebih pendek dan relatif tebal, kelainan pada tulang segmen proksismal lebih nyata dibandingkan dengan segmen distal, square-shaped long bones, Tulang jari lebih lebar dengan ukuran yang sama (trident hands), normal trunk length, proksimal femoral lebih radiolusens, chevron-shaped distal femoral epiphyseal, lempeng pertumbuhan lebih pendek.
Tulang femur tampak lebih pendek dibanding tulang tibia, fibula relatif lebih panjang dibanding tibia. Semua ujung tulang panjang tampak mencekung, dan pusat penulangan akan mengisi cekungan tersebut membentuk bayangan menyerupai “ball-and-socket pattern”. Pusat osifikasi tampak lebih kecil. Gambaran yang sama tampak pada ekstremitas atas, tulang humerus tampak lebih pendek



















Gambar 7
Khas pada akondroplasia. A, terdapat pemendekan tulang panjang, pemendekan tulang femur lebih tampak dibanding tulang tibia. Pada bagian ujung tulang panjang tampak mencekung dan pusat penulangan epifise akan mengisi cekungan tersebut sehingga membentuk gambaran “Shallow ball-and-epiphyseal” B, tampak pemendekan humerus seperti juga dialami oleh tulang panjang lainnya.6

Vertebra
Dari proyeksi vertikal dan sagital, corpus vertebra lebih pendek dibanding vertebra normal. Dari proyeksi anteroposterior, tulang vertebra akan melebar dari atas ke bawah , dan segmen lumbal 5 merupakan segmen yang terlebar, namun pada penderita akondroplasia, tulang vertebra akan menyempit dari atas kebawah, dan lumbal ke 5 merupakan vertebra yang terkecil. Pada proyeksi lateral, shaded pedikel lebih pendek dan kanalis spinalis lebih mendatar dibanding normal. Sudut bagian dorsal tampak lebih konkaf. Pada bagian ventral tulang vertebra bisa ditemukan gambaran ujung yang membulat (bullet nose) karena vertebra torakolumbal mengalami hipoplasi. Ruang intervertebra lebih dalam dengan korpus vertebra yang lebih kecil.



















Gambar 8
Perbandingan vertebra lumbal pada orang normal dan penderita akondroplasia dari proyeksi frontal (A) dan lateral (B), vertebra lumbal semakin melebar dari atas ke bawah dari proyeksi frontal, corpus L5 merupakan corpus paling sempit, hal ini berlawanan dengan gambaran vertebra penderita akondroplasia. Pada proyeksi lateral, tampak bayangan pedikel memendek dan kanalis spinalis memipih kurang dari setengah nilai normal, bagian dorsal dari tulang vertebra akondroplasia menjadi sedikit konkaf. Ruang intervertebra lebih dalam dan corpus vertebra lebih kecil dibanding vertebra normal. Gambar C menunjukan gambaran khas vertebra torakolumbar penderita akondroplasia. 6

Pelvis.
Terbatasnya pertumbuhan tulang iliaka akan menyebabkan berkurangnya ukuran pelvis, sehingga wanita yang menderita akondroplasia sulit untuk melahirkan pervaginam. Dari proyeksi vertikal, pelvis tampak lebih pendek dan relatif lebih lebar. Pada bayi, dengan bertambahnya ruang kartilago, mineralisasi tulang, iregularitas dan mangkok asetabulum, pelvis tampak lebih datar.
Sayap iliaka melebar, sementara sacroiliaka menyempit, sehingga menyerupai gelas sampanye ( champagne glass )
















Tulang tengkorak
Tulang tengkorak tampak lebih besar dengan dasar yang pendek. Dasar tengkorak tampak lebih pendek, hal ini disebabkan karena dasar tengkorak berasal dari kartilago. Hal ini menyebabkan foramen magnum menyempit dan menimbulkan stenosis spinal.














Gambar 10
Pandangan lateral (A) dan anteroposterior Towne (B) tengkorak akondroplasia, pada proyeksi lateral, tampak pemendekan kartilago yang kontras dengan pembesaran tulang calvaria. Proyeksi B menunjukan ukuran foramen magnum yang kecil, sehingga mempermudah timbulnya hidrosefalus. 6


UltraSonography (USG)
Pemeriksaan USG merupakan pemeriksaan non invasif untuk menilai keadaan ventrikel sebelum ubun-ubun besar menutup. Pada akondroplasia bisa ditemukan hidrosefalus. Pemeriksaan USG dilakukan pada usia 2,4 dan 6 bulan untuk memonitor ukuran ventrikel atau adanya hidrosefalus.

Computed Tomography (CT)
Pada pemeriksaan CT, tampak berkurangnya diameter transversal dan sagital foramen magnum jika dibanding dengan ukuran normal . Penekanan di foramen magnum atau di kanalis spinalis yang lebih sempit ini menyebabkan kelainan neurologis seperti sleep apnea dan defisit neurologis, yang akan membaik jika dilakukan dekompresi melalui laminektomi.
Melalui pemeriksaan CT juga tampak kelainan morfologi pada tulang temporal berupa ; tidak berkembangnya sel udara mastoid, pemendekan kanalis karotis, penipisan dasar tengkorak, peninggian tulang petrosus, terputarnya koklea yang semuanya bisa menimbulkan gangguan pendengaran dan mempermudah timbulnya otitis media.

Magnetic Resonance (MR)
Pemeriksaan MR menunjukan penyempitan ruang subarachnoid setinggi foramen magnum, dan bisa ditemukan kelainan yang disebabkan karena penekanan pada cervicomedullary junction”. Pemeriksaan MR merupakan pemeriksaan pilihan pada kasus akondroplasia dengan dugaan stenosis spinal















Gambar 11
Pemeriksaan MRI pada bayi dengan akondroplasia menunjukkan penyempitan foramen magnum sehingga menekan spinal cord.6


Tata laksana
Perlu dilakukan pemantauan pertumbuhan, berat badan dan lingkar pada tiap bulan selama tahun pertama, U/L ratio, pemeriksaan neurologik berkala, infeksi telinga tengah dan pertumbuhan gigi yang crowded, kontrol obesitas. Kadang-kadang perlu tindakan bedah, leg lengthening procedures, release compresion, lumbar laminectomy pada spinal stenosis. Perlu konsultasid pada neurolog, bedah saraf, THT dan konsultasi genetik.3,7-10
Pemberian growth hormon masih kontroversi. GH tidak bermanfaat untuk terapi akondroplasia karena kartrilago epifisis abnormal dan zone proliferasi tipis. Tetapi sebagian masih memberikannya sebagai terapi standar. Pemberian dosis standar dapat meningkatkan pertumbuhan. Empat belas pasien yang diobati di National Cooperative Growth Study (0,317 mg/kg/minggu) selama 2,6 tahun meningkatkan pertumbuhan 0,7 SD. Pada penelitian berikutnya kecepatan pertumbuhan bertambah dari 3,8 ke 6 cm pertahun pada tahun pertama dan 4,4 cm pertahun pada tahun ke dua. Ada pendapat bahwa dosis tinggi (0,6 cm / kg per minggu) merangsang kecepatan pertumbuhan pasien akondroplasia. Pemberian jangka pendek tidak merubah disproporsi. Begitu juga terhadap lingkaran foramen magnum,meskipun demikian respon terhadap tinggi akhir belum dapat diprediksi . 8-10

Pemantauan rawat jalan
Pertumbuhan dan lingkar kepala diplot pada grafik khusus perlu pemantauan : neurologi, CT scan, MRI, dan lain-lain. Deteksi adanya infesi telinga tengah dan periksa pertumbuhan gigi.1,2,4

Prognosis
Intelegensi dan harapan hidup normal.1,2,4

DISKUSI
Telah dilaporkan sebuah kasus akondroplasia pada seorang anak berumur 13 bulan dengan keluhan pertumbuhan yang terlambat. Keadaan ini ditemukan beberapa bulan setelah lahir sehingga sesuai dengan akondroplasia. Berbeda dengan bentuk lain seperti thanatropik displasia yang sudah terjadi prenatal, dan hipokondroplasia yang biasanya terjadi pada tahun pertama. Klinis dan pemeriksaan fisik lain yang menyokong adalah : perbandingan segmen atas dan segmen bawah, perawakan pendek dengan perbandingan yang disproporsional antara lengan dan tungkai, kepala yang lebih besar dengan penonjolan bagian frontal, thorak yang tipis serta gambaran wajah yang khas , punggung sedikit lordosis. Bone survey sesuai dengan ankondroplasia. Pada pasien ini tidak terdapat hidrosefalus yang bisa saja terjadi pada seorang anak dengan akondroplasia, namun ini perlu dikontrol untuk mengetahui secara dini kelainan hidrosefalus.
Akondroplasia pada pasien ini mungkin disebabkan mutasi baru yang terjadi pada salah satu orang tua. Hal ini berdasarkan tidak adanya riwayat keluarga pendek atau kerdil pada kedua keluarga dan usia kedua orang tua yang sudah lanjut. Anak ini cukup mendapat kebutuhan ASAH, ASIH, dan ASUH, namun keterlambatan motorik dan bicara mungkin disebabkan kelainan anatomis.
Prognosis pasien ini secara teoritis adalah baik. Dukungan moril pada keluarga perlu sekali agar anak tumbuh dan kembang optimal.







































Daftar Pustaka

1. Khan AN. Achondroplasia. Didapat dari http://www.emedicine.com. Last update Juli 2008.
2. Trotter TL, Hall JG and Committee of Genetics. Health supervision for children with achondroplasia. Pediatrics 2005;116:771-82.
3. Committee of genetics. Health supervision for children with achondroplasia.American academy of pediatric 1995;90:443-51.
4. Clark RN. Congenital dysplasias and dwarfism. Pediatr Rev 1990;12:149-59.
5. ------. Pediatric musculoskeletal radiology. Dalam : Petterson H, Ed. A global textbook of radiology.
6. ------ Skeletal dysplasias. Dalam: Silverman F, Kuhn J, Ed. Caffey’s pediatric x-ray diagnosis: an integrated imaging approach; Edisi ke-9 St.Louis: Mosby,1993; 1574-87.
7. Cocburn SB, Hilt NE. Manual of orthopaedics. Saint Louis: CV Mosby Co, 1980;
369-70.
8. Gordon IRS, Ross FGM. Diagnostic radiology in paediatrics. Boston: Butterworth Co
(Publ) Ltd, 1977; 2-3.
9. Lovel WW, Winter RB. Pediatric orthopaedics. Edisi ke-2; Philadelphia: JB
Lippincott Co, 1989; 45-8.
10. Sillerve DO. Genetic skeletal dysplasia. Kliegman RM, Nelson WE, Vaughan VC,
Eds. Nelson text book of pediatrics. Edisi ke-18; Philadelphia: WB Saunders Co,
1996; 638-9.
11. Brashear HR, Reney RB. Shands' handbook of orthopaedic surgery. Edisi ke-6: Saint
Louis: CV Mosby Co, 1978; 56-96.
12. Warkany J. Congenital malformation. Edisi 1; Chicago: Year Book Medical Publ Inc,
1971; 767-81.

Tidak ada komentar: